Pengertian Hak Asasi Secara Umum

Pengertian Hak Asasi Secara Umum
Secara umum hak asasi manusia adalah satu dengan harkat dan martabat serta kodrat manusia, oleh sebab itu disebut juga sebagai hak dasar. 

Hak itu ada pada setiap manusia dan merupakan sifat kemanusiaan. Dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi unutk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh di abaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun. 

 Jadi, segala hak yang berakar dari martabat, harkat, serta kodrat manusia adalah hak yang lahir bersama manusia itu. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana saja, kapan saja, dan untuk siapa saja. Hak itu tidak tergantung pada pengakuan manusia, negara, dan masyarakat lain. Hak ini diperoleh manusia dari Penciptanya dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. 

Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia berjalan secara perlahan dan beranekaragam, antara lain dapat disebut Magna Charta (1215), Bill of Right (1689) di Inggris. Dalam abad ke- 18 timbul ajaran yang menyatakan bahwa kekuasaan raja dibatasi oleh hak warga Negara, yang utama adalah hak kemerdekaan yang ada pada setiap warga Negara, sedangkan kekuasaan raja adalah nomor dua, karena bertugas untuk melindungi hak kebebasan warga negaranya. Ajaran inilah yang memberi semangat terhadap “Declaration of Independence of the United States” tahun 1776. Perkembangan di Amerika itu mempengaruhi “Declaration des Droits de I Homme et du Citoyen” (1789) di Perancis yang menyatakan, bahwa semua manusia lahir bebas dan tetap tinggal bebas dengan hak sama. Atas dasar pernyataan itu, maka diproklamirkan hak asasi manusia dan warga negara secara rinci. Puncak kesadaran akan hak asasi manusia terdapat`dalam Piagam “Universal Declaration of Human Right” (1948) di PBB, meskipun kadang kala tidak dilaksanakan sebagaimana  mestinya, termasuk di negara-negara maju. Kalaupun ada negara yang tidak memasukkan hak asasi tersebut dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan berbagai sebab, namun secara moral Piagam PBB itu mengikat. Pengurangan atau peniadaan hak tersebut di berbagai negara, oeleh negara yang bersangkutan diberi alas an keadaan istimewa yang memaksa, antara alain keamanan, pertahanan, ketertiban, atau dalih lainnya. 

Istilah “Hak Asasi” memang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun substansi hak asasi itu cukup banyak terdapat dalam pembukaan, Batang Tubuh, maupun Penjelasannya. Hendaklah diperhatikan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, tiga tahun lebih dahulu daripada “Universal Declaration of Human Right” tahun 1948. namun demikian dalam perjalanan sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya dalam zaman orde baru pelaksanaan hak asasi manusia kurang memuaskan sesuai dengan UUD 1945, sehingga kurang dapat mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, setela rezim Soeharto dengan memasuki tuntutan reformasi, maka lembaga tertinggi negara (MPR) telah merumuskan hak asasi manusia itu dlam ketetapan, yang kemudian ditetapkan dalam Perubahan kedua UUD 1945. 

Dalam Ketetapan MPR NO.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia dengan sistematikanya, yaitu sebagai berikut. 
1. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia 
2. Piagam hak asasi manusia. 

Dalam ketetapan MPR tersebut telah dinyatakan bahwa usaha bangsa Indonesia merumuskan Hak Asasi Manusia, khususnya setelah kemerdekaan, yaitu sebagai berikut : 
1. Dalam Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus d ihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” UUD 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok. Termasuk hak asasi manusia. 
2. Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. kedua konstitusi itu mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam bidang konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan. 
3. Denagn tekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada sidang MPR tahun 1966 telah ditetapkan Tap.MPRS No.XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan dokumen rancangan Piagam hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Rencana pada sidang MPR tahun 1968 akan dibahas, tetapi sidang MPR 1968 tidak jadi membahas karena masalah yang mendesak berkaitan dengan rehabilitas dan konsolidasi nasional setelah G30S/PKI. 
4. Berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993 dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat sehingga mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia.

Dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia telah dinyatakan pula sikap dan pandangan bangsa Indonesia terhadap “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) PBB tahun 1948, bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab unutk menghormati ketentuan yang tercantum dalm deklarasi tersebut. Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia yang ditetapkan oleh MPR dengan Tap. MPR No.XVII/MPR/1988 terdiri atas 10 bab dengan 44 pasal, yaitu sebagai berikut. 
1. Hak untuk hidup 
2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan 
3. Hak Mengembangkan Diri 
4. Hak Keadilan 
5. Hak Kemerdekaan 
6. Hak atas Kebebasan Informasi 
7. Hak Keamanan 8. Hak Kesejahteraan 
9. Kewajiban 
10. Perlindungan dan Kemajuan 

Materi hak asasi manusia ditetapkan kembali dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dengan membuat suatu bab tersendiri, yaitu tentang hak asasi manusia yang terdiri atas 10 pasal (pasal 28a, 28b, 28c, 28d, 28e, 28f, 28g, 28h, 28i, 28j). Disamping pasal tentang hak asasi tersebut di atas Perubahan Kedua UUD 1945 telah merubah Pasal 30, yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Sedangkan ketentuan tentang agama (Pasal 29), pendidikan dan kebudayaan (Pasal 31), perekonomian nasional dan kesejahteraan social (pasal 33), dibahas dalam sidang tahunan MPR 2002. hasilnya Pasal 29 tetap seperti aslinya, sedangkan pasal yang lain mengalami perubahan.

Pernyataan Umum tentang hak-hak Asasi Manusia Mukadimah 
Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia. Majelis Umum dengan ini memproklamasikan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat Pernyataan ini, akan berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hakhak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari NegaraNegara Anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka. 

Berikut ini adalah pasal-pasal tentang Hak Asasi Manusia menurut Mukadimah 
Pasal 1 
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. 

Pasal 2 
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.11 

Pasal 3 
Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.

Pasal 4 
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang. 

Pasal 5 
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya. 

Pasal 6 
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada. 

Pasal 7 
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu. 

Pasal 8 
Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum. 

Pasal 9 
Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang. 

Pasal 10 
Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.

Pasal 11 
Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya. Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum itu dilakukan. 

Pasal 12 
Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu. 

Pasal 13 
Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya. 

Pasal 14 
Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran. Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Pasal 15 
Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarga-negaraan. 

Pasal 16 
Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara. 

Pasal 17 
Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena. 

Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri. 

Pasal 19 
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).

Pasal 20 
Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan. 

Pasal 21 
Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya. Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara. 

Pasal 22 
Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hakhak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya. 

Pasal 23 
Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya. 

Pasal 24 
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.

Pasal 25 
Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama. 

Pasal 26 
Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian. Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka. 

Pasal 27 
Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya. Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya. 

Pasal 28
Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya. 

Pasal 29 
Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa. Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syaratsyarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Pasal 30 
Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasankebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini dan manusia yang ingin hak asasinya diakui juga tidak boleh mengabaikan kewajiban asasi yang timbul bersamaan dengan hak tersebut.karena kedua hal tersebut selalu beriringan.

Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Pemahaman Hak Asasi Manusia Bagi Indonesia 
1. Hak asasi merupakan hak dasar selurnh umat manusia tanpa ada perbedaan. Mengingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka pengertian hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. 
2. Setiap manusia diakni dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa serta status lain. Pengabaian atau perampasannya, mengakibatkan hilangnya harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga kurang dapat mengembangkan diri dan peranannya secara utuh. 
3. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Dibawah ini Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia : 
1. Hak asasi pribadi / personal Right 
  • Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat 
  • Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat - Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan 
  • Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing 
2. Hak asasi politik / Political Right 
  • Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
  • hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan - Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya 
  • Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi 
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
  • Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
  • Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns 
  • Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum 
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths 
  • Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli 
  • Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak 
  • Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll 
  • Hak kebebasan untuk memiliki susuatu 
  • Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak 
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights 
  • Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
  • Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. 
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right 
  • Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan 
  • Hak mendapatkan pengajaran 
  • Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat 
Dengan demikian hak asasi manusia yang dipaparkan oleh Deklarasi itu adalah sesuatu yang oleh para filsuf disebut sebagai prima facie rights. Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang berkaitan dengannya, dianggap tidak bergantung pada penerimaan, pengakuan, atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-orang yang berada di mana pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati pemerintah dari orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak orang itu. Akhirnya, hak-hak ini menetapkan standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan kenegaraan yang layak. Tidak seluruh masalah yang lahir dari  kekejaman atau pementingan diri sendiri dan kebodohan merupakan problem hak asasi manusia. 

