Istilah kompetensi (competence) berarti: (1) means suffient for necessities of life; (2) the quality or state of being competent. Sedangkan kompeten (competent) berarti: (1) having the necessary ability or qualities; (2) legally qualified [Latin competens, from competere “to come together, be suitable”, from competere “ to come to, seek”] (Webster’s New Encyclopedic Dictionary, 1994: 201).
Kompetensi guru didefinisikan sebagai himpunan pengetahuan, kemampuan,dan keyakinan yang dimiliki seorang guru dan ditampilkan untuk situasi mengajar (Anderson, 1989: 18). Sedangkan, kompetensi mengajar didefinisikan sebagai tingkah laku pengajar yang dapat diamati (obsevable teacher behaviors) (Cruickshank, 1985).
Prestasi subjek didik dipengaruhi oleh kompetensi pengajarnya. Asumsi ini didukung oleh suatu hasil penelitian yang menyatakan adanya korelasi yang signifikan antara tingkah laku dosen dengan persepsi mahasiswa terhadap prestasinya (Kozma, Belle, & Williams, 1978).
Metode Pengembangan Kompetensi Mengajar
Menurut Cruikshank (1985), ada 6 cara dalam mengidentifikasikan kompetensi mengajar: (1) dengan mempelajari hasil-hasil penelitian tentang kemampuan mengajar dalam hubungannya dengan prestasi subjek didik; (2) diperoleh dari para pendidik berpengalaman yang dianggap sebagai pakar; (3) disimpulkan dari hasil poll stakeholders pendidikan; (4) diambil dari literatur; (5) diturunkan dari bermacam-macam peranan pengajar, dan (6) sebagai hasil dari analisis tugas mengajar pada tingkat dan bidang kurikulum yang berbeda.
Guru
Ada 2 pandangan tentang guru yang dikemukakan oleh:
1. Jackson (1986) dalam (Anderson, 1989: 8) mengemukakan bahwa guru adalah pengambil keputusan yang berpengetahuan banyak. Guru memahami siswanya, namun untuk menyusun kembali suatu topik agar “dapat dicernakan secara edukasi” bagi siswanya, dan apabila mengajar, “ mengetahui kapan untuk berbuat apa” (“know when to do wahat).
2. Berliner (1984) dalam (Anderson, 1989: 8) menyatakan bahwa mengajar adalah suatu usaha keras manusia secara esensial, yang meliputi, “kontak manusia aktual antara seorang guru dengan siswa.” Kemauan guru untuk memberikan idea-idea, nilai-nilai, dan perasaan jujur dan secara terbuka kepada siswanya memberikan kontribusi terhadap kualitas hubungan ini.
Dengan demikian, tugas seorang guru adalah mengajar dan mendidik. Sehingga, seorang guru harus meningkatkan keefektivannya dan mempertinggi kualitas personalnya, pengetahuan dan keterampilan. Jadi, guru adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kualitas personal.
Guru Efektif
Keefektivan guru akan digunakan untuk membandingkan hasil yang diperoleh seorang guru atau dengan banyaknya kemajuan siswa yang berhasil sesuai dengan suatu sasaran pendidikan. Salah satu implikasi dari definisi ini adalah bahwa keefektivan guru harus didefinisikan, dan tidak hanya dapat dinilai, tetapi juga keefektivan guru harus didefinisikan dalam istilah perilaku siswa, bukan perilaku guru (Medley, 1982) dalam (Anderson, 1989: 18). Keefektivan guru dapat dibandingkan dengan prestasi dan kompetensi guru.
Prestasi guru dapat dibandingkan dengan perilaku seorang guru yang sedang mengajar suatu kelas (Medley, 1982). Seorang guru yang efektif mampu untuk menggunakan kompetensi yang ada untuk mencapai hasil yang telah ditentukan.
Guru yang Memiliki Semangat Meneliti
Guru yang memiliki semangat meneliti secara tetap mengajukan pertanyaanpertanyaan dan meneliti untuk menjawabnya. Mereka mencoba mengembangkan ke tingkat pemahaman yang lebih luas dan untuk membuat perubahan-perubahan, di dalam kelas maupun dalam diri guru itu sendiri.
