Pengertian Dan Faktor Perencanaan Stratejik Menurut Ahli

Perencanaan Stratejik
Perencanaan stratejik hadir sekitar pertengahan tahun 1960-an dan para pimpinan perusahaan mengakui bahwa perencanaan stratejik merupakan ”the one best way” untuk memutuskan dan mengimplementasikan strategi yang dapat meningkatkan kompetitif pada setiap unit bisnis.

Seperti yang diungkapkan oleh ahli penelitian Frederick Taylor, perencanaan stratejik merupakan cara yang melibatkan pemikiran melalui sebuah karya, penciptaan dari fungsi manajemen staf baru yaitu munculnya ahli perencanaan. Dimana sistem perencanaan ini merupakan strategi yang bagus sebagai suatu tahapan strategi yang akan diterapkan para pelaku bisnis, manajer perusahaan dan mengarahkan agar tidak membuat kekeliruan (Mintzberg,H.1994).

Menurut (Allison, Kaye,2005) definisi perencanaan stratejik adalah proses sistematik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan diantara stakeholder utama-tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap terhadap lingkungan operasi. 

Perencanaan stratejik khususnya digunakan untuk mempertajam fokus organisasi, agar semua sumber organisasi digunakan secara optimal untuk melayani misi organisasi itu. Artinya bahwa perencanaan stratejik menjadi pedoman sebuah organisasi harus tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dan sulit diramal. Perencanaan stratejik menekankan pentingnya membuat keputusan-keputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahan lingkungan. Fokus perencanaan stratejik adalah pada pengelolaan stratejik, artinya penerapan pemikiran stratejik pada tugas memimpin sebuah organisasi guna mencapai maksudnya. 

Pengertian lain dari perencanaan stratejik menurut (Shrader,Taylor dan Dalton,1984) adalah perencanaan jangka panjang yang tertulis dimana didalamnya terdiri dari kesepakatan misi dan tujuan perusahaan. Beberapa dimensi dari perencanaan stratejik telah dikemukakan (Frederickson,1986) menurut kategori yaitu : inisiasi proses, aturan tujuan, arti dan akhir dari hubungan, penjelasan dari pelaksanaan stratejik dan tingkat keputusan yang terintergrasi. 

Menurut Philips (2000) perencanaan stratejik yang efektif pengaruhnya pada kinerja keuangan pada contoh kasus pada hotel, ditunjukkan pada peranan perilaku manajer dalam pengambilan keputusan. Studi lanjutan dari Bracker et al (1988) menyatakan hubungan antara proses perencanaan dengan kinerja keuangan pada perusahaan kecil yang terseleksi menunjukkan hasil yang signifikan. 

Studi lain dari Robinson dan Pearce (1988) menganalisa pengaruh moderating dari perencanaan stratejik dalam kinerja strategi di 97 perusahaan manufaktur dengan 60 industri yang berbeda menghasilkan efek moderasi positif dan signifikan. 

Formulasi dari perencanaan stratejik dipengaruhi oleh budaya perusahaan dan perilaku manajer (Bailey,Johnson dan Daniels,2000; Haberberg dan Rieple,2001; Hart dan Banbury,1994; Lynch,2000; Miesling dan Wolfe,1985; Venkatraman,1989). Sehingga pengaruhnya dapat dilihat pada perubahan dan pengembangan suatu organisasi. 

Kaitan selanjutnya mengenai pengembangan perencanaan stratejik adalah pada penciptaan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini tercapai ketika kemampuan manajemen dan menggunakan kreasi dan mengimplentasikan strategi agar tahan pada keunggulan yang banyak terjadi peniruan, mampu menciptakan faktor hambatan dalam jangka waktu yang lama (Bharawaj, Varadarajan dan Fahy,1993; Grant,1995; Mahoney dan Pandian,1992; Rumelt,1984).

Berdasarkan penelitian para pakar secara umum, disimpulkan bahwa perencana mengalahkan non-perencana, pemikirannya adalah bahwa perusahaan yang memiliki rencana formal lebih unggul dibandingkan dengan rencana informal, karena proses penulisan rencana mengharuskan untuk menuangkan ideide dan tujuan-tujuan untuk dipikirkan secara matang (Hopkins and Hopkins,1997; Rue dan Ibrahim,1998; Shrader et al.1989). Pendapat ini juga didukung oleh Robinson dan pearce (1984) yang dikutip oleh Shrader et al. (1989) bahwa makin rumit proses perencanaan maka makin baik pula kinerja organisasi.