Sebagai misal, suatu pemerintah yang gagal untuk menyediakan taman-taman nasional bagi rakyatnya memang dapat dikecam sebagai tidak cakap atau tidak cukup memperhatikan kesempatan untuk rekreasi, namun hal tersebut tidak akan pernah menjadi persoalan hak asasi manusia. Meski hak asasi manusia dianggap menetapkan standar minimal, deklarasideklarasi kontemporer tentang hak asasi manusia cenderung untuk mencantumkan hak dalam jumlah yang banyak dan bersifat khusus, dan bukannya sedikit serta bersifat umum. Deklarasi Universal menggantikan tiga hak umum yang diajukan oleh Locke -- yakni hak atas kehidupan, kebebasan, dan kekayaan pribadi -- dengan sekitar Hak Asasi Manusia dua lusin hak khusus. Di antara hak-hak sipil dan politik yang dicanangkan adalah hak untuk bebas dari diskriminasi; untuk memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan; untuk bebas beragama; untuk bebas berpikir dan berekspresi; untuk bebas berkumpul dan berserikat; untuk bebas dari penganiayaan dan hukuman kejam; untuk menikmati kesamaan di hadapan hukum; untuk bebas dari penangkapan secara sewenang-wenang; untuk memperoleh peradilan yang adil; untuk mendapat perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi); dan untuk bebas bergerak. 

Hak sosial dan ekonomi di dalam Deklarasi mencakup hak untuk menikah dan membentuk keluarga, untuk bebas dari perkawinan paksa, untuk memperoleh pendidikan, untuk mendapatkan pekerjaan, untuk menikmati standar kehidupan yang layak, untuk istirahat dan bersenang-senang, serta untuk memperoleh jaminan selama sakit, cacat, atau tua. Deklarasi Universal menyatakan bahwa hak-hak ini berakar di dalam martabat dan harkat manusia, serta di dalam syarat-syarat perdamaian dan keamanan domestik maupun internasional. Dalam penyebarluasan Deklarasi Universal sebagai sebuah. "standar pencapaian yang bersifat umum," PBB tidak bermaksud untuk menjabarkan hak-hak yang telah diakui di mana-mana atau untuk mengundangkan hak-hak ini di dalam hukum intemasional. Justru Deklarasi tersebut mencoba untuk mengajukan norma-norma yang ada di dalam moralitas-moralitas yang sudah mengalami pencerahan. Meski tujuan sejumlah besar partisipan Deklarasi itu adalah untuk menampilkan hak-hak ini di dalam sistem hukum domestik maupun internasional, hak tersebut dipandang bukan sebagai hak-hak hukum (legal rights) melainkan sebagai hak-hak moral yang berlaku secara universal (universal moral rights).

Turunan-turunan Deklarasi Universal tidak hanya meliputi pernyataan hak asasi manusia di dalam banyak konstitusi nasional melainkan juga sejumlah perjanjian internasional tentang hak asasi. Yang pertama dan barangkali yang paling berarti adalah Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (European Convention on Human Rights). Konvensi yang dicetuskan di Dewan Eropa (European Council) pada 1950 ini menjadi sistem yang paling berhasil yang dibentuk demi penegakan hak asasi manusia. Konvensi ini menyebutkan hak-hak yang kurang lebih serupa dengan yang terdapat di dalam dua puluh satu pasal pertama Deklarasi Universal. Konvensi tersebut tidak memuat hak ekonomi dan hak sosial; hak-hak ini dialihkan ke dalam Perjanjian Sosial Eropa (European Social Covenant), dokumen yang mengikat para penandatangannya untuk mengangkat soal penyediaan berbagai tunjangan ekonomi dan sosial sebagai tujuan penting pemerintah. Sejumlah kalangan mengusulkan agar suatu pernyataan hak asasi internasional di PBB hendaknya tidak berhenti menjadi sekadar suatu deklarasi melainkan juga tampil sebagai norma-norma yang didukung oleh prosedur penegakan yang mampu mengerahkan tekanan intemasional terhadap negara-negara yang melanggar hak asasi manusia secara besar-besaran. Rencana yang muncul di PBB adalah meneruskan Deklarasi Universal dengan perjanjian-perjanjian yang senada. Naskah Perjanjian Internasional (International Covenants) diajukan ke Majelis Umum guna mendapatkan persetujuan pada tahun 1953. 

