Pengertian Filsafat Pendidikan Islam Menurut Ahli

Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, philo yang berarti cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; sophia artinya kebijakan dalam arti pandai, pengertian yang mendalam, cinta pada kebijakan (Ahmad Tafsir, 2001: 9). 

Filsafat memang dimulai dari rasa ingin tahu. Keingintahuan manusia ini kemudian melahirkan pemikiran. Manusia memikirkan apa yang ingin diketahuinya. Pemikiran inilah yang kemudian disebut sebagai filsafat. Dengan berfilsafat manusia kemudian jadi pandai. Pandai artinya juga tahu atau mengetahui Dengan kepandaiannya manusia harusnya menjadi bijaksana. Bijaksana adalah tujuan dari mempelajari filsafat itu sendiri. Istilah filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras. 

Dia mengatakan bahwa manusia dapat dibagi menjadi tiga golongan . 
  1. Pertama, manusia yang mencintai kesenangan, 
  2. Kedua, manusia yang mencintai kegiatan, 
  3. Ketiga, manusia yang mencintai kebijaksanaan. 
Pengertian ketiga dari Pythagoras tentang manusia ini yang kemudian memberikan gambaran tentang pengertian filsafat yaitu kebijaksanaan. 

Filsafat memiliki berbagai jenis pengertian pokok antara lain : 
  1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas; 
  2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata; 
  3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumber, hakikat, keabsahan, dan nilainya (Loren Bagus, 2000:242). 

Filsafat merupakan kegiatan pikiran. Pikiran manusia ini menerawang dan menelaah segala yang ada di alam semesta. Penelaahan ini melahirkan pengertian tentang realitas itu, tentang segala itu. Upaya mengetahui segala itu dilakukan secara sistematis, artinya menggunakan hukum berpikir.Pikiran filosofis ini mencari hakikat segala sesuatu itu sampai ke pengertian yang paling dasar, paling dalam. 

Menurut Rassel (2004:xiii), filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sain. Filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang secara definitif belum jelas pengertiannya.Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah dunia ini terbagi menjadi dua: jiwa dan materi, apakah jiwa dan materi itu?, apakah alam semesta ini mempunyai maksud terrtentu? Apakah alam semesta ini sedang bergerak ke suatu tujuan? dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan-pertanyaan filsafat.

Dalam hal ini, pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawan filsafat hampir sama dengan pertanyaan atau jawaban yang ada dalam teologi atau agama. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia. Sedangkan hubungannya dengan sain terlihat ketika filsafat mempertanyakan alam ini, maka jawaban filosofis muncul. Jawabam filosofis ini kemudian diselidiki, dipertanyakan lagi maka semakin mendetil jawaban itu. Maka muncullah ilmu yang merupakan jawaban detil atau jawaban yang lebih praktis.

Sedangkan menurut Harun Nasution (1987:3) , filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata, yaitu: philein, artinya cinta dan sophos, artinya hikmat (wisdom). Jadi, filsafat adalah cinta kebijakan (hikmah) atau kebebasan. Senada dengan Harun Nasution, Tobrani (2008:2-3) mengemukan pendapat bahwa filsafat berarti cinta kebenaran (al-haq) dan kebijaksanaan (al hikmah). Penggunaan istilah “cinta” bukan istilah lain misalnya penemu, pemilik dan penjaga, menggambarkan sikap rendah hati para filosof akan keterbatasannya dalam usaha menggapai kebenaran dan kebijaksanaan. Walaupun telah berpikir secara istematis, radikal dan universal, ia tetap belum bisa menemukan, menjangkau, memiliki, menguasai kebenaran dan kebijaksanaan dengan sesungguhnya. Ia hanya mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan secara relatif dan temporal. Sedangkan yang hakiki tetap tidak terjangkau. Ia milik yang Maha Mutlak, Maha Adil, Maha Bijaksana yaitu Allah Swt. Manyadari akan keterbatasannya itu maka filosof hanya berharap, kagum, dan cinta yang sedalam-dalamnya kepada kebenaran dan kebijaksanaan yang hakiki itu. Perilaku inilah yang merupakan kebijaksanaan (wisdom, hikmah).

Filsafat melahirkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah sikap terhadap dunia bahwa dirinya dan dunia ini adalah ciptaan Yang Maha Kuasa. Kesadaran ini membawa filosof naik ke wilayah kesadaran yang lebih tinggi, tidak hanya kesadaran material atau kesadaran semu. Dengan dimilikinya kebijaksanaan ini, para filosof menjadi orang-orang yang paling mengerti dan tahu akan hakikat hidup dan kehidupan. 

Filsafat juga disebut the mother of science, induk dari ilmu pengetahuan. Menurut Will Durant, filsafat ditamsilkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantri. Pasukan infantri tersebut adalah ilmu pengetahuan. Setelah itu ilmu lah yang merambah hutan, membelah gunung, menyelami lautan dan seterusnya. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafat pun pergi. Filsafat bagaikan azan dan ilmu bagaikan shalat (Tobroni, 2008:3). Filsafat juga disebut the supreme art, pengetahuan tertinggi, atau the art of life, pengetahuan tentang hidup. Ia bagaikan puncak gunung tertinggi sehingga dapat dengan jelas dan secara terpadu melihat realitas dibawahnya.

Menurut Handerson sebagaimana dikutip oleh Burhanudin Salam (2002:33) mengatakan bahwa filsafat dapat berarti sebagai pandangan hidup. Misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Di Jerman, dibedakan antara filsafat dengan pandangan hidup. Pandangan hidup adalah welt-anschauung.Filsafat diartikan suatu pandangan kritis sampai ke akar- akarnya mengenai segala sesuatu yang ada. 

Harald Titus, mengemukakan bahwa filsafat dalam arti sempit adalah science of science. Tugas utama filsafat adalah memberikan analitis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep sain, dan mengadakan sistematisasi sain. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat berusaha mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. 

Dari pendapat Titus di atas, filsafat adalah kegiatan manusia terutama aspek berpikirnya. Pemikiran manusia ini kemudian menjadi pengetahuan bagi manusia untuk menjalani hidup di dunia ini. Filsafat dengan demikian dapat menjadi pandangan hidup manusia. 