Proses perencanaan terdiri dari tiga komponen utama (Armstrong, 1982 dalam Shrader et al, 1989; Robinson and pearce,1984) yaitu : 
  1. Perumusan, yang meliputi pengembangan misi, penentuan tujuan utama, penilaian lingkungan eksternal dan internal dan evaluasi serta pemilihan alternatif; 
  2. Penerapan; dan 
  3. Pengendalian. 
Orpen (1985) menyatakan bahwa perencanaan menguntungkan perusahaanperusahaan kecil dengan mendorong mereka untuk mencari alternatif-alternatif  baru guna meningkatkan penjualan dan posisi kompetitif mereka. Menurut Bracker et al (1988) mengemukakan bahwa perencanaan yang matang menguntungkan perusahaan kecil dalam industri dinamis yang berkembang pesat. Berdasar hasil penelitian Rue dan Ibrahim (1998) dan Shrader et al (1989), menyatakan bahwa top manajer atau CEO dalam perusahaan kecil menengah mengindikasikan perencanaan perusahaan pada umumnya dikerjakan sendiri, yang artinya top manajer atau CEO sekaligus perencana. 

Perencanaan strategi pada berbagai keadaan usaha yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan baik besar atau kecil. Karena dengan manajemen strategi akan dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan tujuan perusahaan serta alternatif jalan yang akan ditempuh guna pencapaian tujuan tersebut (Nurwening,1997).

Perlu diingat bahwa proses perencanaan strategi ini adalah suatu pemikiran stratejik (strategic thinking) dari para pemilik usaha. Perencanaan strategi tidak harus bersifat formal namun pemikiran stratejik ini setidaknya mensistesiskan intuisi dan kreativitas wirausaha kedalam visi masa depan (Rambat,2002). 

Perencanaan strategi merupakan sebuah rencana tertulis jangka panjang, yang didalamnya menyatakan misi perusahaan dan pernyataan tujuan organisasi. Perencanaan strategi juga dianggap memberikan substansi dimana kinerja perusahaan dapat dikontrol dan diukur (Rue dan Ibrahim,1998; Shrader et al.1989). Ditambahkan pula menurut (Hopkins and Hopkins,1997) perencanaan strategi adalah sebagai proses penggunaan kriteria sistematis dan investigasi yang sangat teliti untuk merumuskan, menetapkan dan mengendalikan strategi serta mendokumentasikan harapan-harapan organisasi secara formal. 

Perencanaan strategik biasanya mencakup periode waktu satu sampai lima tahun (Matthews &Scott,1995; Rue & Ibrahim,1998; Robinson and pearce,1997; Shrader et al,1984). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan stratejik menjadi pedoman sebuah organisasi untuk tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dan sulit diramal. Perencanaan stratejik menekankan pentingnya membuat keputusan-keputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahan lingkungan. 

Sebagai upaya untuk meningkatkan keunggulan bersaing, perlu ditelaah lebih jauh mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sebuah perencanaan stratejik sehingga mampu menciptakan nilai keunggulan yang kompetitif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dihipotesiskan terdiri dari variabel faktor manajerial, faktor lingkungan dan kultur organisasi. 

Faktor Manajerial 
Kompetensi dalam perencanaan strategi dapat menentukan derajat dimana perusahaan menjadi terkait dengan perencanaan strategis. Proses perencanaan strategis bergantung pada sumber-sumber manajerial tertentu. Faktor personalitas manajerial yang berpengaruh pada perencanaan strategis dan keyakinan terhadap adanya hubungan antara perencanaan – kinerja ( Hopkins and Hopkins,1997). 

Henry (1980) dalam (Hopkins and Hopkins,1997) menduga bahwa keterlibatan manajemen dalam perencanaan strategi adalah karena pemahaman untuk menyakinkan bahwa proses perencanaan strategi dilaksanakan secara kompehensif, sangat sedikit atau tidak ada perhatian tergantung apakah manajemen memiliki keahlian untuk menjalankan proses.  

