Pengertian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL)

Pengertian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL)
RKA-KL adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu kementerian negara/lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. 

Isi dan susunan RKA-KL adalah sebagai berikut: 
  • RKA-KL terdiri dari rencana kerja kementerian negara/lembaga dan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja tersebut. 
  • Di dalam Rencana Kerja diuraikan visi, misi, tujuan, kebijakan, program, hasil yang diharapkan, kegiatan, dan keluaran yang diharapkan 
  • Di dalam anggaran yang direncanakan, diuraikan biaya untuk masing-masing program dan kegiatan untuk tahun anggaran yang direncanakan yang dirinci menurut jenis belanja, prakiraan maju untuk tahun berikutnya, serta sumber dan sasaran pendapatan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. 
  • RKA-KL meliputi seluruh kegiatan satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga termasuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 
Pendekatan penyusunan RKA-KL juga mengacu pada pendekatan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah, yaitu: kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran terpadu dan penganggaran berbasis kinerja.  

PROSES PENYUSUNAN RKA-KL 
RKA-KL memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk tahun anggaran yang sedang disusun dan prakiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya. Memperhatikan peranan RKA-KL sebagai dokumen anggaran, maka efektivitas dan efiensi pemanfaatan dana yang disediakan dalam RKA-KL sebagian besar ditentukan pada proses penyusunan RKA-KL yang bersangkutan. Proses penyusunan dokumen anggaran tersebut dilaksanakan melalui penelaahan bersama antara kementerian keuangan dan kementerian negara/lembaga teknis. 

Hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut: 
  • Kementerian negara/lembaga menyusun RKA-KL untuk tahun anggaran yang sedang disusun mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang ditetapkan dalam surat edaran bersama menteri perencanaan pembangunan nasional dan menteri keuangan. 
  • Kementerian perencanaan menelaah rencana kerja yang disampaikan kementerian negara/lembaga melalui koordinasi dengan kementerian keuangan. 
  • Perubahan terhadap program kementerian negara/lembaga diusulkan oleh menteri/pimpinan lembaga terkait dan disetujui oleh kementerian perencanaan melalui koordinasi dengan kementerian keuangan. 
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan RKA-KL ditetapkan oleh menteri perencanaan. 
Proses rinci penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut: 
  • Menteri/pimpinan lembaga setelah menerima surat edaran menteri keuangan tentang pagu sementara bagi masing-masing program pada pertengahan bulan Juni, menyesuaikan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja–KL) menjadi RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan. 
  • Kementerian negara/lembaga membahas RKA-KL tersebut bersama-sama dengan komisi terkait di DPR. Hasil pembahasan RKA-KL tersebut disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juli. 
  • Kementerian Perencanaan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). 
  • Kementerian Keuangan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan surat edaran menteri keuangan tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan. 
  • Menteri keuangan menghimpun semua RKA-KL yang telah ditelaah, selanjutnya dituangkan dalam Rancangan APBN dan dibuatkan Nota Keuangan untuk dibahas dalam sidang kabinet. 
  • Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta himpunan RKA-KL yang telah dibahas disampaikan pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Agustus untuk dibahas bersama dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambatlambatnya pada akhir bulan Oktober. 
  • RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam keputusan presiden tentang rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan November. 
  • Keputusan presiden tentang rincian APBN tersebut menjadi dasar bagi masing-masing kementerian negara/lembaga untuk menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran.
  • Konsep dokumen pelaksanaan anggaran disampaikan kepada menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara selambatlambatnya minggu kedua bulan Desember. 
  • Dokumen pelaksanaan anggaran disahkan oleh menteri keuangan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember.

STRUKTUR APBN 
APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia secara garis besar adalah sebagai berikut: 
1. Anggaran pendapatan 
a. Penerimaan pajak (termasuk pungutan bea masuk dan cukai) 
b. Penerimaan bukan pajak 
c. Hibah 

2. Anggaran belanja 
a. Belanja pemerintah pusat 
b. Belanja daerah dalam rangka perimbangan keuangan 

3. Pembiayaan 
a. Penerimaan pembiayaan 
b. Pengeluaran pembiayaan 

Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat. Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari: pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. 

Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. 

Dalam rangka penyusunan anggaran berbasis prestasi kerja (kinerja) sebagaimana telah diuraikan di muka, penyusunan anggaran juga dikelompokkan menurut program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Selanjutnya, program-program tersebut dirinci lagi ke dalam kegiatan-kegiatan yang dilengkapi dengan anggaran dan indikator keberhasilannya. 

APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun APBN diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Penyusunan Rancangan APBN tersebut berpedoman kepada RKP dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. 

Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumbersumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam undangundang tentang APBN. Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari PDB. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi dan diutamakan untuk: 
  1. Pengurangan utang,
  2. Pembentukan dana cadangan, dan 
  3. Peningkatan jaminan sosial.

Pengertian Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

Pengertian Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Rencana Kerja Pemerintah merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, memuat rancangan kerangka ekonomi makro yang termasuk didalamnya arah kebijakan fiskal dan moneter, prioritas pembangunan, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. 

RKP dimaksudkan sebagai upaya pemerintah secara menyeluruh untuk mewujudkan tujuan bernegara. Untuk itu, RKP tidak hanya memuat kegiatan-kegiatan dalam kerangka investasi pemerintah dan pelayanan publik, tetapi juga untuk menjalankan fungsi pemerintah sebagai penentu kebijakan dengan menetapkan kerangka regulasi guna mendorong partisipasi masyarakat.

Penyusunan RKP Ketentuan mengenai pokok-pokok penyusunan RKP adalah sebagai berikut: 
  • Dasar penyusunan RKP adalah Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) dan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) provinsi, kabupaten, dan kota sebagai bahan masukan. Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. 
  • Kementerian Perencanaan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan untuk menyelaraskan antar Renja-KL dan antara kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang tercantum dalam Renja-KL dengan Rancangan RKPD. 
  • Hasil musyawarah perencanaan pembangunan digunakan untuk memutakhirkan Rancangan RKP yang akan dibahas dalam sidang kabinet untuk ditetapkan menjadi RKP dengan keputusan presiden paling lambat pertengahan bulan Mei. 
  • RKP digunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran di DPR. 
  • Dalam hal RKP yang ditetapkan berbeda dengan hasil pembahasan dengan DPR, pemerintah menggunakan RKP hasil pembahasan dengan DPR. 

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RKP antara lain: 
  • Program dan kegiatan dalam RKP disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu.  
  • Program dalam RKP terdiri dari kegiatan yang berupa: 
  1. Kerangka regulasi yang bertujuan untuk memfasilitasi, mendorong, maupun mengatur kegiatan pembangunan yang dilaksanakan sendiri oleh masyarakat; dan/atau 
  2. Kerangka pelayanan umum dan investasi pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan masyarakat. 
  • Sebagai bahan masukan dalam penyusunan RKP digunakan Standar Pelayanan Minimum. Standar Pelayanan Minimum disusun oleh kementerian negara/lembaga yang fungsinya mengatur dan/atau melaksanakan pelayanan langsung kepada masyarakat, melalui koordinasi dengan kementerian perencanaan, kementerian keuangan, dan kementerian negara/lembaga terkait. 
  • Sebagai suatu rencana kerja, program dan kegiatan yang termuat dalam RKP sudah bersifat terukur (measureable) karena harus sudah memperhitungkan ketersediaan anggaran. Artinya, sebagai dokumen perencanaan, RKP tidak lagi memuat daftar panjang usulan kegiatan kementerian negara/lembaga yang selama ini lebih dianggap sebagai “daftar keinginan” yang belum tentu dapat dilaksanakan. Inilah karakteristik yang mendasar dalam RKP.

Ciri Penyusunan RKP 
Hal-hal yang baru dalam penyusunan RKP adalah proses penyusunannya memiliki tiga ciri baru yaitu: 

Pertama, penegasan cakupan isi proses “top-down” dan “bottom-up”. Proses top-down merupakan langkah-langkah penyampaian batasan umum oleh lembaga-lembaga pusat (central agency) yaitu kementerian keuangan dan kementerian perencanaan pembangunan nasional kepada kementerian negara/lembaga tentang penyusunan rencana kerja. Batasan umum ini mencakup prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif. Di dalam batasan ini, kementerian negara/lembaga diberi kekuasaan untuk merancang kegiatan-kegiatan pembangunan demi pencapaian sasaran pembangunan nasional yang telah disepakati. Rancangan ini disampaikan kembali kepada central agency untuk selanjutnya diserasikan secara nasional. Inilah inti proses bottom-up.

Kedua, sebagai tindak lanjut kebijakan desentralisasi maka kegiatan pemerintah pusat di daerah menjadi salah satu perhatian utama. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar kegiatan pemerintah pusat di daerah terdistribusi secara adil dan dapat menciptakan sinergi secara nasional. Untuk mencapai tujuan ini, maka dalam rangka penyusunan RKP dilaksanakan musyawarah perencanaan baik antar kementerian negara/lembaga maupun antara kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah provinsi.

Ketiga, proses penyusunan RKP adalah juga proses penyatuan persepsi kementerian negara/lembaga tentang prioritas pembangunan nasional dan konsekuensi rencana anggarannya sebagai persiapan pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga di Dewan Perwakilan Rakyat. 

Pengertian Keuangan Negara Menurut Ahli

Pengertian Keuangan Negara
Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan. 

Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh subjek yang memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. 

Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. 

Pengelompokkan Keuangan Negara 
Berdasarkan pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek, terlihat bahwa hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang diperluas cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.  