Selanjutnya, secara analitis operasional, pengertian filsafat dapat diuraikan sebagai berikut : 
  1. Filsafat sebagai metode berpikir. Sebagai metode berpikir, filsafat merupakan hasil dan perenungan terhadap permasalahan hidup manusia. Dengan berpikir manusia menemukan tingkat dan jenis berpikir, antara lain: berpikir religious, berpikir sosiologis, berpikir empiris, berpikir filosofis dan berpikir sinopsis; 
  2. Filsafat adalah berpikir mendalam atau berpikir radikal; 
  3. Filsafat sebagai sikap terhadap dunia dan hidup; 
  4. Filsafat sebagai suatu rumpun problema; 
  5. Filsafat adalah mempertanyakan permasalahan yang ada di dunia ini; 
  6. Filsafat sebagai sistem pemikiran. Sebagai sistem pemikiran filsafat terbagi ke dalam tiga aspek, yaitu; logika, etika dan metafisika; 
  7. Filsafat sebagai aliran atau teori, seperti aliran idealisme, realisme, dan sebagainya (Burhanudin Salam, 2002:37). 
Filsafat merupakan sikap. Sebuah sikap hidup dan sikap terhadap kehidupan. Dengan melakukan penyikapan terhadap hidup maka manusia perlu mengetahui hakikat hidup ini. Pengetahuan tentang hidup ini menjadi penerang jalan kehidupan. Setelah manusia memiliki jalan kehidupan maka manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. 

Jawaban-jawaban terhadap permasalahan hidup ini melahirkan jawaban yang beragam. Keragaman ini merupakan hasil dari keragaman penemuan manusia atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Jawaban atau aliran ini terkadang saling bertentangan. Dalam hal ini tentunya manusia memerlukan pembanding dan pembimbing lain yaitu agama dalam mempertegas dan meyakini jawaban tadi. 

Plato, seorang filosof Yunani Kuno mengatakan bahwa filsafat adalah penemuan kebenaran atau kenyataan mutlak melalui metode dialektika. Menurut Aristoteles filsafat adalah pengetahuan dan penelitian tentang sebab-sebab dan prinsip-prinsip segala sesuatu. Descartes mengatakan bahwa filsafat adalah penyingkapan kebenaran terakhir (Loren Bagus, 2000:245). 

Dialektika adalah metode yang digunakan filsafat dalam menemukan kebenaran dan menjawab pertanyaan filsafat.. Dialektika adalah metode dialog dengan mempertanyakan kembali jawaban yang diberikan sampai muncul jawaban yang paling mendasar, atau sampai pertanyaan itu tidak mampu dijawab. Misalnya dimanakan Indonesia itu? jawabannya di Asia. Kemudian ditanyakan lagi : dimanakah Asia itu? muncul jawaban: Asia itu ada di dunia, jawaban itu ditanyakan lagi: dimana dunia ini? Muncul jawaban dan seterusnya sampai diketahui hakikatnya. 

Filsafat mempertanyakan sebab dari segala sebab. Kenapa ada alam ini?, kenapa kehidupan ini beragam?, kenapa ada keteraturan di alam ini? Siapa yang menciptakan keragaman ini?, Siapa yang mengatur alam ini sehingga demikian teratur? dan seterusnya. Jawaban dari hal ini sampai kepada sebab yang menyebabkan terjadinya semuai ini. Maka muncullah yang disebut sebab pertama atau The Causa Prima. 

Istilah filsafat digunakan sebagai lawan dari sophistry (ke-sofis-an atau kerancuan berpikir), dan memuat seluruh ilmu hakiki (real science) seperti fisika, kimia, matematika, astronomi, matematika, dan teologi. Para sejarahwan filsafat percaya bahwa bunga rampai pemikiran paling kuno yang murni atau filosofis berasal dari kalangan bijak bestari Yunani (Yazdi, 2003:3). 

Filsafat adalah simbol perlawanan atau perjuangan terhadap kesewenangan atau ketidakbenaran. Kewenangan tersebut dalam sejarah filsafat muncul ketika muncul kaum sofis yang dengan menggunakan retorikanya (kepandaian berrsilat lidah) memutar balikan kebenran. Kebenaran kemudian hanya bersifat relatif. Tidak ada kebenaran umum yang diakui bersama atau kebenaran universal. 

Para filosof melihat kondisi demikian kemudian berpikir dan melawan kaum sofis ini dengan menngemukakan argumentasi bahwa kebaikan dan kebenaran itu ada yang bersifat umum, misalnya menolong dan selainnya. Muncullah Socrates yang membela kebenaran umum. 

Pengertian filsafat dari segi istilah, sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan oleh keragaman pemikiran dan perbedaan sudut pandang ketika melihat suatu objek filsafat. Berkenaan dengan pengertian filsafat tersebut, kita bisa menggunakan dan mengcarikannya dengan pendekatan filosofis. Tentunya, jika hal itu yang dipergunakan, maka sangat wajar pendefinisian tentang filsafat sangat beragam dan bervariasi, baik dari segi makna maupun ruang lingkupnya. 

Berfilsafat adalah berpikir, tetapi tidak setiap berpikir itu berfilsafat. Berpikir berfilsafat adalah berpikir secara sistematis, radikal dan universal tentang segala yang ada dan mungkin ada agar diketahui hakikat yang sebenarnya dan bagaimana sikap kita terhadap kebenaran itu. Filsafat adalah berpikir untuk mengetahui tentang hakikat segala sesuatu (Hery Noer Aly, 1999: 22-23). Jadi, filsafat itu merupakan hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya (radix) yang sistematis dan berlaku kebenarannya secara universal. Dalam arti, bahwa tidak ada lagi yang tersisa untuk dipikirkan dan direnungkan, sehingga kesimpulan yang dihasilkan oleh pemikiran tersebut benar-benar dapat dimengerti. 

