Pengertian, Fungsi, dan Azas Supervisi Pendidikan

Pengertian, Fungsi, dan Azas Supervisi Pendidikan
A. Pengertian Supervisi 
Kegiatan supervisi selalu dilakukan di setiap lembaga atau organisasi apapun. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menciptakan kondisi kerja dan membentuk perilaku anggota organisasi sesuai dengan norma dan budaya organisasi itu bagi kepentingan maksud dan tujuan organisasi. Oleh sebab itu, istilah supervisi selalu dijumpai dalam setiap organisasi. 

Supervisi atau pengawasan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, pada level struktur (birokrat) pengawasan adalah Creating Sufficient Condotion for Learning Organization; mengusahakan semua sumber daya yang ada tertuju pada learning organization. Pada level Lembaga  Madrasah  Kepala Madrasah sebagai instructional Leadership dalam menjalankan peranannya. Pada level Kegiatan Belajar mengajar  Class Room; “Quality Assurance  Theaching Performance” dalam peningkatan belajar mengajar di dalam kelas. Esensi dari pengawasan/supervisi adalah dalam kerangka peningkatan profesionalisme dalam pekerjaan. 

Supervisi berasal dari dua kata yaitu “Super” dan “Vision”, super dapat diartikan kelebihan, orang yang memiliki kelebihan sedangkan vision diartikan sebagai pandangan jauh kedepan. Jadi, supervisi secara harfiah dapat diartikan sebagai kelebihan yang dimiliki orang untuk melihat jauh kedepan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor atau diartikan orang yang memiliki pandangan jauh kedepan, sedangkan orang yang dikenai supervisi dikatakan supervisee atau orang yang dikenai kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas. Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas untuk meneliti, menilai, memperbaiki, kemudian meningkatkan kemampuan orang yang dikenai pengawasan itu dikatakan sebagai kegiatan supervisi atau kegiatan pengawasan. Dalam berbagai literatur, supervisi pendidikan dikenal dengan sebutan “instructional supervision” (Alfonso, Firth, dan Neville, 1981) atau “educational supervision” (Marks dan Stoops, 1978) yang selanjutnya dalam modul ini disebut “supervisi pengajaran” atau “supervisi pendidikan” (Satori, 1989). Sejalan dengan konsep-konsep yang dikemukakan, supervisi pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Coba perhatikan gambar di bawah ini, gambar ini untuk mempermudah Anda memahami esensi supervisi. 

 Pengawasan
Gambar Pengawasan dalam terminilogi Supervisi dan Kontrol 

Mari kita lihat pengertian pengawasan yang kemudian memiliki pengertian yang relepan untuk peristilahan supervisi, pengawasa merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting di samping perencanaan dan pelaksanaan. Sangat penting karena menyangkut jalan tidaknya roda organisasi seagaimana rencana yang telah ditetapkan. 