Dengan demikian, bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam: 
  • Subbidang pengelolaan fiskal, 
  • Subbidang pengelolaan moneter, dan 
  • Subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. 
Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal meliputi kebijakan dan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai dari penetapan Arah dan Kebijakan Umum (AKU), penetapan strategi dan prioritas pengelolaan APBN, penyusunan anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh DPR, pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran, penyusunan perhitungan anggaran negara (PAN) sampai dengan pengesahan PAN menjadi undang-undang.

Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan moneter berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sektor perbankan dan lalu lintas moneter baik dalam maupun luar negeri.

Pengelolaan keuangan negara subbidang kekayaan negara yang dipisahkan berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di sektor Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang orientasinya mencari keuntungan (profit motive). 

Berdasarkan uraian di atas, pengertian keuangan negara dapat dibedakan antara: pengertian keuangan negara dalam arti luas, dan pengertian keuangan negara dalam arti sempit. 

Pengertian keuangan negara dalam arti luas pendekatannya adalah dari sisi objek yang cakupannya sangat luas, dimana keuangan negara mencakup kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan pengertian keuangan negara dalam arti sempit hanya mencakup pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal saja. 

Pembahasan lebih lanjut dalam modul ini dibatasi hanya pada pengertian keuangan negara dalam arti sempit saja yaitu subbidang pengelolaan fiskal atau secara lebih spesifik pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara 
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.   

Aturan pokok Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum, yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asasasas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) dalam pengelolaan keuangan negara. 

Penjelasan dari masing-masing asas tersebut adalah sebagai berikut. 
a. Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran negara dibuat secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif (DPR). 
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa tidak diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara dengan pengeluaran negara. 
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap, berarti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam anggaran adalah jumlah brutonya. 
d. Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif berarti penggunaan anggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah ditentukan. 
e. Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya. 
f. Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara ditangani oleh tenaga yang profesional. 
g. Asas Proporsionalitas; pengalokasian anggaran dilaksanakan secara proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai. 
h. Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen. 
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara secara objektif dan independen.

Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ruang Lingkup Keuangan Negara 
Ruang lingkup keuangan negara meliputi: 
  • Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 
  • Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; 
  • Penerimaan negara; 
  • Pengeluaran negara; 
  • Penerimaan daerah; 
  • Pengeluaran daerah; 
  • Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hakhak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah; 
  • Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 
  • Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah; dan 
  • Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah. 
PERBENDAHARAAN NEGARA 
Pengertian Perbendaharaan Negara menurut UU No. 1 Tahun 2004 adalah “pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD)”

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. 

Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi: 
  1. Perencanaan kas yang baik; 
  2. Pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan;
  3. Pencarian sumber pembiayaan yang paling murah; dan 
  4. Pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang dilaksanakan di dunia usaha ke dalam pengelolaan keuangan pemerintah tidak dimaksudkan untuk menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan pengelolaan keuangan sektor swasta. Pada hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare state). 

Namun, pengelolaan keuangan sektor publik yang selama ini menggunakan pendekatan superioritas negara telah membuat aparatur pemerintah yang mengelola keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintah. 

Pengertian Nilai-Nilai Pendidikan Islam Menurut Ahli

A. Pengertian Nilai Pendidikan Islam
1. Pengertian nilai 
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. Menurut Sidi Gazalba yang dikutip Chabib Thoha mengartikan nilai sebagai berikut : Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Sedang menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalaah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku. 

 2. Pengertian pendidikan Islam 
Pendidikan dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata education. Menurut Frederick J. MC. Donald adalah : “Education in the sense used here, is a process or an activity which is directed at producing desirable changes in the behavior of human being” (pendidikan adalah proses yang berlangsung untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan dalam tingkah laku manusia).

Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal. Adapun menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Adapun pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untku mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama. 

Sedang pendidikan Islam menurut ahmad D Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Senada dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.

Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat.

Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya. 

B. Landasan dan Tujuan Nilai Pendidikan Islam 
1. Landasan Nilai Pendidikan Islam 
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaranajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan As Sunah.

Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga isi Al-Qur’an dan Al Hadits menjadi pondamen, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan.

2. Tujuan Nilai Pendidikan Islam 
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup.

Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi, tujuan pendidikan Islam adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.

C. Nilai-Nilai Pendidikan Islam 
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai.

Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.

Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatui rangkaian atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas. 

Bagi para pendidik, dalam hal ini adalah orang tua sangat perlu membekali anak didiknya dengan materi-materi atau pokok-pokok dasar pendidikan sebagai pondasi hidup yang sesuai dengan arah perkembangan jiwanya. 

1. Nilai Pendidikan keimanan (aqidah Islamiyah) 
Iman adalah kepercayaan yang terhujam kedalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan syak (ragu-ragu) serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Al Ghazali mengatakan iman adalah megucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.

Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian yang pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini pada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang. 

Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan cara : 
  • Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya 
  • Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan 
  • Memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah SWT  
Rasulullah SAW. adalah orang yang menjadi suri tauladan (Uswatun Hasanah) bagi umatnya, baik sebagai pemimpin maupun orang tua. Beliau mengajarkan pada umatnya bagaimana menanamkan nilai-nilai keimanan pada anak-anaknya. Ada lima pola dasar pembinaan iman (Aqidah) yang harus diberikan pada anak, yaitu membacakan kalimat tauhid pada anak, menanamkan kecintaan kepada Allah SWT dan RasulNya, mengajarkan Al-Qur'an dan menanamkan nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan.

Orang tua memiliki tanggung jawab mengajarkan Al-Qur'an pada anak-anaknya sejak kecil. Pengajaran Al-Qur'an mempunyai pengaruh yang besar dalam menanamkan iman (aqidah) yang kuat bagi anak. Pada saat pelajaran Al-Qur'an berlangsung secara bertahap mereka mulai dikenalkan pada satu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan Al-Qur'an adalah firman-firman-Nya yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW.

Iman (aqidah) yang kuat dan tertanam dalam jiwa seseorang merupakan hal yang penting dalam perkembangan pendidikan anak. Salah satu yang bisa menguatkan aqidah adalah anak memiliki nilai pengorbanan dalam dirinya demi membela aqidah yang diyakini kebenarannya. Semakin kuat nilai pengorbanannnya akan semakin kokoh aqidah yang ia miliki.

Nilai pendidikan keimanan pada anak merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai fitrahnya, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman keimanan pada anak harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan bagi orang tua sebagai pendidik.

Dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagaimana dalam ayat diatas maka orang tua mempunyai kewajiban untuk memelihara fitrah dan mengembangkannya. 

Melihat ayat dan hadis diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan perkembangan selanjutnya tergantung pada orang tua dan pendidiknya, maka orang tua wajib mengarahkan anaknya agar sesuai dengan fitrahnya.

Nilai pendidikan keimanan termasuk aspek-aspek pendidikan yang patut mendapatkan perhatian pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini kepada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang tua dengan penuh kesungguhan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keIslaman seseorang. 

Pembentukkan iman seharusnya diberikan kepada anak sejak dalam kandungan, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Berbagai hasil pengamatan pakar kejiwaan menunjukkan bahwa janin di dalam kandungan telah mendapat pengaruh dari keadaan sikap dan emosi ibu yang mengandungya.

Nilai-nilai keimanan yang diberikan sejak anak masih kecil, dapat mengenalkannya pada Tuhannya, bagaimana ia bersikap pada Tuhannya dan apa yang mesti diperbuat di dunia ini. Sebagaimana dikisahkan dalam al Qur’an tentang Luqmanul Hakim adalah orang yang diangkat Allah sebagai contoh orang tua dalam mendidik anak, ia telah dibekali Allah dengan keimanan dan sifat-sifat terpuji. Orang tua sekarang perlu mencontoh Luqman dalam mendidik anaknya, karena ia sebagai contoh baik bagi anak-anaknya. perbuatan yang baik akan ditiru oleh anakanaknya begitu juga sebaliknya. 

Oleh karena itu, pendidikan keimanan, harus dijadikan sebagai salah satu pokok dari pendidikan kesalehan anak. Dengannya dapat diharapkan bahwa kelak ia akan tumbuh dewasa menjadi insan yang beriman kepada Allah SWT., melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan keimanan yang sejati bisa membentengi dirinya dari berbuat dan berkebiasaan buruk. 

2. Nilai Pendidikan Kesehatan 
Kesehatan adalah masalah penting dalam kehidupan manusia, terkadang kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang baru sadar akan pentingnya kesehatan bila suatu saat dirinya atau keluarganya jatuh sakit. Dengan kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok persoalan sakit kemudian dicari obatnya. 

Kesehatan dibutuhkan setiap orang, apalagi orang-orang Islam. dengan kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan dengan baik. Orang bekerja butuh tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah pada Allah SWT. semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani maupun rohani. 

Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam era modern seperti sekarang ini banyak sekali penyakit baru yang bermunculan. Maka perlu kiranya bagi orang tua muslim untuk lebih memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok. 

Usaha penanaman kebiasaan hidup sehat bisa dilakukan dengan cara mengajak anak gemar berolah raga, memberikan keteladanan dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta memberikan pengetahuan secukupnya tentang pentingnya kebersihan.

3. Nilai Pendidikan Ibadah 
Ibadah semacam kepatuhan dan sampai batas penghabisan, yang bergerak dari perasaan hati untuk mengagungkan kepada yang disembah. Kepatuhan yang dimaksud adalah seorang hamba yang mengabdikan diri pada Allah SWT. 

Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai ibadah dengan cara : 
  • Mengajak anak ke tempat ibadah 
  • Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah 
  • Memperkenalkan arti ibadah. 
Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pendidikan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin nilai ibadah yang ia miliki maka akan semakin tinggi nilai keimanannya. Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba pada Allah SWT. ibadah yang dilakukan secara benar sesuai dengan syar'i’at Islam merupakan implementasi secara langsung dari sebuah penghambaan diri pada Allah SWT. 

Manusia merasa bahwa ia diciptakan di dunia ini hanya untuk menghamba kepada-Nya . Pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga kegiatan ibadah yang dapat menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan sholat, meniru orang tuanya kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu.

Pengertian Hakikat, Asas Dan Prinsip Kurikulum

Hakikat, Asas Dan Prinsip Kurikulum
Pengertian Kurikulum I stilah kurikulum pada awal mulanya digunakan dalam dunia olah raga pada zaman yunani kuno. Kurikulum berasal dari curriculum dari kata currir artinya pelari dan curure artinya tempat berpacu. Jadi, kurikulum diartikan jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Dari makna yang terkandung dari kata tersebut, kurikulum secara sederhana dapat diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh, diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijazah. 

Kata kurikulum berasal dari Bahasa Yunani, yaitu dari kata “currere” yang berarti jarak tempuh lari Dengan kata lain jarak yang ditempuh oleh seorang pelari dari mulai garis start sampai garis finish. Jadi secara singkat dapat sebagai sarana penghantar pada tujuan. Dan pada permulaannya istilah kurikulum sering digunakan dalam istilah olahraga. Namun pada tahun 1955 mulai digunakan dalam bidang pendidikan (Muhaimin, 2005:1). 

Pengertian kurikulum yang terdapat dalam kamus Webster, Curriculum is currently defined in the way: the course and class activities in wich children and youth engage; the total range of in class out of class exprencess sponsored by the school; and the total life experience the learner ( Muhammad Ali, 1992:5). 

Mengenai definisi tersebut, Ahmad Tafsir (2005:53) menjabarkan bahwa kurikulum dapat diartikan menjadi dua macam: 
  1. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu; 
  2. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan. Kurikulum berasal dari kata curriculum yang berarti “rencana pelajaran” (John M. Echols, 2000:160). 
Sedangkan pengertian kurikulum atau dalam Bahasa Arab disebut manhaj menurut Muhammad Ali al-Khouly adalah seperangkat perencanaan untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Pandangan yang menyatakan kurikulum adalah rencana pelajaran disuatu sekolah yang sering dikenal sebagai pandangan lama atau tradisional. 

Dengan pandangan tersebut seolaholah belajar disekolah hanya sekedar membaca buku-buku teks yang sudah ditentukan sebagai sumber bahan pelajaran. Kurikulum menurut pandangan ini membagi kegiatan belajar kedalam kegiatan kurikulum (intra curricular). Kegiatan penyertaan kurikulum (cocurriculum) dan di luar kegiatan kurikulum (ekstrakurikuler). Sedangkan menurut pandangan baru atau modern, kurikulum tidak hanya sekedar rencana pelajaran. Kurikulum diartikan sebagai sesuatu yang nyata yang terjadi dalam proses pendidikan di sekolah, baik dalam kelas, diluar kelas, dalam pergaulam mereka, olahraga, pramuka dan sebagainya yang diorganisir oleh sekolah. 

Semua pengalaman tersebut menurut pandangan baru dianggap sebagai kurikulum (Mahmud & Tedi Priatna, 2005:135-137). Kurikulum dapat ditafsirkan bermacam-macam. Menurut Saylor (1981), yaitu 
  1. Perangkat bahan ajaran, 
  2. Rumusan hasil belajar yang dikehendaki, 
  3. Penyediaan kesempatan belajar, 
  4. Kewajiban peserta didik (Nanang Fatah, 1991:38). 
Berdasarkan pendapat tersebut terdapat dua aspek yang penting dan perlu dipahami pengelolaannya yaitu: 
  1. Isi kurikulum, 
  2. Proses kurikulum. 

Kurikulum adalah istilah yang telah diketahui oleh setiap orang, setiap orang yang pernah mendengar kata itu. Tapi mungkin hanya sedikit saja orang tahu bahwa kurikulum itu sangat penting posisinya dalam pendidikan. Kurikulum ialah program untuk mencapai tujuan. Sebagus apapun rumusan tujuan jika tidak dilengkapi dengan program yang tepat maka tujuan itu tidak akan tercapai. Kurikulum itu laksana jalan yang dilalui dalam menuju tujuan. Esensi kurikulum ialah program. Bahkan kurikulum ialah program. Kata ini memang terkenal dalam ilmu pendidikan. Program apa? Kurikulum ialah program dalam mencapai tujuan pendidikan. Pada umumnya isi kurikulum ialah nama-nama mata pelajaran beserta silabinya atau pokok bahasan. Tetapi sebenarnya kurikulum tidak harus berupa nama mata pelajaran. Ia dapat saja berupa nama kegiatan. Contoh nama mata pelajaran: Matematika, Biologi, Agama Islam. 

Contoh kegiatan: Mengelas kuningan, Memperbaiki mesin diesel, Bertanam singkong. Jika kurikulum itu berorientasi kompetensi maka anda akan menerimanya. Sekalipun isi kurikulum dapat bermacam-macam namun isi kurikulum tetap saja berupa program dalam mencapai tujuan pendidikan. Hal penting pertama yang harus diperhatikan ialah kurikulum itu ditentukan oleh tujuan pendidikan yang hendak dicapai (A. Tafsir, 2006:98-99). 

Sedangkan menurut Alice Meil sebagaimana dikutip oleh Haidar Putra Daulay (1946:34) dalam bukunya Changing the Curriculum a Social Process, kurikulum itu meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang yang meladeni dan di ladeni sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik, dan personalia Adapun esensi kurikulum terdapat perbedaan pendapat. Tapi perbedaan pendapat tersebut hanya pada kisaran jumlah. Namun dari segi esensi kurikulum tersebut sama. 

Salah satunya yang diungkapkan oleh Hilda Taba bahwa kurikulum meliputi empat aspek sebagai berikut :
  1. Tujuan; 
  2. Isi; 
  3. Pola belajar mengajar;
  4. Evaluasi (Ahmad Tafsir, 2006: 54).
Sedangkan secara istilah kurikulum mempunyai makna yang beragam. Khususnya secara redaksi para ahli agak berbeda dalam mengartikan kurikulum, namun dari segi makna tidak jauh berbeda. Di antaranya menurut Saylor, Alexander, and Lewis yang kemudian dikutip oleh Muhammad Ali (1992:2-3), mereka merumuskan bahwa kurikulum adalah: 
  1. Sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran. 
  2. Sebagai rencana tentang pengalaman belajar. 
  3. Sebagai rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai. 
Arti kurikulum di atas tampaknya terlalu sempit jika dibandingkan dengan arti kurikulum menurut pandangan modern, yakni tidak sebatas sejumlah perlajaran yang dipelajari, melainkan semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Dengan kata lain kurukulum dalam pandangan modern adalah pengalaman belajar. Dari beberapa definisi kurikulum di atasdapat dikatakan bahwa setiap kurikulum jika disederhanakan di dalamnya ada yang namanya tujuan kurikulum, isi atau materi kurikulum, metode atau proses belajar mengajar dan ada evaluasi. 

Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan sistematis dan struktural. Begitu juga dengan dunia pendidikan, diperlukan sistem, struktur dan program yang terencana untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Proses, pelaksanaan sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah kurikulum pendidikan. Menurut Abdul Mujib (2006:122). memaknai kurikulum sebagai perangkat perencanaan dan media untuk menghantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. 

Sedangkan Ramayulis (2006:150) mengutip Crow dan Crow mendefinisikan kurikulum sebagai rancangan pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh legalitas dari suatu lembaga yaitu ijazah.

Ahmad Tafsir (2006:99) lebih jauh mengatakan pengertian kurikulum sebagai program dalam mencapai tujuan pendidikan. Lebih lanjut beliau mengatakan pada umumnya isi kurikulum adalah nama-nama pelajaran beserta silabinya atau pokok bahasan. Kurikulum juga mencakup nama-nama kegiatan (kegiatan ekstrakulikuler). Abuddin Nata (2005:175) mengatakan secara harfiah kurikulum berasal dari bahasa Latin, curriculum yang bermakna bahan pelajaran. 

Sedangkan dalam bahasa Prancis courier yang bermakna berlari. Kata kurikulum kemudian diadopsi menjadi bahasa Indonesia dan menjadi istilah yang digunakan untuk menunjukan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau untuk memperoleh ijazah. Kata ini juga dapat bermakna sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematis dan koordinatif dalam rangkan mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Sedangkan Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata (2005:176) mengatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, oleh raga dan kesenian baik dalam sistem pendidikan formal atau sistem pendidikan informal. 

Berdasarkan pengertian di atas, kurikulum merupakan bagian dari satuan pendidikan yang terbentuk sistematis dan terstruktur dalam sistem pendidikan. Kurikulum berbentuk mata pelajaran atau kegiatan ekstrakurikuler yang sistematis, legalitas akademis dalam bentuk ijazah akan diberikan kepada peserta didik setelah ia menyelesaikan program akademis. Bahan pengajaran yang terdapat dalam kurikulum pada saat ini cakupannya semakin luas. 

Kemajuan teknologi dan kebutuhan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan menjadikan kurikulum pada saat ini semakin berkembang. Berdasarkan tuntutan perkembangan dan kemajuan jaman, para ahli menetapkan cakupan kurikulum meliputi empat bagian, 
Pertama, bagian-bagian yang berkaitan dengan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 

Kedua, bagian-bagian yang berisi tentang ilmu pengetahuan, informasi, data-data, aktivitas, pengalaman yang kemudian disusun menjadi bahan pelajaran yang kemudian dimasukan dalam bentuk silabus.

