Pengertian Filsafat dan Landasan Filosofis Pendidikan

Pengertian Filsafat dan Landasan Filosofis Pendidikan
Dalam kegiatan belajar ini Anda akan mengkaji dua pokok bahasan, yaitu mengenai filsafat dan landasan filosofis pendidikan. Kajian pada pokok bahasan pertama meliputi definisi filsafat, karakteristik filsafat, sistematika filsafat dan aliran-aliran filsafat. Sedangkan kajian pada pokok bahasan kedua meliputi definisi landasan filosofis pendidikan, karakteristik landasan filosofis pendidikan, struktur landasan filosofis pendidikan dan aliran-aliran dalam landasan filosofis pendidikan. Dengan demikian setelah mempelajari kegiatan belajar ini Anda akan dapat memahami pengertian filsafat dan landasan filosofis pendidikan. Pemahaman ini akan sangat membantu Anda untuk memahami permasalahan pokok yang akan dikaji dalam kegiatan belajar selanjutnya, yakni mengenai konsep filsafat pendidikan menurut berbagai aliran filsafat. 

1. Pengertian dan Karakteristik Filsafat Definisi Filsafat secara Etimologis. 
Istilah filsafat (Inggris: philosophy; Arab: falsafah) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu philein atau philos yang berarti cinta atau sahabat, dan sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Kedua kata tersebut membentuk istilah philosophia. Dengan demikian, berdasarkan asal usul katanya, philosophia (filsafat) berarti cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan. Karena istilah philosophia dalam bahasa Indonesia identik dengan istilah filsafat, maka untuk orangnya, yaitu orang yang mencintai kebijaksanaan disebut filsuf. 

Istilah philosophia atau filsafat telah digunakan sejak dulu dalam tradisi Yunani Kuno. Sekitar abad keenam sebelum masehi, Pythagoras (580-500 SM) telah menggunakannya. Berkenaan dengan pengertian istilah philosophia Phythagoras pernah menyatakan bahwa dirinya bukanlah orang yang bijaksana, melainkan seseorang filsuf atau seseorang yang mencintai kebijaksanaan (Dagobert D. Runes, 1981). Demikian pula Socrates (470- 399 SM), sebagaimana tercatat dalam salah satu tulisan Plato yang berjudul Phaedrus, Socrates dengan kerendahan hati menyatakan tentang filsuf sebagai berikut: “Tak akan kusebut arif bijaksana mereka itu (maksudnya: filsuf), karena sebutan demikian itu hanya berlaku bagi Tuhan; lebih suka aku menamakan mereka (para filsuf) sahabat-sahabat kebijaksanaan; begitulah gelar yang bersahaja bagi mereka” (Fuad Hassan, 1986). 

Cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan dalam istilah filsafat mengandung arti cinta kepada pengetahuan yang benar; cinta kepada perbuatan yang benar, baik, dan adil, selain itu bahkan cinta kepada keindahan. Adapun perasaan cinta tersebut diwujudkan para filsuf antara lain dalam perbuatan sebagai berikut: 
  1. Berpikir secara mendalam untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat tentang segala sesuatu. Misalnya, para filsuf dengan cara berpikir tertentu berupaya untuk memperoleh pengetahuan tentang hakikat alam semesta, hakikat manusia, hakikat keadilan, hakikat pendidikan, dsb. Melalui berpikir dengan menggunakan metode tertentu para filsuf berharap untuk mendapatkan kebenaran mengenai segala sesuatu. 
  2. Mengamalkan kebenaran. Maksudnya bahwa para filsuf pada umumnya selalu berupaya berbuat dengan bertitik tolak kepada kebenaran yang telah diperolehnya dan diyakininya benar. 
  3. Mengajarkan kebenaran sebagai hasil berpikirnya kepada orang lain dengan harapan agar orang lain mengetahui dan mengamalkannya juga. 
  4. Berjuang mempertahankan kebenaran tersebut dengan penuh pengorbanan. 
Kebenaran yang diajarkan dan diamalkan oleh para filsuf kadangkala berbeda dengan kebenaran yang diamalkan dan diajarkan oleh pihak lain seperti oleh penguasa, masyarakat, dsb. Sehubungan dengan ini para filsuf tak jarang ditentang, difitnah, bahkan ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh penguasa pada zamannya. Namun demikian karena cintanya kepada kebijaksanaan para filsuf yang bersangkutan tetap tabah menjalani semua hal di atas. Dalam sejarah kebudayaan umat manusia telah tercatat bahwa para filsuf memang telah menunjukkan cinta mereka kepada kebijaksanaan. Hal ini antara lain telah ditunjukkan oleh Pythagoras dan Socrates. Definisi Filsafat secara Operasional. Sebagaimana telah Anda pahami melalui uraian di muka, salah satu perbuatan filsuf dalam mewujudkan cintanya kepada kebijaksanaan adalah berpikir atau berfilsafat untuk memperoleh kebenaran. Dalam rangka memahami dan mendefinisikan apa yang disebut dengan filsafat, diantara para ahli banyak yang melihatnya dalam konteks ini. 