Guru harus Memiliki Kemantapan Berpikir dan Bernalar
Guru yang memiliki kemampuan berpikir dan bernalar ini dikatakan memiliki sikap “dapat berbuat” (“can do attitude”). Guru harus yakin bahwa mereka dapat membuat suatu perbedaan dalam kehidupan siswanya.
Guru yang Baik
Usaha yang dapat untuk mengidentifikasi”guru yang baik” terfokus pada 83 sifat yang dimiliki guru antara lain: (1) kemampuan pendekatan (approachability); (2) kebahagiaan (cheerfulness); (3) dapat diandalkan (dependability); (4) gairah (enthusiasm); (5) keadilan (fairness); (6) kejujuran (honesty); (7) kecerdasan (intelligence); (8) moralitas (morality) (9) kesabaran (patience); (10 ketenangan hati
(sobriety) (Charters & Walpes. 1929) dalam (Anderson, 1989: 91).
Sifat Lawan Perilaku
Sifat dapat didefinisikan sebagai kualitas atau karateristik individu secara relatif tetap. Sifat menggambarkan what teacher “are.” Sedangkan, perilaku adalah interaksi verbal dan tindakan fisik dari guru di kelas. Perilaku menggambarkan what teacher “do” (Anderson, 1989: 91).
Peranan guru
Dalam pandangan tradisional, peranan utama guru adalah mengomunikasikan pengetahuan kepada siswa, di mana siswa pasif untuk menerima apa yang disajikan oleh gurunya. Sedangkan, dalam pandangan reflektif, peranan utama guru adalah sebagai pembimbing, dinamisator, faslitator, dan motivator.
Secara tradisional, guru membantu siswa sebagai teknisi: hanya mengimplementasikan suatu pelajaran yang telah ditentukan. Sedangkan dalam pandangan reflektif, guru harus siap sebagai pelaksana reflektif, sebagai profesional yang secara otomatis dapat membuat keputusan akurat, bijaksana, dan arif dalam menangani setiap masalah yang dihadapi siswanya.
Selain itu, guru harus berperan sebagai pemikir kritis sedemikian hingga dapat bertindak sebagai “peran model” bagi siswanya. Guru harus mempraktikan pemecahan masalah melalui berpikir dan bernalar untuk berbagai alasan. Hal ini penting untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah guru sendiri, sehingga ia lebih mampu membimbing keterampilan pemecahan masalah siswanya.
Guru sebagai Pengajar: Suatu Telaah Lingkungan
Telaah lingkungan meliputi kecenderungan-kecenderungan yang mempengaruhi lembaga pendidikan., seperti kecederungan sosial, ekonomi, teknologi, politik dan demografik (ASCD, 1986). Kecenderungan yang menyolok saat ini adalah kecenderungan dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi (Naisbitt, 1984). Gejala ini sangat mempengaruhi adanya transformasi pendidikan.
Peranan Pengajar: Suatu Telaah Ekologi
Dari telaah ekologis, Heck dan Williams (1984) melihat bahwa peranan pengajar sangat kompleks. Menurut mereka, pengajar memiliki 10 peranan: (1) pengajar sebagai pribadi yang berkembang (caring role); (2) pengajar sebagai teman sejawat bagi pengajar yang lain (supporting role); (3) pengajar dan orang-tua sebagai mitra (complementary role); (4) pengajar sebagai orang yang memahami subjek didik (nurturing role); (5) pengajar sebagai fasilitator belajar (interacting role); (6) pengajar sebagai peneliti (experimenting role); (7) pengajar sebagai pengembang program (creating role); (8) pengajar sebagai administrator (planning role); (9) transisi menjadi profesi (aspiring role); (10) pengajar sebagai pembuat keputusan (problem-solving role).
Selain itu, Cangilosi (1988) memperkenalkan suatu model proses mengajar yang juga dapat memperlihatkan peranan pengajar setiap tahap proses tersebut. Tahap pertama, adalah menentukan kebutuhan-kebutuhan subjek didik disusul oleh tahap kedua, penentuan tujuan pengajaran. Tahap ketiga, dan keempat masing-masing merancang dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan belajar. Akhirnya, tahap kelima merupakan pelaksanaan kegiatan-kegiatan belajar dan tahap keenam adalah
mengevaluasi subjek didik dalam mencapai tujuan.