Ketiga, bagian yang berisi tentang metode atau cara penyampaian mata pelajaran. 

Keempat, bagian yang berisi metode, penilaian dan pengukuran atas hasil mata pelajaran tertentu. 

Dasar, Asas, dan Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam 
Dua orang penulis pendidikan Islam, Al-Syaibani (1979:523-532) dan Abdul Mujib (2006:125-131) menetapkan dasar pokok bagi kurikulum tersebut sebagai berikut:
1. Dasar Religi 
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan agama. Sehingga dasar religi menjadi dasar utama. Dasar ini ditetapkan berdasarkan nilai-nilai Ilahi. Penetapan nilainilai tersebut didasarkan pada Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan Tuhan untuk umat manusia. Nabi bersabda, «Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu dua perkara, yang jika .kamu berpegang teguh padanya, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yakni Kitabullah (al-Qur›an) dan Sunnah Nabi-Nya». (HR.Hakim). 

2. Dasar Falsafah 
Dasar filosofis menjadi penunjuk arah bagi tujuan pendidikan Islam. Sehingga kurikulum mengandung kebenaran sesuai dengan apa yang dikandung oleh pandangan hidup tersebut (Islam). Menurut Abdul Mujib (2006:126-128) dasar fiosofis ini membawa pada tiga dimensi, yaitu dimensi ontologis (objek atau sumber), dimensi epistemologis (cara), dan dimensi aksiologis (manfaat). 

Uraiannya sebagai berikut : 
1. Dimensi ontologis. 
Dimensi ini mengarahkan peserta didik untuk berhubungan langsung dengan objek yang dikaji. Baik yang berbentuk realitas fisik, ataupun realitas nonfisik (ghaib). 

2. Dimensi epistemologis. 
Epistemologis menyangkut bagaimana kurikulum dibentuk dan esensi atau konten kurikulum yang dapat mengarahkan cara memperoleh pengetahuan bagi siswa. Dan kurikulum dinilai valid apabila didasarkan pendekatan ilmiah. Jadi kurikulum harus bersifat universal, reflektif dan kritis sehingga dimensi ini berimplikasi pada rumusan kurikulum. 

3. Dimensi aksiologis. 
Manfaat (aksiologis) dari perumusan kurikulum Pendidikan Islam yang didasari dengan falsafah adalah untuk terciptanya tujuan ideal dari pandangan hidup manusia. Dalam hal ini Islam. Alhasil aksiologisnya didasarkan pula pada idealitas keberhasilan dalam Islam.

3. Dasar Psikologis 
Dasar psikologis kurikulum menurut pendidikan Islam memandang kondisi peserta didik berada pada dua posisi, yaitu sebagai anak yang hendak dibina dan sebagai pelajar yang hendak mengikuti proses pembelajaran. Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan perkembangan psikis peserta didik. 

4. Dasar Sosiologis 
Dasar ini berimplikasi pada kurikulum pendidikan supaya kurikulum yang dibentuk hendaknya dapat membantu pengembangan masyarakat. Terutama karena pendidikan berfungsi sebagai sarana transfer of culture (pelestarian kebudayaan), proses sosialisasi individu dan rekontruksi sosial 

5. Dasar Organisatoris 
Dasar ini menjadi acuan dalam bentuk penyajian bahan pelajaran. Dasar ini berpijak pada teori psikologi asosiasi yang menganggap keseluruhan sebagai kumpulan dari bagian-bagiannya. Dan juga berpijak pada teori psikologi Gestalt yang menganggap keseluruhan mempengaruhi oraganisasi kurikulum yang disusun secara sistematis tanpa adanya batas-batas antara berbagai mata pelajaran. Namun, kedua psikologi ini memiliki kekurangan dan kelebihan. 

Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam yaitu : 
  1. Dasar Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of children); 
  2. Dasar sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang syah dari masyarakat (the legitimate demands of society); 
  3. Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live) (Abdul Mujib, 2006:124). 
Selain teoritis filosofis penyusunan kurikulum haruslah berdasarkan asas-asas dan orientasi tertentu. S. Nasution (1991:24) berpendapat mengenai asas-asas penyusunan kurikulum meliputi asas filosofis, sosiologi, organisatoris dan psikologis. Asas filosofis berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan. Sedangkan asas sosiologis berperan memberikan dasar untuk menentukan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Asas organisatoris berfungsi memberikan dasar-dasar dalam bentuk pelajaran yang akan disusun, yang terakhir asas psikologis berperan memberikan berbagai prinsip-prinsip tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangan.

 Dalam penyusunan kurikulum, terdapat prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam kurikulum pendidikan Islam. Menurut Ramayulis (2006:161-162) Tiga belas prinsipprinsip kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 
  1. Prinsip kurikulum pendidikan Islam berasaskan ajaran dan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan dan kandungan, metode, sistem dan lembaga pendidikan berdasarkan pada asas Islam. 
  2. Prinsip mengarahkan kepada tujuan dan aktivitas dalam kurikulum di arahkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 
  3. Prinsip integritas antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat 
  4. Prinsip relevansi adalah adanya kesesuain pendidikan dengan lingkungan hidup murid, sesuai dengan kebutuhan jaman dan penyesuaian dengan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan 
  5. Prinsip fleksibilitas adalah tempat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam kebebasan bertindak yang berorientasi pada program pendidikan maupun dalam mengembangkan program pengajaran 
  6. Prinsip integritas adalah kurikulum yang dapat menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang dapat menggabungkan kemampuan dzikir dan pikir dan manusia yang dapat menyelaraskan struktur kehidupan dunia dan akhirat. 
  7. Prinsip efisiensi adalah kurikulum yang dapat memanfaatkan dan waktu, tenaga, dana, dan sumber lain secara cermat dan tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan. 
  8. Prinsip kontinuitas dan kemitraan adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkelanjutan dengan kaitan-kaitan kurikulum lainnya, baik secara vertical maupun secara horizontal. 
  9. Prinsip individualitas adalah bagaimana kurikulum memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan anak pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi anak didik, seperti perbedaan jasmani, watak inteligensi, bakat serta kelebihan dan kekurangan. 
  10. Prinsip kesamaan memperoleh kesempatan dan kebebasan dalam memberdayakan semua peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sangat diutamakan 
  11. Prinsip kedinamisan adalah kurikulum itu tidak statis tetapi dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial 
  12. Prinsip keseimbangan, adalah bagaimana kurikulum dapat mengembangkan sikap potensi peserta didik secara harmoni.
  13. Prinsip efektivitas adalah agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru mengajar dan peserta didik belajar.
Berikut adalah prinsip-prinsip pendidikan Islam sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2006:131-133): 
  1. Prinsip yang berorientasi pada tujuan. Prinsip ini mengindikasikan bahwa persiapan penyelenggaraan pendidikan hendaknya memiliki tujuan yang jelas. Terutama harus senantiasa sesuai dengan tugas manusia sebagai abid (hamba Allah) dan khalifah (pemimpin dan pengelola bumi); 
  2. Prinsip relevansi. Implikasi dari prinsip ini adalah adanya kesesuaian antara kualitas pendidikan dengan tuntutan vertical (hablumminallah) dan tuntutan horizontal (hablum minannas); 
  3. Prinsip fleksibilitas program. Fleksibilitas kurikulum diutamakan dalam pendidikan Islam supaya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi kurikulum itu akan diterapkan. Prinsip ini sesuai dengan prinsip penerapan syari›at bahwa ‹Berubahnya suatu hukum sesuai dengan perubahan tempat, waktu, pribadi dan motif; 
  4. Prinsip integritas. Prinsip ini diterapkan pada dua hal. Pertama, pada peserta didik. Dalam hal ini peserta didik yang dibina diarahkan supaya menjadi pribadi yang memiliki integritas antara fakultas dzikir dan fakir. Sedangkan penerapannya dalam bahan ajar yang hendak dituangkan dalam kurikulum harus mencakup dua wilayah keilmuan, yaitu ayat-ayat qauli (teks agama) dan ayat-ayat kauni (alam). Karena pada dasarnya keduanya berasal dari dzat Yang Maha Esa; 
  5. Prinsip kontinuitas. Kurikulum hendaknya memiliki kesinambungan antara satu jenjang dengan jenjang berikutnya. Sehingga dapat merangsang perkembangan intelektual peserta didik supaya berkeinginan meningkatkan kemampuannya; 
  6. Prinsip sinkronisme. Kurikulum yang dibentuk diarahkan untuk berkesesuaian. Sehingga suatu kegiatan pengajaran atau materi yang hendak diajarkan tidak menghambat kegiatan atau materi lainnya; 
  7. Prinsip objektivitas. Kurikulum yang dirancang harus didasarkan pada objektivitas sebagai tuntutan ilmiah dan mengesampingkan apek emosi dan irasional; 
  8. Prinsip demokratis. Perancangan kurikulum diupayakan melalui proses musyawarah mufakat; 
  9. Prinsip analisis kegiatan. Dalam menganalisis kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dikonstruksikan melalui proses analisis bahan mata pelajaran serta tingkah laku yang sesuai dengan mata pelajaran;
  10. Prinsip individualisasi. Implikasi dari prinsip ini, kurikulum yang dirancang melihat individu yang plural (beragam). Berasal dari keluarga dan lingkungan yang berbedabeda; 
  11. Prinsip pendidikan seumur hidup. 