Di satu pihak ada diantara para ahli yang mendefinisikan filsafat dari segi proses berpikirnya, dan ada pula diantara mereka yang mendefinisikan filsafat dari segi hasilnya (hasil berpikir para filsuf). Namun demikian sesungguhnya antara keduanya itu (filsafat sebagai proses dan filsafat sebagai hasil) tak dapat dipisahkan dalam rangka membangun pengertian filsafat. Ditinjau dari segi proses berpikirnya, filsafat dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif untuk menghasilkan sistem pikiran atau sistem teori tentang hakikat segala sesuatu secara komprehensif. Sejalan dengan ini Titus dkk. (1979) mengemukakan bahwa: Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalah metode atau cara berpikir reflektif dan penyelidikan melalui menalar). Sebagai suatu hasil berpikir, filsafat adalah sekelompok teori atau sistem pikiran. Titus dkk., (1979) merumuskannya dalam kalimat: “Phylosophy is a group of theories or systems of thougt”. 

Hasil berfilsafat yang telah dilakukan oleh para filsuf tiada lain adalah sistem teori atau sistem pikiran mengenai segala sesuatu. Sistem teori atau sistem pikiran ini tentunya sudah ada atau sudah tergelar di dalam kebudayaan umat manusia. Kita dapat menemukannya dalam bentuk tulisan atau buku, puisi, dsb., sebagaimana telah dihasilkan oleh para filsuf besar seperti: Socrates, Plato, Aristoteles, Rene Descartes, Iqbal, Alghazali, John Dewey, John Locke, dsb. Dengan redaksi lain, filsafat sebagai hasil berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu sistem teori atau sistem pikiran tentang hakikat segala sesuatu yang bersifat komprehensif, yang diperoleh melalui berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif. Definisi Filsafat Secara Leksikal. Ditinjau secara leksikal, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa filsafat berarti sikap hidup atau pandangan hidup (Balai Pustaka, 2005). Kita sering atau mungkin pernah mendengar pernyataan berikut ini: “filsafat hidup saya adalah ….”, atau “Pancasila adalah filsafat hidup bangsa Indonesia”. Istilah filsafat dalam pernyataan-pernyataan tadi memiliki arti sebagai sikap hidup atau pandangan hidup. 

Dalam pengertian di atas, setiap orang baik secara individual maupun secara kelompok tentu memiliki filsafatnya masing-masing. Adapun filsafat tersebut akan tercermin di dalam pernyataan-pernyataan atau perbuatan-perbuatannya. Contoh: Orang yang apabila bepergian ke luar rumah selalu membawa senjata tajam untuk membela diri, mencerminkan sebagian kecil dari keseluruhan pandangan hidupnya. Orang tersebut memiliki pandangan bahwa alam di luar dirinya berbahaya dan memusuhinya, sebab itu hendaknya selalu waspada untuk mempertahankan diri atau untuk membela diri. Sebagai sikap hidup atau pandangan hidup, filsafat tentunya bukan slogan-slogan yang tidak diyakini kebenarannya dan tidak dijadikan dasar tindakan atau perbuatan dalam hidup sehari-hari. Sebaliknya, bahwa sikap hidup dan pandangan hidup itu sudah diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar tindakan dalam hidup sehari-hari. 

Filsafat sebagai sikap hidup dan pandangan hidup dapat dimiliki seseorang secara alamiah melalui pengalaman hidup bersama di dalam masyarakatnya. Sikap hidup atau pandangan hidup itu dimiliki melalui pengalaman yang relatif tidak disadari secara rasional dan diperoleh tidak dengan cara-cara berfilsafat. Sebaliknya, filsafat sebagai sikap hidup atau pandangan hidup itu dapat pula dimiliki seseorang melalui cara-cara belajar yang disadari misalnya melalui belajar tentang filsafat. Dengan mempelajari filsafat, seseorang atau suatu kelompok masyarakat atau bangsa akan dapat membangun sikap hidup atau pandangan hidupnya. Selain itu, filsafat sebagai sikap hidup atau pandangan hidup bahkan dapat pula dimiliki seseorang melalui berfilsafat sebagaimana telah dilakukan oleh para filsuf. Karakteristik Filsafat. Dapat didentifikasi enam hal berkenaan dengan karakteristik filsafat, yaitu objek yang dipelajari filsafat (objek studi), proses berfilsafat (proses studi), tujuan berfilsafat, hasil berfilsafat (hasil studi), penyajian dan sifat kebenarannya. Objek studi filsafat adalah segala sesuatu , meliputi segala sesuatu yang telah tergelar dengan sendirinya (ciptaan Tuhan) maupun segala sesuatu sebagai hasil kreasi manusia. Namun demikian dari segala sesuatu tersebut hanya yang bersifat mendasarlah yang dipelajari atau dipertanyakan dan dipikirkan oleh para filsuf. Pendek kata objek studi filsafat bersifat komprehensif mendasar. 