Eastlack & McDonald (1970) menemukan bahwa kinerja perusahaan akan lebih baik pada perusahaan yang melibatkan proses perencanaan strategi. Penemuan tersebut menunjukkan terdapat keyakinan pada para manajer bahwa perencanaan strategis dapat memberikan kemanfaatan terhadap perusahaan yang dipimpinnya ( Hopkins and Hopkins,1997). 

Keahlian dalam perencanaan strategi ini termasuk didalamnya adalah pengetahuan dan keahlian untuk penerapan perencanaan strategis. Pada penelitian yang terdahulu ditemukan bahwa kompetensi dalam perencanaan strategis dapat menentukan derajat perusahaan untuk menerapkan perencanaan strategis ( Higgins dan Vince,1993). 

Miller 1987 serta Hopkins and Hopkins (1997) mengembangkan dua variabel utama yaitu faktor personalitas manajerial yaitu keyakinan terhadap adanya hubungan perencanaan – kinerja dan keahlian perencanaan strategis. Penjelasan ini berfokus pada pimpinan perusahaan. Keahlian dalam perencanaan strategis adalah pengetahuan dan keahlian pimpinan perusahaan untuk menerapkan perencanaan strategis. Keyakinan akan hubungan perencanaan strategis dan kinerja didefinsikan sebagai seberapa besar keyakinan pimpinan perusahaan terhadap perencanaan strategis dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang berujung pada keunggulan bersaing. 

 Faktor Lingkungan 
Variabel selanjutnya dalam penelitian ini, sebuah perencanaan stratejik dapat dipengaruhi oleh variabel faktor lingkungan sebagai upaya untuk menganalisa, mengevaluasi, mengimplementasi strategi atas kekuatan eksternal dan internal dari sebuah organisasi. Faktor lingkungan sangat berperan terhadap kondisi usaha, karena faktor lingkungan ini sangat menentukan strategi yang akan dijalankan (Covin and Covin,1990; Miller and Friesen,1982). Mengikuti lini pemikiran ini , premis dasar dari studi yang dilakukan oleh Miller,1997 adalah strategi usaha secara meningkat telah ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. 

Akibatnya fokus dari penelitian tersebut adalah menguji keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan sebagai pengaruh perencanaan strategi dalam mencapai keunggulan bersaing yang maksimal. Pearce dan Robinson (1997) menyatakan bahwa perumusan strategi memedomani eksekutif dalam menetapkan kebijakan organisasi untuk mencapai tujuan akhir serta cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan akhir tersebut. Perumusan strategi yang efektif dan efisien adalah perumusan yang memadukan perspektif yang berorientasi kedepan dengan lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi. Lingkungan eksternal diketahui mempunyai peranan besar dalam mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial, proses dan struktur organisasi (Keats & Hitt,1988), maka lingkungan eksternal penting untuk selalu dipantau dan dianalisis. 

Pengamatan lingkungan merupakan suatu proses penting dalam  manajemen yang strategis, sebab pengamatan adalah mata rantai yang pertama dalam rantai tindakan dan persepsi yang memungkinkan suatu organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Hambrick, 1982 dalam Abdalla dan Sammy,1995) Snyder (1981) juga mengemukakan bhawa pengamatan lingkungan sebagai monitoring, evaluasi dan penyebaran informasi pada lingkungan eksternal merupakan kunci para manajer dalam organisasinya (Wheelen dan Hunger,1992 dalam Abdalla dan Sammy,1995) menyatakan bahwa sebelum CEO merumuskan strategi organisasi, mereka perlu meneliti lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi ancaman dan peluang organisasi. 

Melihat lebih jauh lingkungan operasi terdekat organisasi bagi industri dimana ia berkompetisi telah lama dianjurkan, para manajer harus merubah pandangan penelitian mereka terhadap lingkungan pada “daerah terdekat dimana organisasi bersaing dalam industri secara keseluruhan”. Porter (1980) mencatat bahwa isi dari formulasi strategi kompetitif adalah menguntungkan organisasi dengan lingkungannya dan aspek inti dari faktor lingkungan organisasi dalah industriindustri dimana organisasi itu bersaing. 