Pengawasan yang dilakukan di sekolah dasar dititik beratkan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya dan kualitas proses belajar mengajar pada khususnya. Namun pada pelaksanaannya di lapangan masih terdapat kekurangankekurangan yang disebabkan karena salah kaprah dalam mengartikan pengawasan. Setidaknya terdapat tiga masalah pengawasan di sekolah, yaitu: 
  1. Sistem pembinaan yang kurang memadai karena menekankan aspek administratif, mengabaikan aspek profesional. 
  2. Sikap mental yang perlu dibenahi baik dari pada pembina sendiri maupun dari gurugurunya 
  3. Kurang koordinasi diantara berbagai pihak didalam menangani supervisi dilapangan baik vertikal maupun horisontal akhirnya menimbulkan kesimpangsiuran dan sering membingungkan aparat pelaksana pembelajaran. 
  4. Dari tiga kendala pokok pelaksanaan pengawasan itu, kami berusaha mengungkap kembali konsep pengawasan sebagai upaya penyegaran kembali akan pengawasan sesungguhnya.
Sebagaimana tersirat dalam pengertian pengawasan bahwa pengawasan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan. Harsono, (1996) menyatakan tujuan pengawasan pendidikan dan kebudayaan adalah untuk mendeteksi sedini mungkin segala bentuk penyimpangan serta menindaklanjutinya dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pendidikan. prioritas pendidikan yang dimaksud adalah pemerataan kesempatan belajar, relevansi , peningkatan mutu dankesangkilan dan kemangkusan . Tujuan tersebut masih bersifat umum sehingga harus dioprasionalisasikan ke dalam tujuan-tujuan khusus. Tujuan operasional pengawasan adalah sebagai berikut : 
  1. Membantu guru lebih mengerti dan memahami tujuan-tujuan pendidikan disekolah dan fungsi sekolah dalam usaha mencapai tujuan pendidikan itu. 
  2. Membantu guru lebih menyadari dan mengerti kebutuhan dan masalah siswanya. 
  3. Meningkatkan kegiatan profesional disekolah 
  4. Mmenemukan kemampuan dan kelebihan tiap guru untuk dikembangkan dan diberi tugas sesuai kompetensinya 
  5. Membantu guru meningkatkan perfomance mengajarnya 
  6. Membantu guru baru mengenal situasi baru danmemudahkan penyesuaian diri serta mengoptimalkan kemampuannya 
  7. Mengembangkan “ esprit de corps “ guru-guru, dsb. 
Dalam menjalankan fungsi pengawasannya, pengawas harus mengetahui prinsipprinsip pengawasan yang bersifat fundamental seperti pemahaman tentang nilainilaikegamaan dan sekaligus pelaksanaannya, juga pemahaman atas dasar-dasardan idiologi negara yaitu pancasila. Selanjutnya prinsip-prinsip tersebut harus menjadi titik tolak melaksanakan tugasnya. Disamping prinsip pundamental, pengawas harus paham juga akan prinsip-prinsip operasional, yaitu: 
  1. Prinsip organisasi, yaitu bahwa fungsi pengawasan langsung berada pada pimpinan. Setiap pimpinan harus bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan bawahannya. 
  2. Prinsip pencegahan, yaitu berusaha menghindarkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya penyimpangan / penyelewengan yang akan terjadi dengan selalu menyertai bawahan dan menjadi contoh teladan. 
  3. Prinsip pengendalian, yaitu kegiatan pengawasan harus dapat memberikan bimbingan teknik operasional, teknik administratifdan bantuan pemecahan masalah. 
  4. Prinsip perbaikan dan penyempurnaan, yaitu mendeteksi akibat kesalahan dan menyeleksi kemungkinan pemecahannya. 
  5. Prinsip komunikasi, pengawas merupakan saluran komunikasi atau mediator bagi guru yang harus mengetahui aspirasi dan tuntutan-tuntutan serta harapan-harapan dalam mengemban pelaksanaan pendidikan.
  6. Prinsip objektifitas, bahwa kegiatan pengawasan harus didasarkan fakta-fakta yang ada serta tidak didominasi oleh subjektifitas pribadi. 
  7. Prinsip integritas, yaitu kepribadian pengawasan harus didasarkan pada kepribadian dan jatidiri bangsa Indonesia yang jujur, disiplin, bijaksana, sabar, tanggungjawab. 
  8. Prinsip koordinasi, yaitu adanya kerjasama yang solid untuk mencapai tujuan yang selaras dan terpadu. 
  9. Prinsip protektif, yaitu bahwa pengawasan harus berusaha menghindarkan timbulnya kerugian pada pihak yang tidak bersalah, serta melindunginya secara proporsional. 
  10. Prinsip efektif dan efisien; bahwa semua kegiatan pendidikan harus dijalankan secara efektif dan efisien artinya pengawasan harus dilaksanakan dengan tepat pada sasaran dan dengan hemat tenaga, waktu dan biaya. 
Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan profesionalisasi tenaga pengawas pembelajaran pendidikan jasmani adalah dengan dikeluarkannya sebuah Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor: 91/KEP/ M.PAN/10/2001 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dianggap menjelaskan bahwa, “Dalam upaya meningkatkan kualitas pengawasan am proses pembelajaran di sekolah, pemerintah telah menetapkan standar kinerja pengawas is. Untuk menjadi jabatan fungsional pengawas sekolah yang sebelumnya hanya tugas brbagai hal administratif.” Hal ini diarahkan pada peningkatan kualitas pengawasanpembelajaran (quality control) di sekolah dalam upaya meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar siswa yang menjadi indikator mutu pendidikan. 

