Mutu dan peningkatan mutu merupakan tugas yang paling utama yang dihadapi oleh
berbagai lembaga. Mutu merupakan suatu konsep yang kompleks sehingga tidak mudah
untuk didefinisikan dan diukur. Pengertian mengenai mutu yang diungkapkan oleh
seseorang akan berbeda dengan yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya kita
beranggapan bahwa mutu merupakan suatu hal yang diwariskan atau turun-temurun.
Biasanya kita baru menyadari arti dari mutu ketika mutu tersebut berkurang. Mutulah
yang membedakan antara produk satu dengan yang lainnya atau dapat dikatakan bahwa
mutu itu adalah suatu keistimewaan dari suatu produk. Dalam perkembangannya di dalam dunia pendidikan, mutu dapat dikatakan sebagai suatu hal yang dapat membedakan
antara keberhasilan dan kegagalan.
Secara sederhana IBM mendefinisikan mutu yaitu: “Mutu adalah kepuasan pelanggan”
(Unterberger. 1991:3).
Alex Trotman mendefinisikan mutu dengan pengertian yang
sama, Ia mengatakan bahwa “Seperti kita ketahui bersama bahwa di zaman sekarang
ini kita harus memberi kepuasan penuh kepada pelanggan”. (Artzt et al, 1992:17). Hal
tersebut mengandung arti bahwa dalam menciptakan mutu itu bukan hanya sekedar
mendengarkan dan menanggapi segala keluhan dan kebutuhan pelanggan semata, tetapi
semua itu harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Mutu adalah satu gagasan yang dibicarakan oleh semua orang. International
Standar Organization (ISO 9000) merupakan badan yang memberikan standarisasi
dan sertifikasi mengenai mutu. Pada zaman sekarang mutu telah merambah ke dunia
pendidikan. Pendidikan di Inggris telah lama menerapkan mutu dalam mekanismenya.
Dalam menerapkan mutu di lembaga pendidikan dilibatkan faktor eksternal yang
meliputi akreditasi lembaga yang menggambarkan mutu dari lembaga pendidikan
tersebut. Lembaga akreditasi dan para pengawas merupakan faktor eksternal yang
diharapkan dapat menciptakan mutu. Setiap lembaga pendidikan direkomendasikan dan
diberi kewenangan untuk menjalankan serta mengembangkan suatu sistem yang dapat
meningkatkan mutu lembaga tersebut sehingga lembaga dapat memberikan layanan
yang bermutu kepada masyarakat.
Kualitas dalam pengertian di atas mengarah kepada sesuatu yang terbaik, bagus, dan
terpercaya, sesuatu yang ideal dimana tidak ada kompromi sama sekali. Layanan jasa
yang diberikan atau barang yang dihasilkan adalah suatu bentuk yang dirasakan oleh
konsumen sangat baik dan terpercaya, sehingga ada nilai yang dirasakan jasa dan produk
itu sangat baik dan tidak mungkin mengecewakan.
Kualitas yang melekat pada produk adalah barang yang dihasilkan sangat sempurna.
Produk tersebut sangat bernilai dan mengarah pada harga diri pemiliknya; Apakah
mengarah pada rasa bangga ataupun menaikan gengsi pemiliknya. Mutu dari sudut
pandang produsen adalah sebagai derajat pencapaian spesifikasi rancangan yang telah
ditetapkan. Sedangkan dari sudut pemakainya sendiri adalah diukur dari kinerja produk,
suatu kemampuan dari produk untuk memuaskan kebutuhannya.
Penjelasan di atas menempatkan kualitas sebagai sesuatu yang absolut, dalam
pengertian yang relatif, kualitas diartikan sangat sederhana yaitu bagaimana produk
dan jasa dihasilkan sesuai dengan tujuannya. Secara relatif tidak hanya sekedar mahal
atau memiliki nilai mewah tetapi lebih pada baik, merupakan hal yang umum, sederhana,
bagaimana produk atau jasa tersebut dinilai dari standar yang ditentukan.