Kurikulum yang dirancang hendaknya mampu menanamkan pada diri peserta didik bahwa pendidikan adalah kebutuhan sepanjang masa. Sehingga dengan penanaman tersebut akan terwujud masyarakat belajar yang memegang prinsip life long education. Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam megantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum. 

Pada prinsipnya pengembangan kurikulum sesuai dengan Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36. 
  1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 
  2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik. 
  3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan, peningkatan iman dan taqwa, akhlak, potensi kecerdasan, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntunan pembangunan, tuntunan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, dinamika perkembangan global dan persatuan nasional serta nilai-nilai kebangsaan. 
  4. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. 
  5. Beragam dan terpadu. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni 
  6. Relevan dengan kebutuhan hidup 
  7. Menyeluruh dan berkesinambungan 
  8. Belajar sepanjang hayat 
  9. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah (Jaali, 2006:36-37) 

Tujuan pendidikan secara umum menghasilkan manusia yang sempurna dalam ilmu dan akhlak, ini akan menjadikan keilmuannya untuk kemajuan umat dalam membangun peradaban yang berakhaluk karimah. 

Untuk mencapai tujuan tersebut menurut Ali Ashraf (1996:39-41) haruslah sejalan dengan prinsip kurikulum pendidikan Islam sebagai berikut: 
  1. Prinsip pengembangan keagamaan dalam semua aspek dan cabang ilmu pengetahuan 
  2. Prinsip penekanan ajaran agama terutama akhlak kepada peserta didik dan mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Prinsip berkesinambungan dan integrasi yaitu dengan mengklasifi-kasikan kurikulum pendidikan demi perkembangan psikologi peserta didik. 

Selain memiliki prinsip dan ciri-ciri sebagaimana di sebutkan di atas, kurikulum pendidikan Islam menurut Abuddin Nata (2006:180-181) yang mengutip al-Syaibani menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 
  1. Perinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan haruslah berasaskan ajaran Islam. 
  2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan pembinaan akidah, akal, dan jasmaniah serta yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik termasuk ilmu agama, bahasa, kemanusian, fisik, praktis, professional, seni rupa dan sebagainya. 
  3. Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum. 
  4. Prinsip keterikatan antara bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan peserta didik. 
  5. Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individu di antara peserta didik, baik dari aspek minat dan bakat.
  6. Prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan jaman dan tempat. 
  7. Prinsip keterikatan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum. 

Dasar perkembangan kurikulum yang berorientasi kepada rekonstruksi sosial berpandangan bahwa kurikulum sebagai alat untuk mempengaruhi perubahan sosial dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat. Sedangkan bagi mereka yang berorientasi teknologis berpandangan bahwa kurikulum sebagai proses teknologi untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki oleh pembuat kebijaksanaan. 

Lain halnya dengan mereka yang berorientasi akademik berpandangan bahwa kurikulum sebagai perkembangan dan peningkatan intelektual dengan cara memperkenalkan para peserta didik berbagai materi pelajaran yang tersusun dan terorganisir dengan baik. Teori kurikulum pada umumnya diajarkan untuk menguraikan, untuk menjelaskan dan untuk meramalkan. Kurikulum tersebut dapat ditingkatkan melalui proses evaluasi. Pengembangan kurikulum harus dikembangkan melalui suatu siklus sehingga diharapkan mutu dan fungsi kurikulum untuk mengamati hasil dapat dimonitoring secara berhati-hati. 

Teori-teori kurikulum dapat dikemukakan sebagi berikut: 
1. Teori berorientasi struktur; menguraikan dan menjelaskan bagaimana komponen kurikulum saling berhubungan dalam suatu lingkungan tingkat pendidikan, hal yang diuji dari teori berorientasi struktur adalah konsep penting dari bidang kurikulum, dan tingkatan pengambilan keputusan kurikulum, beberapa komponen yang dianalisa dalam kurikulum, serta prinsip yang nampak untuk memilih isi, organisasi, dan unsurunsur dalam kurikulum. 

2. Teori berorientasi menghargai; terutama mencoba untuk membuat peka pendidik kepada nilai-nilai yang dikeluarkan tidak riil / penuh kepalsuan, untuk menguji teori berorientasi menghargai hal yang harus diperhatikan yaitu sifat alami seperti apa yang sungguhsungguh membebaskan individu dan cara pendidikan yang diterima disekolah untuk menghalangi pembebasan individu tersebut, kemudian bagaimana cara sekolah dengan sadar maupun tidak disadari membentuk generasi muda yang berkait dengan peran bermasyarakat yang ditentukan oleh kelas, apa yang ditentukan oleh para pemimpin kurikulum dan bagaimana cara memutuskannya. Teori berorientasi menghargai memusatkan pada sosial political dalam lingkungan pergaulan untuk memilih dan menguji isu-isu yang berkembang dengan beberapa metodologi pemeriksaan seperti psikoanalisa, pemeriksaan filosofis, analisa historis, dan teori politis. 

3. Teori berorientasi isi yaitu terkait dengan menetapkan sumber utama yang perlu mempengaruhi organisasi dan pemilihan dari kurikulum. Sehingga sumber yang mendominasi teori kurikulum yang berorientasi pada isi ini adalah teori Child-Centered, teori knowledge-centered, teori society-centered. Teori child-centered menjadi permulaan, penentu, dan pembentuk dari kurikulum. Anak memperoleh pengetahuan pokok, anak dikembangkan dan dipengaruhi oleh suatu lingkungan sosial. Perkembangan pendidikan pengetahuan yang mengacu pada teori kurikulum yang menekankan pengembangan teori dan sosial dari anak. Anak menyajikan tingkatan pengembangan yang telah diperkirakan, kemudian belajar isi dan aktivitas yang terpilih akan menghadapi suatu tantangan bagi siswa untuk mengadakan suatu perkembangan. Dalam suatu pengembangan kurikulum, guru sebagai seseorang yang menyesuaikan kurikulum, guru belajar untuk memperbaharui isi dan disesuaikan oleh kebutuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik. Kurikulum society-centered menyatakan bahwa pesanan sosial maupun interaksi sosial harus merupakan penentu utama dalam kurikulum. Teori knowledge centered harus mengacu pada pengetahuan dan kemampuan dari peserta didik dalam pembelajaran. 

4. Teori berorientasi proses adalah menyangkut proses perencanaan kurikulum yaitu dengan menguraikan, mengembangkan menyesuaikan dengan situasi. Dalam pengembangan kurikulum harus mengorganisir pengetahuan untuk menilai implikasi kebijakan dalam memlih strategi ini. Untuk menguji kurikulum yang berorientasi proses harus menggunakan alat-alat yang sistematis, yaitu sistem dan analitis yang meliputi semua unsur-unsur penting, proses kurikulum diterapkan dan direkomendasikan, menekankan analisa dan uraian, menyimpulkan dari apa yang diinginkan. Pemecahan masalah proses dalam kurikulum dapat direkomendasikan, yaitu: teknologi, masuk akal, intuitif, dan negosiasi. Suatu pendekatan kurikulum digunakan dalam suatu proses untuk memperkirakan kebutuhan dalam kurikulum, melakukan suatu analisis tugas untuk mengidentifikasi hasil belajar. Menetapkan aktivitas interview, dan mengidentifikasi prosedur evaluasi. 

Ruang lingkup dalam kurikulum berorientasi pada proses ini halhal yang diperhatikan adalah: para guru, murid, pengurus, dewan sekolah dapat meningkatkan professional masing-masing, keikutsertaan dalam struktur (berpartisipasi dalam berbagai bidang), membentuk integritas dan etos organisatoris (mengenai kebutuhan siswa, guru, nilai-nilai, pengetahuan, gaya mengajar), mempertimbangkan hasil belajar, memperhatikan alat-alat evaluasi, jenis desain, kemajuan linier, pendekatan problem-solving, rekomendasi untuk mengevaluasi produk seperti penilaian sumatif dan perkembangan yang lain, serta kepekaan politis (Nana Syaodih, 1997:47). Dalam konteks Indonesia, R. Bangbang Soekisno (2007: 2-7) mengatakan bahwa kurikulum Indonesia telah mengalami perkembangan sebagai berikut : 
1. Kurikulum 1968 dan sebelumnya Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. 

Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. 

Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. 

Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. 

2. Kurikulum 1975 Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatanpendekatan di antaranya sebagai berikut: 
  1. Berorientasi pada tujuan. 
  2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif. 
  3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu. 
  4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. 
  5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill). 

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratkan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984. 

3. Kurikulum 1984 Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut: 
  1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 
  2. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik 
  3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah 
  4. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang. 
  5. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah. 
  6. Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja. 

4. Kurikulum 1994 Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut: 
  1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan. 
  2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). 
  3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. 
  4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. 
  5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. 
  6. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek. 
  7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Versi Tahun 2002 dan 2004) Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut. 
  1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks. 
  2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten. 
  3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran. 
  4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. 
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: 
  1. Pemilihan kompetensi yang sesuai; 
  2. Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; 
  3. Pengembangan sistem pembelajaran. 

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
  1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal; 
  2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman; 
  3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;. 4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif; 
  4. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. 
  5. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 

Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. 

Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu: 
  1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.; 
  2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman;
  3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;. 
  4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif;. 
  5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. 

Perkembangan dan ciri masing-masing kurikulum tersebut merupakan bagian penting dalam memahami perkembangan kurikulum. Hal ini penting agar desain kurikulum yang akan dikembangkan dapat berfungsi dengan baik.

