Pengertian Dan Manfaat Inovasi Pertanian

Pengertian Dan Manfaat Inovasi Pertanian 
Pembangunan pertanian masa kini dan masa mendatang akan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang semakin kompleks. Isu ketahanan pangan, proses produksi yang efisien dalam rangka menghadapi pasar global, peningkatan kesejahteraan petani, penyediaan lapangan kerja, kemerosotan kualitas sumberdaya lahan, produk pertanian yang ramah lingkungan (organic farming), perlu dipertimbangkan dalam membangun pertanian kedepan. Untuk itu penelitian dan pengkajian teknologi pertanian harus diarahkan untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut

Dalam rangka memperkecil ketidak cocokan antara teknologi yang dihasilkan dengan kebutuhan pengguna, identifikasi kebutuhan teknologi bagi petani perlu dilakukan sebelum proses perakitan teknologi dilakukan, serta memperhatikan faktor-faktor teknis, ekonomi, sosial dan budaya dari pengguna teknologi. Untuk menjadikan pertanian sebagai sektor andalan dan penggerak utama pembangunan ekonomi nasional, diperlukan kesiapan teknologi guna memacu peningkatan produktivitas, kualitas produk, efisiensi serta teknologi pengolahan produk primer menjadi produk olahan sekunder. Sesuai dengan pergeseran paradigma dan tuntutan masyarakat, pengembangan dan usaha agribisnis harus menjadi sasaran dalam setiap kegiatan pembangunan pertanian. Oleh karena itu penelitian dan kajian perlu diarahkan untuk menciptakan dan membangun suatu inovasi agribisnis yang sesuai dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomis, sosial budaya, dan lingkungan. 

Dewasa ini telah banyak inovasi pertanian hasil penelitian dan pengkajian Badan Litbang Pertanian yang dapat dikembangkan guna mendukung pengambangan agribisnis. Ciri teknologi yang berorientasi agribisnis adalah mampu: 
  1. meningkatkan efisiensi dan cost effectiveness produksi melalui teknologi inovatif, 
  2. menekan biaya produksi dan meningkatkan kualitas produk, 
  3. menghasilkan produk primer berkualitas tinggi dengan standar harga pasar yang baik, 
  4. mengurangi kehilangan hasil pada saat pra panen dan pasca panen, 
  5. mengolah by-product menjadi produk bernilai tambah, 
  6. mempertahankan produktivitas dan kualitas produksi, serta suplai produk ke pasar secara berkesinambungan, dan 
  7. mampu memperbaiki kualitas kemasan untuk transportasi (Budianto, 2002).
Disatu sisi Isu adanya kesenjangan hasil penelitian dengan hasil petani dalam penerapan teknologi hingga saat ini masih sering terdengar. Penyebabnya antara lain adalah petani umumnya belum menerapkan teknologi hasil penelitian. Hal itu sebagai akibat dari penggunaan teknologi tidak sesuai kebutuhan, teknologi terlalu sukar diterapkan, tidak menghasilkan nilai tambah yang ekonomis yang nyata serta keterbatasan petani dalam mendapatkan hasil penelitian dan atau hasil penelitian tidak sampai kepada petani . Masalah ini menjadi tantangan kita bersama, khususnya bagi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah yang mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan perakitan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. Sebab jika benar bahwa senjang hasil penelitian dengan hasil petani tersebut adalah akibat tidak sampainya teknologi kepada petani, maka salah satu penyebabnya adalah lemahnya aspek diseminasi atau penyampaian teknologi hasil penelitian dan pengkajian kepada petani. Hal itu dapat dipahami karena adanya beberapa kenyataan yaitu antara lain:  
(a) lemahnya akses petani kepada lembaga penelitian (sumber teknologi), 
(b) beragamnya kondisi agroekologi wilayah Jawa Tengah, 
(c) berubahnya system penyuluhan pertanian sebagai konsekuensi penerapan Otonomi daerah. 

Berawal dari masalah itu, penyelenggaraan diseminasi inovasi pertanian perlu terus dikembangkan sejalan dengan tuntutan masyarakat pertanian pada era Otonomi Daerah. Peluang tersebut terbuka dengan diluncurkan Program Pengembangan Desa Model Agribisnis dalam rangka untuk mengatasi masalah keterlambatan penggunaan teknologi dalam menumbuhkan sitim usaha pertanian yang berwawasan usaha ( agribisnis) agar dapat memberikan kesejahteraan kepada petani. Di samping itu pengolahan hasil pertanian belum dilakukan dengan baik sehingga produk yang dihasilkan di jual apa adanya (bahan mentah) sehingga belum memberikan nilai tambah pada petani. Oleh sebab itu pengolahan hasil pertanian perlu dikembangkan untuk memberikan nilai tambah terhadap petani. 

Program pengembangan agribisnis pedesaan dapat dilaksanakan melalui empat strategi, yaitu (1) menerapkan teknologi inovatif tepat guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif (Participatory Research and Development) , (2).membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif dengan mengintegrasikan sitem inovasi dan sistem agribisnis, (3) mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi melalui expose dan demontrasi lapang, diseminasi informasi,advokasi dan fasilitasi. (4) basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.

Dalam rangka mendukung Pengembangan Agribisnis di Pedesaan maka kegiatan yang perlu dilakukan adalah:
a. Melakukan studi karakterisasi dengan metode PRA dan survei pendasaran (baseline survey) pada lokasi kegiatan untuk menyusun rancang bangun model pengembangan Laboratorium Agribisnis 
b. Membuat unit percontohan usaha agribisnis terpadu sesuai rancang bangun (unit percontohan agribisnis berbasis kambing/sapi dan tanaman pangan/sayuran)
c. Melakukan diversifikasi usaha komoditas penunjang pada Laboratorium Agribisnis
d. Revitalisasi kelembagaan kelompok tani dan pembinaan/pelatihan petani sebagai pelaku agribisnis
e. Inisiasi pembentukan klinik agribisnis

Dasar Pertimbangan
Petani miskin di pedesaan mempunyai strategi yang berbeda – beda untuk meningkatkan pendapatannya, tergantung dari keadaan sistim pertanian yang berkembang di wilayahnya (Ashley and Camey 1999) untuk itu menurut Berdeque dan Escobar (2002) program yang disusun untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan harus didasarkan potensi sumber daya di masing-masing lokasi dan dilihat hubungan langsung ataupun tidak langsung yang mempengaruhi produktifitas pertanian.

Sasaran akhir dari program utama pembangunan pertanian adalah meningkatkan kesejahteraan petsani dengan tetap mempertimbangkan ekosistem, sehingga tercapai suatu system usaha tani produktif yang berkelanjutan. Sistim usaha tani yang berkelanjutan merupakan salah satu model pendekatan pembangunan pertanian dengan menggunakan input luar yang rendah. Sejalan dengan konsep diversifikasi horizontal dalam upaya peningkatan pendapatan rumah tangga tani, yaitu mengembangkan komoditas unggulan sebagai “core of business” serta mengembangkan usaha tani komoditas lainnya sebagai penyangga untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam, modal, dan tenaga kerja keluarga serta memperkecil terjadinya resiko kegagalan usaha (Sarjana dkk, 2001). Diversifikasi usaha tersebut sebaiknya memperhatikan lingkungan sehingga tidak terjadi degradasi lahan (Orgendo, 1998).

Industrialisasi Pedesaan dilaksanakan dengan strategi antara lain menerapkan tehnologi inovatif tepat guna melalui penelitian dan pengembangan parstisipatif. Membangun model percontohan system dan usaha Agribisnis progresif berbasis tehnologi inovatif dengan mengintegrasikan sistim inovasi dan sistim Agribisnis. Mendorong proses divusi dan replikasi model percontohan tehnologi inovatif melalui ekspose, demonstrasi lapang, desiminasi informasi, advokasi serta fasilitasi. Basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi social ekonomi setempat (Badan Litbang Pertanian, (2004)

Sejalan dengan perubahan kebijakan dan arah pembangunan pertanian ke depan, operasional pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada upaya penajaman fokus kegiatan dan wilayah pengembangan, serta keterpaduan/intregrasi kegiatan dan pembiayaan. Operasional pembangunan pertanian ditempuh melalui pendekatan keterpaduan dengan melibatkan peran serta seluruh stakeholder

Guna memperbaiki kinerja penyampaian dan pemasyarakatan inovasi pertanian kepada pengguna, maka dipandang perlu untuk merancang suatu program yang bertujuan mempercepat alih inovasi teknologi pertanian yang memiliki kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya kepada pengguna. Program Pengembangan agribisnis di pedesaan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh semua pemangku kepentingan (stake holder) pembangunan pertanian dalam bentuk laboratorium agribisnis merupakan salah satu solusinya.

Agroekosistem lahan kering merupakan salah satu agroekosistem potensial bagi pengembangan pertanian tetapi belum banyak disentuh sebagaimana halnya dengan agroekosistem lahan sawah. Potensi lahan kering dataran tinggi di Jawa Tengah cukup besar untuk pengembangan agribisnis, khususnya komoditas ternak, tanaman industri, maupun tanaman hortikultura sayuran dan buah-buahan. 

Pada Rencana Stretegis (RENSTRA) Dinas Pertanian baik di Kabupaten Blora maupun Temangung Tahun 2005-2009 ditetapkan tujuan pembangunan di bidang pertanian adalah (1) meningkatnya produksi dan produktivitas pertanian tanaman pangan, perkebunan,kehutanan, peternakan dan perikanan , (2) meningkatnya diversifikasi usahatani (3) terwujudnya pengembangan teknologi pertanian, (3) meningkatnya peran kelembagaan dan pemberdayaan petani (4) meningkatnya kualitas sarana dan prasarana pertanian dan (5) meningkatnya kualitas SDM Pertanian 

Beberapa potensi dan permasalahan yang dihadapi di Desa –desa yang mendapatkan Propgram P4MI antara lain (1) Sumberdaya pertanian belum dapat dimanfaatakn secara optimal (2) Usahatani tanaman semusim seperti (a). Usahatani tanaman pangan padi dan jagung , dalam usaha tani padi masih menggunakan varietas IR 64 dan Ciherang , jagung potensi dan masalah yang ada antara lain varietas yang ditanam merupakan varietas lokal dan ditanam turun temurun , pemupukan belum berimbang ,tanaman rebah karena angin kencang, serangan hama lalat bibit belum diatasi, pada MH mudah terserang penyakit busuk tongkol dan hawar daun , pengeringan hasil panen pada musim hujan sulit dilakukan . pemipilan masih tradisional (manual) sehingga membutuhkan waktu lama dan pengolahan hasil baru diolah untuk konsumsi keluarga (b) Usahatani tanaman hortikultura seperti cabai , tomat dan bawang merah , potensi dan masalah antara lain (1).Varietas ditanam masih varietas lokal, kualitas benih rendah (tidak diseleksi) dan ditanam turun temurun (2) Serangan hama/penyakit keriting dan layu (dominan), penyakit potensial ’bulai/kuning’ (3). Harga tidak stabil (fluktuasi harga tinggi). 