Membicarakan pengawasan yang dilakukan seseorang yang karena tugas dan tanggungjawabnya dan menyangkut orang lain dengan tugas dan pertanggungjawaban yang harus diberikan, saya jadi teringat bahwa pengawasan yang paling baik adalah pengawasan “melekat”, melekat dalam arti melekat dalam diri secara transendental. Pengawasan yang tidak terhalang oleh ruang dan waktu bahwa ketika melaksanakan pekerjaan baik sebagai pengawas maupun yang diawasi ada pengawas yang lebih tinggi yaitu Yang Maha Tinggi. Saya juga teringat dengan kalimat bahwa setiap orang harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya dan tidak akan ada yang terlewat sedikitpun dimata Yang Maha Esa. Coba Anda baca dan perhatikan Al-Quran surat AliImran ayat ke 15 yang menyatakan bahwa Allah SWT. itu bersifat Al-Bashiir Maha Melihat segala kejadian di dunia ini sekecil apapun. Selanjutnya Surat Al-Ahzab ayat ke 55 yang menyatakan bahwa Allah SWT itu Maha Menyaksikan. 

B. Supervisi Pendidikan 
Dalam organisasi pendidikan, istilah supervisi sudah lama dikenal dan dibicarakan. Yang menjadi perhatian utama supervisi di madrasah-madrasah adalah masalah mutu pengajaran dan upaya-upaya perbaikannya. Istilah “supervisi pendidikan” mengacu kepada misi utama organisasi pendidikan, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu akademik. Dengan kata lain, supervisi pendidikan adalah kegiatan yang berurusan dengan perbaikan dan peningkatan proses dan hasil pembelajaran. Perbaikan dan peningkatan pembelajaran yang mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas. 

Dalam berbagai literatur, supervisi pendidikan dikenal dengan sebutan “instructional supervision” (Alfonso, Firth, dan Neville, 1981) atau “educational supervision” (Marks dan Stoops, 1978) yang selanjutnya dalam modul ini disebut “supervisi pengajaran” atau “supervisi pendidikan” (Satori, 1989). Sejalan dengan konsep-konsep yang dikemukakan, supervisi pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Dalam konteks profesi pendidikan, khususnya profesi mengajar, mutu pembelajaran merupakan refleksi dari kemampuan profesional guru. 

Oleh karena itu, supervisi pendidikan berkepentingan dengan upaya peningkatan kemampuan profesional guru, yang pada gilirannya akan berdampak terhadap peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa fungsi supervisi pendidikan adalah meningkatkan kemampuan profesional guru dalam upaya mewujudkan proses belajar peserta didik yang lebih baik melalui cara-cara mengajar yang lebih baik pula. Dalam analisis terakhir, efektivitas supervisi pendidikan ditunjukkan pada peningkatan hasil belajar peserta didik.

Gambar Hubungan Antara Perilaku Supervisi, Perilaku Mangajar, Perilaku Belajar, dan Hasil Belajar 

Gambar di atas memperlihatkan hubungan antara perilaku supervisi, perilaku mengajar, perilaku belajar dan hasil belajar. Perilaku supervisi menjelaskan bahwa kegiatan supervisi yang dilakukan oleh seorang supervisor harus mengarah kepada perbaikan dan peningkatan proses mengajar guru, pemahaman dan penguasaan tentang metode-metode dan strategi dalam pembelajaran, penguasaan tentang alat-alat evaluasi belajar yang dilakukan siswa, mampu mengevaluasi proses pembelajaran yang dilakukannya, menggunakan media yang sesuai dan berperilaku yang sesuai dengan profesi yang dipegangnya. Perubahan dalam perilaku mengajar guru akan terlihat dari perilaku belajar siswa yang pada akhirnya akan diperlihatkan dalam bentuk pencapaian hasil-hasil belajarnya. Hasil belajar siswa yang dicapai akan memberikan umpan balik bagi perbaikan supervisi oleh pengawas dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. 