Filsafat memiliki karakteristik. Karakteristik filsafat tersebut antara lain sebagai berikut: 
  1. Filsafat menuntut penggunaan rasio yang tinggi kualitasnya; 
  2. Filsafat menuntut cara berpikir yang radikal, tuntas, sampai ke akar segala sesuatu; 
  3. Filsafat merupakan ibu dari segala pengetahuan dan ilmu dari segala ilmu; 
  4. Filsafat membuahkan kearifan (hikmah) karena kecintaan akan ilmu penngetahuan; 
  5. Filsafat menuntut kejelasan dan sistematika berfikir dengan cara menghubunghubungkan secara logis akan penngetahuan-pengetahuan untuk menemukan implikasiimplikasinya yang tersurat maupun tersirat; 
  6. Nilai atau norma merupakan salah satu objek studi filsafat karena norma pun merupakan bagian dari kearifan (Daniel,1985:8) 
Ditegaskan kembali, berpikir filosofis berarti berpikir dengan beberapa syarat yaitu berpikir sistematis radikal dan universal tadi. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai keakar-akarnya. Radikal berasal dari kata radix yang berarti akar. Maksud dari berpikir radikal ini adalah berpikir sampai ke hakikatnya, sampai keesensinya. Misalnya berpikir tentang alam. Pertanyaannya apa hakikat alam itu? Apa yang menjadi bahan dasar alam? Dan seterusnya. Berpikir sistematis adalah berpikir dengan menggunakan logika. Logika adalah ilmu berpikir secara benar. Logika adalah bagian dari filsafat disamping etika dan estetika. Banyak sebenarnya cara berpikir itu. Berpikir dimaksudkan untuk menemukan kebenaran. Berpikir untuk menemukan kebenaran itu banyak caranya. Ada cara berpikir dialektika. Dialektika adalah cara berpikir dengan dialog yaitu cara menemukan kebenaran dengan mempertanyakan kembali jawaban yang diperoleh. Misalnya dimanakah ibukota Indonesia itu? Jawabannya adalah di Jakarta. Jawaban pertama itu dipertanyakan kembali; dimanakah Jakarta itu? dijawab di pulau Jawa dan seterusnya. Ada model berpikir itu dengan cara trial. 

Model berpikir ini sesuai dengan istilahnya, ada tiga bagian, yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. Tesis adalah pertanyaan pertama, antithesis adalah lawan dari tesis dan sintesis adalah gabungan dari tesis dan sintesis. Misalnya dalam gaya kepemimpinan. Dalam kepemimpinan ada tiga gaya. Pertama gaya kepemimpinan otoriter. Lawan dari gaya kepemimpinan otoriter adalah liezzepiere (cuek). Nah, yang jadi sintesanya (gabungan) adalah gaya kepemimpinan demokratis. Selanjutnya mendapatkan kebenaran juga dengan menggunakan cara berpikir silogisme. Silogisme adalah cara berpikir dengan mengambil kesimpulan dari pernyataan kesatu (premis mayor) dan pernyataan kedua (premis minor). Paling tidak, cara penalaran ini ada dua yaitu Induktif dan deduktif. Induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari yang khusus ke umum. Sedangkan deduktif adalah sebaliknya, yaitu dari yang umum ke khusus. 

Di samping mengetahui pengertian filsafat, juga merupakan bagian yang sangat penting untuk mengetahui objek filsafat. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan mengenai pengertian filsafat secara menyeluruh. 

Objek filsafat menurut A. Tafsir (2001: 21-22) ada dua macam, yaitu: objek materia dan objek forma. Pertama, objek material dari filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada. Maksudnya adalah segala sesuatu yang nampak terlihat oleh kasat mata manusia, dan yang mungkin hanya “terlihat” oleh mata hati manusia. Yang terlihat oleh mata ini adalah hal yang material. Yang di luar material dapat diketahui melalui keyakinan, selanjutnya adalah pencarian fakta-fakta untuk melengkapi kenyakinannya itu. Kedua, objek forma, yaitu sifat penyelidikan. Objek forma filsafat adalah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin mengetahui sesuatu bagian dalamnya atau secara mendalam. Kata mendalam, artinya ingin mengetahui tentang objek yang tidak empiris. 

Yang ada dan yang mungkin ada merupakan objek material filsafat. Objek material filsafat adalah apa saja yang dikaji dan ditelaah oleh filsafat. Objek material filsafat itu antara lain : alam, manusia, masyarakat, dan Tuhan. Pemikiran manusia tentang alam melahirkan filsafat alam. Pemikiran tentang alam telah berkembang sejak jaman Yunani Kuno misalnya pemikiran alam dari Thales. Menurut Thales alam berasal dari air. Manusia juga merupakan kajian atau objek material filsafat. Setelah manusia memikirkan alam kemudian manusia tertarik memikirkan manusia. Siapakah manusia itu? . Para filosof mencari jawabannya. Bahkan diceritakan ada seorang filosof yang mencari hakikat manusia ke pasar pada siang hari. Ia bertanya kepada orang yang ada di pasar tersebut, apakah kamu manusia?. Sampai saat ini kajian tentang manusia masih terus berkembang. 

Tuhan juga merupakan wilayah objek material filsafat. Manusia mencari jawaban tentang alam, manusia, kemudian mempertanyakan siapa yang menciptakan alam ini. Muncullah jawaban yang menciptakan alam ini adalah penggerak pertama. Penggerak pertama disebut pula penyebab pertama atau Prima causa. Muncullah filsafat ketuhanan yang merupakan jawaban terhadap persoalan penciptaan alam dan manusia ini.

Dalam filsafat, yang ada atau Tuhan disebut juga being. Yang mungkin ada adalah makhluk Tuhan. Eksistensi yang ada menentukan yang mungkin ada. Jadi, yang mungkin ada keberadaannya tergantung dari Yang Ada yang dalam bahasa agama yang ada ini di sebut Tuhan. 

Filsafat tentunya memiliki objek penelaahan. Yang menjadi objek kajian filsafat memiliki nilai yang besar. Alam, manusia, dan Tuhan adalah objek penelaahan filsafat ini. Dalam sejarahnya-terutama filsafat Barat-, alam menempati kajian pertama. Kajian manusia tentang alam melahirkan filsafat alam atau kosmologi. Kajian tentang manusia agak terlambat dilakukan filsafat, oleh karena itu pengertian tentang apa hakikat manusia sampai saat ini masih tetap menarik diikuti. Kajian filsafat tentang manusia disebut filsafat manusia. Kajian manusia tentang Tuhan melahirkan filsafat ketuhanan. Hal-hal tersebut merupakan permasalahan filsafat. 

