Pengertian Loyalitas Konsumen Menurut Ahli

Pengertian Loyalitas Konsumen
Loyalitas konsumen secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing pelanggan mempunyai dasar loyalitas yang berbeda, hal ini tergantung dari obyektivitas mereka masing-masing. 

Lovelock (1991) menjelaskan bahwa: 
tingkat kesetiaan dari para konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada beberapa faktor: besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu, kuantitas atau pelayanan dari jenis barang atau jasa pengganti, adanya risiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnya yang pernah dipakai. 

Loyalitas bukan tentang persentase dari konsumen yang sebelumnya membeli dari anda, tetapi tentang pembelian ulang. Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembeliannya yang pertama.  

Golongan Loyalitas Konsumen 
Menurut Kotler (1997): 
Loyalitas konsumen berdasarkan pola pembeliannya dapat dibagi menjadi empat golongan: 
  1. Golongan fanatik Adalah konsumen yang selalu membeli satu merek sepanjang waktu, sehingga pola membelinya adalah X, X, X, X, yaitu setia pada merek X tanpa syarat 
  2. Golongan agak setia Adalah konsumen yang setia pada dua atau tiga merek. Di mana kesetiaan yang terpecah antara dua pola (X dan Y) dapat dituliskan dengan pola membeli X, X, Y, Y, X, Y. 
  3. Golongan berpindah kesetiaan Adalah golongan konsumen yang bergeser dari satu merek ke merek lain, maka bila konsumen pada awalnya setia pada merek X tetapi kemudian pada saat berikutnya berpindah ke merek Y. Pola membelinya dapat dituliskan X, X, X, Y, Y. 
  4. Golongan selalu berpindah-pindah Adalah kelompok konsumen yang sama sekali tidak setia pada merek apapun, maka pola membelinya dapat dituliskan X, Y, Z, S, Z 
Sementara menurut Oliver (1997) dalam Solomon (200) menyatakan bahwa mengetahui motivasi konsumen dalam melakukan pembelian merupakan bagian yang penting dalam memahami loyalitas dan perilaku berpindah ke merek lain dari konsumen. Loyalitas terhadap merek mempunyai tiga komponen, yaitu: komitmen, preferensi dan pembelian yang berulang. 

Menurut Oliver (1997) dalam Solomon (2000) ada 4 (empat) tingkatan loyalitas, yaitu: 
  1. Cognitively loyalty, dimana konsumen mengetahui semua informasi baik langsung maupun tidak langsung mengenai segala hal yang menyangkut merek dan keuntungan yang akan didapat.
  2. Affective loyalty, dimana konsumen berencana akan mengulangi membeli suatu produk atau jasa yang sama. 
  3. Conative loyalty, dimana konsumen memiliki keinginan yang kuat dan memiliki keterlibatan yang tinggi sebagai motivasi untuk membeli kembali produk atau jasa yang sama.
  4. Action loyalty, dimana pada tahap ini loyalitas dapat bertahan dengan tidak hanya melalui motivasi yang kuat tetapi juga karena adanya keinginan untuk terus melakukan segala hal yang mungkin untuk terus membeli produk dengan merek yang dipercayai. 
Konsumen yang loyal dapat pula dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelompok konsumen yang loyal (Coyles dan Gokey dalam RIT, 2002) yaitu: 
  1. Emotive loyalist merupakan konsumen yang paling loyal. Mereka merasa bahwa alternatif yang mereka pilih saat ini adalah merupakan pilihan terbaik dan mereka jarang menilai kembali apa yang sudah mereka beli. Pada konsumen ini sering kali menghabiskan banyak uang dibanding konsumen yang selalu menilai setiap apa yang mereka belanjakan
  2. Inertial loyalist adalah konsumen yang tidak terikat dengan satu produk atau pengalaman hambatan biaya untuk berpindah ke merek lain dan hal ini mendorong kepada pembelian ulang atas kepuasan yang diperoleh. 
  3. Deliverative loyalist selalu menjaga tingkat pengeluaran mereka untuk suatu produk karena mereka mengangap hal tersebut adalah hal yang superior. Mereka memilih suatu merek melalui proses yang rasional seperti selalu mereview harga dan penampilan dari beberapa pilihan. 