Dalam pengertian relatif mengarah pada dua sisi aspek, yaitu: (1) Sesuai dengan
spesifikasi produk/jasa, (2) Sesuai dengan harapan penggunanya. Gambar di bawah ini
memperlihatkan titik temu dalam pengertian kualitas, disatu sisi bagaimana produk/
jasa itu dihasilkan; disisi lain bagaimana penilaian pengguna terhadap produk/jasa yang
dihasilkan.
Merujuk pada pendapat yang dikemukanakn di atas, bahwa kualitas tidak hanya
sekedar sebagai arti dari mutu, akan tetapi lebih luas dari itu. Ada makna lain yang
mengikutinya yaitu mengarah pada pencapaian yang paling sempurna suatu produk
yang dihasilkan atau layanan jasa yang diberikan. Jasa atau produk yang sempurna harus
memenuhi dua tuntutan seperti telah dikemukakan di atas, baik itu sisi konsumen maupun
sisi produsen sebagai penghasil jasa atau barang tersebut.
Untuk dapat memenuhi nilai
yang paling tinggi dari sebuh produk atau jasa, ada beberapa hal yang prinsip dari sebuah
kajian mutu, yaitu sebagai berikut:
- Sisi ketercapaian tujuan dari sebuah produk atau jasa dihasilkan, penampilan sebuah
produk dan jasa memenuhi semua kriteria dari keinginan kastemernya.
- Sebuah produk atau jasa yang dihasilkan tidak hanya sekedar memenuhi kriteria yang
nampak dipermukaan akan tetapi seluruh tingkatan dari kegiatan pelayanan jasa dan
barang itu diproduksi,
- Sebuah produk atau jasa yang dihasilkan memenuhi tuntutan kastemernya secara
konsisten dari waktu kewaktu,
- Sebuah produk atau jasa memiliki kehandalan ketika orang mempergunakan produk
tersebut dan merasakan kelanggengan yang sama dari jasa yang dirasakannya,
- Layanan purna jual disediakan dengan mudah dan dapat dirasakan oleh seluruh
kastemer pengguna barang dan jasa,
- Orang yang memiliki produk dan merasakan layanan merasa aman, nyaman, dan
dapat meningkatkan “gengsi”.
Dari beberapa pengertian dan penjelasan di atas tentang mutu dalam konteks
produk yang dihasilkan dan jasa yang diberikan, hal itu melekat pada tiga unsur sebagai
berikut:
- Keistimewaan produk, sifat yang dimiliki oleh sutau produk yang dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan dari konsumen sehingga memberikan kepuasan;
- Kepuasan pelanggan, hasil yang dicapai pada saat keistimewaan produk merespon
kebutuhan pelanggan;
- Defisiensi produk, kegagalan produk dan jasa yang mengakibatkan ketidakpuasan
pelanggan.
Dalam diagram berikut ini dapat dilihat gambaran tentang mutu dimana masing-masing
lingkaran ini menggambarkan tipe mutu:
Gambar Keseimbangan Mutu-Masa Lampau dan Yang akan Datang
(Stephen Murgatroyd : 1993)
Dimensi Mutu
a) Mutu sebagai Konsep Mutlak
Beberapa kebingungan tentang arti mutu muncul karena mutu bisa digunakan baik
dalam konsep mutlak maupun relatif. Mutu dalam percakapan sehari-hari sebagian besar
digunakan sebagai konsep mutlak. Sebagai konsep mutlak, mutu mirip dalam sifatnya
pada kebaikan, kecantikan, dan kebenaran, sebuah konsep ideal yang tidak ada kompromi.