Sedangkan untuk Pemanfaatan pekarangan dan pengembangan sumber pendapatan tambahan di Desa , petani melihat adanya potensi pekarangan yang belum dimanfaatkan secara optimal melalui usaha tanaman hias ataupun tanaman buah-buahan. 

Komoditas ternak kambing dan sapi merupakan komoditas utama yang dikembangkan. Komoditas ternak dipilih karena memenuhi pertimbangan teknis, ekonomis, sosial ekonomi serta kelestarian lingkungan. Adapun potensi dan masalah yang ada antara lain Hijauan pakan ternak berlimpah namun pada musim kemarau belum mencukup dengan bertambahnya atau meningkatnya populasi ternak .Selain itu dengan meningkatnya populasi ternak terkendala oleh ketersediaan modal, nilai tambah pemanfaatan limbah belum optimal (misalnya untuk bahan bakar gas), pupuk organik siap dalam waktu yang lama dan berpotensi pembawa gulma, hama, dan penyakit. Disatu sisi masalah yang ada pada komoditas ternak kambing antara lain inbreeding (kawin sedarah), tidak ada seleksi induk, hanya sebagai usaha sampingan. 

Beberapa masalah yang dihadapai pada usaha off farm ( pengolahan) yaitu: 
(a) kualitas produk masih kurang baik, 
(b) pengolahan kurang efisien, dan 
(c) pasar dikuasai pengepul. 

Upaya diversifikasi produk dan usaha pertanian baik secara vertikal dan horisontal perlu dilakukan guna mengurangi resiko kegagalan usahatani yang dihadapi petani. Beberapa produk pertanian antara jagung, pisang dan singkong serta yang lain-lain memerlukan penanganan pasca panen untuk meningkatkan nilai jual dan nilai tambah. Teknologi pasca panen termasuk processing (pengolahan hasil) memiliki peranan penting dalam penanganan hasil produksi pertanian. Kegiatan pasca panen menjadi perlu terlebih jika melihat sifat dari sebagian besar produk pertanian yang mudah rusak (perishable) dan bersifat musiman (seasonal) dan volumeneous.

Ditinjau dari aspek kelembagaan, pengembangan usahatani di beberapa desa umumnya masih memiliki kelemahan, antara lain: 
(a) kelompok tani sebagai kelas belajar, unit produksi, dan wahana kerjasama belum berfungsi secara optimal, 
(b) belum adanya wadah penyedia modal, input produksi, dan pemasaran hasil pertanian, 
(c) koperasi unit desa belum berfungsi dalam mendukung usahatani. 

Dalam rangka membantu petani menyelesaikan permasalahan yang ada, diperlukan upaya pemberdayaan baik dalam hal kemampuan teknis produksi, manajemen usaha, maupun kemampuan dalam menghadapi pasar. Selain itu juga diperlukan upaya untuk menumbuhkan dan mengoptimalkan kelembagaan pendukung dalam pengembangan usaha pertanian.

Keluaran 
a. Data dan informasi tentang : potensi (wilayah dan sumberdaya manusia), masalah dan peluang pengembangan agribisnis, sosial ekonomi dan kelembagaan pedesaan sebagai bahan penyusunan rancang bangun
b. Rancang bangun laboratorium agribisnis, jenis-jenis inovasi yang akan dikembangkan dan pembuatan jadwal kegiatan inovasi selama 3 tahun ke depan.
c. Unit percontohan usaha agribisnis berbasis inovasi teknologi :
(1).Usaha tani kambing (perbibitan/penggemukan dan pengelolaan limbah kambing)
(2) Usahatani berbasis tanaman pangan
d. Terbentuknya diversifikasi usaha komoditas penunjang pada Laboratorium Agribisnis
e. Terbentuknya inisiasi kerjasama kelembagaan agribisnis
f. Kelembagaan dan pembinaan petani sebagai pelaku agribisnis :
(1) Peningkatan kinerja kelembagaan kelompok tani 
(2) Klinik agribisnis 
(3) Petani (pelaku agribisnis) meningkat pengetahuan dan ketrampilannya 

Manfaat Dan Perkiraan Dampak
Manfaat dan perkiraan dampak yang akan ditimbulkan dari implementasi inovasi yang akan dikembangkan antara lain:
a. Percepatan penyebaran dan adopsi inovasi teknologi dan kelembagaan usaha kambing dan tanaman pangan 
b. Peningkatan kinerja (tingkat produktivitas) usahatani kambing dan usahatani berbasis tanaman pangan 
c. Peningkatan pendapatan petani

Metodologi
A. Pendekatan
Kegiatan dilakukan melalui beberapa pendekatan secara terpadu, yaitu: (1) agribisnis, (2) Agro-ekosistem, (3) wilayah, (4) kelembagaan, dan (5) pemberdayaan masyarakat. Pengembangan Agribisnis mencakup, berbasis agroekosistem tertentu, melalui pemanfaatan secara optimal sumberdaya pertanian suatu wilayah, kelembagaan pertanian dan pemberdayaan masyarakat petani (comminity development), sehingga inovasi yang diperkenalkanm mampu meningkatkan partisipasi dan memberikan nilai tambah bagi petani, pelaku agribisnis. 

B. Lokasi Kegiatan
Berdasarkan hasil koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora dan Temanggung khususnya Dinas Pertanian dan PIU ke 2 kabupaten tersebut, sebagai lokasi kegiatan adalah di tunjuk Desa Model Pengembangan Agribisnis . Dengan pertimbangan desa model agribisnis diharapkan masyarakatnya dapat memiliki pandangan bahwa kegiatan usahatani bukan hanya memproduksi hasil pertanian saja akan tetapi ke depannya usahataninya lebih dititik beratkan pada usahatani yang mengarah pada usaha agribisnis dan mampu mengangkat derajat kaum petani. 

C . Perancangan Model Inovasi
Untuk merancang suatu model inovasi usaha agribisnis disuatu wilayah, perlu mempertimbangkan berbagai aspek pendukung. Untuk itu sebelum membuat rancangan model perlu dilakukan beberapa tahapan kegiatan, yang antara lain adalah : (1) Pengorganisasian, untuk memberikan gambaran yang jelas tentang tugas dan kewenangan masing-masing institusi; (2) Perencanaan yang dimulai dengan Study pemahaman desa secara partisipatif (PRA) yang meliputi identifikasi kondisi agroekosistem, sosial budaya, identifikasi sistem usaha agribisnis, identifikasi potensi dan peluang pengembangan komoditas unggulan potensial, identifikasi usahatani, usaha agribisnis dan teknologi existing, identifikasi kelembagaan agribisnis existing, identifikasi bentuk-bentuk unit usaha on farm, off farm dan non farm yang ada serta identifikasi bentuk hubungan antar lembaga dan unit usaha. (3) Perancangan Model, yang meliputi, rancangan Laboratorium Agribisnis dan rancangan pembiayaan; (4) Implementasi model, meliputi introduksi model, pemantapan model dan transfer model, dan (5) Monitoring dan Evaluasi. 

D. Ruang Lingkup Kegiatan Tahun 2008
Secara umum, pada tahun 2008 kgiatan yang akan dilaksanakan, merupakan Pembentukan Desa Model Agribisnis yang diharapkan dapat menjadi contoh desa yang menerapkan suatu usaha agribisnis dengan memanfaatkan potensi sumberdaya di wilayahnya sebagai kesatuan yang utuh. Kegiatan tersebut meliputi : 

1. Pengembangan Kapasitas Sumberdaya 
Pengembangan kapasitas sumberdaya dilakukan melalui kegiatan pelatihan, studi banding, dan magang. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemandirian petani dengan mengenali potensi dan peluang yang dimiliki, membuat keputusan atas jenis usaha, dan mengelola usahanya serta memfasilitasi sesuai dengan orientasi kebutuhan petani. Kegiatan yang akan dilakukan meliputi:
  • Studi banding pengolahan limbah kandang
  • Pelatihan pengolahan pasca panen jagung dan ketela pohon untuk berbagai produk olahan
  • Pelatihan perbaikan pasca panen 
  • Pelatihan pembuatan pakan seimbang dari bahan lokal
  • Manajemen lembaga keuangan mikro
2. Inisiasi Pengembangan Kelembagaan
Inisiasi pengembangan kelembagaan di lokasi kegiatan meliputi kelembagaan keuangan desa dan input produksi untuk mendukung usaha rumah tangga petani. Kelompok tani merupakan lembaga tingkat desa yang berhubungan secara langsung dengan pembangunan pertanian. Kelompok - kelompok tani tersebut direncanakan menjadi pelaksana dalam mengembangkan Laboratorium Agribisnis. Sebagai kelas belajar, kelompok tani sudah mulai berfungsi walaupun belum optimal. Namun sebagai unit produksi dan unit kerjasama dalam usahatani, fungsi tersebut belum berjalan. 

Guna memfungsikan kelompok tani sebagai unit kerjasama dan produksi dalam usahatani, maka pada tahun 2008 ini akan dilakukan penyempurnaan suatu model kelembagaan agribisnis. Kelembagaan agribisnis yang akan dibangun merupakan suatu model kelembagaan inovasi dalam program Desa Model Agribisnis yang meliputi kelembagaan modal, penyedia sarana produksi, lembaga penyuluhan (Klinik Agribisnis), serta lembaga pengolahan dan pemasaran hasil.