Dalam beberapa literatur dikenal beragam dimensi lingkungan, pada lingkungan eksternal dikonseptualisasikan sebagai konstuk yang bersifat multi dimensi (Tan & Lischert,1994; Van Egeren dan O’Connor,1998 dalam tesis Nomastuti Junita Dewi,2005) terdapat dimensi-dimensi lingkungan eksternal yang masuk dalam literatur-literatur manajemen strategi dan teori organisasi terdiri dari 3 dimensi yaitu : 
  • Dukungan lingkungan (environmental munifence) adalah  sejauh mana sumber daya yang diberikan lingkungan dapat mendukung pertumbuhan & stabilitas yang diperlukan oleh organisasi. 
  • Dinamika lingkungan (environmental dynamism) adalah tingkat perubahan yang tidak dapat diprediksi dan sulit direncanakan sebelumnya dalam elemen-elemen lingkungan, misal sektor pelanggan, pesaing, pemerintah dan teknologi. 
  • Kompleksitas lingkungan (environmental complexity) adalah heterogenitas dari rangkaian aktivitas-aktivitas lingkungan. 

Penilaian lingkungan dianggap sebagai aktivitas pendahuluan bagi formulasi tujuan-tujuan tertentu.Bagian dari aktifitas ini mempunyai landasan dari literatur normatif pada formulasi strategi. 

Kultur Organisasi 
Tingginya tingkat persaingan antar perusahaan membuat para pengambil keputusan perlu melakukan kajian yang mendalam tentang budaya perusahaan atas 4 (empat) elemen yang saling berkaitan yaitu faktor manajerial, faktor lingkungan, kultur organisasi, perencanaan stratejik dan keunggulan bersaing. Sebuah paper menyatakan bahwa sebuah kultur/budaya perusahaan dapat menjadi alat praktis manajemen dan mampu mendukung perubahan proses manajemen dalam memanaje perubahan strategi. Bagi sebagian orang berpendapat bahwa budaya perusahaan sama antara satu dengan yang lain, tapi perlu diketahui bahwa budaya perusahaan secara akademik dapat digunakan sebagai jembatan antara analisis level mikro dan makro. Penghubung antara perilaku organisasi pada level operasional dalam perusahaan dan manajemen stratejik. Bagi para praktisi, budaya merupakan pilihan seseorang dalam memahami dunia organisasi mereka dengan mempelajari pengalaman mereka 26 sehari-hari dalam organisasi dengan perubahan secara nyata dalam dunia bisnis (Wilkins,1993). 

Budaya perusahaan mencakup mengenai nilai, aturan, kepercayaan didalamnya yang membentuk perilaku, sikap yang menguntungkan (Schein,1992) sehingga budaya perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan karir seseorang dan komitmen organisasi. Karena ada persamaan mengenai tipologi dan dimensi dari budaya organisasi. Menurut (Chen,2004) budaya perusahaan memberikan efek signifikan terhadap tanggung jawab dan komitmen karyawan pada organisasi mereka. Sikap dan perilaku langsung dari pimpinan akan mempengaruhi tanggung jawab dan komitmen karyawan serta perilaku mereka dalam berinteraksi untuk menciptakan budaya perusahaan. 

Sebuah survey ditemukan mengenai hal yang mempengaruhi perilaku diindikasikan bahwa responden percaya bahwa budaya perusahaan merupakan faktor penting dalam kunci keberhasilan dalam kapabilitas ini (Anonymous,1998) memberikan pentingnya budaya perusahaan dan dampaknya pada perubahan organisasi. Merujuk pada (Modway et.al,1979) komitmen organisasi terdiri dari tiga faktor yaitu kepercayaan yang kuat dan penerimaan dalam tujuan dan nilai perusahaan, kemauan yang keras dalam memperhatikan hasil tidak setengahtengah pada perusahaan, keinginan yang kuat dalam mengatur keanggotaan dalam organisasi. 

Kepuasan kerja mempengaruhi dalam tugas khusus pada lingkungan dimana karyawan bekerja (Modway,Porter & Steers,1982), kepuasan dapat  dilihat secara instrinsik, ekstrinsik dan kepuasan total (Weiss,Dawis, England & Lofquist,1967). Harris dan Mossholder (1996) menggarisbawahi bahwa budaya perusahaan merupakan dasar dari seluruh faktor manajemen sumber daya manusia. Ini juga mempengaruhi perilaku yang merujuk pada hasil yaitu, komitmen, motivasi, moral dan kepuasan.