C. Fungsi dan Sasaran Supervisi Pendidikan 
Dalam praktek supervisi pendidikan, kepala madrasah dan guru-guru tidak diperlakukan sebagai bawahan (subordinates), melainkan sebagai rekan sejawat (colleagues). Tata-kerja yang dikembangkan adalah bekerja bersama (working within), kendatipun struktur organisasi yang birokratik tetap dihargai. Pendekatan perilaku supervisi adalah menciptakan dan menjaga keselarasan antara tujuan-tujuan/kepentingan pribadi (personal needs) dan tujuan-tujuan organisasi (institutional goals) melalui kerja tim dan evaluasi terhadap sasaran-sasaran supervisi. Pendekatan tersebut menempuh prosedur kerja: 
  1. Fungsi Penelitian, 
  2. Fungsi Penilaian, 
  3. Fungsi Perbaikan, 
  4. Fungsi Peningkatan (Ametembun, 1995). 
1) Fungsi Penelitian 
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan obyektif tentang situasi pendidikan (khususnya sasaran-sasaran supervisi pendidikan), maka perlu diadakan penelitian terhadap situasi dan kondisi tersebut, dengan prosedur: perumusan pokok masalah sebagai fokus penelitian, pengumpulan data yang bersangkut paut dengan masalah itu, pengolahan data, penarikan kesimpulan yang diperlukan untuk perbaikan dan peningkatan. 

Pengawas/Supervisor tidak berprasangka buruk terhadap perilaku guru atas rendahnya hasil belajar siswa yang dicapai, akan tetapi harus ”syuudhan” dengan mengumpulkan fakta dan data melalui pengamatan langsung terhadap proses atau guru. Dengan penelitian yang dilakukannya tidak akan menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan apa yang sebenarnya terjadi karena permasalahan yang sebenarnya dapat ditemukan dari data dan fakta yang dikumpulkannya. 

2) Fungsi Penilaian 
Hasil penelitian selanjutnya dievaluasi: apakah menggembirakan atau memprihatinkan, mengalami kemajuan atau kemunduran/kemandegan. Hanya patut diingat, bahwa dalam etika pendidikan penilaian itu harus menekankan terlebih dahulu pada aspek-aspek positif (kebaikan-kebaikan dan kemajuan-kemajuan), kemudian baru pada aspek-aspek negatif (kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan). Penilaian dimaksudkan untuk memperoleh baik atau buruknya sesuatu, oleh karena itu kebaikan yang sudah dicapai diupayakan untuk terus dipertahankan dan kekurangan yang masih nampak diberikan perlakuan yang proporsional sehingga tidak terulang lagi, pengulangan atas keburukan sebenarnya harus dikembalikan kepada diri sendiri apakah upaya yang sudah dilakukan untuk memperbaikinya.

3) Fungsi Perbaikan 
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, langkah-langkah yang dapat diambil adalah: mengidentifikasi aspek-aspek negatif, yaitu kekurangan, kelemahan atau kemandegan, mengklasifikasi aspek-aspek negatif itu mana yang serius dan mana yang sederhana, dan melakukan perbaikan-perbaikan menurut prioritas. Perbaikan atas sesuatu yang sudah terjadi (kuratif) akan menjadi bekal bagi guru, akan tetapi bagaimana caranya diawal supaya tidak terjadi kesalahan (preventif) diperlukan upaya yang maksimal, dorongan mental spiritual dan tindakan nyata yang profesional dan proporsional akan sangat berarti dan modal untuk tidak menimbulkan kesalahan dan pengulangan kesalahan yang sama untuk tugas yang sama. 

4) Fungsi Peningkatan 
Upaya perbaikan merupakan proses yang berkesinambungan yang dilakukan terusmenerus. Supervisi pendidikan menjunjung praktek “continous quality improvement” (CQI). Dalam proses ini, diusahakan agar kondisi yang telah memuaskan itu supaya dipertahankan bahkan lebih ditingkatkan lagi. 

Keempat fungsi tersebut merupakan suatu kesatuan yang secara resiprokal dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar Fungsi-Fungsi Supervisi Pendidikan 

5) Sasaran Supervisi Pendidikan 
Sasaran supervisi pendidikan adalah proses pembelajaran peserta didik dengan tujuan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti guru, peserta didik, kurikulum, alat dan buku-buku pelajaran, serta kondisi lingkungan sosial dan fisik. Dalam konteks ini, guru merupakan faktor yang paling dominan. 

Oleh karena itu, supervisi pendidikan menaruh perhatian utama pada upaya-upaya yang sifatnya memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih mampu dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. 