Dalam pengertian mutlak barang-barang yang memamerkan kualitas adalah standar
yang tertinggi yang tidak dapat ditandingi. Produk-produk bermutu adalah barangbarang
sempurna yang dibuat tanpa batasan biaya. Produk-produk tersebut bernilai dan
membawa gengsi pada pemiliknya.
b) Konsep Mutu Relatif
Mutu juga bisa dipakai sebagai konsep relatif dalam pengertian konsep ini digunakan dalam TQM. Pengertian relatif memandang mutu bukan sebagai perlengkapan atau atribut
suatu produk atau pelayanan, tetapi sebagai sesuatu yang dianggap berasal darinya. Mutu
dapat dinilai pada saat barang/jasa memenuhi syarat yang telah ditentukan. Mutu tidak
berakhir pada mutu itu sendiri, tapi alat-alat yang menjadi produk akhir yang dinilai
diatas standar. Mereka bisa saja bagus, tapi itu tidak terlalu penting. Mereka tidak harus
spesial. Mereka bisa saja biasa-biasa saja, lumrah dan akrab.
Dengan kata lain, mereka
harus tepat sasaran .
Pengertian mutu relatif memiliki dua aspek. Yang pertama adalah mengukur
spesifikasi dan yang kedua adalah memenuhi permintaan pelanggan. Penggunaan pertama
mengukur sering disimpulkan sebagai ”tepat sasaran atau tepat guna”. Ini kadang-kadang
disebut pengertian kualitas dari produsen. Mutu bagi produsen dicapai oleh produk atau
jasanya yang memenuhi prasyarat spesifikasi dengan cara tepat.
Mutu dipertunjukkan
oleh produsen yang mempunyai sistem, dikenal dengan sistem jaminan mutu yang
memungkinkan ketetapan produksi barang dan jasa pada standar atau syarat khusus.
Sebuah produk memperlihatkan ketahanlamaan kualitasnya selama terus-menerus
memenuhi pernyataan pembuatnya atas kualitas bahan tersebut. Selama produk-produk
menyesuaikan dengan standar dan spesifikasi pabrik, mereka telah memperlihatkan
kualitas . Pandangan kualitas ini kadang-kadang disebut kualitas nyata. Kualitas nyata
adalah dasar dari sistem jaminan mutu .
Garvin menggambarkan tujuh dimensi mutu yang dapat digunakan sebagai kerangka
perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk suatu output.
Dimensi-dimensi
tersebut adalah sebagai berikut:
- Kinerja (performance) karakteristik operasi dari produk,
- Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik pelengkap,
- Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kegagalan,
- Kesesuaian dengan spesifikasi yaitu sejumlah karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan,
- Service ability menyangkut kompetensi,
- Estetika atau daya tarik dari suatu produk,
- Kualitas yang dipersepsikan, yaitu citra dan reputasi output serta tanggungjawab
lembaga kepada output.
Sebuah produk atau jasa yang diberikan dapat dikatakan bermutu bila dimensidimensi
yang memberikan keterangan kebermutuan itu melekat dalam produk dan jasa.
Dalam pendidikan dimensi-dimensi itu akan melekat pada input (raw, environment,
instrumental), melekat pada proses (PBM, Pengelolaan), melekat pada out-put keluaran
sekolah).
Dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan dimensi-dimensi itu melekat pada
“produk” dan melekat pada “service”. Akan tetapi dalam dunia pendidikan sangatlah
kompleks karena pada dasarnya produk yang dikeluarkan itu bukan barang akan tetapi
anak didik dengan kekhasannya sebagai manusia, dengan demikian bentuk layanan yang diberikannyapun tidaklah sama seperti dalam jasa layanan perekonomian lainnya.
Hal yang menempatkan kesamaan setiap dimensi dalam produk dan jasa dalam dunia
ekonomi dan pendidikan adalah peletakan mutu tersebut, bahwa dalam sebuah kegiatan
kebermutuan itu dapat diperoleh dengan right for the first time and always right for the
next time.
Secara prinsipil bahwa kualitas itu adalah filosofi individual dan budaya organisasi
yang memanfaatkan hasil-hasil keluaran, menggunakan teknik-teknik dalam manajemen
yang sistematik, serrta kolaborasi untuk mencapai misi dari institusi.