KINERJA PERUSAHAAN 
Berdasar pada hasil penelitian terdahulu yang menyatakan adanya hubungan antara perencanaan stratejik dengan kinerja perusahaan. Maka berikut ini akan diuraikan penjelasan mengenai variabel dari kinerja perusahaan seperti dibawah ini : Pengukuran kinerja merupakan sesuatu yang kompleks dan merupakan tantangan besar bagi para peneliti (Beal,2000) karena sebuah konstruk kinerja yang bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran kinerja dengan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif (Bhargava et al,1994). 

Sehingga pengukuran kinerja hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan pengukuran yang beragam (multiple measures) (Bhargava et al,1994; Venkatraman & Ramunajam,1986). Beal (2000) mengemukakan bahwa belum ada konsensus tentang ukuran kinerja yang paling layak dalam sebuah penelitian dan ukuran-ukuran obyektif kinerja yang selama ini dipakai dalam banyak penelitian masih banyak kekurangan. 

Misalnya ukuran ROI (Return On Investment) mempunyai kelemahan, karena terdapat berbagai macam metode pengukuran depresiasi, persediaan dan nilai fixed cost (Wright et al, 1995). Lebih jauh Sapienza et al (1988) mengemukakan bahwa ukuran kinerja organisasi berbasis akuntansi dan keuangan memiliki kekurangan selain disebabkan oleh bervariasinya metode akuntansi, juga disebabkan oleh adanya kecenderungan manipulasi angka dari pihak manajemen sehingga pengukuran menjadi tidak valid. 

Untuk menngantisipasi tidak tersedianya data-data kinerja obyektif dalam sebuah penelitian, maka dimungkinkan untuk menggunakan ukuran subyektif, yang mendasarkan pada persepsi manajer (Beal,2000). Zahra and Das (1993) membuktikan bahwa ukuran kinerja subyektif memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggi. Disamping itu penelitian Voss & Voss (2000) menunjukkan adanya korelasi yang erat antara ukuran kinerja subyektif dan ukuran kinerja obyektif. Berdasar uraian diatas, kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan pengukuran subyektif yang mendasarkan pada persepsi staf dan manajer perusahaan atas berbagai dimensi pengukuran kinerja perusahaan. 

Dimensi pengukuran kinerja yang lazim digunakan dalam berbagai penelitian adalah pertumbuhan (growth), kemampulabaan (profitability) dan efisiensi (Murphy, et.al, 1996). Barkham,et.al (19960 dalam Wicklund (1999) menegaskan bahwa pertumbuhan penjualan merupakan indikator kinerja yang sangat lazim dan telah menjadi konsensus sebagai ukuran dimensi pertumbuhan terbaik. Lebih lanjut, Wicklund (1999) menambahkan bahwa pertumbuhan, dipicu oleh naiknya atas permintaan produk yang ditawarkan perusahaan yang berarti naiknya penjualan. 29 Indikator pertumbuhan yang dipilih adalah pertumbuhan pangsa pasar (market share). 

Menurut Bhargava,et.al (1994) pertumbuhan pangsa pasar bisa digunakan untuk mengkur efektivitas pasar, disamping untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencapai skala efisiensi dan kekuatan pasar (market power). Dimensi kemampulabaan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan dikelola secara efektif. Indikator kemampulabaan yang digunakan mengadopsi penelitian dari Shrader,et.al (1989); Rue&Ibrahim (1998) yakni ROI (Return On Investment). ROI dihitung dari keuntungan netto sesudah pajak EAT (Earning After Tax) dibagi jumlah aktiva (Total Asset). 

KEUNGGULAN BERSAING 
Konsep keunggulan bersaing perusahaan banyak dikembangkan dari strategi generik yang dikemukakan oleh Porter (1985). Hal-hal yang dapat mengindikasikan variabel keunggulan bersaing adalah imitabilitas, durabilitas, dan kemudahan menyamai. Keunggulan bersaing adalah jantung kinerja perusahaan dalam pasar bersaing. Keunggulan perusahaan pada dasarnya tumbuh dari nilai atau manfaat yang dapat diciptakan perusahaan bagi para pembelinya. Bila kemudian perusahaan mampu menciptakan keunggulan melalui salah satu dari ketiga strategi generik tersebut, maka akan didapatkan keunggulan bersaing (Aaker,1989) 

Dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, keunggulan bersaing dipandang sebagai sesuatu yang dapat digunakan dalam atau sebagai strategi perusahaan. Keunggulan bersaing dapat dipahami dengan memandang perusahaan 30 sebagai keseluruhan, berasal dari banyak aktivitas yang berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan dan mendukung penjualan (Porter,1999). Sehingga keunggulan bersaing adalah suatu posisi yang masih dikerjakan organisasi sebagai upaya mengalahkan pesaing. Pendekatan resources based (RB) memandang aktivitas ekonomi atau bisnis dari sisi pemanfaatan sumber daya dan kapabilitasnya, bukan menurut pasar yang dilayani. 