Ada banyak cara untuk menggambarkan tipe perilaku konsumen yang loyal dan nonloyal, dan salah satunya adalah dengan customer repatronising behavior (Uncles dalam Egan, 2001) yaitu: 
  1. Switching behavior, dimana pembelian terlihat sebagai suatu keputusan apakah konsumen tersebut ingin tetap loyal ataupun ingin berpindah ke merek lain. 
  2. Promiscuous behavior, dimana pelanggan dilihat berdasarkan pembuatan `stream of purchases' tetapi masih dalam kontek pengambilan keputusan apakah pelanggan tetap loyal pada suatu merek atau berpindah kepada alternatif merek lainnya 
  3. Polygamous behavior, pelanggan membuat suatu `stream of purchases' tetapi loyalitas yang mereka miliki terbagi pada beberapa kategori produk. Mereka dapat menjadi lebih loyal ataupun tidak loyal terhadap suatu merek dibanding merek lain. 
Membangun dan menjaga loyalitas pelanggan telah menjadi topik yang penting dalam teori dan praktek dalam marketing untuk mengembangkan keuntungan kompetitif yang dapat bertahan. Keuntungan yang diperoleh dari suatu merek yang memiliki loyalitas pelanggan yang kuat termasuk kemampuan untuk menjaga harga yang tetap premium, bargaining power yang besar dengan adanya saluran distribusi, mampu mengurangi biaya penjualan, adanya hambatan yang cukup besar bagi pesaing yang potensial untuk masuk kedalam industri yang sama dan dapat melakukan perluasan merek (Reichfeld, 1996 dalam Gommans et. al., 2001). Adanya loyalitas pelanggan akan suatu produk/jasa, dapat memberikan perlindungan bagi perusahaan dari persaingan dan memberikan lebih banyak kontrol dalam membuat rencana program-program pemasaran yang akan dijalankan oleh perusahaan tersebut. 

Loyalitas merupakan suatu konsep yang penting dalam marketing karena loyalitas merupakan salah satu faktor untuk dapat menentukan pangsa pasar (market share) dari suatu perusahaan. Pangsa pasar itu sendiri merupakan suatu aset dari suatu perusahaan, sejak perusahaan tersebut masuk ke dalam suatu pasar, perusahaan tersebut akan menghadapi suatu hambatan atau entry barrier, karena perusahaan tersebut belum memiliki market share (Faria, 2003). 

Membangun loyalitas memerlukan banyak usaha yang terus menerus. Biasanya media iklan untuk membangun awareness konsumen terhadap merek digunakan untuk membangun suatu citra merek dengan harapan bila citra merek yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa kuat, maka akan mampu membangun loyalitas pelanggan (Wells et al., 2003 dalam Schoenbachler et al., 2004). Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer), yaitu seorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk/jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. 

Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen (Musanto, 2004). Banyak dari konsumen merupakan multi-brand buyers dan hanya sepersepuluh dari konsumen yang merupakan konsumen yang benar-benar loyal. Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumen yang terus meningkat melebihi kemampuan yang dapat ditawarkan oleh satu produk suatu perusahaan, sehingga konsumen seringkali melakukan `mix dan match' pada produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan mereka (Egan, 2001). Pada umumnya, loyalitas adalah sesuatu yang menyebabkan konsumen dapat memilih suatu merek, jasa, toko, produk dan kegiatan-kegiatan tertentu. 

Loyalitas lebih kepada suatu fitur yang dimiliki oleh seseorang, dan bukan hanya kepada sesuatu yang berhubungan dengan suatu merek (Uncles, 2002). Loyalitas merupakan salah satu cara konsumen untuk mengekspresikan kepuasan mereka akan performance dari produk atau jasa yang mereka terima (Bloemer dan Kasper, 1995 dalam Ballester, 2001). Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulangulang tersebut (Olson, 1993 dalam Musanto, 2004). 

Konsumen yang loyal adalah konsumen yang memiliki perilaku yang mendukung suatu perusahaan, memiliki komitmen untuk membeli kembali produk atau jasa perusahaan tersebut dan merekomendasikan produk atau jasa tersebut ke pihak lainnya sehingga dapat dikatakan merupakan alat marketing yang luar biasa bagi perusahaan. Mereka dapat menyediakan rekomendasi dan menyebarkan wordof-mouth yang positif tentang perusahaan, dapat meningkatkan penjualan dengan membeli produk-produk lainnya dari perusahaan tersebut dan akan lebih sering membeli produk tersebut serta hanya membutuhkan biaya yang lebih kecil untuk memuaskan mereka karena mereka telah mengenal produk tersebut dan membutuhkan lebih sedikit informasi mengenai produk tersebut (Bowen dan Chen, 2001). 