Untuk menampung usulan mereka yang meyakini bahwa hak ekonomi dan hak sosial bukan merupakan hak asasi manusia yang sejati atau bahwa hak-hak tersebut tidak dapat diterapkan dalam cara yang sama dengan penerapan hak-hak sipil dan politik, dua perjanjian dirancang, yaitu Perjanjian Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights) serta Perjanjian Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights). Negara-negara ini umumnya bersedia mengikuti upaya berani untuk menegakkan hak asasi manusia, namun mereka memodifikasikannya guna mewakili kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri: mengakhiri kolonialisme, mengutuk eksploitasi negara-negara Barat terhadap negara-negara sedang berkembang, serta menghancurkan apartheid dan diskriminasi rasial di Afrika Selatan. Perjanjian yang lahir pada tahun 1966 itu menyatakan kebutuhan-kebutuhan tersebut: keduanya berisi paragraf-paragraf yang serupa yang menegaskan hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan untuk mengontrol sumber-sumber alam mereka sendiri. Hak asasi manusia yang ada saat ini bersifat lebih egalitarian, kurang individualistis, dan memiliki fokus intemasional. Egaliterianisme Egaliterianisme dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia saat ini terlihat jelas, pertama, dalam tekanannya pada perlindungan dari diskriminasi, maupun pada kesamaan di hadapan hukum. Meski manifesto-manifesto hak asasi manusia yang lahir pada abad kedelapan belas terkadang juga mencanangkan kesederajatan di depan hukum, perlindungan dari diskriminasi merupakan perkembangan yang baru muncul pada abad kesembilan belas dan kedua puluh. 

Kemenangan atas perbudakan datang pada abad kesembilan belas, namun perjuangan melawan sikap-sikap dan praktekpraktek yang bersifat rasis merupakan perjuangan sentral yang lahir pada abad kita. Tuntutan akan persamaan bagi perempuan di seluruh bidang kehidupan juga baru saja ditempatkan di dalam agenda hak asasi manusia. Kedua, egalitarianisme yang terdapat dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia kontemporer dapat dilihat dalam pencantuman hak kesejahteraan. Konsepsikonsepsi hak politik terdahulu biasanya memandang fungsi hak politik adalah untuk menjaga agar pemerintah tidak mengganggu rakyat. Penyalah gunaan kekuasaan politik dinilai sebagai soal pelanggaran pemerintah untuk melakukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan, dan bukan merupakan soal kegagalan pemerintah untuk melakukan sesuatu yang seharusnya mereka lakukan. Kewajiban-kewajiban yang lahir dari hak-hak ini sebagian besar adalah kewajiban negatif (negative duties) - - yaitu kewajiban-kewajiban untuk menahan diri, atau kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu. Kewajiban positif (positive duties) sebagian besar ditemukan dalam kewajiban pemerintah untuk melindungi hak-hak rakyat dari gangguan internal dan eksternal. Hak atas perlindungan hukum (hak atas sidang pengadilan yang adil, kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang, kebebasan dari penganiayaan dan dari hukuman kejam) dipandang sebagai penangkal bagi penyalah gunaan sistem hukum. Penyalahgunaan-penyalahgunaan sistem hukum ini mencakup manipulasi sistem hukum untuk menguntungkan sekutu serta merugikan musuh penguasa, memenjarakan lawan politik, dan memerintah lewat teror. 