Pemanfaatan sumber daya dan kapabilitas ini dalam rangka membangun daya saing yang diarahkan kepada usaha-usaha menangkap berbagai peluang mengatasi berbagai ancaman dalam persaingan, sehingga dari kondisi ini dibangun strategi untuk menghambat para pesaing berupa kesulitan untuk ditiru (barriers to imitation) (Syafar,2004:10). D’Aveni (1994) dalam (Syafar,2004:10) menyatakan keunggulan pada dasarnya dinamis, dan tidak bisa dipertahankan. Persaingan hari ini dan masa mendatang harus dipandang sebagai persaingan dengan dinamika tinggi bukan suatu yang statis sehingga kita perlu melalui hal tersebut dengan beberapa pemikiran strategi. Lado,Byod dan Wright (1992) dalam sebuah model atas keunggulan bersaing yang sustainable mengakui bahwa produktivitas manajerial dalam kinerja bisnis dengan pendekatan seleksi strategis akan menfokuskan perhatian pada variabel organisasi yang penting untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan bersaing. 

Barney (1991) mengemukakan bahwa keunggulan bersaing yang sustainable bersumber dari sumber daya yang bernilai, jarang, sulit ditiru dan subtitutability. 31 Kemampuan dan sumber daya dikatakan subtitutability dalam dua arti, pertama tidak dapat ditiru atau justru dapat menggantikan sumber daya sejenis yang dimiliki pesaing (Barney,1991). Dan aspek-aspek keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Barney (1991) sesuai dengan penelitian ini . Untuk mengetahui dan melihat bagaimana pengaruh antar variabel, dibawah ini akan diuraikan penjelasan pengaruh antar variabel sebagai berikut : 

PENGARUH FAKTOR MANAJERIAL TERHADAP PERENCANAAN STRATEJIK 
Kompetensi dalam perencanaan strategi dapat menentukan derajat dimana perusahaan menjadi terkait dalam proses perencanaan strategi tergantung dari tingkat keahlian manajernya dalam menyusun perencanaan strategis. Henry (1980) dalam Hopkins and Hopkins,1997 menduga bahwa keterlibatan manajemen dalam perencanaan strategi adalah karena pemahaman untuk menyakinkan bahwa prosesnya dilaksanakan secara komprehensif, sangat sedikit atau tidak ada perhatian tergantung apakah manajemen memiliki keahlian untuk menjalankan proses. Pendapat lain (Steiner,1979) menjelaskan bahwa kinerja keuangan yang unggul pada perusahaan-perusahaan yang tidak merupakan hasil langsung dari perencanaan strategi, tetapi merupakan hasil dari keseluruhan kemampuan manajerial dalam suatu perusahaan. Kemampuan disini meliputi pengetahuan dan keahlian untuk berhasil dalam melakukan perencanaan strategis. 

Steiner (1979) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan tidak benar-benar terlibat dalam proses perencanaan strategis karena para manajer mereka tidak tahu apa yang membuat proses tersebut berjalan. Pada penelitian ini didasarkan pada satu argumen, bahwa dalam suatu perusahaan dimana keahlian perencanaan strategis tinggi, para manajernya cenderung untuk menjalankan proses perencanaan strategi dengan intensitas yang cukup untuk mempengaruhi lini bawah. 

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa semakin yakin manajemen bahwa perencanaan strategis dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik, maka semakin besar kemungkinan perencanaan strategis diterapkan dengan intensitas yang lebih besar (Leontiades & Tezek,1980) Miller 1987 serta Hopkins and Hopkins (1997) mengembangkan dua variabel utama yaitu faktor personalitas manajerial yaitu keyakinan terhadap adanya hubungan perencanaan kinerja dan keahlian perencanaan strategis. Penjelasan ini berfokus pada pimpinan perusahaan. Keahlian dalam perencanaan strategis adalah pengetahuan dan keahlian pimpinan perusahaan untuk menerapkan perencanaan strategis. 