Prinsip-prinsip
kualitas itu dapat diidentifikasi sebagai berikut :
- Visi, misi, dan dorongan dari
keluaran,
- Sistem yang jelas,
- Kepemimpinan sebagai pembangun budaya mutu,
- Pengembangan individu yang sistematis,
- Pengambilan keputusan yang mendasarkan
fakta-fakta,
- Pendelagasian kewenangan dan pengambilan keputusan,
- Kerjasama,
- Perencanaan untuk perubahan,
- Kepemimpinan sebagai pendorong budaya
mutu.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) adalah model manajemen
yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/
keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga
sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh
masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.
Ada dua unsur utama dalam MPMBS sebagai partisipan dan pelaku utama dalam
upaya sekolah meningkatkan mutu, warga sekolah memperoleh kesempatan yang
luas dan luwes untuk mengembangkan berbagai program sekolah yang disesuaikan
dengan kebutuhan siswa dan potensi yang dimiliki, sedangkan masyarakat memperoleh
kesempatan untuk berpartisipasi sesuai dengan aturan-aturan yang disepakati bersama
antara warga sekolah dan masyarakat.
MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan
meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efisiensi, inovasi,
relevansi, dan pemerataan serta akses pendidikan), maka MPMBS lebih difokuskan pada
peningkatan mutu. MPMBS = otonomi sekolah + fasilitas + partisipasi untuk mencapai
sasaran mutu sekolah.
Otonomi mengandung pengertian; kewenangan/kemandirian
yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak
bergantung. Fleksibilitas adalah keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah
untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal
mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan partisipasi adalah penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan)
dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari pengambilan
keputusan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan
mutu pendidikan.
Peningkatan mutu sekolah melalui penerapan model MPMBS dalam pengelolaanya
bukan hanya sekedar sesuatu yang dicobakan karena kebetulan, akan tetapi ada sejumlah
alasan rasional yang memungkinkan model tersebut diterapkan di sekolah-sekolah di
Indonesia, alasan-alasan tersebut dapat diperinci sebagai berikut;
- Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah maka sekolah akan lebih
inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah;
- Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumberdaya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah
dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk
meningkatkan mutu sekolah;
- Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya
sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya untuk memajukan
sekolahnya;
- Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khusunya input pendidikan yang
akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik;
- Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi
kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi
sekolahnya;
- Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol
oleh masyarakat setempat;
- Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
sekolah menciptakan transfaransi dan demokrasi yang sehat;
• Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia
akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran
mutu pendidikan yang telah direncanakan;
- Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan
orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat, dan ;
- Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.
MPMBS bertujuan untuk mendirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepala sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah dan mendorong partisipasi
warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Hal lainnya
yang termasuk dalam tujuan MPMBS adalah:
• Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas,
partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif
sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia;
• Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
• Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolahnya; dan,
• Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang
akan dicapai.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah memiliki sejumlah karakteristik
dalam implementasinya di sekolah, yaitu sebagai berikut:
1. Output yang diharapkan
- Output berupa prestasi akademik (academic achievement)
- Output berupa prestasi non-akademik (non-academic achievement)
2. Proses
a. PBM yang efektivitasnya tinggi;
b. Kepemimpinan sekolah yang kuat;
c. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif;
e. Sekolah memiliki budaya mutu;
f. Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis;
g. Sekolah memiliki kewenangan;
h. Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat;
i. Sekolah memiliki keterbukaan (transfaransi) manajemen;
j. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik);
k. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;
l. Sekolah responsif dan inisiatif terhadap kebutuhan;
m. Memiliki komunikasi yang baik;
n. Sekolah memiliki akuntabilitas;
o. Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas.
3. Input
a. Memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas;
b. Sumber daya tersedia dan siap;
c. Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi;
d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi;
e. Fokus pada pelanggan (khususnya siswa);
f. Input manajemen.