Penerimaan akan suatu merek (Assael, 1998 dalam Isbrecht et al, tanpa tahun). Ada pula yang menyatakan bahwa loyalitas adalah suatu perilaku membeli kembali (behaviour loyalty) suatu merek atau sekumpulan merek yang bersifat non random yang melalui suatu proses pengevaluasian (menial loyalty) (Costabile, tanpa tahun). Loyalitas juga merupakan suatu kondisi dari adanya keterikatan yang kuat untuk membeli kembali atau menggunakan kembali suatu produk atau merek. Keterikatan ini cukup kuat untuk mengatasi pengaruh situasional dan kompetitif yang mungkin akan mendorong terbentuknya "variety seekers" ataupun "switching behaviour". (Oliver, 1997 dan 1999 dalam Costabile, tanpa tahun). 

Loyalitas dapat pula berarti preferensi konsumen untuk membeli suatu merek tertentu dari suatu kategori produk. Hal tersebut terjadi karena konsumen merasa bahwa suatu merek mampu menawarkan fitur produk, citra produk atau tingkat kualitas produk yang sesuai dengan harganya. Pada dasarnya, pertama kali konsumen akan melakukan percobaan pembelian terhadap suatu produk, setelah mereka mencoba produk tersebut dan merasa puas, mereka akan menjadikan hal tersebut suatu kebiasaan dan akan terus membeli produk yang sama karena mereka merasa produk tersebut lebih aman dan dikenal (Giddens, 2002). 

Loyalitas juga dapat didefinisikan sebagai emosi yang positif, evaluatif dan atau respon dari kecenderungan perilaku terhadap suatu merek, label atau alternatif yang dapat dipilih oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai seorang pengguna, pengambil keputusan ataupun sebagai purchasing agent (Sheth, 1974). Loyalitas dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan emosi yang terdiri dari tiga dimensi. Dimensi pertama adalah kecenderungan emosi yang terhadap suatu merek. 

Hal ini mengacu pada segi afektif (suka-tidak suka), perasaan takut, hormat ataupun perasaan kecewa terhadap suatu merek dibanding merek-merek lain yang ada di pasar. Kecenderungan emosi ini didapatkan oleh konsumen melalui pengalaman terdahulu terhadap suatu merek ataupun berasal dari informasiinformasi yang didapat dari orang lain. Dimensi kedua dari loyalitas adalah kecenderungan mengevaluasi terhadap suatu merek. Kecenderungan ini meliputi evaluasi yang bersifat positif berdasarkan kriteria-kriteria yang dianggap relevan untuk menggambarkan kegunaan suatu merek bagi konsumen. Kecenderungan ini pun diperoleh o1eh konsumen melalui pengalaman terdahulu dan dari informasiinformasi yang didapat mengenai merek tersebut. 

Dimensi yang ketiga adalah kecenderungan perilaku konsumen terhadap suatu merek. Hal tersebut meliputi respon yang diberikan konsumen terhadap suatu merek melalui procurement, purchase dan consumption activities. Dimensi perilaku ini juga mencakup aktivitas fisik yang dilakukan oleh konsumen ketiga berbelanja, mulai dari melakukan pencarian suatu merek tertentu, memilih merek tersebut, membayarnya hingga menggunakan atau mengkonsumsi produk dengan merek tersebut. Kecenderungan perilaku ini diperoleh konsumen melalui pengalaman membeli dan mengkonsumsi suatu merek tertentu dan juga dapat berasal dari kecenderungan yang umum terjadi pada beberapa merek lainnya (Sheth, 1974). 

Loyalitas tidak hanya berarti adanya keinginan seseorang untuk membeli kembali suatu merek yang sama di kemudian hari, tetapi juga seseorang tersebut memiliki suatu komitmen secara psikologis ataupun sikap terhadap merek tersebut. Dan konsumen yang loyal tidak hanya membeli merek tersebut tetapi juga menolak untuk berpindah ke merek lain walaupun merek lain menawarkan sesuatu yang lebih dibanding merek yang mereka gunakan (Wells et al., 2003 dalam Schoenbachler et al., 2004). 