Hak atas privasi (kehidupan pribadi) dan otonomi (kebebasan dari intervensi terhadap rumah tangga dan korespondensi, kebebasan bergerak, kebebasan memilih tempat tinggal dan lapangan pekerjaan, serta kebebasan berkumpul atau berserikat) dilihat sebagai penangkal bagi intervensi terhadap wilayah pribadi, yang meliputi upaya pemerintah untuk mengawasi bidang kehidupan yang paling pribadi dan untuk mengontrol orang dengan membatasi di mana mereka boleh tinggal, bekerja, dan bepergian. Hak atas partisipasi politik (hak atas kebebasan berekspresi, atas pengajuan petisi kepada pemerintah, atas pemberian suara, dan atas pencalonan diri untuk jabatan pemerintahan) dinilai sebagai penangkal bagi penyalahgunaan yang berupa upaya untuk menafikan keluhan, menekan perbedaan pendapat dan oposisi, melumpuhkan pembentukan golongan pemilih yang terdidik, serta memanipulasi sistem pemilihan umum guna mempertahankan kekuasaan. Pencegahan berbagai penyalahgunaan ini terutama mengharuskan pemerintah untuk membiarkan rakyatnya bergerak leluasa. Namun lebih dari itu, pemenuhan hak-hak ini mengharuskan adanya pemberian keuntungan positif seperti sidang pengadilan yang adil, pemilihan umum yang bebas, dan perlindungan dari pelanggaran yang dilakukan oleh polisi dan pegawai pemerintah lainnya. 

Tetapi sebagaimana yang sering ditunjukkan oleh Marx dan kaum sosialis lainnya, sekalipun pemerintah dibatasi agar tidak melakukan penyalahgunaan yang baru didaftar tersebut, namun problem sosial dan ekonomi seperti perbudakan, kemiskinan, kebodohan, penyakit, diskriminasi, dan eksploitasi ekonomi tidak bakal bergeming karenanya. Jadi sejak tampilnya Marx, gerakan bagi perubahan sosial mulai menaruh kepedulian besar terhadap masalah-masalah sosial dan ekonomi ini, 27 maupun terhadap pelanggaran hak-hak politik. Hasilnya adalah upaya untuk memperluas lingkup kosakata hak dengan memasukkan problem-problem tersebut ke dalam agenda hak asasi manusia. Sarana untuk menyalurkan pelayanan-pelayanan yang dituntut oleh hak-hak ini adalah negara kesejahteraan modern, suatu sistem politik yang menggunakan kewenangan perpajakannya atau kontrol ekonominya untuk mengumpulkan sumbersumber yang dibutuhkan guna memasok pelayanan-pelayanan kesejahteraan yang esensial bagi seluruh penduduk yang memerlukannya. Kalangan Marxis dan sosialis tidak sendirian dalam upaya pengembangan hak-hak kesejahteraan: "empat kebebasan" dari Roosevelt, misalnya, juga mencakup kebebasan dari hidup berkekurangan. Rupanya terkandung tiga keyakinan dalam perkembangan tersebut, di mana problem-problem sosial dan ekonomi mulai dilihat sebagai problem-problem yang harus dipecahkan pemerintah dan karenanya, jika tetap tak terpecahkan juga, dipandang sebagai pelanggaran hak-hak politik. Salah satu dari keyakinan ini adalah bahwa kemiskinan; eksploitasi, dan diskriminasi merupakan ancaman bagi kesejahteraan dan martabat manusia, yang sama seriusnya dengan pelanggaran secara sengaja terhadap hak-hak politik tradisional. 