Manajemen Berbasis Sekolah
Pendidikan Nasional Indonesia menggambarkan keseluruhan kegiatan sistem
pendidikan di Negara Indonesia. Sebagai sebuah sistem, maka sistem pendidikan nasional
memiliki sejumlah elemen dalam penyelenggaraan kegiatannya, bila dipandang sebagai
bagian dari sistem pembangunan bangsa, maka sistem pendidikan kita merupakan bagian
dari entitas sistem yang ada, akan berkaitan dengan berbagai sistem, seperti sistem
ekonomi, sistem sosial, sistem politik, sistem budaya, sistem hankam dan lain-lain.
Dalam penyelenggaraannya, keberhasilan sistem pendidikan kita masih banyak
dipertanyakan orang. Sudah mampukah kita menyiapkan sumber daya manusia
Indonesia yang bermutu, yang siap dipersaingkan dengan manusia manapun di dunia?
Sudah mampukah kita mengelola pendidikan dengan baik sehingga dalam prosesnya
tidak terjadi berbagai penyimpangan-penyimpangan?, Sudah benarkah jalan yang
ditapaki dalam menterjemahkan pencapaian tujuannya; melahirkan Manusia Indonesia
Seutuhnya (MANIS), mencerdaskan kehidupan bangsa ?
Dalam perjalanannya pendidikan di Indonesia mengalami pasang surut, hal ini tidak
lain untuk menemukan bentuk pendidikan yang terbaik yang cocok dengan budaya
Indonesia.
Oleh karena itu kesadaran tentang arti pentingnya pendidikan yang dapat
memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik dimasa mendatang perlu
diupayakan terus menerus. Pendidikan adalah upaya dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan,
dan merubah perilaku, serta meningkatkan kualitasnya menjadi lebih baik dan lebih benar.
Keseimbangan peningkatan kualitas manusia Indonesia dengan pendidikan juga harus
diimbangi dengan bebagai komponen yang memadai dalam kegiatan pengelolaannya.
Kemudahan dalam memperoleh pendidikan (pemerataan) masih terjadi disparitas yang
mencolok diantara daerah-daerah yang ada di Indonesia, pembiayaan penyelenggaraan
yang dibebankan terlalu berat kepada masyarakat karena posisi penghasilan masyarakat
kita yang tidak merata.
Pada kenyataanya pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu
kegiatan yang cukup dinamis dan penuh dengan tantangan. Pendidikan akan selalu terus
berubah seiring dengan terjadinya perubahan zaman, setiap saat pendidikan menjadi
fokus perhatian dan bahkan tak jarang menjadi sasaran ketidakpuasan karena pendidikan
menyangkut kepentingan banyak orang, bukan hanya menyangkut investasi dan kondisi
kehidupan dimasa mendatang, melainkan juga menyangkut kondisi dan suasana hidup dan
kehidupan masa kini.
Itulah sebabnya pendidikan senantiasa memerlukan upaya dalam
perbaikan dan peningkatan, sejalan dengan semakin tinggi kebutuhan dan tuntutan hidup
masyarakat. Untuk menjawab tuntutan dan kebutuhan masyarakat dalam kehidupannya
juga dalam pendidikan memerlukan persiapan-persiapan dan kegiatan-kegiatan yang
dipersiapkan secara matang. Karena bagaimanapun untuk pemenuhan kehidupan itu
perlu dijembatani oleh sejumlah orang yang memiliki kualitas yang baik yang dihasilkan
melalui kegiatan pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan merupakan integrasi dari pada kegiatan pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan yang berlangsung di
lingkungan masyarakat dan pendidikan yang berlangsung pada jalur- formal pada unitunit
persekolahan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan secara formal, lembaga persekolahan memiliki,
peranan yang utama. Peranan ini diberikan dalam bentuk layanan pembelajaran. Dalam
penyelenggaraannya banyak kendala dan permasalahan yang ditemui, kendala dan
permasalahan itu pada umumnya muncul ketika sekolah ditempatkan sebagai bagian
dari panjangnya birokrasi yang ada. Seperti kita ketahui bahwa selama ini sentralisasi
menempatkan sekolah sebagai bagian dari birokrasi yang panjang, ketika tuntutan secara
kelembagaan untuk dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang cepat dihadapkan
kepada kendala birokrasi.