Imanuel Kant, mengelompokkan permasalahan filsafat kepada empat pertanyaan pokok : 
  1. Apakah yang boleh saya harapkan? (was darf ich hoffen? What may I hope?.
  2. Apakah yang dapat saya ketahui (was kann ich wissen? What can I know? 
  3. Apakah yang harus saya perbuat (was sol lich tun? What should I do? 
  4. Apakah manusia itu (was ist der mensch? What is man?). 
Menelaah filsafat dapat didekati dari dua aspek. Pertama sejarah filsafat, kedua dari pemikiran para filosof. Pendekatan yang pertama akan memetakan filsafat terutama dari sisi waktu dan tempat lahirnya. Dari pendekatan ini lahirlah periodesasi filsafat. Diketahui beberapa penulis menggunakan pendekatan ini dalam mengurai filsafat. Pendekatan content atas isi pemikiran filsafat lebih mencoba menampilkan filsafat dari segi buah pemikiran para filosof. Jadi dari segi ide para filosof. Mempelajari filsafat dari dua pendekatan ini dapat dilakukan dan memiliki kelebihan masing-masing. 

Sebenarnya, wilayah kajian filsafat itu berkembang. Misalnya tentang kajian manusia. Manusia tidak hanya dipertanyakan tentang apa hakikatnya saja, tentang aktivitasnya pun dipertanyakan. Maka tidak hanya muncul filsafat tentang hakikat jiwa manusia tetapi juga tentang filsafat tentang aktivitas manusia seperti filsafat sosial, filsafat pendidikan dan sebagainya. Perkembangan tentang hal ini tidak dapat dihindari karena manusia memiliki dua sisi, sebagai individual dan makhluk sosial. Filsafat tentang manusia ini pun berbeda pula tergantung dari sisi mana para filosof memandangnya. 

Filsafat dapat pula dipandang sebagai cara manusia memecahkan permasalahan hidupnya. Manusia hidup memang lekat dengan masalah. Ketika manusia baru lahir sudah dihadapkan pada masalah. Masalah suhu yang panas atau dingin, rasa lapar, haus dan lain-lain. Sebagai alat pemecahan masalah tentunya filsafat melakukan kerja perenungan (replektif thinking) tentang hakikat permasalahan-permasalahan tersebut untuk ditemukan jawabannya.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa berfilsafat bukan semata-mata milik para filosof yang hanya memikirkan hal-hal yang astrak. Berfilsafat adalah tugas dan kewajiban setiap orang dengan kadar masing-masing. Setiap manusia pada dasarnya selalu mencari pengertian dan pemaknaan dari setiap fenomena yang terjadi pada dirinya dan pada lingkungan sekitarnya. Tindakan manusia selalu didasarkan pada mekanisme aksi-reaksi dan kontemplasi berdasarkan pilihan moral yang dianutnya. Proses pencarian makna dari setiap proses yang terjadi dan pendayagunaan nilai-nilai moral etis dalam bersikap merupakan upaya manusia dalam menggapai kebenaran dan kearifan. 

Atas dasar hal ini, Knight dalam Issues and Alternatives in Educational Philosophy (1982) mengemukakan bahwa filsafat memiliki tiga dimensi : sebagai content atau subject matter, sebagai aksi atau kegiatan, dan sebagai sikap (attitude).Sebagai content, filsafat mempelajari masalah-masalah metafisika yang membahas tentang “apa yang ada” dan “yang mungkin ada”, epistemologi yang membahas teori pengetahuan, sumber pengetahuan, dan batas pengetahuan, dan aksiologi yang membahas tentang nilai. Filsafat sebagai kegiatan atau aksi merupakan langkah filsafat yang bertujuan untuk membangun jalan pikiran dalam rangka mementuk pandangan dunia (worldview). Hal ini dilakukan filsafat melalui langkah analisis, sintesis, kontemplatif dan preskriptif (Tobroni, 2008:5). 

Filsafat sering pula diistilahkan dengan The mother of science artinya induk (babon) dari segala ilmu pengetahuan. Disebut demikian disebabkan filsafat tersebut merupakan cikal bakal atau bibit pengetahuan. Ilmu-ilmu yang muncul sekarang ini tidak lain adalah turunan atau sebagian jawaban tentang pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh filsafat. 

Sudah dijelaskan di atas bahwa filsafat memiliki objek kajian yang fundamental karena mempersoalkan hakikat segala yang ada dan mungkin ada. Filsafat secara popular sering juga diistilahkan dengan pandangan hidup atau pegangan hidup. Hal ini disebabkan karena filsafat mempertanyakan hidup itu sendiri sekaligus menjawabnya. Jawaban itu kemudian dijadikan ukuran atau standar. 

Jawaban filosofis yang diberikan para filosof tentang pertanyaan-pertanyaan fundamental itu ternyata banyak dan berbeda. Tidak heran, jika jawaban-jawaban itu pun membingungkan para pencari jawaban disebabkan semua jawaban dapat diterima. Terutama diterima oleh akal. Perbedaan para filosof dalam mencari jawaban tersebut mungkin disebabkan karena pengalaman hidup yang berbeda. 

Begitu banyaknya permasalahan hidup ini, dan begitu banyak tawaran jawaban yang diberikan, menyebabkan banyaknya aliran pemikiran yang muncul. Aliran-aliran pemikiran filsafat ini ada yang dominan ada juga yang ditinggalkan. Yang jelas pengaruh dari pemikiran atau filsafat-filsafat itu telah memasuki seluruh dimensi kehidupan manusia. Bahkan dimensi-dimensi kehidupan manusia itu banyak yang ditentukan atau paling tidak dipengaruhi oleh pemikiran filsafat. Bagaimanakah kemudian filsafat sedemikian berpengaruh terhadap hidup ini? Bagaimana filsafat memasuki wilayah kehidupan ini? Karena filsafat itu hebat. 

Pendidikan dapat dipahami dan didekati dari berbagai dimensi. Pendidikan itu merupakan proses yang tidak akan pernah selesai (never ending process). Dimanapun dan kapanpun proses pendidikan senantiasa terjadi. Oleh karena itu seorang professor mengatakan bahwa pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan karena kehidupan itulah pendidikan yang sebenarnya. 