Keyakinan akan hubungan perencanaan strategis dan kinerja didefinsikan sebagai seberapa besar keyakinan pimpinan perusahaan terhadap perencanaan strategis dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang berujung pada keunggulan bersaing. Penjelasan teoritis mengenai variabel faktor manajerial diatas, ditarik kesimpulan bahwa variabel tersebut dilihat dari 3 indikator yaitu terdiri dari 33 keahlian manajerial, kepercayaan manajerial dan profesionalitas staff dapat dihipotesakan sebagai berikut : 

H1 : Faktor manajerial berpengaruh positif terhadap perencanaan stratejik 

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERENCANAAN STRATEJIK 
Kompleksitas lingkungan mengacu pada keanekaragaman dan konsentrasi elemen dalam suatu lingkungan eksternal perusahaan yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa perusahaan tersebut memperhatikan jumlah perbedaan dan distribusi elemen dalam lingkungan mereka ketika merumuskan strategi. Ansoft (1991) serta Moller & Friesen (1983) menyatakan bahwa hubungan antara perubahan lingkungan dengan perencanaan strategi sangatlah kuat, jumlah besar untuk mengantisipasi perubahan dan kondisi yang tidak menentu. Bird (1991) mengemukakan bahwa kompleksitas dan perubahan pada lingkungan suatu industri mungkin berpengaruh pada intensitas perencanaan strategis. Yang dimaksud oleh Bird adalah bahwa meningkatnya jumlah industri yang menggunakan sistem perencanaan strategis menunjukkan betapa lingkungan yang kompleks dan berubah cepat dapat memacu adanya perencanaan strategis yang lebih intensif. 

Kompleksitas dari tuntutan perubahan, dimana tekanan pada perusahaan sangatlah lemah, maka tidak akan ada intensif dalam proses perencanaan strategis (Steiner,1979) Alur penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketidakpastian lingkungan dan perubahan menampilkan kondisi yang demikian itu, dan keduanya menjadi menjadi determinan yang terkuat pada perencanaan strategi. Dari pemaparan diatas mengenai variabel faktor lingkungan yang terdiri dari indikator kompleksitas lingkungan, perubahan lingkungan dan dukungan lingkungan dapat ditarik hipotesa kedua yaitu : 

H2 : Faktor lingkungan berpengaruh positif terhadap perencanaan stratejik 

PENGARUH KULTUR ORGANISASI TERHADAP PERENCANAAN STRATEJIK 
Ketika membuat perubahan yang utama dalam strategi atau memasuki fase yang berbeda pada siklus hidup perusahaan akan berarah pada masalah apabila mereka tidak mengakumulasikan budaya perusahaan mereka (Deshpande & Parasuraman,1986). Bagaimana perusahaan mampu mengatasi masalah ini ? Untuk memastikan kesesuaian antara strategi dan budaya perusahaan, peneliti mencoba mengembangkan model kontingensi dalam perencanaan stratejik budaya. Budaya merupakan akar metafora dari studi organisasi yang diasumsikan sama sebagai hal yang penting. 

Definisi dari budaya perusahaan dideskripsikan sebagai bagian yang penting dalam organisasi merupakan integrasi stratejik dari konsep budaya kedalam respon aksi kepada perubahan lingkungan. Perencanaan stratejik merupakan proses manajemen yang mengembangkan dan mengelola agar dapat berjalan dan sesuai antara tujuan perusahaan, sumber daya dan peluang serta kesempatan dalam lingkungan eksternal dan internal sehingga diharapkan bahwa adanya perubahan dalam lingkungan dan kondisi ekonomi dapat diatasi dengan baik melalui pengintegrasian antara perencanaan stratejik dengan budaya perusahaan (Porter,1984). Pemaparan diatas mengenai variabel kultur organisasi yang terdiri dari indikator keterlibatan karyawan, konsistensi dan komitmen organisasi dapat ditarik hipotesa ketiga yaitu : 

H3 : Kultur Organisasi berpengaruh positif terhadap perencanaan stratejik 

PENGARUH PERENCANAAN STRATEJIK TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN 
Kinerja perusahaan menurut Ferdinand (2000) merupakan konstruk yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari strategi perusahaan. Namun demikian, masalah pengukuran kinerja menjadi permasalahan dan perdebatan klasik. Sebab kinerja bersifat multi dimensi dimana didalamnya termuat beragam tujuan dan tipe organisasi (Bhargava,et.al,1994; Lumpkin & Dess,1996). Oleh sebab itu kinerja dikonseptualisasikan dalam banyak cara dan metode dimana pengukurannya juga beragam (Bhargava,et.al,1994). 