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa sasaran utama supervisi pendidikan yaitu pemberdayaan akontabilitas profesional guru yang direfleksikan dalam kemampuan-kemampuan: 
  • Merencanakan kegiatan pembelajaran (PBM). 
  • Melaksanakan kegiatan pembelajaran (PBM). 
  • Menilai proses dan hasil pembelajaran. 
  • Memanfaatkan hasil penilaian bagi peningkatan layanan pembelajaran. 
  • Memberikan umpan balik secara tepat, teratur, dan terus-menerus kepada peserta didik. 
  • Melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. 
  • Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. 
  • Mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran.
  • Memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia. 
  • Mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode, dan teknik) yang tepat.
  • Melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran 
Pemberdayaan akontabilitas profesional guru hanya akan berkembang apabila didukung oleh penciptaan budaya sekolah sebagai organisasi belajar. Yang dimaksudkan dengan organisasi belajar (learning organization) adalah suatu organisasi dimana para anggotanya menunjukkan kepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan berupaya untuk mengatasi masalah tersebut tanpa desakan atau perintah dari pihak luar. Kepala sekolah dan guru tidak hanya bekerja menunaikan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya, melainkan pula memiliki sikap untuk selalu meningkatkan mutu pekerjaannya, dan oleh karenanya mereka terus belajar untuk mempelajari cara-cara yang paling baik. Mereka adalah “learning professionals”. Jadi sasaran lain dari supervisi pendidikan adalah menjadikan kepala sekolah dan guru sebagai learning professionals, yaitu para profesional yang menciptakan budaya belajar dan mereka mau belajar terus menyempurnakan pekerjaannya. 

Budaya ini memungkinkan terjadinya peluang inovasi dari bawah (bottom-up innovation) dalam proses pembelajaran. Kepala sekolah menduduki posisi kunci dalam penciptaan budaya tersebut. Aspek lain yang akan mendukung pemberdayaan akontabilitas profesional guru adalah tersedianya sumber daya pendidikan untuk mendukung produktivitas sekolah, khususnya mendukung proses pembelajaran yang bermutu. Alat peraga, alat pelajaran, fasilitas laboratorium, perpustakaan dan sejenisnya sangat diperlukan bagi terwujudnya proses pembelajaran yang bermutu. Sumber daya pendidikan seperti itu memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif melalui variabilitas dan spektrum kegiatan pembelajaran yang lebih kaya. Jadi sasaran yang ketiga dari supervisi akademik adalah membina kepala sekolah dan guru-guru untuk memiliki kemampuan manajemen sumber daya pendidikan. Kemampuan manajemen sumber daya pendidikan tersebut meliputi kemampuan dalam pengadaan, penggunaan/pemanfaatan, dan merawat/memelihara.