Begitulah pendidikan, ia senantiasa mengiringi dan mengikuti setiap langkah kita. Dari mulai bangun tidur sampai menjelang tidur, bahkan ketika tidurpun, kita diwarnai oleh nilai-nilai pendidikan ini. Pendidikan adalah sebuah cermin diri untuk melihat sejauh mana dan bagaimana langkah yang telah kita lakukan. 

Pendidikan paling tidak mengembangkan tiga dimensi individu manusia yaitu dimensi pikir (akliah), dimensi dzikir (hati) dan dimensi body (jasadiah). Ketiga aspek inilah yang akan diolah oleh pendidikan. Dengan kata lain pendidikan akan mengembangkan tiga H yaitu head, hand, and heart. Dengan demikian pula pendidikan merupakan alat atau media dalam mengembangkan seluruh dimensi manusia itu. 

Nah, seandainya tiga domain itu telah diurus dengan baik, maka pendidikan telah berhasil. Tetapi sekali lagi pendidikan adalah proses yang tiada akhir dan hasilnya tidak dapat diperoleh seperti membalikan telapak tangan . Hasil dari pendidikan tersebut memerlukan proses yang panjang. 

Dari dulu objek kajian pendidikan tidaklah berubah sebenarnya. Yang berubah adalah cara manusia memandang objek itu. Dengan demikian pendidikan merupakan pencarian yang tidak kunjung selesai sampai kiamat dunia. Dari itulah pada dasarnya dalam kehidupan ini adalah pencarian tiada henti terutama jati diri dan pencipta kita. 

Pendidikan dapat pula dilihat dari aspek sosial. Dari aspek ini pendidikan lebih sebagai pewarisan budaya atau pewarisan nilai (transfer of value). Sebagai pewarisan budaya, pendidikan tentunya ditentukan oleh budaya yang dikembangkan masyarakat. Dan karena masyarakat itu berkembang maka dapat dipastikan bahwa pendidikan juga akan mengalami perkembangan. Ya, sesuai dengan pola pikir atau nilai yang berkembang tentunya. Sebagai pewarisan budaya tentunya pendidikan dipengaruhi oleh budaya, dan budaya yang dikembangkan dipengaruhi oleh filsafat budaya yang ada. 

Pendidikan juga dapat dilihat sebagai sebuah alat untuk memecahkkan permasalahan manusia. Sebagai pemecah masalah pendidikan tentunya perlu mengetahui dan pasti tahu permasalahan manusia itu. Permasalahan manusia itu biasanya negatif-negatif, antara lain kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, kejahatan, kekerasan dan banyak lagi yang lainnya.

Permasalahan pendidikan sebenarnya sangat banyak. Selama ini permasalahan pendidikan hanya diketahui permukaannya saja. Permasalahan pendidikan seperti puncak gunung es di tengah lautan, hanya sedikit saja yang terlihat. Semakin kedalam sebenarnya permasalahan itu semakin besar. Memang, hidup ini adalah masalah. Tidak ada manusia yang tidak mempunyai masalah. Bahkan bayi yang baru lahir juga sudah merasakan masalah itu, buktinya ia menangis. 

Pendidikan juga dapat didekati dengan pendekatan sistem. Sebagai sebuah sistem, pendidikan terdiri dari komponen-komponen itu membentuk satu kesatuan yang utuh. Keutuhan ini terbukti ketika satu komponen mendapat masalah, akan mempengaruhi yang lainnya. 

Dalam pendidikan sistem ini pendidikan lebih seperti sebuah institusi yang memiliki subsistem- subsistem itu. Dalam pendidikan sebagai sistem ini tujuan merupakan salah satu bagiannya. Di samping itu terdapat juga dasar, pendidik, peserta didik, kurikulum, metoda, media, dan lingkungan serta evaluasi . Posisi tujuan sangat penting, tujuan sangat menentukan arah kemana pendidikan itu akan sampai. Tujuan adalah hasil yang akan dituju. Tujuan sebagai dasar bagi gerak pendidikan. 

Pendidikan juga berbicara tentang manusia. Manusia dan pendidikan tidak dapat dilepaskan sebab yang mendidik adalah manusia, yang menerima pendidikan juga manusia. Pendidikan berharap mengembangkan manusia. Manusia mengembangkan manusia lewat pendidikan. Jadi sangan erat hubungannya. Yang dikembangkan manusia lewat pendidikan adalah kepribadian dan cara manusia menghadapi hidup ini. Pendidikan membekali manusia keterampilan untuk hidup. Dan memang isi pendidikan itu ada tiga yaitu pengajaran, bimbingan dan pelatihan. 

Pengajaran itu bagian dari pendidikan. Pengajaran biasanya hanya barsifat transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dari pengajar kepada yang diajar. Pengajaran kemudian hanya atau lebih mementingkan segi cognitif manusia. Belum menyentuh aspek yang lainnya. Meskipun demikian pengajaran memiliki porsi besar juga dalam sistem pendidikan yang ada sekarang. Hubungan pengajaran dengan pendidikan seperti dua sisi mata uang yang hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. 

Bimbingan merupakan bagian pula dari pendidikan. Bimbingan lebih banyak berhubungan dengan aspek kepribadian atau akhlak manusia. Bimbingan ini seharusnya dilakukan oleh pendidik, tentunya dengan menggunakan metoda dan media yang bervariasi. Tujuannya yaitu agar terdidik memiliki kekuatan kepribadian dan moralitas yang baik (al akhlak al-karimah). Pada zaman sekarang ini kebutuhan akan akhlak sebenarnya sangat mendesak. Untuk dapat makan, manusia harus berusaha. 

Untuk berusaha manusia perlu memiliki keterampuilan atau skill yang memadai. Skill ini penting untuk dapat hidup di zaman yang penuh persaingan ini. Tanpa keterampilan yang memadai manusia terbatas usahanya. Karena terbatas, terbatas pula sumber penghasilannya. Pendidikan memberikan dasar dan bekal kepada manusia untuk dapat bertahan hidup dalam era sekarang ini. 