Konsumen yang loyal adalah yang tidak sensitif terhadap harga, menyampaikan rekomendasi yang positif mengenai merek dan bersedia mengeluarkan lebih banyak uang untuk perusahaan penghasil merek tersebut (Dowling dan Uncles, 1997 dalam Schoenbachler et al., 2004). Penerimaan akan suatu merek (Assael, 1998 dalam Isbrecht et al, tanpa tahun). Ada pula yang menyatakan bahwa loyalitas adalah suatu perilaku membeli kembali (behaviour loyalty) suatu merek atau sekumpulan merek yang bersifat non-random yang melalui suatu proses pengevaluasian (menial loyalty) (Costabile, tanpa tahun). Loyalitas juga merupakan suatu kondisi dari adanya keterikatan yang kuat untuk membeli kembali atau menggunakan kembali suatu produk atau merek. Keterikatan ini cukup kuat untuk mengatasi pengaruh situasional dan kompetitif yang mungkin akan mendorong terbentuknya "variety seekers" ataupun "switching behaviour". (Oliver, 1997 dan 1999 dalam Costabile, tanpa tahun). 

Loyalitas dapat pula berarti preferensi konsumen untuk membeli suatu merek tertentu dari suatu kategori produk. Hal tersebut terjadi karena konsumen merasa bahwa suatu merek mampu menawarkan fitur produk, citra produk atau tingkat kualitas produk yang sesuai dengan harganya. Pada dasarnya, pertama kali konsumen akan melakukan percobaan pembelian terhadap suatu produk, setelah mereka mencoba produk tersebut dan merasa puas, mereka akan menjadikan hal tersebut suatu kebiasaan dan akan terus membeli produk yang sama karena mereka merasa produk tersebut lebih aman dan dikenal (Giddens, 2002). Loyalitas juga dapat didefinisikan sebagai emosi yang positif, evaluatif dan atau respon dari kecenderungan perilaku terhadap suatu merek, label atau alternatif yang dapat dipilih oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai seorang pengguna, pengambil keputusan ataupun sebagai purchasing agent (Sheth; 1974). 

Ukuran untuk loyalitas pelanggan bervariasi, salah satunya adalah melalui 4 komponen, yaitu kesediaan pelanggan untuk membeli/menggunakan kembali produk atau jasa yang sama di masa yang akan datang, kesediaan pelanggan untuk memberikan rekomendasi produk atau jasa yang mereka gunakan kepada orang lain, toleransi harga yang diterapkan untuk produk atau jasa tersebut dan kesediaan untuk melakukan adopsi silang yaitu membeli/menggunakan produk lainnya yang berasal dari merek atau perusahaan yang sama dengan produk yang telah mereka gunakan (Gronholdt et al. dalam Luh, tanpa tahun). Saat ini banyak perusahaan yang menggunakan alat-alat promosi seperti pemberian kupon, `rebates', diskon, bonus dan hadiah sebagai cara untuk membangun loyalitas pelanggannya. Dan alat promosi yang semakin banyak digunakan saat ini adalah program loyalitas, dimana pelanggan diberikan `reward' untuk loyalitas mereka terhadap toko, merek dan lainnya. 

Faktor-faktor yang Menentukan Loyalitas 
Seorang konsumen dapat menjadi pelanggan yang loyal karena adanya beberapa faktor-faktor yang menentukan loyalitas terhadap suatu produk atau jasa. Menurut Fredericks dan Salter dalam Egan (2001), ada lima faktor yang menentukan seorang konsumen loyal terhadap merek yang mereka gunakan, yaitu: nilai merek (brand value), karakteristik individu yang dimiliki oleh pelanggan, hambatan berpindah (switching barrier), kepuasan konsumen, dan lingkungan pasar. 

Konsumen menilai suatu merek relatif terhadap kompetitornya dalam 3 (tiga) hal, yaitu: citra yang ditampilkan oleh merek, kualitas dan harga. Faktor tersebut sangat penting karena akan menghitung nilai ekonomi yang dikorbankan oleh konsumen dalam mengakuisisi merek tertentu dibanding kualitas yang diterima, serta persepsi mereka terhadap citra merek itu dibanding merek lain. Karakteristik konsumen adalah karakter konsumen dalam menggunakan suatu merek. 

Hambatan berpindah (switching barrier) yaitu hambatan yang muncul ketika konsumen akan berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Dalam hal ini hambatan yang timbul tidak selalu berupa economic value tetapi juga bisa berkaitan dengan fungsi, psikologis, sosial bahkan ritual. Dan dalam hambatan ekonomis tidak selalu berkaitan dengan harga tetapi juga biaya lain yang harus dikeluarkan oleh konsumen ketika berganti merek. Sedangkan lingkungan pasar adalah ketika pelanggan melakukan kontak dengan merek yang mereka gunakan. Disinilah peran kepuasan pelanggan, dan dengan harapan semakin puas pelanggan, semakin tinggi pula mereka tidak pindah ke merek lain. Faktor kelima menyangkut sejauh mana kompetisi yang terjadi antar merek dalam satu kategori produk (Egan, 2001). 