Untuk membangun Laboratorium Agribisnis diperlukan gabungan kelompok-kelompok tersebut dan kelompok lainnya. Langkah-langkah yang dilakukan tahun 2008 untuk membangun Laboratorium Agribisnis adalah sebagai berikut:
1. Kelompok-kelompok pelaksana kegiatan Desa Model Agribisnis menjadi kelompok yang berfungsi sebagai kelas belajar, unit produksi dan wahana kerjasama.
2. Mendorong kelompok tani untuk dapat bekerjasama satu sama lain dalam kegiatan belajar, usaha produksi dan pemasaran dengan menumbuhkan gabungan kelompok 
3. Antara kelompok satu dengan lainnya mempunyai hubungan dan kerjasama yang erat, yang digambarkan dalam bagan kelembagaan Laboratorium Agribisnis Disamping kelembagaan yang pelaku utamanya adalah kelompok tani, pada tahun 2008 juga dilakuka penyempurnaa Klinik Agribisnis yang berfungsi sebagai lembaga yang memberikan advokasi terhadap kegiatan agribisnis, menyediakan informasi inovasi, menyediakan tempat percontohan, dan sebagai tempat konsultasi agribisnis.

3. Percontohan Inovasi Teknologi
Introduksi model usaha ternak sapi potong terpadu. Kegiatan ini meliputi perbaikan manajemen produksi (introduksi bibit unggul, perkandangan komunal, manajemen pemberian pakan) , menuju sistem produksi yang efisien (Pendekatan Zero Waste) untuk komoditas utama yaitu ternak sapi potong. Termasuk penanganan limbah ternak untuk pupuk organik bermutu dan kedepan untuk Bio Gas. Teknologi yang digunakan terutama bersumber dari Puslitbangnak/Balitnak Penerapan biogas : Prinsip pembuatan biogas adalah menampung limbah organic kotoran ternak, kemudian diproses dan diambil gasnya untuk dimanfaatkan sebagai suber energi. Dalam proses ini dibutuhkan 3 tabung yaitu tabung penampung bahan baku , tabung pemroses dan tabung penampung sisa hasil pemrosesan. Bahan pembuat tabung dapat bersal dari bata merah , plastik atau drum bekas baik dari seng atau dari plastik ( Muryanto dkk, 2006 ).

4. Percontohan model usahatani terpadu (integrasi tanaman dan ternak).
Merupakan kegiatan lanjutan tahun 2007, menyempurnakan unit percontohan usaha perbibitan kambing PE dengan kandang komunal dan perbaikan manajemen pemeliharaan. Teknologi yang digunakan terutama bersumber dari Puslitbangnak/Balitnak Penyempunaan teknologi meliputi pemberian pakan, pengelolaan limbah kotoran dan dan integrasinya dengan komoditas penunjang (tanaman palawija,hortikultura dan tanaman hias).

5. Percontohan budidaya sayuran dan tanaman hias
Kegiatan berupa percontohan perbaikan tehnik budidaya sayuran (cabai, wortel, kubis dan bawang merah ) dan perbaikan varietas serta introduksi bibit unggul tanaman hias. 

6. Percontohan usaha tani padi dan jagung 
Kegiatan berupa percontohan perbaikan usaha tani padi dan jagung pendekatan PTT dan pengenalan beberapa varietas .

7. Penangan pasca panen
Kegiatan berupa percontohan difersifikasi produk olahan dengan memanfaatan sumberdaya lokal seperti, jagung, jagung, pisang, waluh, nangka dan melakukan penyempurnaan produk olahan

8. Operasionalisasi Klinik Agribisnis.
Klinik Agribisnis pada tahun 2008 akan dicoba dioperasionalkan fungsinya berupa tempat pelatihan, advokasi permasalahan petani dalam usahatani maupun usaha agribisnis, dengan didukung pengadaan peralatan dan bahan informasi berupa pustaka mini. Melalui kerjasama dengan Pemerintah Desa, Kecamatan akan dipromosikan keberadaan Klinik Konsultasi.

Pada Klinik Agribisnis juga akan dilengkapi bahan-bahan informasi inovasi pertanian, berupa buku-buku pertanian, leafet, brosur dan CD inovasi teknologi. Sumber informasi berasal dari BPTP, Balai Nasional lingkup Badan Litbang Pertanian dan Dinas Lingkup Pertanian kabupaten dan swasta.

Semua kegiatan tersebut dilaksanakan dalam kerangka membangun Laboratorium Agribisnis di Desa Model Pengembangan Agriisnis di Kabupaten Temanggung dan Blora. Laboratorium Agriisnis tersebut akan ditata secara komprehensif Guna mendukung implementasi model tersebut dibutuhkan keterlibatan berbagai institusi, terutama Pemerintah Daerah dan jajarannya. Pelaksanaan di lapangan petani kooperator dibawah bimbingan teknis dari peneliti dan teknisi BPTP bersama-sama penyuluh dari Dinas teknis terkait, berkewajiban melaksanakan pengkajian, dengan cara mengimplementasikan rakitan teknologi yang telah dirancang. 

E. Implementasi inovasi pada Laboratorium Agribisnis Prima Tani. Dalam rangka membangun model Laboratorium Agribisnis Prima Tani, akan dilakukan implementasi inovasi secara bertahap. Kegiatan yang akan dilakukan pada tahun 2008 meliputi :
(1) Revitalisasi dan pengembangan kelembagaan agribisnis: (i) kelembagaan sub sistem input produksi, (ii) kelembagaan sub sistem produksi, (iii) kelembagaan sub sistem pasca panen dan (iv) kelembagaan sub sistem pemasaran pada kelompok tani serta (v) inisiasi klinik agribisnis. 
(2) Pengembangan sumberdaya manusia pelaku agribisnis: (i) penyuluhan tentang berbagai inovasi teknologi kepada petani pelaku agribisnis, (ii) pelatihan/studi banding/magang petani tentang inovasi teknologi (usahatani) sesuai dengan potensi dan prospek usaha. 
(3) Pembuatan unit percontohan usaha tani kambing (perbibitan/penggemukan dan pengelolaan limbah kambing) dan usahatani berbasis tanaman pangan

9. Metode Analisis
Kegiatan Prima tani merupakan suatu inovasi teknologi baik berupa introduksi teknologi maupun rekayasa model, metode analisis yang digunakan tergantung pada jenis kegiatan, dan lebih dititik beratkan pada aspek ekonomi dan sosial :
a) Survey Pendasaran akan mengikuti petunjuk teknis pelaksanaan survey yang disusun tim Prima Tani Pusat 
b) Aspek Ekonomi 
Data dan informasi yang dihimpun meliputi hal-hal yang berkaitan dengan biaya usahatani, produksi, penerimaan. Analisis yang didunakan analisis finansial parsial dan titik impas (Kadariah,1998) atau Marginal Benefit Cost Ratio (MBCR) (Palaniappan, 1985)

c) Aspek Sosial
Data dan informasi yang dihimpun untuk mengetahui persepsi dan respon petani dan instsnti terksit terhasdsp model inovasi yang diintroduksikan, termasuk permasalahan-permasalahan yang terjadi selama kegiatan berjalan. Metode Analisis yang digunakan secara diskriptif, dengan menggunakan konsep ukuran untuk menjelaskan fenonema yang diamati yaitu presentase dan distribusi frekuensi.

Pengertian Dan Manfaat Energi Bagi Kehidupan

Pengertian Dan Manfaat Energi Bagi Kehidupan 
Di masa sekarang ini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi bagi kehidupan adalah hal yang wajib bagi kelangsungan hidup manusia. Energi ini sangat bermanfaat bagi manuasia khususnya. Energi ini pertama kali dicetuskan oleh James Prescott Joule. Energi yaitu adalah sesuatu yang tidak bisa dimusnakan namun hanya dapat perpindah dari bentuk satu ke bentuk yang lain. Yang lebih dikenal dengan Hukum Kekekalan Energi. 

Energi di dunia ini sangatlah terbatas namun dari yang terbatas inilah manusia mencoba untuk menjadikan energi sebagai bahan percobaan untuk keperluan manusia. Dari tahun ke tahun perluasan energi semakin gencarnya dilakukan oleh para peneliti. Perluasan energi biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Misalnya: radio, tv, internet, kipas angin, hp, dan lain sebagainya. Namun semuanya itu tidak terlepas dari ilmu dasar mengenai energi itu sendiri. Energi di dalam kehidupan manusia itu sendiri adalah perpindahan energi. Jadi apa yang digunakan manusia itu bukanlah energi namun perpindahan energi.

Perpindahan energi inilah yang bisa digunakan untuk keperluan manusia. Sebagai contoh energi cahaya matahari digunakan manusia untuk proses penjemuran, energi listrik diubah menjadi energi cahaya yaitu bola lampu, dan masih banyak lagi. Pengetahuan akan perpindahan energi dapat dibagi menjadi 3 bidang ilmu pengetahuan dasar yaitu: Kimia, fisika, dan biologi. 

Energi di bidang kimia contohnya di bidang nuklir yang akir-akir ini sedang dikembangkan sebagai salah satu energi yang sangat bermanfaat. Energi yang sedang dikembangkan menjadi salah satu pembangkit energi nuklir. Namun energi di bidang nuklir ini bukannya tanpa resiko. Resiko di sini adalah masalah cara penggunaan dan cara pemanfaatan nuklir . Ini masih dipelajari karena nuklir yang mempunyai energi yang sangat besar bisa sangat berbahaya bagi manusia hal ini disebabkan oleh kereaktifan suatu unsur pembuat energi tersebut. Jika kita telaah dari ilmu dasar kimia. Maka kita akan mendapatkan energi dalam bentuk perubahan komposisi, sifat, struktur suatu unsur, senyawa, molekul, dan lain sebagainya. Perubahan itu semua tergantung berapa banyak bagian dari suatu hal yang berhubungan dengan objek kimia itu sendiri.

Pada masa kini ilmu kimia yang diterapkan untuk mengetahui perubahan energi itu sudahlah maju, seperti: bom atom, sinar radio untuk mengetahui gempa, dan untuk bidang kesehatan. Ini sangatlah berbeda dengan masa yang lalu. Jika masa lalu energi dalam jumlah yang terbatas. Namun semua itu masih bersumber pada energi dimiliki oleh bagian terkecil yang dinamakan atom. Atom adalah bagian yang tidak bisa dipecah lagi. namun itu adalah pandangan para ilmuwan duhulu. Namun sekarang atom ternyata bisa dipecah lagi.