Proses studi atau proses berfilsafat dimulai dengan ketakjuban, ketidak puasan, hasrat bertanya, dan keraguan seseorang filsuf terhadap sesuatu yang dialaminya. Sehubungan dengan itu dalam berfilsafat para filsuf tidak berpikir dengan bertolak kepada suatu asumsi yang telah ada, sebaliknya mereka menguji asumsi yang telah ada. Selain itu, berpikir filosofis atau berfilsafat bersifat kontemplatif, artinya berfikir untuk mengungkap hakikat dari sesuatu yang difikirkan, atau berfikir spekulatif yakni berfikir melampauai fakta yang ada untuk mengungkap apa yang ada di balik yang nampak, atau disebut pula berfikir radikal, yaitu berfikir sampai kepada akar dari sesuatu yang dipertanyakan hingga terungkap hakikat dari apa yang dipertanyakan tersebut. Adapun dalam rangka mengungkap hakikat sesuatu yang dipertanyakannya itu para filsuf berfikir secara sinoptik, yaitu berfikir dengan pola yang bersifat merangkum keseluruhan tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipertanyakan, pola berfikir ini merupakan kebalikan dari pola berfikir analitik. Perlu dipahami pula bahwa dalam berfikirnya itu para filsuf melibatkan seluruh pengalaman insaninya sehingga bersifat subjektif. 

Tujuan para filsuf berpikir sedemikian rupa mengenai apa yang dipertanyakannya tiada lain adalah untuk memperoleh kebenaran. Adapun hasil berfilsafat adalah berwujud system teori, system pikiran atau system konsep yang bersifat normative atau preskriptif dan individualitistik-unik. Hasil berfilsafat bersifat normatif atau preskriptif artinya bahwa system gagasan filsafat menunjukkan tentang apa yang dicita-citakan atau apa yang seharusnya. Sedangkan individualistik-unik artinya bahwa system gagasan filsafat yang dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda dengan system gagasan filsafat yang dikemukakan filsuf lainnya. 

Ini mungkin terjadi antara lain karena sifat subjektif dari proses berfikirnya yang melibatkan pengalaman insani masing-masing filsuf. Sebab itu, maka kebenaran filsafat bersifat subjektif-paralelistik, maksudnya bahwa suatu system gagasan filsafat adalah benar bagi filsuf yang bersangkutan atau bagi para penganutnya; antara system gagasan filsafat yang satu dengan system gagasan filsafat yang lainnya tidak dapat saling menjatuhkan mengenai kebenarannya. Dengan kata lain, bahwa masing-masing aliran filsafat memiliki kebenaran yang berlaku dalam relnya masingmasing. Adapun hasil berfilsafat tersebut disajikan para filsuf secara tematik sistematis dalam bentuk naratif (uraian lisan/tertulis) atau profetik (dialog/tanya jawab lisan/ tertulis). Sistematika/Cabang-cabang Filsafat. 

Berdasarkan objek yang dipelajarinya filsafat dapat diklasifikasi ke dalam: 
1) Filsafat Umum atau Filsafat Murni, dan 
2) Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan (Redja Mudyahardjo, 1995). 

Cabang Filsafat Umum terdiri atas: a. Metafisika yang meliputi: 
(1) Metafisika Umum atau Ontologi, dan 
(2) Metafisika Khusus yang meliputi cabang: 
(a) Kosmologi, 
(b) Teologi, dan 
(c) Antropologi. 
b. Epistemologi.
c. Logika. 
d. Aksiologi yang meliputi cabang: 
(1) Etika dan 
(2) Estetika. 

Adapun cabang Filsafat Khusus antara lain: 
(1) Filsafat Hukum, 
(2) Filsafat Ilmu, 
(3) Filsafat Pendidikan, dsb. 

Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyeluruh (komprehensif). Ontologi adalah cabang filsafat (metafisika umum) yang mempelajari atau membahas tentang hakikat ada-nya segala sesuatu yang ada secara komprehensif. Contoh tentang apa yang dibahas atau dipermasalahkan di dalam Ontologi antara lain: apakah hakikat yang ada (realitas) itu bersifat material atau ideal? Apakah hakikat yang ada itu bersifat tunggal, dua, atau plural? Apakah yang ada itu menetap atau berubah? Dsb. 

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut tentunya tidak satu, melainkan berbeda-beda. Kosmologi adalah cabang filsafat (bagian metafisika khusus) yang mempelajari atau membahas tentang hakikat alam termasuk segala isinya, kecuali manusia. Teologi adalah cabang filsafat (bagian dari metafisika khusus) yang mempelajari atau membahas tentang keberadaan Tuhan. Dalam teologi permasalahan tentang keberadaan Tuhan ini dibahas secara rasional terlepas dari kepercayaan agama. Misalnya: pengakuan akan adanya Tuhan itu bukan atas dasar keimanan, melainkan atas argumentasi rasional. Contohnya “Argumen Kosmologi” yang menyatakan bahwa: segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab. Adanya alam semesta - termasuk manusia - adalah sebagai akibat. 

Di alam semesta terdapat rangkaian sebab-akibat, namun tentunya mesti ada Sebab Pertama yang tidak disebabkan oleh yang lainnya. Sebaliknya, Sebab Pertama adalah sumber bagi sebab-sebab yang lainnya, tidak berada sebagai materi, melainkan sebagai “Pribadi” atau “Khalik”, yaitu Tuhan Antropologi adalah cabang filsafat (bagian metafisika khusus) yang mempelajari atau membahas tentang hakikat manusia. Persoalan yang dibahas dalam antropologi antara lain: siapakah manusia itu, ciptaan Tuhan atau muncul dari alam sebagai hasil evolusi? Apakah yang hakiki pada manusia itu badannya atau jiwanya? Bagaimanakah hubungan antar badan dan jiwa? Bagaimanakah hubungan manusia dengan tuhannya, dengan alam, dengan sesamanya, dsb. Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat pengetahuan. Persoalan yang dibahas dalam epistemology antara lain mengenai sumber-sumber pengetahuan, cara-cara memperoleh pengetahuan, kriteria kebenaran pengetahuan, dsb. 

Logika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang asas-asas, aturan-aturan, prosedur dan kriteria penalaran (berpikir) yang benar. Logika antara lain membahas tentang bagaimana cara berpikir yang tertib agar kesimpulan-kesimpulannya benar. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat nilai. Aksiologi terdiri dari Etika adalah cabang filsafat (bagian aksiologi) yang mempelajari atau membahas tentang hakikat baik jahatnya perbuatan manusia; dan Estetika adalah cabang filsafat (bagian aksiologi) yang mempelajari atau membahas tentang hakikat seni (art) dan keindahan ( beauty). Aliran Filsafat. 

Sebagaimana dapat dipahami dari uraian dimuka, bahwa karakteristik berpikir para filsuf yang bersifat kontemplatif dan subjektif telah menghasilkan system gagasan yang bersifat individualistik-unik. Namun demikian, dalam peta perkembangan system pikiran filsafat para ahli filsafat menemukan kesamaan dan konsistensi pikiran dalam bentuk beberapa aliran pikiran dari para filsuf tertentu. Dengan demikian, maka dikenal adanya berbagai aliran filsafat seperti Idealisme, Realisme, Pragmatisme, dsb. 

2. Pengertian dan Karakteristik Landasan Filosofis Pendidikan. 
Definisi Landasan Filosofis Pendidikan. Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Struktur Landasan Filosofis Pendidikan. Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem gagasan tentang pendidikan yang dideduksi atau dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat umum (Metafisika, Epistemologi, Aksiologi) yang dianjurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Hal ini dapat dipahami sebagaimana disajikan oleh Callahan and Clark (1983) dalam karyanya “Foundations of Education”, dan sebagaimana disajikan Edward J. Power (1982) dalam karyanya Philosophy of Education, Studies in Philosophies, Schooling and Educational Policies.

Berdasarkan kedua sumber di atas dapat Anda pahami bahwa terdapat hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum terhadap gagasangagasan pendidikan. Hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum terhadap gagasan pendidikan tersebut dapat divisualisasikan seperti berikut ini:

BAGAN IMPLIKASI KONSEP FILSAFAT UMUM TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN

 Karakteristik Landasan Filosofis Pendidikan. Landasan filosofis pendidikan berisi tentang gagasan-gagasan atau konsep-konsep yang bersifat normatif atau preskriptif. Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat normatif atau preskriptif, sebab landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya (faktual), melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan (ideal), yang disarankan oleh filsuf tertentu untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan/atau studi pendidikan.

No comments:

Post a Comment