Dengan menempatkan sekolah sebagai institusi yang mampu mengambil dan
menetapkan kebijakan secara otonom, memberikan kesempatan kepada sekolah untuk
memberikan layanan yang sempurna, baik dan strategis.
Dapat dipastikan bahwa
perubahan kebijakan dalam pelaksanaanya bukan persoalan yang sederhana. Perubahan
kebijakan memerlukan kesiapan berbagai sumber dan kemampuan pengelolaan. Namun
demikian lebih penting adalah pemahaman dan kesiapan pengetahuan yang memadai
tentang apa dan bagaimana sistem baru “Manajemen Berbasis Sekolah atau School Based
Manegement (SBM)”.
Beberapa alasan pokok yang menuntut terjadinya perubahan kebijakan dalam
pengelolaan sekolah, antara lain tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap hasil
pendidikan yang disebabkan adanya perubahan perkembangan kebijakan sosial politik,
ekonomi, dan budaya.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari School Based Management,
adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk me-redesain pengelolaan sekolah
dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang meliputi guru, siswa, kepala
sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat. MBS merubah sistem pengambilan keputusan
dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan manajemen kepada
setiap yang berkepentingan di tingkat lokal (local stakeholders) (Chapman, J, 1990 dalam
Nanang Fattah : 2000).
Dalam buku Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat
tahun 2002 disebutkan bahwa “MBS” atau dalam terminologi bahasa Inggris disebut
School Based Management adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau
kemandirian kepala sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang
melibatkan semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat, kabupaten dan kota.
MBS adalah strategi untuk mengembangkan pendidikan dengan mengalihkan
kewenangan dalam pengambilan keputusan dari tingkat pusat dan daerah kepada masing-masing sekolah. MBS menempatkan kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua
sebagai kendali utama dalam proses pendidikan yang berlangsung dengan memberikan
tanggungjawab untuk membuat keputusan tentang keuangan, kepegawaian, dan
kurikulum.
Dengan mengalihkan wewenang dan keputusan dari pemerintah tingkat pusat ke
tingkat sekolah, diharapkan sekolah dapat lebih mandiri dan mampu menentukan arah
pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya.
Pada pelaksanaanya disadari bahwa mengimplementasikan pemberian kewenangan
kepala sekolah melalui pendekatan MBS memerlukan proses dan waktu.
Dengan MBS ada beberapa keuntungan yang dapat diambil oleh sekolah seperti
pengambilan keputusan pada level sekolah akan meningkatkan kegiatan belajar,
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyumbangkan pikirannya dalam
pengambilan keputusan, tanggungjawab yang besar dalam pengambilan keputusan,
mengarahkan kreativitas yang tinggi dalam mendesain program-program sekolah,
mengarahkan sumber daya yang tinggi dalam mendesain program-program sekolah,
mengarahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sekolah, menciptakan pengeluaran
yang realistik; berapa yang diperoleh dan berapa yang dikeluarkan serta untuk programprogram
apa saja, meningkatkan moral kerja guru dan melahirkan pemimpin-pemimpin
baru dalam pengelolaan sekolah.
Hal ini sejalan dengan pendapat NASSP; tahun 1993
bahwa keuntungan dari program MBS itu adalah sebagai berikut:
- Allow competent individuals in the schools to make decisions that will;
- Give the ebtire school community a voice in key decision;
- Focus accountability for decisions;
- Redirect resources to suport the goals developed in each school; Lead to realisitic
budgeting as parents and theachers become more aware of the school’s financial status,
spending limitation, and the cost of in programs; and,
- Improve morale of teachers and nature new leadership at all levels.
Model MBS telah dicoba di Amerika berasal dari karya Edward E. Lawler dan kawankawan
ternyata telah membawa dampak terhadap peningkatan kualitas belajar. Hal
ini disebabkan oleh mekanisme yang lebih efektif, yaitu pengambilan keputusan dapat
dilakukan dengan cepat, sekaligus memberikan dorongan semangat kinerja baru sebagai
motivasi berprestasi kepada kepala sekolah dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai
manajer sekolah.