Yang bagiannya meliputi neutron, proton, dan elektron. Yang ketiganya adalah bagian penyusun atom. Setiap bagian atom tersebut memiliki muatan pasitif (proton) dan negatif (elektron) namun ada pula yang tidak bermuatan(neutron). Yang ketiganya terdapat pada inti atom. Menurut para ilmuwan pada masa sekarang ini elektron dianggap sebagai muatan yang tidak stabil karena bermuatan negatif. Dan untuk bisa melihat bagaimana suatu atom memiliki energi pertama kali yang meneliti adalah seorang ilmuwan ternama yang bernama Einstein. 

Yang mengemukakan tentang energi partikel atom hydrogen dan yang terkenal teori Relativitasnya. Yang sedikit menyinggung tentang energi radioaktif. Yaitu energi yang terbentuk dari unsur-unsur yang memiliki keelektronegatifan tinggi,misalnya: Uranium. Yang memiliki energi yang sangat besar yang sangat berguna bagi kehidupan manusia.namun dari energi yang besar itulah yang membuat kenapa ini juga bisa membuat kerusakan yang sangat parah bagi kehidupan manusia. Namun semua itu telah diteliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang energi radioaktif. 

Sekarang ini sudah banyak unsur-unsur yang digunakan untuk keperluan manusia,salah satu diantaranya adalah unsur Carbon dengan nomer 14 yang digunakan para peneliti untuk mengetahui umur fosil. Dan mungkin sekarang ini unsur-unsur radioaktif sedang digalakkan untuk kebutuhan manusia dalam berbagai bidang. 

Namun manusia harus mengetahui bahwa unsur radioaktif juga berdampak buruk bagi manusia, misalnya: suatu virus atau hama menjadi kebal karena efek dari energi yang ditimbulkan dari radioktif itu sendiri. Bukan itu saja kita pasti pernah mendengar tentang jepang. Yang saat itu mengalami dampak dari energi radioaktif tersebut yaitu dampak dari bom atom. 

Memiliki kekuatan yang sangat besar sampai bisa meluluhrantahkan bumi Hiroshima dan Nagasaki. Yang kemudian peristiwa tersebut adalah pengalaman sejarah yang pahit bagi kita semua jika kita tidak bersikap arif dalam menanggapi masalah ini. Mungkin itulah pelajaran yang berharga bagi para ilmuwan masa depan untuk terus berkarya bagi kehidupan manusia namun tetap harus bisa menerima dan menjaga diri agar apa yang diciptakan tidak disalahgunakan. 

Seperti yang baru saja kita dengar bahwa ada PLTN di jepang yang juga mengalami kebocoran akibat sunami yang hebat yang melanda jepang. Dan akibat kebocoran ini adalah rakyat jepang dihantui akan kecemasan akan radiasi yang bisa mengakibatkan manusia menjadi meninggal.

Jadi jika kita bandingkan manfaat dan kerugiannya maka kita pasti akan menjawab banyak kerugiannya. Mungkin inilah perubahan energi yang sangat besar dari ketiga perubahan energi yang ada. 

Sedangkan energi yang berkaitan tentang ilmu fisika adalah energi dari setiap benda. Bahwa setiap benda yang ada di alam mempunyai energi baik kita sadari maupun tidak kita sadari. Energi itu biasa dalam bentuk energi potensial, energi kinetic, maupun energi mekanik. Energi potensial adalah energi yang dimiliki oleh benda yang memiliki ketinggian. Sedangkan energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh benda yang berupa kecepatan. Dan energi mekanik adalah gabungan dari energi potensial dan energi kinetik. 

Energi dalam bidang fisika ditandai dengan perpindahan energi. Perpindahan energi inilah yang bisa dimanfaatkan manusia untuk kebutuhan hidupnya. Dalam ilmu fisika sebenarnya ada banyak sekali penemuan-penemuan yang berhasil ditemukan oleh para peneliti. Misalnya kipas angin, kulkas, listrik, pesawat terbang, dan masih banyak lagi. 

Energi ini bisa diperbaharuhi karena perubahan energi dalam ilmu fisika adalah perubahan reversible atau bisa kembali ke bentuk semula. Misalnya pada proses perubahan zat. Perubahan air menjadi es atau yang dikenal dengan proses membeku. Es yang tadinya sudah menjadi es ternyata bisa menjadi air kembali itu disebabkan karena perubahan reversible. 

Inilah mengapa ada banyak peneliti yang menciptakan berbagai macam bentuk penemuan yang baru dalam bidang fisika ini disebabkan perubahan fisika yang merupakan perubahan reversible yang tidak banyak kerugiannya jika dibandingkan dengan perubahan kimia. Karena perubahan kimia adalah perubahan yang bersifat irreversible atau perubahan energi yang tidak bisa kembali kebentuk semula. 

Sebanarnya perubahan baik fisika maupun kimia dapat kita kembangkan menjadi salah satu icon yang bisa mengantarkan kehidupan manusia menuju kehidupan yang lebih baik dari masa sekarang ini. Seperti yang kita ketahui bahwa perubahan energi baik fisika maupun kimia berdampak baik maupun buruk bagi kehidupan dan peradapan manusia. 

Seperti perubahan energi yang lain. Perubahan energi dalam ilmu biologi juga memiliki dampak positif maupun dampak negatifnya. Perubahan energi dalam bidang biologi biasanya kita temui pada tumbuhan hijau. Ini disebabkan perubahan biologi sangat banyak melibatkan makhluk hidup sebagai salah satu objek penelitiannya.

Perubahan biologi dianggap perubahan energi yang sangat ramah dan lebih berguna bagi kehidupan manusia. Ini disebabkan oleh banyaknya manfaat yang dihasilkan jika dibandingkan dengan perubahan kimia maupun fisika. Perubahan energi yang bermula pada saat tumbuhan melakukan fotosintesis yang berguna untuk mendapatkan energi baru. 

Selanjutnya digunakan sebagai makanan bagi konsumen. Dan energi itu akan terus berputar dari satu makhluk ke makhluk yang lainnya selama bumi ini masih terus berputar. Dari prinsip inilah yang digunakan oleh para peneliti masa depan untuk terus berkarya bagi kesejahteraan umat manusia. Ini dibuktikan dengan banyaknya produk-produk biologi yang ditemukan. Misalnya: bioteknologi, penemuan obat-obatan modern, insulin, inseminasi buatan, vaksin, interferon, antibiotic, dan lain sebagainya.

Kita telah melihat banyaknya manfaat yang bisa kita peroleh dari perubahan energi namun jangan salah perhitungan dan jangan serakah. Karena energi yang ada di alam ini adalah milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi selayaknya kita menjaga apa yang telah ada dan mengembangkannya menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan alam bumi dan jagat raya. Kita memang tak bisa membuat tapi cuma bisa menjaga dan memelihara agar tetap lestari. Dan menjadikan kehidupan bumi yang lebih baik dengan berbagai macam pengetahuan yang ada. Sungguh besarnya anugrah yang kita dapatkan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pengertian Globalisasi Dan Isu Lingkungan

Pengertian Globalisasi Dan Isu Lingkungan 
John Naisbitt dan Patricia Aburdene (1990) pernah memprediksikan lahirnya “globalisasi”. Kedua orang ini membayangkan globalisasi debagai keadaan di milenium baru yang “lain” daripada milenium sebelumnya (it will be a decade like none that has come before because it will culminate in the milenium, the year 2000). Indikasi bagi akan adanya globalisasi itu antara lain ditandai dengan bom ekonomi global tahun 1990-an, sosialisme pasar bebas, “gaya hidup global” dan tidak ketinggalan pula persoalan lingkungan hidup dunia.

Awal mulai ramainya diskursus tentang globalisasi memang berkaitan dengan ekonomi global dan juga politik, terutama soal “hilangnya” batas dunia yang menyebabkan politik tidak lagi terpasung pada nation state saja. Tapi sekarang sebagaimana dikatakan Anthony Giddins dalam The Third Way-nya (1999:35) bahwa globalisasi bukan hanya, atau bahkan terutama tentang saling ketergantungan ekonomi, tetapi tentang transformasi waktu dan ruang dalam kehidupan kita yang tanpa sekat.

Dari transformasi itu lalu tercipta struktur-struktur global untuk banyak aspek kehidupan, mulai dari soal makanan, pakaian, lingkungan hidup, bahasa sampai kepada teknologi informasi dan komunikasi serba canggih (globalisierung derKultur, KAAD, 1995:11). Pada arus demokrasi sosial dan kultural orang menenun identitas dan entitas nasional dan lokal serta individualisme gaya baru, yang sekaligus bersifat atau menjadi global. Maka tidak mengherankan bila perjumpaan kultural yang menembus ruang dan waktu ini melahirkan apa yang oleh Samuel P. Huntington (2002: dst) disebut sebagai The Clash of Civilization (benturan peradaban). Hakekatnya ialah soal pengetahuan kognitif, pemahaman dan peng-emban-an nilai secara berbeda dalam struktur modern global itu.

Itu juga terjadi dalam bidang lingkungan hidup. Maunya tercipta semacam “pandangan global tentang lingkungan” (ecocultur), namun itu sering bertabrakan dengan kepentingan sempit lokal yang juga merupakan unsur globalisasi (A. Giddens, 1999:37). Artinya wilayah lokal atau batasan nasional itu sama sekali tidak dihilangkan, melainkan tetap menjadi identitas. Kepentingan sempit lokal (juga nasional) seolah dapat menjadi kultur baru dalam batasan suatu negara bangsa (nation state) yang karena klaim globalisasi bukannya semakin menyempit melainkan meluas (mau menjadi global ?).

Dari situlah kita dapat memahami kenapa terjadi perbedaan kepentingan (yang hakekatnya adalah perbenturan prefensi nilai) antara negara maju dan negara berkembang dalam isu lingkungan hidup. Singkatnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 

Pertama, negara-negara sepakat bahwa lingkungan hidup global terancam atau dalam bahaya. Misalnya bahaya pemanasan global (global warning), robeknya lapisan ozon, hancurnya hutan hujan tropis, ledakan penduduk, kemiskinan, polusi dan seterusnya. Jadi konsensusnya terletak pada soal malapetaka global sebagai “megatrends milenium” yang akan dinikmati bersama.