Adapun fungsi dari kurikulum menurut Pendidikan Islam adalah sebagai: 
  1. Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia yang dicita-citakan; 
  2. Pedoman dan program harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan; 
  3. Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan; 
  4. Standar dalam penilaian criteria keberhasilan suatu proses pendidikan (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2006:134). 

Untuk dapat memahami konsep dengan lebih baik, maka berikut Anda diminta untuk mendiskusikan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: 
  1. Apa perbedaan kurikulum dalam pengertian tradisional dan kurikulum dalam pandangan modern ? 
  2. Pendapat tentang kurikulum terdapat beberapa pendapat. Sebutkan empat aspek kurikulum menurut Hida Taba ! 
  3. Sebutkan prinsip-prinsip penyusunan kurikulum menurut Ramayulis ! 
  4. Menurut al- Syaibani terdapat empat dasar pokok kurikulum, jelaskan ! 
  5. Kemukakan ciri kurikulum berbasis kompetensi (KBK) versi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ! 
Selanjutnya coba Anda cocokkan hasil diskusi dan jawaban Anda dengan kunci jawaban di bawah ini ! 1) Kurikulum secara tradisional adalah sejumlah mata pelajaran yang disajikan dan dipelajari di sekolah. Sedangkan secara modern kurikulum adalah situasi yang nyata yang terjadi dalam proses pembelajaran baik di dalam ataupun di luar kelas. 

2) a. Tujuan 
b. Isi 
c. Pola belajar mengajar 
d. Evaluasi 

3) a. Berasaskan Islam 
b. Mencapai tujuan yang telah ditetapkan 
c. Integritas antarmata pelajaran 
d. relevansi 
e. Fleksibilitas 
f. Kontinuitas 
g. Individualitas h. Kesamaan kesempatan 

4) a. Religi 
b. Falsafah 
c. Psikologi 
d. sosial 

5) a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman 
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;. 
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif;. 
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Pengertian Peserta Didik Menurut Ahli

Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan bagian dalam sistem pendidikan Islam, peserta didik adalah objek atau bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan. Tanpa adanya peserta didik, keberadaan sistem pendidikan tidak akan berjalan. Karena kedua faktor antara pendidik dan peserta didik merupakan komponen paling utama dalam suatu sistem pendidikan.

Secara bahasa peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan yang menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.

Abdul Mujib (2006:103) mengatakan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang lebih tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik. 

Lebih lanjut Abdul Mujib mengatakan peserta didik cakupannya sangat luas, tidak hanya melibatkan anak-anak tetapi mencakup orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya mengkhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik mengisyaratkan tidak hanya dalam pendidikan formal seperti sekolah, madrasah dan sebagainya tetapi penyebutan peserta didik dapat mencakup pendidikan non formal seperti pendidikan di masyarakat, majlis taklim atau lembaga-lembaga kemasyarakatan lainya.

Lain halnya dengan Ahmad Tafsir (2006:164-165) berpendapat bahwa istilah untuk peserta didik adalah murid bukan pelajar, anak didik atau peserta didik. Beliau berpendapat bahwa pemakaian murid dalam pendidikan mengandung kesungguhan belajar, memuliakan guru, keprihatinan guru terhadap murid. Dalam konsep murid ini terkandung keyakinan bahwa mengajar dan belajar itu wajib, dalam perbuatan mengajar dan belajar terdapat keberkahan tersendiri. Pendidikan yang dilakukan oleh murid dianggap mengandung muatan profane dan transcendental.

Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengatakan, sebutan murid lebih umum sama halnya dengan penyebutan anak didik dan peserta didik. Istilah murid memiliki ciri khas tersendiri dalam  ajaran Islam. Istilah murid ini pertama kali diperkenalkan oleh kalangan sufi. Istilah murid dalam taSawuf mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang berjalan menuju Tuhan. Hubungan antara guru dan murid adalah hubungan searah. Pengajaran berlangsung dari subjek (guru) ke objek (murid). Dalam ilmu pendidikan hal seperti ini disebut pengajaran berpusat pada guru. 

Murid dalam pengertian pendidikan umum adalah ialah tiap kelompok atau sekelompok individu yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Murid dalam pengertian pendidikan secara khusus adalah anak yang belum dewasa yang menjadi tanggung jawab pendidik (Barnadib, 1989:1).

Abuddin Nata (2005:131) mengatakan dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Dalam pandangan lebih moderen, anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan harus perlakukan sebagai subjek pendidikan. Karena hal ini dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. 

Menurut Muhammad Abduh peserta didik adalah semua orang, baik laki-laki ataupun perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan dalam hal pendidikan. Hal ini sejalan dengan dengan sabda Rasulullah Saw: 

Artinya
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim" (HR. ath-Thabrani melalui Ibnu Mas’ud ra).  

Hadist di atas, walaupun tidak memakai kata muslimah, mencakup pula perempuan sesuai dengan kebiasaan teks al-Quran dan sunnah yang menjadi redaksi berbentuk maskulin mencakup pula feminim, selama tidak ada indikator yang menghalanginya. Kedati demikian, Quraish Shihab (2006:356) berpendapat bahwa hadist di atas dinilai lemah oleh ulama, namun mereka sepakat menyatakan bahwa kandungannya benar dan sejalan dengan tuntunan al-Quran.

Abdullah Nashih Ulwan (Rahardjo, 1999:59) mengatakan peserta didik adalah objek pendidikan. Ia merupakan pihak yang harus di didik, dibina dan dilatih untuk mempersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan Islamnya serta berakhlak mulia. Beliau lebih lanjut mengatakan keberhasilan dalam merealisasikan tujuan pendidikan secara optimal, faktor anak didik harus menjadi perhatian. Dalam hal ini, peserta didik perlu dipersiapkan sedemikian rupa, agar tidak mengalami banyak hambatan dalam menerima ajaran tauhid dan nilai-nilai kemuliaan lainnya.

Dari sekian pendapat di atas, peserta didik adalah manusia berjenis kelamin lakilaki dan perempuan baik anak-anak maupun orang dewasa yang sedang mengalami fase perkembangan baik secara fisik atau psikis. Proses ini dilakukan dengan cara dididik, dibina dan dilatih untuk menjadi makhluk yang taat kepada Allah Swt melalui pendidikan Islam.

Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 

Syamsul Nizar sebagaimana dikutip oleh Ramayulis (2006:77) mendeskripsikan enam kriteria peserta didik adalah sebagai berikut: 
  1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Peserta didik memiliki metode belajar mengajar tersendiri, ia tidak boleh dieksploitasi oleh orang dewasa dengan memaksakan anak didik untuk mengikuti metode belajar mengajar orang dewasa, sehingga peserta didik kehilangan dunianya; 
  2. Peserta didik memiliki masa atau priodisasi perkembangan dan pertumbuhannya. Menurut Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokan menjadi dua kategori. Pertama, kebutuhan taraf dasar (basic needs) yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial) dan harga diri. Kedua, metakebutuhan (meta needs) meliputi aktualisasi diri seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan dan lain sebagainya; 
  3. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lain baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor endogen (fitrah) seperti jasmani, inteligensi, sosial, bakat dan minat sedangkan faktor eksogen (lingkungan) dipengaruhi oleh pergaulan dan pengajaran yang di dapatkan di lingkungan ia berada; 
  4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu; 
  5. Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan karsa); 
  6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis (fleksibel). 
Senada dengan pernyataan di atas, Syaiful Bahri Djamarah (2000:51-52) mengatakan bahwa peserta didik memiliki karakteristik-karakteristik yang penting untuk diperhatikan. Karakter-karakter tersebut antara lain:
  1. Belum menjadi orang dewasa, sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik; 
  2. Masih menyempurnakan aspek tertentu untuk menyempurnakan kedewasaannya; 
  3. Memiliki sifat dasar yang sedang berkembang secara terpadu yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi, emosi dan sebagainya. 
Pendapat Syaiful tersebut cenderung menempatkan pendidikan dari pendekatan pedagogis. Dalam pendekatan pedagogis peserta didik lebih ditempatkan sebagai sosok yang sangat membutuhkan pendidik untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu peserta didik diposisikan sebagai anak didik. Setiap manusia memiliki perkembangan termasuk peserta didik. 

Dalam kehidupannya manusia mengalami beberapa tahapan perkembangan sebagai berikut : 
1. Al-Janin, yaitu tingkat anak yang berada dalam kandungan. Allah Swt berfirman :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan daya nalar agar kamu bersyukur" (Q.S. An-Nahl:78).

2. Al-Thiflu, yaitu tingkat anak dengan memperbanyak latihan dan kebiasaan, sehingga mengetahui baik dan buruk; 
3. Al-Tamyiz, yaitu tingkat anak yang sudah dapat membedakan yang baik dengan yang buruk, akal pikirannya sudah berkembang; 
4. Al-Aqli, yaitu tingkat manusia yang telah berakal sempurna; 
5. Al-Auliya dan Al- Anbiya yaitu tingkat tertinggi perkembangan manusia (Al-Abrasyi, 1970:34-44).

Kadar kemampuan peserta didik sangat ditentukan oleh usia atau periode perkembangannya, karena faktor usia dapat menentukan tingkat pengetahuan, intelektual, emosi, bakat, minat peserta didik dalam perspektif biologis, psikologis, maupun dedaktis. 