Menurut pendapat Narver & Slater, 1997 menyarankan 3 kriteria pengukuran kinerja yaknik efektivitas, efisiensi dan adaptabilitas. Berdasar penelitian terdahulu yang menyatakan hubungan positif antara perencanaan dengan kinerja menyatakan terdapat dua aliran utama, yaitu (Aram and Cowen,1991 dalam Rue &Ibrahim,1998) yang menyatakan bahwa perencanaan meningkatkan keuntungan (profit) dan (2) menyatakan bahwa perencanaan yang baik merupakan kunci menuju sukses (Hillidge,1990; Branch,1991; Brokaw,1992; Knight,1993 yang dikutip oleh Rue dan Ibrahim,1998) Berdasarkan penelitian Rue dan Ibrahim (1998) dan Shrader et al (1989), menyatakan bahwa perusahaan kecil menengah yang secara formal memiliki perencanaan strategi menghasilkan kinerja diatas rata-rata dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki perencanaan strategi. 

Hasil dari penelitian yang dikemukakan oleh Shrader et al (1989) mengatakan bahwa perencanaan dengan kinerja berhubungan erat dan sesuai diterapkan pada industri-industri kecil. Namun studi ini juga memberi implikasi korelasi yang positif antara perencanaan stratejik dengan kinerja. Hal serupa juga dikemukakan oleh Miller (1994) yang mengaitkan hubungan antara perencanaan stratejik dengan kinerja, dan hasilnya yaitu antara perencanaan berhubungan positif dengan profitability ketika sumber dari data kinerja digunakan. Karena perencanaan diukur melalui referensi dan dokumen yang tertulis. Dari hasil pemaparan peneliti mengenai hubungan antara perencanaan stratejik dengan kinerja perusahaan dapat dirangkum dan dihipotesakan sebagai berikut : 

H4 : Perencanaan stratejik berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan 

PENGARUH KINERJA PERUSAHAAN TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING 
Tujuan dari strategi kompetitif adalah pencapaian keunggulan bersaing yang berkelanjutan dengan meningkatkan kinerja perusahaan. Keunggulan kompetitif dapat dicapai dari mengimplementasikan penciptaan strategi niali tidak secara simultan namun melalui kondisi pesaing yang potensial (Barney,McWilliam and Turk 1989;Barney,1991). Keunggulan yang berkelanjutan dicapai ketika keunggulan tersebut dapat bertahan dari erosi atau perilaku pesaing.(Porter,1985:pp.20) dengan kata lain keterampilan dan sumberdaya yang mendasari dari keunggulan kompetitif bisnis harus mampu bertahan dari duplikasi perusahaan lain (Barney,1991). 

Menurut Barney, terdapat 4 (empat) esensi persyaratan dari sumberdaya dan keterampilan agar dapat dikatakan sebagai sumberdaya dari keunggulan bersaing adalah : haruslah bernilai, jarang atau unik dari perusahaan lainnya, bentuknya untuk dapat dilakukan peniruan sangatlah sulit karena produk/jasa tersebut sempurna serta tidak mudah untuk dapat digantikan dengan sumberdaya yang lainnya (Barney 1991; Coyne,1985). Berkaitan antara pengaruh kinerja perusahaan terhadap keunggulan bersaing dapat tercapai ketika kemampuan manajemen dan menggunakan kreasi dan mengimplentasikan strategi agar tahan pada keunggulan yang banyak terjadi peniruan, mampu menciptakan faktor hambatan dalam jangka waktu yang lama (Bharawaj, Varadarajan dan Fahy,1993; Grant,1995; Mahoney dan Pandian,1992; Rumelt,1984). Penjelasan teoritis mengenai variabel keunggulan bersaing diatas, ditarik hipotesa sebagai berikut : 

H5: Kinerja Perusahaan berpengaruh positif dalam terciptanya keunggulan bersaing 

No comments:

Post a Comment