Pendidikan berperan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Maju atau mundurnya sebuah bangsa, sering kemudian diukur dari SDM yang dimiliki. Jika SDM sebuah bangsa hebat maka bangsa itu hebat, sebaliknya jika SDM bangsa tersebut itu lemah maka kualitas bangsa itu dipastikan terpuruk. Dengan begitu, pendidikan memiliki posisi sangat strategis dalam memajukan sebuah bangsa menuju peradaban yang lebih maju. 

Pendidikan sebenarnya rentan terhadap pengaruh dari luar baik sifatnya langsung atau tidak. Pengaruh langsung misalnya kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi sebuah bangsa dapat mempengaruhi pendidikan yang akan atau sedang dibangun. Pengaruh tidak langsung misalnya pemikiran atau filsafat atau ideologi. Pengaruh filsafat atau ideologi terhadap pendidikan demikian besar meskipun pengaruhnya memang sulit dirasakan secara langsung. 

Oleh karena itu sebenarnya kehidupan ini adalah sebuah relasi yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Tidak mungkin sesuatu itu berdiri dengan sendirinya tanpa dipengaruhi atau mempengaruhi dimensi yang lainnya. Itulah kehidupan ini, semuanya tali temali dan dibutuhkan kejelian untuk dapat menempatkan pendidikan dalam posisinya. Dibutuhkan juga re-orientasi pendidikan dewasa ini di tengah berderunya angin perubahan, baik perubahan pemikiran, atau perubahan etika dan gaya hidup yang lebih pragmatis. Pendidikan mendayung diantara itu semua. 

Selanjutnya, pembahasan akan lebih diarahkan pada pengertian filsafat pendidikan secara umum kemudian diteruskan pada pembahasan filsafat pendidikan Islam. Dalam memahami apa pengertian dari filsafat pendidikan, maka dapat digunakan dua pendekatan, yaitu: 
  1. Pendekatan tradisional; 
  2. Pendekatan kritis. 
Pertama, filsafat pendidikan dalam arti tradisional adalah filsafat pendidikan dalam bentuk yang murni. Pendekatan ini telah berkembang dengan menghasilkan berbagai alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam bidang pendidikan yang jawabannya terdapat dalam berbagai aliran filsafat pendidikan. 

Kedua, Pendekatan pemikiran kritis. Dalam pendekatan ini pertanyaan yang diajukan dapat disusun dan tidak terikat periode waktu serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau waktu kini maupun yang akan datang. Analisa yang digunakan adalah dengan 2 (dua) cara analsis yaitu analisis bahasa (linguistik) dan analisa konsep. 

Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat mengenai makna. Analisa bahasa sangat diperlukan untuk mennghasilkan tinjauan yang  mendalam. Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai gagasan atau konsep. Jawaban-jawaban dalam analisas konsep berbentuk definisi-definisi yang diungkapkan oleh tokoh (Prasetya,2002:20). Pengertian filsafat pendidikan dapat diketahui pula dengan melakukan kajian terhadap hubungan filsafat dan pendidikan. 

Menurut beberapa ahli pikir adalah sebagai berikut: 
  1. John Dewey memandang pendidikan sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir maupun daya perasaaan, menuju ke arah tabiat manusia. Filsafat dalam hal ini dapat disebut sebagai teori umum pendidikan. Tugas filsafat dan pendidikan adalah seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia; 
  2. Thomson mengatakan bahwa filsafat berarti “melihat seluruh masalah tanpa ada batas atau implikasinya”. Filsafat adalah suatu bentuk pemikiran yang konsekuen, tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang harus diungkap secara menyeluruh dann bulat; 
  3. Van Cleve Morris menyatakan, pendidikan adalah studi filosofis, karena itu sebenarnya bukan hanya alat sosial semata, tetapi juga menjadi agen yang melayani hati nurani masyarakat dalam memperjuangkan hari esok yang lebih baik (M. Arifin, 2005:4). 
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah pendidikan. Filsafat pendidikan juga diartikan sebagai teori pendidikan. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisa filosofis terhadap bidang pendidkan. 

Membuat pengertian tentang filsafat pendidikan mungkin dapat ditempuh melalui dua cara. 
  1. Pertama, dengan penekanan yang lebih dominan kepada filsafatnya. 
  2. Kedua, dengan memposisikan pendidikan sebagai yang dominan dan filsafat sebagai alat analisis terhadap pendidikan tersebut. 
Dengan demikian filsafat pendidikan dapat dipahami sebagai aplikasi filsafat dalam pendidikan. Juga dapat dimengerti sebagai berpikir secara radikal, sistematis, dan universal tentang pendidikan. Kedua pengertian itu dapat dipakai terutama disebabkan karena masing-masing, baik filsafat ataupun pendidikan memiliki otonomi. Mengapa disebut otonom, karena keduanya memiliki objek kajian atau objek penelaahan. Masing-masing pula memiliki sistematika tersendiri. Nah dengan demikian kedua pengertian tersebut kiranya dapat digunakan. 

Yang menarik dari filsafat adalah pada tujuan dan proses penyelidikannya. Tujuannya ialah mencapai kejelasan dan pemahaman sedalam dan seluas mungkin, dengan menjernihkan, memperkaya, dan mengkoordinasi bahasa yang digunakan untuk menafsirkan pengalaman (Hery Noer Aly, 1999: 24). Jadi, filsafat merupakan suatu cara pandang terhadap pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Filsafat mengorganisasi, menafsirkan, menjernihkan, dan mengkritik segala yang ada di dalam realitas yang sudah di ketahui dan di alami. Atas dasar itu, filsafat pendidikan merupakan penerapan metode dan cara pandang filosofis terhadap wilayah pengalaman yang disebut pendidikan. 

Filsafat memiliki nilai signifikan dalam proses pendidikan (ilmu pengetahuan), dalam mengkoordinasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pendidikan. Oleh karena itu, filsafat merupakan salah satu dari beberapa yang menjadi landasan pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan suatu acuan yang dijadikan bahan referensi dalam menentukan pendidikan, maka harus adanya sistem pendidikan dalam membina filsafat pendidikan yang menyeluruh, realistik, dan fleksibel dalam mengambil landasan-landasan dan prinsipprinsipnya dari prinsip-prinsip dan ajaran Islam yang mulia dan akidahnya yang berkaitan dengan watak alam jagat, manusia, masyarakat, dan kehidupan dan juga hubungan elemenelemen ini semua satu sama lain disatu segi dan hubungannya dengan penciptanya di segi yang lain. Juga yang berhubungan dengan watak ilmu pengetahuan manusia, watak nilai-nilai moral, dan watak proses pendidikan dan fungsinya dalam kehidupan (Hasan Langgulung, 1995 : 33). 