Kedua, ketika sampai pada tataran aksi, isu-isu ekologisnya itu bertransformasi, sederhananya berubah menjadi nilai kepentingan (intrumenal) yang ditentukan oleh politik dan pasar. Dapat diambil contoh pada KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992, KTT Bumi+5 di New York 1997, COP-3 di Kyoto 1997, dan KTT Bumi di Johanesburg 2002. Perhelatan internasional itu dipenuhi dengan sitegang leher dan akrobatik urat syaraf antara negara maju dan negara-negara berkembang plus oragnisasi-organisasi non pemerintah (NGO). Negara-negara maju lebih banyak bermain dengan konsep pelestarian lingkungan global yang menurut mereka merupakan tanggung jawab negara-negara berkembang yang merupakan “biang keladi” rusaknya lingkungan global. Sementara itu negara-negara maju sendiri memperluas imperium ekonomi bisnisnya dan meninggalkan dampak buruk bagi lingkungan.

Di lain pihak negara-negara berkembang menginginkan kebebasan atau ekonomi dalam mengeksploitasi sumber-sumber daya alam yang dimilikinya. Justru negara-negara maju harus lebih banyak memikul tanggung jawab keselamatan lingkungan global, juga harus lebih komit terhadap janji mereka untuk membantu pembangunan di negara-negara berkembang (pada KTT Johanerburg dijanjikan bantuan 0,7 persen dari produk domestik Bruto/PDB), karena juga menikmati sumber daya alam dari negara berkembang. Udara bersih yang mereka hirup misalnya, juga karena terpeliharanya hutan di negara berkembang.

Sementara itu negara-negara maju dikritik sebagai mempunyai standar ganda dalam hal hukum internasional. Mereka ngotot bahwa hukum itu bertujuan umum melindungi kualitas lingkungan global. Tapi itu dijadikan pula sebagai instrumen akomodasi kepentingan bisnis mereka. Misalnya saja dalam ketentuan Protokol Montreal 1997 disebutkan pemberian dana gratis untuk proses peralihan teknologi CFC ke non CFC. Tapi ketentuan itu bisa saja merupakan “ambisi bisnis global” mengenai gas rumah kaca (OZON, Vol. 2 No. 1, September 2000). Selain itu hukum tersebut bisa saja dijadikan sebagai sarana “intervensi” dan pendiktean negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang (Hikmahanto, Juwana, 2001, dalam Eman Rajagukguk, ed., 2001:116).

Di lain pihak, NGO yang turut meramaikan KTT itu dengan segala protes mereka tampaknya punya filsafat globalisasi tersendiri. Berkaitan dengan isu-isu ekologis, mereka “netral” dan memperjuangkan eco-populism (Dietz, 1996), bukan eco developmetalism, apalagi eco-kapitalism. Mereka memandang bahwa globalisasi dalam isu lingkungan hidup mengarah kepada terbentuknya kerajaan kapitalism global yang menjadikan lingkungan hidup kehilangan esensi kemanusiaan manusia. Penolakan sebagian orang di negara maju terhadap globalisasi itupun dapat dipahami dari situ, yaitu bahwa yang menjadi korban adalah sebagian manusia yang akan selalu kalah.

Dua penjelasan singkat sederhana di atas mau menunjukan bahwa globalisasi yang dianggap sebuah keharusan zaman bukan tanpa konsekuensi buruk. Wilayah identitas lokal (katakanlah dari negara maju liberalis kapitalis atau neoliberal) yang kuat akan memperluas pengaruhnya (proses meng-global) dan berbenturan dengan identitas penolakan. Di satu pihak memang globalisasi itu dapat membantu mengatasi persoalan lingkungan. Misalnya bahwa produk kapitalis global berupa barang dan jasa ditentukan oleh pasar atau konsumen yang berpihak kepada lingkungan hidup. Namun di lain pihak politik ekonomi global juga merugikan lingkungan hidup. Dan ini mestinya merupakan argumen penolakan terhadap akibat buruk globalisasi itu.

Pertama, persoalan utang luar negeri yang punya dampak negatif serius bagi kondisi lingkungan di negara-negara berkembang (G-77), termasuk Indonesia. Carol Wetch (2000:65 dst) mengatakan bahwa lingkungan hidup malah menjadi korban dari lembaga donor seperti IMF (International Moneter Fund). Singkatnya, pinjaman IMF dan upaya penyelamatannya mendorong eksploitasi sumber-sumber daya alam dalam skala besar-besaran. Dalam pemberian pinjaman, IMF tidak memperhitungakn dampak lingkungan sebagai akibat dari pemulihan ekonomi negara-negara berkembang: pemulihan ekonomi sambil merusak lingkungan.

Kedua, isu lingkungan hidup dipolitisasi sedemikian rupa (bahkan dalam WTO / World Trade Organization pun) sehingga seolah-olah merupakan keprihatinan serius masyarakat internasional. Padahal isu tersebut sering dijadikan tameng negara-negara maju untuk melindungi kepentingan ekonomi dan bisnis mereka (Sonny Keraf, 2002:229-231). Maka yang dimaksud dengan perlindungan lingkungan global adalah “perlindungan lingkungan hidup di negara-negara maju”, sementara lingkungan hidup di negara berkembang dibiarkan hancur oleh kapitalism negara maju yang didukung oleh kapitalis lokal dan pemerintah negara-negara berkembang. Perusahaan multinasional misalnya merupakan salah satu contoh untuk itu.

Demikianlah catatan singkat dan bersifat umum tentang isu lingkungan hidup dalam globalisasi. Ringkasnya, globalisasi yang seolah menjadi “ideologi” internasional itu tidak saja hanya seolah-olah meningkatkan kebahagiaan hedonis dan “damai di bumi”, melainkan juga syarat dengan muatan kepentingan. Memang di satu pihak ada tekad bersama untuk menyelamatkan lingkungan hidup global, sebagaimana pernah diprediksikan J. Naisbitt dan kawannya itu sebagai a growing global consensus dengan segala kehebatan informasi dan teknologi. Namun di pihak lain, ia dapat menghancurkannya, terutama juga ketika kepentingan globalisasi itu mereduksi sifat komunal dan globalnya lingkungan hidup menjadi alat individualisme jenis baru.

Aspek degradatif bagi lingkungan hidup itulah yang perlu ditolak (atas nama globalisasi yang benar), apabila masyarakat global masih mau menyelamatkan lingkungan hidupnya. Penolakannya bukan pada globalisasi sebagai eksistensi empirik yang sedang bergerak, tetapi pada efek buruknya bagi lingkungan hidup manusia. Demikian juga penolakan terhadap perang kultural yang akan melahirkan penyeragaman karena dominasi budaya tertentu.

Peran Politikus
Persoalan lingkungan hidup dewasa ini telah mendapatkan suatu paradigma baru, yakni dari hanya persoalan para ekolog, ekonom dan pencinta lingkungan (LSM), menjadi persoalan politik yang dikonsumsi para tokoh politik. Para politikus itu punya perhatian, karena logika politik ada relevansinya dengan nasib lingkungan hidup. Dengan kata lain, lingkungan hidup sebagian berada di tangan politikus.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa masalah lingkungan hidup menyangkut siapa yang paling berhak atas sumber daya alam, siapa yang berhak memutuskan dan melalui proses yang bagaimana, siapa yang diuntungkan dan dirugikan. Sedang politik berkaitan antara lain dengan membuat keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan dan hak setiap orang, dan tentu saja juga menyangkut nasib lingkungan hidup, sumber daya lama dan kelestarian fungsinya (J. Gothenberg, 1991).

Relevansi antara politikus dan masalah lingkungan hidup itu sebenarnya juga berlaku untuk Indonesia. Nasib lingkungan hidup kita ditentukan oleh politikus, atau elit politik kita, yang sedang “bersitegang syaraf” untuk mendapatkan kursi di DPR/MPR, menjadi Presiden atau duduk di kursi Kabinet. Namun persoalannya ialah bahwa faktor atau visi lingkungan hidup dan sumber daya alam di dalamnya belum begitu populer, baik dalam program partai, kampanye politik dalam rangka Pemilu, maupun dalam debat calon presiden.

Kalau persoalan itu dicermati, maka dapat diduga ada tiga penyebabnya :
Pertama, lingkungan hidup bukan merupakan “umpan politik” yang mujarab untuk menarik minat massa agar mendukung suatu partai, ketimbang misalnya ekonomi atau popularitas tokoh. Kalaupun itu dilakukan, maka partai itu mungkin akan kalah populer dengan yang lainnya. Lain halnya kalau itu di Barat, Jerman misalnya, yang punya “Partai Lingkungan” sehingga tetap ada peminatnya, jelas programnya untuk bidang itu.

Kedua, para tokoh politik atau caleg kita barangkali saja “tidak punya” visi dan misi lingkungan hidup, sebagaimana disinyalir banyak kalangan belakangan ini. Padahal, persoalan lingkungan hidup adalah persoalan “eksistensi” manusia, pembangunan dan kemanfaatan ekonomi. Karena itu, kalau ada usulan agar “MPR Rakyat Jangan Pilih Presiden yang tak Bervisi Lingkungan” (Baca Berita Suara, 19/6/1999, hal. 10), menjadi sulit terwujud. Kalau ternyata sebagian besar anggota MPR sendiri pun tidak punya visi lingkungan. Tetapi baiklah kalau visi lingkungan itu dijadikan salah satu kriteria calan presiden.

Ketiga, input dari masyarakat sendiri menyangkut berbagai persoalan lingkungan hidup tidak ada, karena untuk menjadikannya sebagai suatu aspirasi, mereka butuh seluk-beluk pengetahuan yang memadai tentang lingkungan hidup dengan seluruh persoalannya yang terkait. Karena itu ada anggapan, bahwa urusan lingkungan hidup adalah urusan mereka yang tahu betuk soal itu yakni pakar, LSM dan politikus itu sendiri.

Rupanya ketiga sebab itulah yang membuat lingkungan hidup menjadi tidak populer selama proses Pemilu lalu. Kalaupun ada program untuk masalah itu, tetapi tidak banyak menunjukkan adanya kebulatan tekad untuk melakukan “reformasi” yang berarti. Akibatnya ialah, masyarakat kita tidak banyak tahu tentang bagaimanakah solusi untuk masalah lingkungan hidup mereka waktu-waktu mendatang.