Dalam banyak kasus disebutkan bahwa MBS telah membawa dampak
positif seperti yang dialami oleh sekolah-sekolah di beberapa negara lainnya.
Adapun yang melandasi kegiatan pengelolaan dalam model MBS adalah mengarah
kepada:
1) Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang ada;
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3) Peningkatan tanggungjawab sekolah terhadap kliennya, yaitu orang tua, sekolah dan
pemerintah; peningkatan kompetisi yang sehat dalam pencapaian mutu pendidikan.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah, harus seiring dengan kebijakan pada
level persekolahan yang ada yang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan
dampak yang menguntungkan, seperti hal-hal berikut ini:
- Kebijakan dan kewenangan sekolah harus memberikan pengaruh langsung pada
siswa, orang tua, dan guru;
- Dapat memberdayakan sumber daya yang ada;
- Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik;
- Perhatian bersama dalam pengambilan keputusan, pemberdayaan guru, manajemen
sekolah, perubahan.
MBS sebagai konsep desentralisasi pendidikan yang dilatarbelakangi oleh alasanalasan
tersebut di atas memasukan peradigma konsep yang jelas dalam mencapai
tujuannya yaitu kinerja yang unggul.
Seperti terlihat pada gambar paradigma konsep
strategi MBS di bawah ini:
Gambar Paradigma Konsep Manejemen Berbasis Sekolah (MBS)
(Nanang Fattah, (2000) yang diadopsi dari Edward B. Fiske (1996))
MBS menawarkan kebebasan kekuasaan yang besar dan bertumpu pada sekolah,
akan tetapi harus tetap disertai seperangkat tanggungjawab yang harus dipikul, yaitu
sikap accountability dengan intensitas yang tinggi dalam menjamin partisipasi sebagai
unsur yang berkepentingan dalam sekolah.
Adapun komponen-komponen school based untuk keberhasilan peningkatan mutu
pendidikan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
Tabel Komponen School Based management untuk Peningkatan
Mutu Pendidikan (Nanang Fattah :2002)
Dalam pelaksanaannya MBS membutuhkan sejumlah persyaratan yang harus
dipenuhi, sehingga pada akhirnya dengan model ini ada berbagai peningkatan dalam
program sekolah dan pencapaian tujuan sekolah. MBS membutuhkan sejumlah dorongan
dari staf sekolah yang memiliki kompetensi yang cukup cakap dalam bidangnya masingmasing.
MBS dilengkapi oleh guru-guru yang memiliki kapabilitas yang tinggi untuk
selalu meningkatkan kemampuannya (learning individual), memiliki kepala sekolah yang
mempunyai visi jauh kedepan tentang sekolahnya.
MBS akan berhasil tidak dalam kurun
waktu yang singkat karena bagaimanapun dibutuhkan penataan yang terus menerus. MBS
berhasil bila didukung oleh sekolah dan lembaga terkait dalam pelatihan dan pelaksanaan
MBS secara administratif dan operasional, karena akan dibutuhkan sejumlah penyesuaian
dalam menjalankan peranan baru. MBS akan berhasil bila mendapat dukungan secara
finansial dan untuk pengelolaanya diperlukan sejumlah keterampilan.
MBS akan berhasil
bila kantor pusat menyerahkan dengan jelas tanggungjawab dan kewenangannya kepada
sekolah dalam pengelolaan sekolah, dan kepala sekolah menyerahkan tanggungjawab
kepada guru dalam pembelajaran dan orang tua dalam dukungan program-program
sekolah.