Selain itu juga, filsafat memilki nilai historis dalam mentransformasikan pendidikan, sehingga filsafat sering disebut ibu atau ratu pengetahuan (the mother atau the queen of the science), sebab dalam dirinya telah lahir berbagai ilmu. Puncaknya pada abad ke-19 berbagai ilmu masih di pandang sebagai cabang filsafat: fisika dan kimia masih di bawah naungan filsafat alam; psikologi masih di bawah filsafat mental; serta politik, ekonomi, dan sosiologi berada di bawah payung filsafat moral. Lambat laun ilmu-ilmu tumbuh dan berkembang menjadi mandiri dalam penemuan dan penemuan fakta empiris. Setelah tumbuhnya ilmu-ilmu baru, karena di temukannya berbagi penemuan yang sesuai fakta empiris, ada beberapa yang masih ada dalam naungan filsafat. Yang berhubungan dengan masalah pendidikan ialah etika, yaitu teori tentang nilai; epistomologi, yaitu teori tentang pengetahuan; yaitu teori umum tentang wujud atau realitas. Masalah pengujian tujuan pendidikan, motivasi belajar, dan pengukuran hasilnya berhubungan dengan masalah etika, yaitu masalah nilai. 

Dengan adanya nilai historis yang teraplikasi dalam filsafat, secara tidak langsung filsafat dapat mengkoordinasikannnya dalam proses pendidikan, serta membantu dalam perkembangannya, sehingga mampu menjadi suatu landasan untuk dijadikan referensi, untuk dioprasionalkan dalam pendidikan. 

Selain memiliki nilai historis, filsafat juga berada sebagai satuan sosial. Gagasan dasarnya terletak pada konsep tentang kebenaran ilmu, serta gagasan tentang manusia. Dari sini satuan sosial di letakan sebagai akar kehidupan kemanusiaan, tampak pula di dalamnya gagasan tentang filsafat manusia, alam dan pendidikan. Pendidikan harus percaya bahwa pencapaian keutamaan hidup itu memerlukan daya kreatif dengan kekuatan akal pikiran dan kesedian berkorban. Kesempurnaan akal-pikiran diperoleh seseorang jika bisa membedakan dan membandingkan kebenaran dan kesalahan. Pendidikan yang berguna bagi penyempurnaan akal-pikiran jauh lebih penting di bandingkan memenuhi kebutuhan makan (Abdul Munir Muhkan, 2000). 

Jadi, yang dimaksud filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke akar-akarnya, sistematis, dan universal mengenai pendidikan. Perenungan tersebut untuk mengkoordinasi tentang pendidikan atau sejumlah prinsip, kepercayaan, konsep, asumsi, dan premis yang ada hubungan eratnya dengan praktek pendidikan yang ditentukan dalam bentuk yang lengkap-melengkapi, bertalian dan selaras yang berfungsi sebagai teladan dan pembimbing bagi usaha pendidikan dan proses pendidikan dengan seluruh aspek-aspeknya dan bagi politik pendidikan di dalam suatu negara (Hasan Langgulung,1995 :37). 

Filsafat dalam hubungannya dengan pendidikan tentunya mencoba mempertanyakan persoalan-persoalan pokok pendidikan. Persoalan-persoalan pendidikan itu antara; Apa hakikat pendidikan itu? Apa tujuan pendidikan itu? bagaimana proses pendidikan itu dilakukan? Bagaimana dan siapa yang dididik itu? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan persoalan pendidikan yang perlu dijawab oleh filsafat. Filsafat dengan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan, filsafat dan pendidikan saling menunjang satu sama lain (Umar Tirtaraharjo, 2005: 16-170). 

Filsafat pendidikan mempersoalkan hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan tentunya perlu diambil hakikat pengertiannya dari sesuatu yang sangat fundamental. Sesuatu yang sangat penting itu tentunya berhubungan dengan hidup dan kehidupan ini. Jadi, perlu diketahui hakikat hidup itu apa. Mengenai hakikat hidup ini juga perlu dicari pengertiannya. Jawabannya justru dapat muncul dari filsafat atau mungkin dari agama. 

Filsafat dan agama memang banyak berbicara tentang hakikat hidup ini. Jawabannya mungkin beragam atau berbeda. Jawaban tentang hidup ini kemudian dihubungkan dengan hakikat pendidikan maka hakikat hidup kemudian menjadi dasar dari hakikat pendidikan. Jawaban tentang hakikat hidup ini menjadi pijakan bagi perumusan hakikatnya. 

Begitu pula tentang tujuan pendidikan perlu dihubungkan dengan tujuan hidup, jawaban tentang hakikat tujuan hidup ini juga diperoleh dari filsafat dan agama yang banyak berhubungan dengan tujuan-tujuan hidup ini. Tujuan hidup ini kemudian juga menentukan arah dari tujuan pendidikan. Permasalahan tujuan pendidikan ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan akan menentukan hebat atau lemahnya pendidikan. 

Manusia merupakan bagian yang penting dalam filsafat pendidikan ini. Kajian tentang manusia merupakan inti pendidikan dikarenakan pendidikan itu pada dasarnya untuk manusia. Pembahasan tentang manusia dan pendidikan membawa kepada pembahasan tentang hakikat manusia. Apa hakikat manusia itu? dari mana dan hendak kemana manusia itu? Jawaban-jawaban tentang hakikat manusia itu akan menjadi dasar bagi pengembangan pendidikan sekaligus menentukan arah garapan pendidikan itu. 

Membahas filsafat pendidikan sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang teori pendidikan dan praktek pendidikan. Ketiga hal tersebut merupakan tiga serangkai yang hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa filsafat melahirkan teori dan teori dapat melahirkan praktek. Dapat pula dibalik bahwa praktek pendidikan akan melahirkan teori pendidikan. Yang jelas, ketiganya memiliki silaturahmi yang erat. 