Keyakinan kedua adalah bahwa penderitaan manusia dan ketimpangan yang parah bukan merupakan hal yang tak terhindarkan, melainkan merupakan hasil yang lahir dari kondisi sosial, politik dan ekonomi yang dapat diubah sehingga dapat dikenai kontrol moral atau politik. Salah satu dasar bagi pandangan optimis ini adalah tingginya tingkat kemakmuran yang dapat dicapai di Eropa, Amerika Utara, Jepang dan Australia serta kemunculan sistem yang secara politis efektif untuk memberlakukan hak-hak kesejahteraan di negara-negara ini. Keyakinan terakhir adalah bahwa sistem politik, ekonomi, dan sosial benarbenar tidak dapat dipisahkan -- atau bahwa kekuasaan pemerintah sering diperalat untuk menciptakandan mempertahankan institusi-institusi ekonomi dan sosial yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Andaikata pemerintah ikut mendukung suatu sistem ekonomi yang memberikan kekayaan berlimpah bagi segelintir orang dan sebaliknya membiarkan sejumlah besar orang berada dalam kesengsaraan, dan andaikata sistem semacam itu sebenarnya bukannya tak terhindarkan dan sebaliknya 28 dapat digantikan oleh sistem yang jauh lebih mendukung bagi kesejahteraan dan martabat setiap orang, masuk akal tampaknya bila pemerintah dapat dituduh atas keterlibatannya dalam kejahatan-kejahatan yang lahir dari sistem yang ada. 

Karena keyakinan-keyakinan ini sudah mulai meluas, pemerintah dibebani tugas untuk menyediakan perbaikan-perbaikan lewat pemanfaatan sumberdaya dan kewenangan redistributifnya. Reduksi Individualisme Manifesto-manifesto hak yang mutakhir telah melunakkan individualisme dalam teori-teori klasik mengenai hak-hak kodrati. Dokumen-dokumen baru memandang manusia sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat, bukan sebagai individu yang terisolasi yang musti mengajukan alasan-alasan terlebih dulu agar dapat memasuki masyarakat sipil. Deklarasi Universal, misalnya, menyatakan bahwa "Keluarga merupakan unit kelompok masyarakat yang alami dan mendasar, dan berhak atas perlindungan dari masyarakat maupun Negara." Dalam Perjanjian Internasional, hak-hak kelompok telah dimasukkan di dalam kerangka hak asasi manusia dengan memberikan tempat terhormat bagi hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan untuk mengontrol sumber-sumber alam mereka. Selanjutnya, hak asasi manusia tidak lagi erat dikaitkan dengan teori kontrak sosial, meski John Bawls telah mencoba untuk membangun kembali kaitan ini. Di dalam dokumen-dokumen mutakhir hak asasi manusia hanya terdapat sedikit acuan pada dasar-dasar filosofis. Meski 29 hak kodrati pada abad kedelapan belas juga sudah dilihat sebagai hak bagi semua orang, hak-hak ini lebih sering berlaku sebagai kriteria untuk membenarkan pemberontakan melawan pemerintah yang ada, ketimbang sebagai standar-standar yang bila dilanggar oleh pemerintah akan dapat membenarkan adanya pemeriksaan dan penerapan tekanan diplomatik serta tekanan ekonomi oleh organisasi-organisasi internasional. Kendati negara tetap berkehendak mempertahankan kedaulatannya dan ingin mencegah kalangan luar agar tidak melakukan campur tangan ke dalam urusanurusan mereka, prinsip bahwa pemeriksaan internasional dan sanksi nonmiliter dapat dibenarkan dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berskala besar, kini memiliki kedudukan yang mantap. Saat ini sistem paling efektif bagi penegakan internasional terhadap hak asasi manusia ditemukan di Eropa Barat, yakni di dalam Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (European Convention on Human Rights). 