Bertolak dari itu, kalau para politikus kita mau memprogramkan bidang itu atau bahkan menjadikannya sebagai sebuah visi, mesti diperhatikan minimal tiga hal berikut ini :
1). Kebijakan pengelolaan lingkungan yang masih bersifat homosentris dan tidak ditunjang oleh prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup, termasuk di dalamnya adalah tumpang tindihnya kebijakan berbagai sektor atau fungsi kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup;
2). Penanggung jawab suatu usaha/kegiatan pembangunan berprinsip menguras sumber daya alam sebanyak mungkin, mendapatkan keuntungan besar untuk diri dan kroninya sendiri, dan enggan mengurusi limbah karena berbagai macam alasan;
3). Penegakan hukum lingkungan belum berjalan sebagaimana “seharusnya” baik karena ketidakberesan peraturan perundangan, unsur KKN, maupun ketidakmengertian aparat penegak hukum tentang masalah lingkungan.

Perlu diakui bahwa itu belum dibereskan sampai tuntas. Kualitas lingkungan hidup kita pun bukannya bertambah, melainkan semakin merosot, apalagi ditambah dengan krisis ekonomi yang cukup parah belakangan ini. Akibatnya apa yang disebut “hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat” itu (dalam arti luas) termasuk manfaat ekonomis yang mesti ikut dirasakan masyarakat banyak, hanyalah sebuah impian belaka. Sekarang, kalau sekiranya persoalan tersebut di atas itu sudah bosan disuarakan, atau bukan lagi menjadi aspirasi rakyat, maka para politikus, caleg, calon menteri lingkungan hidup kita seharusnya proaktif, berinisiatif memberikan reaksi politis, menyikapi keprihatinan nasional itu, dan menuangkannya ke dalam program kerjanya. Dari sini mereka juga mesti punya konsep atau agenda yang jelas untuk menuntaskan berbagai persoalan kualitas lingkungan hiduop itu, dan kemudian merealisasikannya secara konsekuen, tidak ingkar janji. Salah satu program penting untuk ikut diperjuangkan oleh politikus kita adalah Agenda 21 Indonesia yang pernah dikeluarkan Kantor Men-LH 1997. Dalam agenda tersebut tercantum semacam strategi nasional (eco-populisme) untuk pembangunan berkelanjutan yang terdiri atas empat program pokok, yaitu : pelayanan masyarakat, pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya tanah, dan pengelolaan sumber daya alam. Seandainya saja agenda 21 itu dapat diwujudkan di masa depan, maka boleh dikatakan bahwa kualitas lingkungan hidup dan sumber daya alam di Indonesia akan terjamin baik, masyarakat dapat menikmati haknya, termasuk merasakan keuntungan, dan pembangunan berkelanjutan terlaksana tanpa beban bararti bagi lingkungan.

Pada tataran global pun ada juga kewajiban umum yang perlu juga dikaji politikus kita, yakni pelaksanaan berbagai konsensus, konvensi, perjanjian atau etika internasional yang berkaitan dengan upaya penyelamatan kualitas ekosistem bumi, yang tidak lain adalah “the common heritage of mankind” itu. Saat ini ekosistem global sedang dalam kerapuhan. Dalam kontek ini, Indonesia yang sering disebut sebagai memegang peranan kunci itu dapat memainkan perannya, misal dalam soal hutan, keanekaragaman hayati, kelautan, eco-pariwisata dan sebagainya.

Kalau lingkungan hidup, ekosistem dan sumber daya alam kita itu sudah ditata sesuai dengan keinginan masyarakat internasional, umpamanya hutan kita selamat dari bahaya kebakaran terus menerus, keanekaragaman hayatinya dijaga, maka kita akan turut menyumbang pada penyelamatan kualitas lingkungan global. Dengan begitu kita juga akan dikatakan sebagai bangsa yang punya visi dan peduli lingkungan. Di sinilah sebenarnya politikus kita dapat ikut “bermain” dalam arena atau panggung politik lingkungan (Unweltpolitik) internasional itu untuk sekaligus memulihkan kembali kepercayaan dunia kepada kita.

Sejarah Dan Pengertian Open Source Software

Sejarah Dan Pengertian Open Source Software 
Awalnya ketika IBM menjual komputer komersial large scale pertama pada tahun 1960, IBM muncul dengan beberapa software yang free, maksudnya adalah secara bebas ( freely ) dibagikan diantara pengguna, mulai dari source code dan kemudian improvisasi dan modifikasi. Pada akhir tahun 1960 an, situasi mulai berubah setelah IBM Software mulai mempaketkan software dan pada pertengahan tahun 1970 an, software mulai terbiasa dengan non-free software dimana menyebabkan user tidak diijinkan untuk mendistribusikan software, sorce code yang tidak disediakan sehingga user tidak dapat memodifikasi program ( software ).

Pada akhir tahun 1970 an serta awal tahun 1980 an, 2 grup yang berbeda mulai terbentuk dengan berdasarkan Open Source Software yaitu :
a. Pesisir timur US, Richard Stallman, seorang programmer formal MIT AI lab, mengundurkan diri dan meluncurkan GNU Project dan Free Software Foundation. Tujuan pokok dari GNU Project adalah membangun Sistem Operasi yang Free ( gratis ) dan Richard memulainya dengan coding dari beberapa programming tools ( compiler, editor ,dll ). Sebagai tools yang legal, GNU General Public License ( GPL ) didesain bukan hanya untuk menjamin bahwa software yang dihasilkan GNU tetap free, tetapi juga untuk mengembangkan produksi dari free software. Dari segi filosofi, Richard Stallman juga menulis GNU manifesto, mulai dari ketersedianan source code dan kebebasan untuk mendistribusikan serta memodifikasi software adalah azas yang mendasar.

b. Pesisir barat US, Computer Science Research Group ( CSRG ) dari Universitas California di Barkeley tengah mengembangkan system Unix dan membangun sejumlah aplikasi yang kemudian dikenal dengan “ BSD Unix “. Usaha ini didanai penuh oleh DARPA ( secara kontrak ) dan jaringan komunitas hacker Unix diseluruh dunia membantu dalam debugging, maintain serta improvisasi system. Selama beberapa waktu, software tidak didistribusikan diluar komunitas holders dari lisensi AT&T Unix. Tetapi pada akhir tahun 1980 an, software akhirnya didistribusikan dibawah lisensi BSD, satu dari lisensi open source pertama. Sayangnya, setiap kali user dari BSD Unix memerlukan lisensi AT&T Unix, sejak beberapa bagian dari kernel dan sejumlah utility penting, yang diperlukan untuk usable system tetap menjadi non-free software ( rahasia ).

Sepanjang tahun 1980 an sampai awal 1990 an, software open source melanjutkan perkembangannya, dimulai dari beberapa grup yang terisolasi. USENET dan internet membantu dalam upaya pengkoordinasian antar Negara dan membangun komunitas user yang kuat. Seceara perlahan, banyak software yang telah dikembangkan mulai beritegrasi. Hasil dari integrasi itu, lingkungan yang lengkap dapat dibangun pada UNIX sebagai penggunaan software open source. Pada banyak kasus, system administrator mulai mengganti tools standar dengan GNU Program. Pada saat itu, banyak aplikasi yang mulai menjadi yang terbaik (utiliti UNIX, compiler dll ).

Sepanjang tahun 1991-1992, keseluruhan ruang lingkup software open source dan pengembangan software pada umumnya, telah mulai berubah. 2 kejadian menarik yang terjadi walau berbeda komunitas : 
  • Di California, Bill Jolitz mengimplementasikan bagian yang gagal menjadi distribusi Net/2, sampai dengan siap berjalan pada mesin i386. Net/2 adalah hasil upaya CSRG untuk menghalangi ” BSD Unix ” ( free code dari hak cipta AT&T ). Bill menyebut hasil pekerjaannya dengan 386BSD dan secara cepat lebih disukai dibandingkan dengan BSD dan komunitas Unix. 386BSD tidak hanya terdiri dari kernel tetapi juga utilitas lainnya, yang membuat sistem operasi yang lengkap. Pekerjaan ini di dilengkapi dengan lisensi BSD yang mana ikut membuatnya menjadi software ber-flatform gratis. 386BSD juga terdiri dari free software dengan lisensi lainnya ( sebagai contoh GNU Compiler ). 
  • Di Finlandia, Linus Torvalds, pelajar computer science, tidak senang dengan Minix milik Tanenbaum, mengimplementasikan linux kernel versi pertama. Kemudian, banyak orang mulai berkolaborasi untuk membuat kernel ini menjadi lebih berguna dan menambahkan banyak utility untuk melengkapinya menjadi GNU/Linux, sistem operasi real. Kernel linux dan aplikasi GNU yang digunakan dillindungi oleh GPL. 
Tahun 1993, GNU/Linux dan 386BSDmenjadi flatform yang stabil. Sejak itu, 386BSD mulai berkembang menjadi keluarga dari sistem operasi berdasarkan BSD ( NetBSD, FreeBSD, OpenBSB ), dimana kernel linux berkembang dan mulai digunakan pada distribusu GNU/Linux ( Slackware, Debian, Red Hat, Suse, Mandrake dan lainnya ). Tahun ini pula munculnya GNOME dan KDE, yang digunakan sebagai projek yang digunakan untuk kualitas yang tinggi. 

Akhir tahun 1980 an, adalah tahun yang menyenangkan dimana mulai respek terhadap software open source. System open source berdasarkan GNU/Linux atau BSD mulai mendapat sambutan public dan menjadi alternative riil bagi pemilik system, bersaingan frontal dengan pemimpin pasar saat itu ( seperti Windows NT Server ).

Definisi Open Source 
Tidak mudah untuk mendefinisikan kata Open Source Software hanya dalam beberapa kata, hal ini dikarenakan banyaknya kategori dan variant yang masih ada. Tetapi hal ini tidak terlalu rumit karena ide dasarnya adalah simple.

Ide Umum Open Source Software
Dalam bahasa inggris, free software memiliki arti yang ambigu,dari kata free itu sendiri yang dapat berarti bebas atau gratis. Oleh sebab itu, kita akan menggunakan konsep Open Source berdasarkan kebebasan user dalam menggunakan, pendistribusian dan lainnya serta software gratis ( tanpa biaya ). 

  • Feature utama dari karakteristik free ( Open Source ) adalah kebebasan dari user untuk :
  • menggunakan software sesuai keinginannya, untuk apapun yang mereka inginkan, pada beberapa komputer dalam situasi yang tepat secara teknis.
  • Memiliki software yang tersedia sesuai kebutuhan. Tentu saja meliputi improvisasi, perbaikan bugs, memperbesar fungsinya dan dokumentasi pengoperasiannya.
  • Mendistribusikan software kepada user lainnya, untuk digunakan berdasarkan kebutuhannya. Pendistribusian bisa saja free, atau dengan biaya . 
Keuntungan dan kerugian dari Open Source Software
Motivasi dari penggunaan dan pengembangan open source software beraneka ragam, mulai dari filosofi dan alasan etika sampai pada masalah praktis. Biasanya, keuntungan yang dirasa pertama dari model open source adalah fakta bahwa ketersediaan open source diciptakan secara gratis atau dengan biaya yang rendah. 