Tentunya, karena filsafat yang mempengaruhi pendidikan sangat banyak, maka kemudian pendidikan berhak untuk menemukan filsafat mana yang akan diterima. Seperti halnya tuan rumah berhak menerima ataupun menolak tamu yang datang ke rumahnya . Dalam filsafat pendidikan ini tentunya akan ditemukan banyak aliran filsafat pendidikan. Pembahasan tentang aliran filsafat pendidikan ini sulit untuk dihindari dikarenakan pengaruhnya yang demikian jelas terhadap pendidikan. Corak pendidikan di sebuah Negara atau masyarakat tentu akan dipengaruhi oleh aliran filsafat pendidikan mana yang dipakai didaerah tersebut. 

Munculnya aliran-aliran tersebut tentunya tidak akan lepas dari tokoh yang membidangi atau yang berpengaruh dalam filsafat tersebut. Peran tokoh disini tentunya sangat penting. Karenanya tidak dapat dihindari untuk membahas tokoh-tokoh aliran filsafat pendidikan yang melahirkan filsafat pendidikan itu. Pelacakan tentang hal ini tentunya akan membantu mengurai atau memperjelas alur dan arus pemikiran dari yang sekarang berkembang sampai ke akar-akarnya. Dengan demikian akan diperoleh deskripsi yang menyeluruh atau paling tidak gambaran yang jelas tentang ide-ide filsafat pendidikan yang sekarang muncul dan berkembang. 

Berbagai pendapat para ahli mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam. Muzayyin Arifin, misalnya mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia Muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Sedangkan menurut Omar Muhammad al-Taomy al-Syaibany, filsafat pendidikan Islam tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dari kaidah filsafat Islam dalam bidang pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam. Dari uraian dan analisa tersebut kiranya dapat diketahui bahwa filsafat pendidikan Islam itu merupakan kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof muslim, sebagai sumber sekunder (Abuddin Nata,2005: 14-15). 

Filsafat pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang pandangan filosofis dari sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia Muslim dan Umat Islam. Di samping itu filsafat pendidikan Islam, juga merupakan studi tentang penggunaan dan penerangan metode dan sisten filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat Islam,dan selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam (Hamdani Ihsan & A. Fuad Ihsan,2001:22). Menurut Ahmad Tafsir (2006:6), filsafat pendidikan Islam adalah pemikiran tentang beberapa hal mengenai pendidikan yang dituntun oleh ajaran Islam. 

Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam 
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. 

Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan. Karena itu dalam mengkaji filsafat pendidikan Islam seseorang akan diajak memahami konsep tujuan pendidikan, konsep guru yang baik, konsep kurikulum, dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam, sistematik, logis, radikal, dan universal berdasarkan tuntutan agama Islam, khususnya berdasarkan alQur’an dan al-Hadits ( Abuddin Nata, 2005:16). 

Dalam hubungan dengan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam ini, Muzayyin Arifin lebih lanjut mengatakan bahwa ruang lingkup pemikirannya bukanlah mengenai hal-hal yang bersifat teknis operasional pendidikan, melainkan segala hal yang mendasari serta mewarnai corak sistem pemikiran yang disebut filsafat itu. Dengan demikian, secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam ini adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh dan universal mengenai konsep-konsep tersebut mulai dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, lingkungan, dan seterusnya (Abuddin Nata, 2005:17). 

Filsafat pendidikan Islam merupakan aplikasi dari filsafat Islam untuk mengkaji dan menelaah semua persoalan pendidikan. Jadi, yang menjadi bahan kajian dalam filsafat pendidikan Islam tidak hanya menyangkut persoalan pendidikan, tetapi terlebih dahulu harus dikaji apa yang menjadi isi filsafat Islam. Filsafat Islam harus membahas hakikat realitas, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai. Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam harus mengkaji beberapa hal, yaitu: 
  • Pandangan Islam tentang realitas; 
  • Pandangan Islam tentang pengetahuan; 
  • Pandangan Islam tentang nilai; 
  • Pandangan Islam tentang tujuan pendidikan; 
  • Cara-cara pencapaian tujuan pendidikan, yang juga akan menyangkut isi pendidikan dan proses pendidikan (Uyoh Sadullaoh, 1994:164). 

Secara makro, apa yang menjadi objek filsafat yaitu ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan manusia merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Secara mikro yang menjadi objek pemikiran atau ruang lingkup filsafat pendidikan sebagai berikut : 
  1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan; 
  2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan; 
  3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaaan; 
  4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan , dan teori pendidikan; 
  5. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan , dan politik pendidikan; 
  6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan (Jalaludin & Abdullah Idi,1997:17). 
Untuk memahami konsep lebih baik, Anda diminta untuk mendiskusikan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : 
  1. Berasal dari bahasa apakah filsafat itu, dan apa pengertiannya ? 
  2. Apakah setiap berpikir itu berfilsafat, apa karakteristik berpikir filsafat itu ? 
  3. Filsafat itu memiliki objek, apa saja yang menjadi objek penelaahan filsafat ? 
  4. Menurut Anda apa pengertian filsafat pendidikan Islam itu ? 
  5. Sebutkan apa saja yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan Islam, 
Setelah Anda mendidskusikan, kemudian cocokkkan dengan jawaban di bawah ini ! 
  1. Secara bahasa filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo dan Sophia, philo berarti cinta dan Sophia berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Secara istilah filsafat adalah berpikir secara radikal, sistemais dan universal tentang segala sesuatu. 
  2. Tidak setiap berpikir itu berfilsafat. Berpikir berfilsafat adalah berpikir dengan syaratsyarat tertentu. Syaratnya adalah radikal, sistematis dan universal. 
  3. Yang menjadi objek penelaahan filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Dengan kata lain objek filsafat adalah alam, manusia dan Tuhan.
  4. Filsafat pendidikan Islam adalah berpikir secara sistematis, radikal, dan universal tentang masalah-masalah pendidikan Islam berdasarkan kerangka islami. 
  5. Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah pembahasan yang radikal tentang masalah prinsip atau yang mendasar dari pendidikan Islam yaitu tentang hakikat pendidikan, hakikat manusia, hakikat pendidik, hakikat peserta didik, hakikat kurikulum, hakikat metode, evaluasi.

No comments:

Post a Comment