Dalam psikologi perkembangan disebutkan bahwa periodesisasi manusia pada dasarnya dapat dibagi menjadi lima tahapan: 
  1. Tahap asuhan (dari usia 0 sampai 2 tahun) yang disebut dengan fase neonatus dimulai dari kelahiran sampai kira-kira usia 2 tahun; 
  2. Tahapan pendidikan jasmani dan pelatihan pancaindra (dari usia 2 sampai 12 tahun), yang lazim disebut fase kanak-kanak (al-thifl/shabi) yaitu mulai masa neonatus sampai pada masa polusi mimpi basah (baligh);
  3. Tahap pembentukan watak dan pendidikan agama ( usia 12 samapi 20 tahun), fase ini disebut dengan tamyiz, yaitu fase dimana anak-anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Karena pada fase ini peranan akal sangat dibutuhkan; 
  4. Tahap kematangan (usia 20 sampai 30 tahun) pada tahap ini, seseorang telah menjadi dewasa. Dewasa yang berarti sebenarnya, mencakup kedewasaan biologis, sosial, psikologis dan kedewasaan religious; 
  5. Tahap kebijaksanaan (usia 30 sampai meninggal), fase ini disebut dengan azm al-umr ‘lansia’ (lanjut usia) atau syuyuukh (tua). Pada tahap ini manusia telah menemukan jati dirinya yang hakiki, sehingga tindakannya penuh dengan kebijaksanaan yang mampu memberi naungan dan perlindungan bagi orang lain (Abdul Mujib, 1999:106-112). 
Burhanudin Salam (2002:69-73) mengemukakan berbagai pendapat para ahli terutama ahli Barat yang berpendapat bahwa usia perkembangan individu tidaklah sama, misalnya Erikson membatasi tahap perkembangannya adalah: 
1. 0,0 – 12 bulan tahap : “the sense of trust”. Fase ini merupakan fase sadar akan kepercayaan, yaitu mempercayai bahwa segala kebutuhan hidupnya akan terpenuhi. Sikap percaya ini muncul karena sejak lahir telah diliputi oleh suasan kasih sayang dan kemesraan yang diberikan oleh lingkungannya, dalam hal ini oleh ibu, ayah, dan seluruh anggota keluarga yang lainnya. Sadar akan kepercayaan itu penting, karena merupakan dasar bagi kepercayaan terhadap diri sendiri dan kepercayaan terhadap orang lain. Bila tidak dapat mengembangkan kesadaran akan kepercayaan ini maka dalam hidupnya kelak timbul gejala kurang dapat menghayati kebaikan dan kebahagiaan dalam hidupnya, mudah gelisah, marasa kurang disayangi dan kurang menyayangi, kurang percaya diri dan kurang dapat mempercayai orang lain. 

2. 1,5 – 3 tahun disebut : “the sense of autonomy”. Fase ini merupakan fase sadar akan keberdirian sendiri, yaitu sadar bahwa ia mempunyai perasaan dan kepribadian yang mandiri, ia telah sadar bahwa ia dapat hadir seperti kehadirannya yang lain. Dalam hal itu pendidik haruslah mendukung perasaannya dan perlakukanlah dengan toleransi, penghargaan, dan penghormatan. Jauhkanlah sifat pendidik yang dapat menimbulkan perasaan meremehkan keberadaan dan merasa dipermalukan. 

3. 3,5 – 5,5 tahun disebut :”the sense of initiative” Fase ini merupakan fase sadar akan berprakarsa, yaitu anak ingin bebas dalam mengembangkan kemampuan yang tersimpan dalam dirinya, anak ingin meniru, mencoba, berfantasi, kreatif, dan berinisiatif.

Pada fase ini anak membutuhkan dorongan, penghargaan, dan dukungan dari pendidik, maka hindarkanlah perbuatan pendidik yang bersifat menekan terhadap anak. 

4. 6,0 – 12 tahun disebut : “the sense of accomplishment” Fase ini merupakan fase sadar akan penyelesaian tugas, yaitu anak rajin dalam menyelesaikan tugas-tugas. Dalam fase ini pendidik harus mengarahkan supaya anak jangan kekurangan tugas sebagai tantangannya, dan tugas itu jangan yang terlampau membebani sehingga mengakibatkan anak putus asa. 

5. 12 – 18 tahun disebut : “the sense of identity” Fase ini merupakan fase sadar akan keyakinan bentuk dirinya, yaitu mencari keyakinan dan mencoba mengidentifikasikan dirinya melakukan peran dan tokoh yang dianggap baik dan mendekati dirinya. Ia menilai dirinya baik dari segi norma, sifat-sifatnya, maupun hubungan dengan orang lain karena merasa diperhatikan, karena itu selalu berusaha menunjukkan identitasnya sendiri. 

6. 18 - ..tahun disebut : “intimacy, generativity, and integrity” Intimacy merupakan fase kekariban yang bentuknya seperti mengungkapkan cita-cita, kepemimpinan, perjuangan, dan persaingan. Generativity merupakan fase siap untuk berketurunan, ia mampu untuk berkeluarga, mampu mengurus suami atau istri dan anak-anaknya. Integrity merupakan fase keutuhan kepribadian, ia telah mampu menerima dirinya dan orang lain serta berkejiwaan stabil dalam menghadapi peristiwa dalam kehidupan. 

Pembagian masa perkembangan yang lainnya dari berbagai kalangan ialah: 
a. Dari Aristoteles (324-322 SM) 
  • 0,0-7,0 disebut masa keluarga atau masa kanak-kanak 
  • 7,0-14,0 disebut masa sekolah 
  • 14,0-21,0 disebut masa pekerjaan 
b. Dari Kohnstamm 
  • 0,0-1,6 masa vital 
  • 1,6-7,0 masa estetis 
  • 7,0-14,0 masa intelek 
  • 14,0-18,0 masa puber 
  • 18,0-21,0 masa adolesnes disebut juga masa sosial 

Masa vital erat hubungannya dengan kebutuhan hidup (vital=hidup). Masa estetis anak sangat tertuju kepada keindahan berdasarkan fantasinya, misalnya: menggambar, memberi warna, membentuk sesuatu. Masa intelek yaitu berminat pada kenyataan, anak haus akan kenyataan, pengetahuan, sifat menyelidiki sangat besar. Masa sosial, anak mulai menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mencurahkan perhatiannya kepada masyarakat, membentuk perkumpulan pemuda. 

c. Dari Charlotte Buhler 
  • 0,0-0,1 subjektif) Pengenalan dunia luar, reaksi negatif, belajar. Objektif ) berjalan dan bercakap 
  • 1,0-4,0 subjektif bermain egosentris – krisis I 
  • 4,0-8,0 subjektif) tumbuh rasa tanggung jawab, rasa sosial 
  • 8,0-13,0 objektif) mulai krisis II 
  • 13,0-19,0 subjektif) pubertet strum und drang 
  • Dari Hurlock (1951) 
  • Conception - 280 day prenatal 
  • 0,0 - 10 to 14 day infancy 
  • 2 week - 2 year babyhood 
  • 2 year -13 year childhood 
  • 13 (girl) - 21 year adolescence 
  • 14 (boy) - 21 year adolescence 
  • 21 year - 25 year adulthood 
  • 25 year - 30 year meddle age 
  • 30 year - death old age 
d. Dari Piaget (1961) 
  • 0-2 year sensorimotor 
  • 2-6 year preoperational 
  • 2-4 year a. preconceptual 
  • 4-6 year b. intuitif 
  • 6-10 year concrete operation 
  • 11-13 year formal operation. 

e. Dari Wtherington (1952) 
  • 0,0 – 3,0 perkembangan fisik 
  • 3,0 – 6,0 perkembangan mental 
  • 6,0 – 9,0 perkembangan sosial 
  • 9,0 – 12,0 perkembangan sikap individualism 
  • 12,0 – 15,0 awal penyesuaian sosial 
  • 15,0 – 16,0 awal pilihan kecenderungan pola hidup yang akan diikuti sampai dewasa. 

f. Dari Erickson (1963)
  • 0,0 – 12 bulan the sense of trust 
  • 1,6 – 3 tahun the sense of autonomy 
  • 3,6 – 5,6 tahun the sense of initiative 
  • 6,0 – 12 tahun the sense of accomplismen
  • 12,0 – 18 tahun the sense of identity 
  • 8,0 - -- ) intimacy 
  • Generativity
  • Integrity 
Kepribadian Peserta Didik 
Dalam setiap jiwa manusia memiliki keperibadian yang berbeda-beda, Allport mendefinisikan keperibadian sebagai susunan yang dinamis dalam sistem psiko-fisik (jasmani dan rohani) hal inilah yang menandakan dan membedakan antara satu individu dengan indivu lainya. Lain halnya dengan Hartmann mendefinisikan keperibadian sebagai susunan yang terintegrasikan dalam corak khas yang tegas yang memperhatikan kepada orang lain. 

Berdasarkan definisi di atas, Ramayulis (2006:110-111) mengutip pernyataan Wetherington menyimpulkan bahwa keperibadian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 
  1. Manusia pertama kali hanyalah sebagai sosok individu (perorangan) kemudian barulah merupakan suatu pribadi disebabkan pengaruh belajar dan lingkungan sosialnya; 
  2. Keperibadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara terintegrasi dan bukan hanya beberapa aspek saja dari keseluruhan itu; 
  3. Kata keperibadian menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada pikiran orang lain dan isi pikiran itu ditentukan oleh nilai perangsang sosial seseorang; 
  4. Keperibadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statistik, seperti bentuk badan atau ras tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang; 
  5. Keperibadian tidak berkembang secara pasif, tetapi setiap orang mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sosial. 
Pendapat di atas merupakan teori psikologi Barat yang banyak dipengaruhi oleh falsafat materialistis yang menjadikan kekayaan benda menjadi tujuan hidup. Kalaupun mereka menyebut tentang Tuhan, agama dan keyakinan dalam teorinya, tetapi semuanya itu terpisah dari pergaulan dan tata laksana kegiatan duniawi. Fungsi agama menurut mereka hanya bersifat seremonial semata. 