Pelanggan yang loyal sering kali mencari tahu tentang produk dari perusahaan sejenis karena pelanggan selalu memiliki potensi untuk menjadi lebih puas dimanapun dan pada situasi apapun. Hal ini merupakan bukti dari suatu situasi dimana switching barriers rendah dan keuntungan dari membangun suatu hubungan yang erat dengan suplier dianggap bukan merupakan sesuatu hal yang penting oleh konsumen. Loyalitas pelanggan merupakan suatu variabel endogen yang disebabkan oleh kombinasi dari kepuasan sehingga loyalitas pelanggan merupakan fungsi dari kepuasan (Jones dan Sasser, 1994 dalam Engel Solomon, 2000). Bila hubungan antara kepuasan dengan loyalitas pelanggan adalah positif, maka kepuasan yang tinggi akan meningkatkan loyalitas pelanggan. 

Kepuasan pelanggan telah digunakan sebagai suatu alat ukur dari loyalitas karena diasumsikan bahwa kepuasan akan mempengaruhi intensitas pembelian dalam cara yang positif. Dalam pasar yang tingkat persaingannya cukup tinggi, perusahaan mulai bersaing untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya agar pelanggan memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan saling berhubungan, dimana dalam kondisi ini banyak perusahaan yang menawarkan produk/jasa yang sama sehingga konsumen mempunyai banyak pilihan produk/jasa pengganti dan switching cost yang sangat rendah, dengan demikian, produk/jasa menjadi tidak begitu berarti bagi konsumen. 

Hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dapat digambarkan sebagai garis lurus dan searah, yang artinya adalah bila suatu perusahaan meningkatkan kepuasan kepada pelanggan maka loyalitas pelanggan juga akan meningkat pula, begitu pun sebaliknya. Jadi dalam hal ini kepuasan pelanggan merupakan penyebab terjadinya loyalitas pelanggan sehingga kepuasan pelanggan sangat mempengaruhi loyalitas pelanggan (Jones dan Sasser, 1997 dalam Solomon, 2000). Untuk itu banyak perusahaan mengadopsi strategi untuk memperbaiki kepuasan pelanggan dengan memperkuat hubungan/ikatan antara pelanggan dengan perusahaan dan mencapai loyalitas pelanggan. 

Riset mengenai kepuasan pelanggan pun telah banyak dilakukan selama tiga dekade, dan hasil riset-riset tersebut menunjukkan adanya hubungan kausal antara kepuasan, yang merupakan hasil dari apa yang diharapkan oleh konsumen, dan kepercayaan yang mempengaruhi mereka dalam pengambilan keputusan untuk membeli produk/jasa yang sama dan loyalitas terhadap produk/jasa tersebut (Costabile, tanpa tahun).

Kepuasan pelanggan adalah suatu ukuran yang penting dari perasaan pelanggan (customer's feelings) dan perasaan tidak selalu dapat menggambarkan suatu perilaku. Seorang pelanggan dapat merasa sangat puas terhadap suatu produk atau jasa dan masih dapat memilih suatu produk atau jasa dari kompetitor dengan berbagai alasan seperti harga, citra perusahaan, ketersediaan barang dan switching cost. 

Untuk itu, kepuasan pelanggan dapat digambarkan sebagai hasil dari komparasi suatu proses antara perceived product performance dengan previously held expectations (Oliver, 1980 dalam Wangeheim, 2001). Penampilan suatu produk bila melebihi dari yang diharapkan oleh konsumen akan menghasilkan diskomfirmasi yang positif sedangkan penampilan suatu produk tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen akan menghasilkan diskonfirmasi yang negatif. Valensi dari diskonfirmasi tersebut memiliki dampak yang positif terhadap suatu kepuasan (Oliver, 1997 dalam Wangeheim, 2001). 

Tingkat ekspektasi dari konsumen sangat dipengaruhi oleh penghaaman terdahulu terhadap suatu produk atau jasa, karena pengalaman merupakan suatu bentuk informasi yang paling mudah tersimpan dalam ingatan konsumen (Oliver, 1997 dalarn Wingenheim, 2001). Kepuasan itu sendiri merupakan suatu proses psikologis dari hasil pengevaluasian perceived performance berdasarkan predetermined expectation (Seth dan Sisodia, 1999 dalam Egan, 2001). 