Keuntungan Open Source Software
Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan :

a. Ketersedian source code dan hak untuk memodifikasi
Ini merupakan hal yang penting. Hal ini menyebakan perubahan dan improvisasi pada produk software. Selain itu, hal ini memunculkan kemungkinan untuk meletakan code pada hardware baru, agar dapat diadaptasi pada situasi yang berubah-ubah, dan menjangkau pemahaman bagimana sistem itu bekerja secara detail. 

b. Hak untuk mendistribusikan modifikasi dan perbaikan pada code
Hal ini merupakan titik perbedaan Open Source Software dengan Free Software. Pada kenyataannya, hak pendistribusian diakui dan merupakan hal yang umum, ini adalah hal yang berpengaruh bagi sekumpulan developer ( pengembang ) untuk bekerja bersama dalam project Open Source Software.

c. Hak untuk menggunakan software 
Ini merupakan kombinasi dari hak pendistribusian, menjamin ( jika software cukup berguna ) beberapa user yang mana membantu dalam menciptakan pasar untuk mendukung dan berlangganan software. Hal ini juga membantu dalam improvisasi kualitas dari produk dan improvisasi secara fungsi. Selain itu akan menyebabkan sejumlah user untuk mencoba produk dan mungkin menggunakannya secara regler. 

Kerugian Open Source Software
Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan :

a. Tidak ada garansi dari pengembangan 
Biasanya terjadi ketika sebuah project dimulai tanpa dukungan yang kuat dari satu atau beberapa perusahaan, memunculkan celah awal ketika sumber code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalam pembangunan. 

b. Masalah yang berhubungan dengan intelektual property
Pada saat ini, beberapa negara menerima software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini sangat sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah software di patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran intelektual property. 

c. Kesulitan dalam mengetahui status project
Tidak banyak iklan bagi open source software, biasanya beberapa project secara tidak langsung ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing. 

Lisensi dari Open Source Software
Beberapa lisensi umum pada open source software yaitu :
a. BSD ( Berkeley Software Distribution )
Secara ringkas, pendistribusian dapat dilakukan sepanjang berhubungan dengan software, meliputi penggunaan propierty produk. Pencipta hanya ingin pekerjaan mereka dikenali dan tanpa memerlukan biaya. Hal ini menjadi penting karena lisensi ini tidak melibatkan beberapa pembatasan dengan menjamin dan berorientasi pada turunan awal open source.

b. GPL ( GNU General Public Licence )
Ini adalah lisensi bagi software yang bernaung dalam distribusi GNU Project. Saat ini masih dapat kita jumpai / menemukan banyak software yang tidak berkaitan dengan GNU Project. GPL secara hati-hati didesain untuk mempromosikan produk dari free software dan karena itu, secara eksplisit melarang beberapa tindakan pada software yang dapat merusak integrasi dari GPL software pada program proprietary ( kepemilkan ). GPL berdasar pada UU Internasional yang menjamin pelaksanaannya. Karakterisitik utama dari GPL meliputi pendistribusian, tapi hanya jika souce code itu tersedia dan juga dijamin; serta mengijinkan pendistribusian source; mengijinkan modifikasi tanpa pembatasan dan integrasi lengkap dengan software lain. 

c. MPL ( Mozilla Public Licence )
Ini adalah lisensi yang dibuat oleh Netscape dalam mendistribusi code dari Mozilla, versi baru dari navigator jaringan. Banyak respek yang mirip dengan GPL tetapi lebih berorientasi pada perusahaan level enterprise. 

d. Lainya seperti : Qt ( oleh Troll-Tech ), X Consortium dll

Intelektual Property dari Open Source Software
Umumnya pada kasus teknologi informasi, isu yang berhubungan dengan hak milik intelektual ( intellectual property ) adalah penting bagi software Open Source. Dari 4 mekanisme UU Internasional yang menyediakan perlindungan, hanya tiga ( hak cipta, hak paten dan merek dagang ) yang dapat digunakan bagi software open source. Yang keempat, rahasia degang ( trade secret ), adalah mekanisme yang tidak cukup memadai bagi Open Source Software, karena mengandung ketidakjelasan bagi software open source atau mengandung pembatasan pada modifikasi atau dalam menjual kembali dan pendistribusian pada project turunan. 

Open Source dan Copyright Law
Hak cipta menjadi metode umum perlindungan bagi produk software. Sesungguhnya, lisensi Open Source dapat diterapkan, karena mereka menggunakannya, dalam satu atau beberapa bentuk hak cipta hukum. Dasar dari penggunaan ini adalah sederhana:hak cipta hukum, secara default, tidak mengijinkan dalam pendistribusian ( serta penggunaan secara gratis ) dari software itu sendiri.

Satu-satunya cara agar pendistribusian dapat dilakukan adalah dengan mengabulkan ijin khusus dalam lisensi. Dan didalam lisensi itu dapat memaksa distributor untuk memenuhi kondisi-kondisi tertentu. Ini cara bagaimana lisensi open source bekerja. Mereka menggunakan mekanisme ini untuk dapat menyelenggarakan kondisi-kondisi tertentu, berdasar pada penciptanya ( seperti yang dilakukan BSD ), dengan kewajiban dalam pendistribusian beberapa project turunan sama seperti lisensi aslinya (seperti yang dilakukan GPL ).

Kebanyakan, lisensi open source didesain berdasarkan pada hukum Amerika Serikat. Baru-baru ini beberapa riset mengenai penerapannya telah dilakukan dibebrapa negara. Masalah ini penting bagi kemajuan Open Source, karena banyak dari model Open Source tergantung, dalam banyak perbandingan, serta dalam validitas lisensi Open Source.

Ada juga suatu isu menarik dalam hubungan dengan hak cipta dalam interface yang spesifik, yang mempengaruhi operasi dari program open source dengan masalah kepemilikan. Dalam beberapa kasus, beberapa perusahaan yang telah dipaksa untuk memberikan akses bagi masuknya informasi untuk program yang berjalan atau sistem operasi, dengan mengijinkan developer untuk memperluas dan mengintegrasikan komponen software didalam sistem ataupun program mereka. Informasi ini biasanya dilindungi dan yang dijual hanya pada developer yang ter-registrasi, memelihara kendali bagi siapa dan kemana informasi akan bocor keluar. 

Open Source dan Paten Software
Hak Paten Software, biasanya tejadi ketika software tersebut mewarisi algoritma rendah, dapat dengan mudah ditemukan oleh banyak developer, ini menghadirkan ancaman serius bagi individu pengembang open source itu sendiri dan perusahaan kecil, yang tidak mampu berupaya dalam biaya persidangan dalam me-matenkan software. Ironsinya, situasi ini menjadi lebih rumit bagi Open Source Software dibandingkan dengan kepemilikan software kotak hitam, karena codenya itu sendiri dapat diakses oleh pemegang patent itu sendiri.

Pada kebanyakan kasus, perusahaan dan individu berusahaa untuk mendapatkan hak eksklusif berdasarkan pada teknologi tertentu melalui paten, dan baru-baru ini, semakin banyak hak paten pada algoritma yang pokok dan prosedur telah diwariskan, terutama di Amerika Serikat. Kita yakin bahwa ini adalah suatu praktek yang berbahaya, tidak hanya bagi software Open Source pada umumnya, tetapi juga bagi industri software dan praktisi software secara umum.

Open Source Software biasanya akan mudah menjadi serangan dalam hal paten, karena hanya sedikit perusahaan source-based yang mempunyai kemampuan keuangan untuk melindungi diri terhadap serangan hak paten dalam penuntutan perkara. Selain itu juga, jika paten dimunculkan pada teknologi atau teknik yang sangat luas, mungkin saja untuk mengakali patent dan menciptakan suatu alternatif paten yang free.

Penjelasan Dan Manfaat Fraudulent Financial Reporting

Penjelasan Dan Manfaat Fraudulent Financial Reporting 
Akhir-akhir ini manajemen perusahaan (terutama perbankan) banyak yang mengkhawatirkan timbulnya kecurangan (fraud) dilingkungan perusahaannya. Hal ini dimungkinkan karena banyak terjadi fraud dilingkungan perbankan Indonesia. Beberapa waktu yang lalu, salah satu Kantor cabang Bank BNI di Jakarta, terjadi kasus fraud yang merugikan milyaran rupiah. Perbankan memang sangat rentan terhadap fraud, karena meskipun telah menggunakan teknologi tinggi (computerized) namun sulit terdeteksi jika terjadi kolusi antara oknum karyawan Bank dengan pihak lain. Fraud dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Fraud umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan. Mengingat adanya pengendalian (control) yang diterapkan secara ketat oleh hampir semua perusahaan untuk menjaga asetnya, membuat pihak luar sukar untuk melakukan pencurian. Internal fraud terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu Employee fraud yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi maupun kelompok dan Fraudulent financial reporting. 

Proses, unsur dan faktor pemicu fraud
Proses fraud biasanya terdiri dari 3 macam, yaitu pencurian (theft) dari sesuatu yang berharga (cash, inventory, tools, supplies, equipment atau data), konversi (conversion) asset yang dicuri kedalam cash dan pengelabuhan / penutupan (concealment) tindakan kriminal agar tidak dapat terdeteksi. 

Unsur-unsur fraud antara lain sekurang-kurangnya melibatkan dua pihak (collussion), tindakan penggelapan/penghilangan atau false representation dilakukan dengan sengaja, menimbulkan kerugian nyata atau potensial atas tindakan pelaku fraud. Meskipun perusahaan secara hukum dapat menuntut pelaku fraud, ternyata tidak mudah usaha untuk menangkap para pelaku fraud, mengingat pembuktiannya relatif sulit.

Penyebab / faktor pemicu fraud dibedakan atas 3 (tiga) hal yaitu :
1. Tekanan (Unshareable pressure/ incentive) yang merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai (values).