Berbeda halnya dengan konsep ajaran Islam mengenai kepribadian seorang muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang patuh dan taat kepada Allah Swt dalam perbuatan dan tingkah laku hidupnya tanpa batas akhir. Seorang muslim hidup dalam lingkungan yang luas tanpa batas ke dalamnya, tanpa akhir ketinggiannya. Dan lebih utama lagi kepribadian seorang muslim haruslah dapat memahami makna-makna ayat al-Quran. 

Dalam kepribadian seorang muslim, manusia harus dapat mengembangkan dirinya dengan bimbingan dan petunjuk Ilhai, dalam rangka mengemban tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi, dan selalu melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah untuk selalu melakukan pengabdiannya. 

Keperibadian anak didik dijelaskan oleh Abuddin Nata (2006:136) yang mengutip pendapat Thasyi Kubra Zaedah mengatakan bahwa seorang peserta didik tidak diperbolehkan menilai rendah atau menganggap tidak penting terhadap ilmu pengetahuan yang ia tidak kuasai ataupun tidak ia senangi. Sebaliknya, peserta didik harus menggangap bahwa ilmu yang tidak dikuasainya itu sama manfaatnya dengan ilmu yang ia miliki. 

Beliau lebih lanjut menyatakan bahwa, peserta didik tidak diperbolehkan mengikuti teman-temannya yang kurang pintar (ungkapan bodoh, tolol bukanlah kriteria pendidik yang baik) tetapi ia harus bisa membimbing peserta didik lainnya mencintai semua ilmu. Selain itu juga, keperibadian peserta didik harus bertekad untuk selalu belajar tanpa henti sampai akhir hayatnya dan bertekad untuk mencari ilmu walaupun ia harus meninggalkan kampung halamannya. Dengan demikian, ilmu yang diperolehnya akan semakin berkembang dan ia akan memiliki wawasan yang luas serta tidak berpikiran sempit dengan kata lain ia tidak akan merasa benar terhadap ilmu yang dimilikinya saja. 

Kepribadian peserta didik yang paling penting menurut Athiyah al-Abrasyi yaitu; 
Pertama, peserta didik hendaknya tekun dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. 

Kedua, peserta didik haruslah memiliki kepribadian saling menyayangi sesama temanya yang pada akhirnya akan tercipta suasana persaudaraan yang kokoh. 

Ketiga, peserta didik giat dan tidak perna bosan untuk selalu mengkaji dan mengulang-ulangi materi pelajaran yang telah diberikannya. 

Selain itu juga, keperibadian peserta didik haruslah memelihara hatinya agar selalu bertaqwa kepada Allah S wt, memohon ampunan hanya kepada Allah Swt, memiliki rasa takut dan selalu mencari keridhaan-Nya karena hal ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta didik. Dengan memiliki kepribadian seperti ini, peserta didik akan menjadi mulia, terhormat, memiliki derajat yang tinggi, disegani dan disenangi oleh semua manusia dan menjadi panutan bagi setiap orang. Hal ini sejalan dengan perkataan Muhammad bin Ibn Abdullah dalam syairnya;

Artinya: 
“Belajarlah, karena ilmu itu adalah hiasan bagi yang memilikinya, keutamaan dan pertolongan bagi derajat yang terpuji. Dan jadikanlah hari-hari yang dilalui sebagai kesempatan untuk menambah ilmu, dan berjuanglah dalam meraih segenap keluhuran ilmu.” 

Berdasarkan pengertian di atas, peserta didik haruslah memiliki kepribadian yang mulia, dan menjauhi diri dari akhlak yang buruk seperti kikir, sombong, pengecut, mencela, merendahkan orang lain dan sifat buruk lainnya. Sebaliknya perserta didik memiliki sifat tawadlu, memelihara diri, menjauhi perbuatan yang tidak bermanfaat, sifat seperti sombong, kikir, mencela adalah perbuatan yang dilarang oleh tuntunan agama. Untuk menghindari akhlak buruk seperti ini, peserta didik dituntut untuk mempelajari dan mengetahui ilmu agama. 

Ali bin Abi Thalib khalifah keempat ini memberikan syarat mutlak bagi peserta didik dalam menuntut ilmu, hal ini merupakan salah satu kebutuhan untuk tercapainya tujuan pendidikan. Syarat yang dimaksud sebagaimana diungkapkan dalam syairnya:

Artinya:
“Ingatlah! Engkau tidak akan dapat memperoleh ilmu kecuali melaksanakan enam pekara; aku akan menjelaskan keenam pekara itu kepadamu, yaitu; kecerdasaan, keinginan yang kuat (motivasi), sabar, harta benda (modal), selalu dekat dengan guru dan waktu yang panjang.” 

Dari perkataan Ali bin Abi Thalib di atas bahwa syarat-syarat untuk mencapai kesuksesan penuntut ilmu adalah mencakup enam perkara sebagai berikut: 
  1. Memiliki kecerdasaan (dzaka), penalaran, imajinasi, wawasan, pertimbangan, dan penyesuaian sebagai proses mental yang dilakukan secara cepat dan tepat. Kecerdasaan dapat meliputi kecerdasaan intelektual, kecerdasaan emosional, kecerdasaan moral, kecerdasaan spiritual dan kecerdasaan qalbiyah atau ruhaniyah. 
  2. Memiliki keinginan yang kuat dalam menuntut ilmu, motivasi, kemauan, gairah yang tinggi dalam menuntut ilmu. Peserta didik tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang didapatkannya, ia terus menerus mengkaji dan menggali ilmu pengetahuan, dengan demikian kualitas keilmuannya setiap saat bertambah. 
  3. Memiliki sifat sabar dalam menuntut ilmu dan ia tidak pernah berputus asa dalam proses menuntut ilmu. Sifat sabar dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan, hambatan dan rintangan dari berbagai faktor seperti ekonomi, psikologis, sosiologis, politik bahkan administratif. 
  4. Memiliki bekal ekonomi dan sarana yang menunjang dalam menuntut ilmu. Faktor ekonomi sebagai sarana karena dibutuhkan untuk membiayai pendidikan, membeli peralatan dalam proses belajar, kebutuhan hidup selama proses belajar dan lain sebagainya. 
  5. Membutuhkan waktu yang panjang, karena untuk memperoleh ilmu pengetahuan peserta didik membutuhkan proses, aturan dalam sistem pendidikan secara bertahap. 
  6. Pada prinsipnya menuntut ilmu dilakukan sepanjang hayat, syarat ini berimplikasi bahwa belajar tidak hanya berbentuk formal tetapi meliputi non-formal yang membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai sebuah kesuksesaan. 
Untuk memahami konsep lebih baik lagi, maka berikut ini Anda diminta untuk mendiskusikan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: 
  1. Menurut Ahmad Tafsir peserta didik lebih tepat disebut murid, apa yang menjadi alasannya ? 
  2. Sebutkan enam kriteria peserta didik menurut Syamsul Nizar ! 
  3. Al- Abrasyi menyebutkan lima tahapan perkembangan manusia dalam kehidupannya, sebutkan ! 
  4. Menurut Ramayulis terdapat ciri-ciri kepribadian manusia, sebutkan! 
  5. Menurut Ali bin Abi Thalib syarat-syarat mencapai kesuksesan bagi seorang pencari ilmu ada enam. 

Coba anda jelaskan ! Selanjutnya coba Anda cocokkan hasil diskusi dan jawaban anda itu dengan kunci yang disediakan di bawah ini ! 
1) Beliau berpendapat bahwa pemakaian murid dalam pendidikan mengandung kesungguhan belajar, memuliakan guru. Dalam konsep murid ini terkandung keyakinan bahwa mengajar dan belajar itu wajib, dalam perbuatan mengajar dan belajar terdapat keberkahan tersendiri. Pendidikan yang dilakukan oleh murid dianggap mengandung muatan profane dan transcendental.

2)
  1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa . 
  2. Peserta didik memiliki masa atau priodisasi perkembangan dan pertumbuhannya. 
  3. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lain 
  4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu; 
  5. Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. 
  6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis (fleksibel). 

3) 
  1. Al-Janin, yaitu tingkat anak yang berada dalam kandungan. 
  2. Al- Thiflu, yaitu tingkat anak dengan memperbanyak latihan dan kebiasaan, sehingga mengetahui baik dan buruk, 
  3. Al- Tamyiz, yaitu tingkat anak yang sudah dapat membedakan yang baik dengan yang buruk, akal pikirannya sudah berkembang,
  4. Al- Aqli, yaitu tingkat manusia yang telah berakal sempurna, 
  5. Al- Auliya dan Al- Anbiya yaitu tingkat tertinggi perkembangan manusia. 

4) 
  • Manusia pertama kali hanyalah sebagai sosok individu (perorangan) kemudian barulah merupakan suatu pribadi disebabkan pengaruh belajar dan lingkungan sosialnya; 
  • Keperibadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara terintegrasi dan bukan hanya beberapa aspek saja dari keseluruhan itu; 
  • Kata keperibadian menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada pikiran orang lain dan isi pikiran itu ditentukan oleh nilai perangsang sosial seseorang; 
  • Keperibadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statistik, seperti bentuk badan atau ras tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang; 
  • Keperibadian tidak berkembang secara pasif, tetapi setiap orang mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sosial. 

5. 
  • Kecerdasaan, 
  • Keinginan yang kuat (motivasi), 
  • Sabar, d)harta benda (modal), 
  • Selalu dekat dengan guru dan
  • Waktu yang panjang