Peranan Pengajar: Suatu Telaah Filosofis
Menurut telaah filosofis, peranan pengajar memberikan motivasi, menyampaikan presentasi simbolik yang jelas dan tepat, merencanakan dan mengorganisasikan isi pelajaran secara runtut, dan bertatap muka dengan subjek didik (Brumbaugh, 1982). Sedangkan, Ennis (1969) menekankan perlunya aspek logika dalam mengajar, yang terdiri dari empat hal, yaitu: berpikir deduktif, memformulasikan, menguji dan mengevaluasi definisi, melakukan penjelasan terhadap pertanyaan “mengapa” dan membuat justifikasi terhadap pernyataan-pernyataan, hipotesis, generalisasi, dan teori-teori.
Contoh Standard untuk Sertifikasi Program Kompetensi Mengajar
Dalam hal ini ada 4 komponen, yaitu: (1) pendidikan umum yang memberikan pengetahuan, keterampilan, pengertian dan apresiasi yang berkaitan dengan sifat “well educated” dan kepekaan seseorang; (2) pendidikan profesional yang mempunyai kontribusi langsung terhadap keterampilan pengajar dalam mengarahkan subjek didik belajar; (3) mayor atau bidang spesialisasi, berdasarkan standard umum meliputi perencanaan, kompetensi penguasaan metodologi yang diperlukan untuk mengajar bidang studi, evaluasi, dan; (4) standard khusus untuk masing-masing mayor (NASDTEC, 1986).
Daftar Kompetensi Guru Menurut PPSPTK
Menurut PPSPTK (Atmidjaja, 1979) ada 10 kemampuan dasar guru, yaitu: (1) menguasai bahan; (2) mengelola program belajar mengajar; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media/sumber; (5) menguasai landasan-landasan kependidikan pengajaran; (8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian.
Pengajar yang Kompeten menurut The Holmes Group
Untuk menolak adanya anggapan bahwa mengajar hanyalah “merencanakan, menyampaikan dan menjaga ketertiban,” The Holmes Group (1986) memiliki konsepsi tentang pengajaran interaktif dan pengajaran profesional yang mementingkan pembelajaran subjek didik. Menurut kelompok ini, pengajar yang kompeten membantu subjek didik untuk berinteraksi dengan pengetahuan dan nketerampilan yang diajarkan. Oleh karena itu, pengajar yang kompeten harus memiliki keterikatan pengetahuan, keterampilan dan profesional yang kokoh. Kedua, pembelajaran subjek didik merupakan sine qua non dari mengajar. Sehingga pengajar yang kompeten akan dapat mengenali kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik pengajaran yang merugikan subjek didik serta menemukan cara untuk membantu kesulitan-kesulitan belajar subjek didik.
Mengajar Menurut Alvin Toffler
Toffler (1981) memprakirakan bahwa di masa mendatang mengajar adalah membuat subjek didik “belajar bagaimana untuk belajar” (“learning how to learn”), “bagaimana menghapuskan hasil belajar” (“unlearn”), dan bagaimana belajar kembali” (“relearn”). Dengan kata lain, fungsi mengajar tidak sekadar memberikan data, menghapuskan data dan menggantikan data. Sehingga menurut Toffler ketunaan (illiteracy) di masa mendatang adalah bukan ketunaan aksara (ketidaktahuan membaca), tetapi ketidaktahuan belajar bagaimana untuk belajar.
Klasifikasi Model-model Mengajar
Joyce (1987) mengklasifikasikan pendekatan mengajar atas 4 golongan: (1) model interaksi sosial yang menekankan pada hubungan antar individu atau pengembangan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain; (2) model prosesing-informasi, yaitu model yang mengacu pada cara manusia mengatasi rangsangan lingkungan, mengorganisasi data, memahami masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol verbal dan non verbal; (3) model personal berorientasi pada pengembangan diri individu yaitu ditekankan pada proses yang unik; dan (4) model modifikasi tingkah laku dan cybernetic yang mengembangkan sistem efisien untuk tugas yang runtut dan membentuk tingkah laku dengan memanipulasi penguatan.