Konvensi ini memberikan sebuah pernyataan hak asasi manusia, Komisi Hak Asasi (Human Rights Commission) untuk memeriksa keluhan-keluhan, dan Mahkamah Hak Asasi Manusia (Human Rights Court) untuk menangani persoalan-persoalan interpretasi. Setiap negara yang meratifikasi Konvensi Eropa harus mengakui kewenangan Komisi Hak Asasi Manusia untuk menerima, memeriksa, dan menengahi keluhan-keluhan dari negaranegara anggota lainnya tentang pelanggaran hak asasi manusia. Pertanggungjawaban terhadap keluhan-keluhan yang diajukan oleh individu bersifat pilihan, sebagaimana prosedur untuk merujukkan seluruh persoalan yang tidak dapat dipecahkan oleh komisi itu kepada Mahkamah Hak Asasi Manusia. Komisi Hak Asasi Manusia, yang menerima beratus-ratus keluhan setiap tahun mempelajari apakah keluhan itu dapat diterima, serta memeriksa dan menengahi keluhan yang memang dapat diterima. Negosiasi yang didasari oleh semangat persahabatan dengan pihak-pihak yang terlibat merupakan prosedur standar, namun bila ini gagal, suatu perkara dapat diajukan ke Mahkamah Hak Asasi Manusia atau ke Komite Menteri (Committee of Ministers) di Dewan Eropa. Komisi dan Mahkamah hak asasi manusia itu saat ini sudah menangani banyak kasus serta telah menyusun kerangka prosedur dan peraturan yang cukup banyak. Secara umum mereka telah maju dengan sangat hati-hati, namun kehati-hatian ini telah dihargai lewat kepercayaan negara-negara anggotanya terhadap integritas sistem ini dan oleh 30 kesediaan terus-menerus dari badan-badan tersebut untuk menerima pembatasan kedaulatan yang disyaratkan oleh sistem ini. Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), yang dibentuk di PBB, juga menyediakan prosedur -- meski lebih lemah ketimbang prosedur dalam Konvensi Eropa -- bagi perlindungan internasional terhadap hak asasi manusia. 

Perjanjian ini menciptakan Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Committee) untuk mengawasi kepatuhan, sebuah Komite dengan tiga fungsi pokok. Fungsi pertama adalah untuk mengkaji laporan-laporan dari negara-negara yang tunduk pada Perjanjian itu yang disyaratkan guna menyampaikan "langkah-langkah yang telah mereka ambil yang memberikan pengaruh pada hak-hak yang diakui disini dan mengenai kemajuan-kemajuan yang dibuat dalam pemenuhan hak-hak ini". Fungsi kedua adalah untuk menerima, mempertimbangkan, dan menengahi keluhan dari suatu anggota bahwa anggota lainnya melanggar ketentuan-ketentuan Perjanjian tersebut. Suatu negara berkedudukan rawan di hadapan tuntutan-tuntutan semacam itu hanya jika ia menerima kewenangan komite itu untuk menerima keluhan. Hanya enam belas dari delapan puluh negara yang sudah meratifikasi perjanjian itu yang bersedia bertanggung jawab terhadap keluhan-keluhan yang diajukan ke Komite. Fungsi ketiga Komite ini adalah untuk menerima, mempertimbangkan dan menengahi keluhan-keluhan dari individu-individu yang berdiam di negara yang melanggar kewajiban-kewajibannya. Protokol yang bersifat pilihan yang menunjukkan kesediaan Komite Hak Asasi Manusia untuk menerima keluhan-keluhan individual semacam itu telah mendapatkan tanda tangan yang cukup untuk dapat diberlakukan. Masih harus dilihat seberapa efektif Komite ini menegakkan norma-norma Perjanjian tersebut, namun jelas bahwa hanya sedikit, jikalau memang ada, sanksi berat yang ditetapkannya. Sistem perlindungan hak asasi manusia serupa itu adadi dalam OAS (Organization of American States / Organisasi Negara-Negara Amerika). Komisi Inter-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (Inter-American Commission on Human Rights) didirikan pada 1959 dan menjadi organ resmi OAS pada tahun 1970. 

Komisi ini memainkan peran penting dalam usaha untuk menyelidiki serta membeberkan pelanggaran hak di Amerika Latin sepanjang dekade tujuh puluhan. Pada 1969 31 Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia (American Convention on Human Rights) disahkan lewat sebuah konferensi khusus yang disponsori OAS. Konvensi Amerika memperoleh ratifikasi yang cukupuntuk mulai diberlakukan pada tahun 1978. Konvensi ini melahirkan dua institusi, Komisi InterAmerika untuk Hak Asasi Manusia dan Mahkamah Inter-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (Inter-American Court of Human Rights). Komisi ini merupakan pengganti bagi komisi yang pernah dibentuk pada 1959 dan komisi ini berpijak pada piagam OAS maupun pada konvensi tersebut. Ini menggabungkan peranan pendahulunya dengan fungsi-fungsi yang diberikan konvensi itu. Mahkamah tersebut menyelenggarakan pertemuan pertamanya pada 1979 dan sejak itu sudah mengeluarkan sejumlah pendapat yang bersifat Saran. Pada Maret 1986 Mahkamah ini menerima kasus litigasi pertamanya. Mahkamah ini terdiri dari tujuh hakim, yang dipilih oleh negara-negara yang telah meratifikasi konvensi itu. Meski sistem Inter-Amerika mirip dengan sistem Eropa dalam banyak hal, konteks sosial dan politik bagi pengoperasiannya sama sekali berbeda. Apalagi, problem hak asasi manusia yang dihadapinya jauh lebih berat. Berdasarkan alasan-alasan- ini, evolusinya bakal menarik untuk disimak. 