D. Azas Supervisi 
Azas adalah dasar berpijak dalam pelaksanaan supervisi oleh pengawas, supervisi Pendidikan dilaksanakan atas dasar keyakinan sebagai berikut: 
  • Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional gurunya. 
  • Pengawasan terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran (PBM) hendaknya menaruh perhatian yang utama pada peningkatan kemampuan profesional gurunya, yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. 
  • Pembinaan yang tepat dan terus menerus yang diberikan kepada guru-guru berkontribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran. 
  • Peningkatan mutu pendidikan melalui pembinaan profesional guru didasarkan atas keyakinan bahwa mutu pembelajaran dapat diperbaiki dengan cara paling baik di tingkat madrasah/kelas melalui pembinaan langsung dari orang-orang yang bekerjasama dengan guru-guru untuk memperbaiki mutu pembelajaran. 
  • Supervisi yang efektif dapat menciptakan kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional guru-guru. Kondisi ini ditumbuhkan melalui kepemimpinan partisipatif, dimana guru-guru merasa dihargai dan diperlukan. Dalam situasi seperti ini akan lahir saling kepercayaan antara para pembina (pengawas, kepala madrasah) dengan guru-guru, antara guru dengan guru, dan di antara pembina sendiri. Guru-guru akan merasa bebas membicarakan pekerjaannya dengan pembina jika ada keyakinan bahwa pembina akan menghargai pikiran dan pendapatnya. 
  • Supervisi yang efektif dapat melahirkan wadah kerjasama yang dapat mempertemukan kebutuhan profesional guru-guru. Melalui wadah ini, guru-guru memiliki kesempatan untuk berpikir dan bekerja sebagai suatu kelompok dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari di bawah bimbingan pembina dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran.
  • Supervisi yang efektif dapat membantu guru-guru memperoleh arah diri, memahami masalah yang dihadapi sehari-hari, belajar memecahkan sendiri masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari dengan imajinatif dan kreatif. Dalam suasana seperti itu, pemikiran dan alternatif pemecahan masalah, maupun gagasan inovatif akan muncul dari bawah dalam upaya menyempurnakan proses pembelajaran tanpa menunggu instruksi atau petunjuk dari atas. Dengan demikian, supervisi yang efektif dapat merangsang kreativitas guru untuk memunculkan gagasan perubahan dan pembaruan yang ditujukan untuk memperbaiki proses pembelajaran. 
  • Supervisi yang efektif hendaknya mampu membangun kondisi yang memungkinkan guru-guru dapat menunaikan pekerjaanya secara profesional, ketersediaan sumber daya pendidikan yang diperlukan memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan proses pembelajaran yang lebih baik
Keyakinan seperti dirumuskan tersebut di atas merupakan konsep/teori dan hasilhasil penelitian yang kebenarannya masih diakui oleh pakar supervisi sampai saat ini. Para pengawas (sebagai pembina) dapat menjadikannya sebagai pedoman untuk membandingkan antara apa yang sebaiknya dilakukan dengan apa yang kenyataanya terjadi. Dengan kata lain, para pengawas harus selalu mengembangkan perilaku pembinaanya sejalan dengan konsep yang diyakini kebenarannya. Kegiatan supervisi pendidikan diwujudkan oleh para pengawas dalam bentuk sikap dan tindakan yang dilakukan dalam interaksi antara pengawas dengan guru-guru dan kepala madrasah. Agar sikap dan tindakan pengawas itu sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan supervisi, maka dalam proses interaksinya itu perlu memperhatikan pedoman berikut: 
  1. Supervisi hendaknya dimulai dari hal-hal yang positif, menyentuh sisi kelebihan dan kebaikan yang melekat pada setiap orang akan memudahkan pengawas untuk berinteraksi. 
  2. Hubungan antara para pengawas dengan guru-guru hendaknya didasarkan atas hubungan kerabat kerja sebagai profesional, kedekatan yang tidak dilandasai oleh profesionalisme akan menyebabkan hambarnya hubungan kerja, dan tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan. 
  3. Pembinaan profesional hendaknya didasarkan pada pandangan obyektif, pengawas dalam melihat orang hendaknya seperti apa adanya mereka sehingga proses pembinaan sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimilikinya. 
  4. Pembinaan profesional hendaknya didasarkan atas hubungan manusiawi yang sehat, hubungan yang baik menempatkan seseorang sama dimata Yang Maha Kuasa akan menimbulkan keiklasan dalam bekerja. 
  5. Pembinaan profesional hendaknya mendorong pengembangan inisitif dan kreativitas guru-guru, stimulus yang baik akan mendorong orang untuk berubah karena tekanantekanan yang tidak bijak akan menimbulkan ketergantungan atau bahkan pelarian dari tanggungjawab. 
  6. Pembinaan profesional harus dilaksanakan terus-menerus dan berkesinambungan, perubahan tidak dapat terjadi dengan cepat akan tetapi kadang orang perlu lama untuk mengadaptasikan perubahan itu. Tidak cepat menyerah dengan keadaan dan tidak frustasi dengan apa yang tidak dapat memberikan hasil yang baik, hal yang baik walaupun hanya sedikit demi sedikit Insya Allah akan membekas. 
  7. Pembinaan profesional hendaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru, adil itulah kata yang tepat! Jangan memberikan sesuatu yang tidak dibutuhkan orang karena akan mubajir tidak akan digunakan dan tidak akan memunculkan rasa kepemilikan. Profesionalisme membutuhkan keiikhlasan dan akan muncul ketika apa yang dibutuhkannya dipenuhi dengan benar dan baik. 
  8. Pembinaan profesional hendaknya dilaksanakan atas dasar rasa kekeluargaan, kebersamaan, keterbukaan, dan keteladanan.

No comments:

Post a Comment