Konsumen akan merasa puas ketika 'nilai pengharapan' mereka akan suatu produk atau jasa tercapai, sehingga semakin besar gap negatif yang terbentuk antara tingkat harapan dan tercapainya harapan tersebut maka akan semakin besar tingkat ketidakpuasan yang dialami oleh konsumen (Hutcheson dan Moutinho, 1998 dalam Egan, 2001). Kepuasan pelanggan biasanya selalu diikuti dengan adanya suatu loyalitas. Hal ini dikarenakan pelanggan yang memiliki sikap yang relatif kuat dan juga lebih sering mcnggunakan suatu produk dari perusahaan tertentu akan terlihat sebagai konsumen yang loyal. 

Loyalitas adalah suatu hubungan antara pembelian berulang dan "relative attitude" (Dick dan Basu, 1994 dalam Wengenheim, 2001). Pelanggan yang dengan sikap yang lemah atau dapat dikatakan tidak puas akan menjadi `spuriously loyal' karena alasan mereka tetap menggunakan hanya karena mereka tidak memiliki pilihan lain dan tetap menjaga hubungan dengan produk tersebut. Sedangkan pelanggan yang `latent' loyalitasnya adalah pelanggan yang tidak hanya memiliki sikap yang positif suatu perusahaan tetapi juga dapat bertahan pada perusahaan tersebut dengan berbagai alasan dan tidak hanya pada faktor kepuasan semata.

Kepuasan pelanggan akan dapat meningkatkan loyalitas pelanggan, menurunkan elastisitas harga, mengisolasi market share dari pesaing, memiliki biaya transaksi yang rendah, mengurangi tingkat kesalahan dan biaya yang dikeluarkan untuk menarik konsumen baru serta memperbaiki citra perusahaan di dunia bisnis. Kepuasan pelanggan merupakan kunci untuk mengamankan loyalitas konsumen dan memperpanjang performance financial perusahaan untuk jangka panjang. Tetapi, kepuasan pelanggan yang tinggi sekalipun tidak dapat pula menjamin terjadinya positive financial result dan terjadinya repeat purchase.

Customer service yang memuskan akan menggiring perusahaan untuk mendapatkan kepuasaan pelanggan. Namun tingkat korelasi antara kepuasan pelanggan dengan repeat purchase sangat rendah sehingga kepuasan pelanggan tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu perusahaan harus memiliki strategi yang dapat menghasilkan lebih dari sekedar kepuasan pelanggan dan efisiensi. Perusahaan harus terus berusaha agar konsumen atau pelanggan mereka loyal terhadap perusahaan, karena perusahaan menginginkan agar konsumen atau pelanggan mereka memiliki loyalitas yang tinggi (Anwar, 2002). Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan (Kotler, 1997 dalam Solomon, 2000).

Harapan yang dimiliki oleh pelanggan yang melatar belakangi mengapa dua perusahaan yang menawarkan produk/jasa yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan mereka terima. Harapan mereka terbentuk oleh pengalaman pembelian/penggunaan terdahulu, komentar dari teman dan kenalannya serta janji yang diberikan oleh perusahaan penghasil produk/jasa tersebut. Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu akan berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki oleh pelanggan. Tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen tergantung pada seberapa baik performance suatu produk dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh konsumen.

Kepuasan tidak mudah untuk diukur karena kepuasan terhadap suatu produk atau jasa yang dirasakan oleh seorang konsumen akan berbeda dengan kepuasan yang dirasakan oleh konsumen lain, tingkatan kepuasan yang dapat terus berubah sering berjalannya waktu, kepuasan yang dapat berubah ketika kebutuhan dan preferensi dari konsumen juga berubah, dan kepuasaan melibatkan suatu dimensi sosial dimana pengalaman seseorang terhadap suatu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasaan yang akan orang lain rasakan. Produk/jasa yang berkualitas memiliki peranan penting dalam membentuk kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong, 1996 dalam Solomon, 2000).

Semakin berkualitas produk/jasa yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan akan semakin tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka dapat menimbulkan keuntungan bagi perusahaan tersebut, karena pelanggan yang puas akan terus melakukan pembelian/penggunaan produk/jasa yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dan pelanggan yang puas akan dapat menjadi lebih loyal kepada suatu merek sepanjang waktu dibanding pelanggan yang hanya membeli merek tersebut karena alasan lainnya seperti adanya keterbatasan waktu untuk memilih merek dan kurangnya informasi mengenai merek tersebut (Gommans et. al, 2001).

No comments:

Post a Comment