Beberapa hal dibawah ini beberapa karakteristik dari perubahan-perubahan dalam
sekolah dalam kerangka MBS;
- Sekolah memperlihatkan bentuk-bentuk kegiatan dalam kerangka aktivitas
perubahan;
- Sekolah memiliki visi yang jelas;
- Sekolah memberikan kesempatan yang sama bagi guru-gurunya untuk memunculkan
ide dan gagasan;
- Sekolah memberi jalan bagi orang tua untuk berpartisipasi;
- Sekolah memanfaatkan rambu-rambu dalam pengembangan kurikulum;
- Sekolah mendesain setiap kegiatan pembelajaran di sekolah;
- Kepala Sekolah berkedudukan sebagai fasilitator dan manajer perubahan;
- Sekolah menginvestasikan uang yang dikeluarkan dalam bentuk sumber daya
manusia;
- Kepala Sekolah memegang tanggungjawab atas setiap kesalahan yang dilakukan
bawahannya.
Kepala sekolah sebagai penanggungjawab kegiatan sekolah menjadi penentu utama
dalam keberhasilan perubahan dalam sekolah. Kepala sekolah yang berhasil dalam
pengelolaan sekolah adalah kepala sekolah yang mampu memberdayakan empat sumber
utama yaitu; kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, informasi dan penghargaan.
Kekuasaan kepala sekolah diarahkan kepada upaya untuk membangun komitmen dari
seluruh warga sekolah kearah pencapaian tujuan sekolah.
Pengetahuan dan keterampilan
dalam bentuk bagaimana masyarakat dan orang tua dilibatkan dalam sekolah, pelibatan
yang terjadi dalam kemasan wadah, keterlibatan dalam wadah tersebut mengarahkan kepada bentuk-bentuk kegiatan yang mendukung segala program sekolah dan pencapaian
tujuan sekolah. Terjadi dalam kemasan wadah, keterlibatan dalam wadah tersebut
mengarahkan kepada bentuk-bentuk kegiatan yang mendukung segala program sekolah
dan pencapaian tujuan sekolah;
Knowledge of the organization so that employees can improve it. Teachers need technical
knowledge. Such as now to employ new approaches to teaching, business knowledge. Such
as how to develop a budget and knowledge of interpersonal and problem-solving skills to
they can apply what they know to achieving school goals.
Information about student performance and comparisons with other schools, abaut
whether parents and community leaders are satisfied with schools, about the resources
available, either monetary or other.
Rewards to acknowledge the extra effort SBM requires as well as to recognize
improvements.http://www.ed.gov/pubs/SER/SchBasedMgmt/: 1996)
Kepala sekolah yang efektif dalam pengelolaan sekolah ditandai dengan hal-hal berikut:
- Peranan sebagai desainer, kepala sekolah membantu membangun pengambilan
keputusan dalam tim yang terdiri dari seluruh stakeholders sekolah. Setiap keputusan yang
diambil adalah hasil dari keterlibatan seluruh anggota sekolah dan stakeholders’ sekolah.
- Motivator, kepala sekolah bekerja untuk mengkomunikasikan kepercayaan, kesiapan
untuk mengambil resiko, mengkomunikasikan sejumlah informasi dan memfasilitasi
setiap partisifasi dalam kegiatan belajar mengajar. Mampu memberikan dorongan dan
menyebabkan guru-guru dapat secara mandiri menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
dengan baik dan benar. Dorongan yang diberikan bisa berupa dorongan yang sifatnya
interinsik maupun eksterinsik.
- Fasilitator, Kepala sekolah memfasilitasi setiap
perkembangan anggota sekolah dan memperluas kegiatan sekolah. Memfasilitasi kearah
perubahan dan perbaikan sekolah dengan segenap kemampuan melalui tanggungjawab
dan wewenangnya sebagai kepala sekolah.
- Laison, kepala sekolah sebagai corong
antara sekolah dengan masyarakatnya, sehingga sumber-sumber yang dibutuhkan dalam
proses belajar mengajar dapat dibawa ke sekolah dengan mudah.
Komunikasi yang
dibangun tidak hanya dalam bentuk tulisan yang disebarluaskan melalui surat maupun
bentuk lainnya, akan tetapi sekarang harus mengarah juga dengan pemanfaatan bahasa
lisan melalui kontak pembicaraan langsung baik dengan orang tua maupun masyarakat.