Di Afrika, OAU (Organization of African Unity / Organisasi Persatuan Afrika) baru-baru ini mengesahkan Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Rakyat (African Charter on Human and Peoples' Rights). Namun, Di Timur Tengah dan di Asia, institusi-institusi regional yang dibentuk bagi pengembangan hak asasi manusia belum muncul sama sekali. Pembangunan HAM Dalam perkembangan penegakan hokum sepanjang masa pemerintahan Indonesia orde lama dan khususnya orde baru banyak kasus hokum menunjukan gejala kian dalamnya pengaruh kekuasaan terhadap lembaga peradilan dan aparat penegak hukum. Masyarakat hampir setiap saat mempersoalkan mental dan etika aparat penegak hukum dengan terjadinya perlakuan tidak manusiawi (Pelanggaran HAM). Banyak keputusan peradilan bertentangan dengan perasaan keadilan masyarakat, seperti kasus kerusuhan 27 Juli 1996, kasus santet Banyuwangi, penembakan mahasiswa di Universitas Trisakti, Semanggi berdarah, Ambon, 32 Ketapang, Sambas, kasus kekayaan mantan Presiden Soeharto, dan lain-lain sebagainya. Hak asasi manusia memang menjadi pendorong yang penting untuk selalu merenungkan, apakah hukum yang dijalankan ini cukup memperhatikan martabat dan keselamatan manusia secara substansial. Hal ini sesuai dengan pandangan UNDP tentang keamanan manusia meliputi keamanan ekonomi, kemanan lingkungan, keamanan kesehatan, keamanan individu , keamanan pangan, keamanan politik serta keamanan kebudayaan. Dlam cakupan konsep keamanan yang sedemikian komperhensif, hak asasi manusia tidak saja mendapat tempat yang aman dan terhormat. Penegakkannya secara penuh harus dipandang sebagai bagian dari faktorfaktor yang turut memperkuat keamanan nasional. Negara yang bekerja dengan konsep keamanan ini dengan sendirinya menegakkan keamanan sendiri. Pandangan UNDP tentang keamanan ekonomi, yaitu kemakmuran sebagai landasa penegakkan HAM dan kemanan manusia. 

Dinegara yang pelaksanaan HAM yang kurang menggembirakan, rakyat selalu berada di bawah garis kemiskinan yang sulit menikmati hidup, apalagi menikmati hak asasinya. Dengan membengkakkan jumlah rakyat Indonesia yang merosot ke bawah garis kemiskinan sebagai akibat krisis moneter, maka semakin besar jumlah rakyat yang rentan terhadap pelanggaran HAM. Penegakkan hak asasi manusia, khususnya untuk menyatakan apa yang dianggap benar, seharusnya menjamin bahwa kemakmuran yang diperoleh oleh suatu negara secara nyata di mana rakyat kecil dapat menikmatinya. Bagaimanakah usaha merealisasikan perjuangan menegakkan HAM untuk meningkatkan kemakmuran rakyat secara merata? Apabila kita memperhatikan peranan kampus sebagaimana diuraikan di atas jelas peranan kampus memiliki peranan yang sangat besar. Kampus melalui kajian ilmiah, mimbar akademik yang bebas, budaya akademik, dan berpikir rasioanal objektif dengan menggunakan metodologi ilmiah dalam kerangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, akan mempunyai peluang yang sangat besar unutk berperan serta sebagai kekuatan moral untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

No comments:

Post a Comment