2. Adanya kesempatan / peluang (Perceived Opportunity) yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur.

3. Rasionalisasi (Rationalization) atau sikap (Attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri.

Ramos (2003), menggambarkan penyebab fraud dalam bentuk segitiga fraud (the fraud triangle), sebagai berikut :

Selain itu, fraud dapat dikatagorikan atas 3 (tiga) macam sbb. :
1. Penyalahgunaan wewenang/jabatan (Occupational Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh individu- individu yang bekerja dalam suatu organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
2. Kecurangan Organisatoris (Organisational Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh organisasi itu sendiri demi kepentingan/keuntungan organisasi itu. 
3. Skema Kepercayaan (Confidence Schemes). Dalam kategori ini, pelaku membuat suatu skema kecurangan dengan menyalahgunakan kepercayaan korban. 

Jenis-jenis fraud 
Jenis-jenis fraud yang sering terjadi di berbagai perusahaan pada umumnya dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam :
1. Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu (illegal act). Hal ini terjadi manakala seseorang secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta, laporan, penyajian atau klaim yang mengakibatkan kerugian keuangan atau ekonomi dari para pihak yang menerima laporan atau data palsu tersebut. 
2. Penggelapan kas (embezzlement cash), pencurian persediaan/aset (Theft of inventory / asset) dan kesalahan (false) atau misleading catatan dan dokumen. Penggelapan kas adalah kecurangan dalam pengalihan hak milik perorangan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hak milik itu di mana pemilikan diperoleh dari suatu hubungan kepercayaan. Contoh khas adalah kitting atau lapping dalam skema pencurian uang. Lapping adalah seseorang mencuri uang kas yang digunakan oleh Customer A untuk membayar piutangnya (Account Receivable), dana yang diterima dari Customer B digunakan untuk membayar saldo A/R milik Customer A, dst (gali lubang tutup lobang). Sedangkan Kitting adalah seseorang menutupi pencuriannya dengan menciptakan kas melalui transfer uang antar bank (interbank transfer). Seseorang menciptakan kas dengan mendepositokan check dari bank A ke Bank B dan menarik uangnya. Karena di Bank A, dananya tidak cukup, maka ybs mendepositokan check dari Bank C ke Bank A sebelum check ke Bank B dikliringkan. Demikian polanya berjalan terus dengan check dan deposit sebanyak diperlukan untuk menjaga agar check-nya tidak sampai ditolak.
3. Kecurangan Komputer (Computer fraud) meliputi tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi komputer adalah esensial untuk perpetration, investigation atau prosecution. Dengan menggunakan sebuah komputer seorang fraud perpetrator dapat mencuri lebih banyak dalam waktu lebih singkat dengan usaha yang lebih kecil. Pelaku fraud telah menggunakan berbagai metode untuk melakukan Computer fraud .  
Pengkategorian Computer fraud melalui penggunaan data processing model, dapat dirinci sbb :
a. Cara yang paling sederhana dan umum untuk melaksanakan fraud adalah mengubah computer input.
b. Computer fraud dapat dilakukan melalui penggunaan sistem (dalam hal ini Processor) oleh yang tidak berhak, termasuk pencurian waktu dan jasa komputer serta penggunaan komputer untuk keperluan diluar job deskripsi pegawai.
c. Computer fraud dapat dicapai dengan mengganggu software yang mengolah data perusahaan atau Computer istruction . Cara ini meliputi mengubah software, membuat copy ilegal atau menggunakannya tanpa otorisasi.
d. Computer fraud dapat dilakukan dengan mengubah atau merusak data files perusahaan atau membuat copy, menggunakan atau melakukan pencarian terhadap data tanpa otorisasi.
e. Computer fraud dapat dilaksanakan dengan mencuri atau menggunakan secara tidak benar system output.

Fraudulent Financial Reporting
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh,baik dengan tindakan atau penghapusan,yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial reporting yang terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen.

Arens (2005 : 310) dalam bukunya yang berjudul “Auditing & Assurance Services : An Integrated Approach” edisi ke-10 pada bab 11 tentang fraud auditing, antara lain menyebutkan :

Fraudulent financial reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting involve the intentional misstatement of amounts not disclosures. For example, worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that should have been expensed. Omission of amounts are less common, but a company can overstate income by omittingaccount payable and other liabilities.

Although less frequent, several notable cases of fraudulent financial reporting involved adequate disclosure. For example, a central issue in the enron case was whether the company had adequately disclosed obligations to affiliates known as specialm purpose entities.

Penyebab fraudulent financial reporting umumnya 3 (tiga) hal sbb :
1. Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan keuangan yang disajikan. 
2. Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan. 
3. Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation) dan pengungkapan (disclosure).

Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen dengan auditor independen. Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi tersbut, maka perlu dilakukan rotasi auditor independen dalam melakukan audit suatu perusahaan. Berkaitan dengan hal ini Carcello (2004) dalam artikelnya yang berjudul ” Audit firm tenure and fraudulent financial reporting ”, menyatakan :

The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the U.S. Comptroller General to study the potential effects of requiring mandatory audit firm rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO) concludes in its recently released study of mandatory audit firm rotation that "mandatory audit firm rotation may not be the most efficient way to strengthen auditor independence" (GAO 2003, Highlights). However, the GAO also suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if the Sarbanes-Oxley Act's requirements do not lead to improved audit quality (GAO 2003, 5).

Berdasarkan penelitian COSO (1999) yang berjudul “Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company”, bahwa dari hasil analisa perusahaan yang listing di Securities Exchange Commission (SEC) selama periode Januari 1987 s.d. Desember 1997 ( 11 tahun) dapat disimpulkan :

Teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat fraudulent financial reporting yang memiliki karakteristik yaitu memiliki permasalahan bidang keuangan (experiencing financial distress), lax oversight dan terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing, large-dollar frauds). Contoh kasus Fraudulent Financial Reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan WorldCom.

Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen
1. Statement Auditing Standards 
Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat telah mengeluarkan 10 (sepuluh) standar auditing baru pada bulan April 1988. Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS) yang cukup penting adalah :
a. SAS No. 53 tentang "The Auditor's Responsibility to Detect and Report Errors and Irregularities," yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kesalahan (error) dan ketidak beresan (irregularities). 

b. SAS No. 55 tentang "Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audit," yang merubah tanggung jawab auditor mengenai internal control. Statement yang baru ini meminta agar auditor untuk merancang pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai (internal control sufficient) dalam merencanakan audit. SAS No. 55 kemudian diperbaharui dengan diterbitkan SAS No. 78 pada tahun 1997, dengan mencantumkan definisi ulang pengendalian intern (redefined internal control) dengan memasukkan dua komponen yaitu lingkungan pengendalian (control environment) dan penilaian risiko (risk assessment) yang merupakan usulan dari the Treadway Commission.

c. SAS No. 61 mengatur tentang komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang signifikan, judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor. 

Selain itu ASB pada Februari 1997 telah mengeluarkan SAS No. 82 yang berjudul Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. Auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. SAS no. 82 menyatakan bahwa setiap melakukan audit auditor harus menilai risiko (assessment of risk) kemungkinan terdapat salah saji material (material misstatement) pada laporan keuangan yang disebabkan oleh fraud. SAS No. 82 akhirnya diperbaharui melalui SAS No. 99 dengan judul yang sama dan mulai diberlakukan efektif untuk audit laporan keuangan setelah tanggal 15 Desember 2002, penerapan lebih awal sangat dianjurkan. Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud). Pengaruh SAS No. 99 terhadap tanggung jawab auditor antara lain : 
  • Tidak ada perubahan atas tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud atas audit laporan keuangan. 
  • Tidak ada perubahan atas kewajiban auditor untuk mengkomunikasikan temuan atas fraud. 
  • Terdapat perubahan penting terhadap prosedur audit serta dokumentasi yang harus dilakukan oleh auditor atas audit laporan keuangan. 
Dua tipe salah saji (misstatements) yang relevan dengan tanggung jawab auditor, yaitu salah saji yang diakibatkan oleh fraudulent financial reporting dan salah saji yang diakibatkan oleh penyalahgunaan asset (misappropriation of assets).

SAS No. 99 menegaskan agar auditor independen memiliki integritas serta menggunakan kemahiran professional (professional skepticism) melalui penilaian secara kritis (critical assessment) terhadap bukti audit (audit evidence) yang dikumpulkan. 

2. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Profesi akuntan publik (auditor independen) memiliki tangggung jawab yang sangat besar dalam mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik). Tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Tanggung jawab moral (moral responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab moral untuk :
1). Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2). Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care).

b. Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional conduct).

c. Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. Pada paragraf 2, standar tersebut antara lain dinyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak. Bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.

Pencegahan dan pendeteksian fraud
Mengingat fraud merupakan problem yang sangat serius, maka perusahaan harus mengambil langkah-langkah komprehensif untuk memproteksi sistem informasinya. Metode yang paling efektif untuk memperoleh security system yang mencukupi adalah terletak pada integritas (integrity) karyawan perusahaan. Perusahaan dapat mengambil langkah untuk meningkatkan integritas karyawan dan mengurangi kemungkinan karyawan melakukan fraud dengan memperhatikan :
1. Hiring & firing practices. Dalam melakukan penerimaan dan pemecatan karyawan harus dilakukan dengan hati-hati dan selektif..
2. Managing disgruntled employees. Banyak karyawan yang melakukan fraud adalah dalam rangka mencari pembalasan atau justice terhadap kesalahan-kesalahan yang pernah ditimpakan kepada mereka.
3. Employee training. Fraud jauh lebih sedikit akan terjadi dalam lingkungan dimana para karyawan percaya bahwa keamanan (security) merupakan tanggung jawab bersama, baik karyawan maupun manajemen.

Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud adalah dengan merancang sebuah sistem yang dilengkapi dengan internal control yang cukup memadai sehingga fraud sukar dilakukan oleh pihak luar maupun orang dalam perusahaan.

The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
2. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
3. Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
4. Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.

Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku yang berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting Practices”. Buku yang diterbitkan oleh John Wiley & Sons tersebut lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting). Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control), perusahaan tidak memiliki komite audit dan terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director) dengan karyawan perusahaan. Klasifikasi dari Creative Accounting Practices menurut Mulfrod & Comiskey, terdiri dari :
1. Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).
2. Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies).
3. Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
4. Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
5. Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).

Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting, pencegahan dan pendeteksian awal atas fraudulent financial reporting harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.

Buku (textbook) yang membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi adanya fraud dalam laporan keuangan adalah “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection” karangan Rezaee (2002). Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya enron di Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.