Pengertian, Hakekat, Dan Tujuan Katekisasi
Ketika kekristenan bukan lagi merupakan agama satu-satunya maka model pengajaranpun berubah. Pembaharuan modul pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan gereja termasuk jemaatnya namun makna gereja tetap dipertahankan. Dalam sejarahnya bukan modul saja yang dirubah tapi juga disiplin yang diberlakukan sebagai bagian dari pengajaran dan teori sangat yang mendasar untuk diterapkan dalam pelatihan. Ciri hkasnya pada awalnya pengajaran selalu diikuti dengan pelatihan-pelatihan. Untuk abad ini kita perlu belajar kembali tentang beberapa hal yang prinsip dalam pengajaran Kristen khususnya katekisasi.
Pengertian Katekisasi
Dalam dunia Yunani dikenal katechein yang berarti menggema atau menyuarakan keluar. Katekese adalah pengajaran iman, pembinaan iman, komunikasi iman, pengakaran iman dan pengembangan iman jemaat yang menyebut dirinya murid Kristus. Katekese mengalami perkembangan dari zaman kezaman sesuai dengan keadaan dan tempatnya. Lama kelamaan istilah ini diambil alih oleh orang Kristen menjadi istilah yang khusus dalam bidang pewartaan gereja. Segala usaha penyampaian ajaran, pendidikan agama atau ajaran disebut dengan katekese. Dalam Alkitab terdapat sejumlah kata katekese, seperti: Lukas 1:4(diajarkan), Kis 18:25b (Pengajaran); Kis 21:21 (mengajar), Roma 2:18a(diajarkan) IKor 14: 19 (mengajar); Gal 6:6 (Pengajaran). Dalam konteks ini katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar orang Kristen semakin dewasa di dalam iman. Dalam lingkungan gereja Protestan isitilah yang lebih familier untuk kata ini disebut dengan katekisasi. Istilah katekisasi umumnya dimengerti sebagai pengajaran sekaligus pelatihan-pelatihan bagi para calon baptis atau sidi. Jadi katekisasi adalah usaha usaha yang dilakukan oleh gereja untuk menolong jemaatnya semakin mendalami , menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Katekisasi merupakan rangkaian pendidikan iman bagi jemaat sepanjang kehidupan.
Hakekat katekese
Pengertian katekisasi begitu luas, kaya dan mengandung banyak segi kehidupan sehingga setiap usaha untuk merumuskannya secara tepat membuatnya lebih miskin.[4] Ketika kita berusaha mengkotakkan maknanya maka ia akan kehilangan hakekatnya sebab katekisasi menyentuh semua segi kehidupan orang Kristen: dimensi ritual praktek keagamaan, dimensi perasaan atau pengalaman keagamaan yang dinyatakan dalam prilaku riil/konkrit setiap hari. Oleh sebab itu katekisasi tidaklah berpusat kepada pengetahuan keagamaan saja, ketekisasi adalah kehidupan itu sendiri bukan persiapan untuk hidup.[5] Katekisasi melebihi sekedar materi, metode dan teknik, katekisasi adalah pedagogi, pengajaran iman. Tugas utama katekisasi adalah:
a. Memberitakan Firman Allah, mewartakan Kristus. Katekisasi bertugas menghadirkan Firman Tuhan agar manusia bertemu secara pribadi dengan Kristus sebab katekisasi adalah pewartaan diri Kristus.
b. Katekisasi mendidik untuk beriman. Katekisasi menolong jemaat untuk terpikat kepada Allah yang diberitakan dalam diri Kristus sehingga mereka melakukan kehendak dan perintah Allah sebagai hasil pembaharuan hidup manusia.
c. Katekisasi mengembangkan iman.Bertumbuhnya gereja tergantung kapada kegiatan katekisasi, melalui katekisasi gereja dibaharui.
d. Katekisasi adalah mendidik
e. Katekisasi juga adalah:
- Memperlengkapi jemaat merasakan pemeliharaan Allah sehingga mereka memelihara persekutuan untuk saling mengasihi dan saling melayani.
- Memperlengkapi jemaat untuk saling mengasihi di dalam Kristus melalui sharing pengalaman iman
- Memperlengkapi jemaat untuk hidup bertumbuh di dalam hubungan dengan Allah sehingga menjadi tanda kehadiran Allah
- Meperlengkapi jemaat untuk mencerminkan dan berbuat bersama-sama dengan Kristus atas nama Kerajaan Allah.
Katekisasi Calvinis
Dalam mengembangkan katekisasi GBKP untuk lebih mengena kepada kebenarannya sebaiknya kita kembali menoleh kebelakang apakah yang dimaksud oleh Calvin dengan katekese atau Pengajaran Agama Kristen. Bagi Calvin :
Pengajaran Agama Kristen adalah pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka dengan Firman Allah dibawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang diejawantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa TuhanYesus Kristus berupa tindakan kasih terhadap sesama.
Sebagai manusia yang dipilih dalam Yesus Kristus dan dijadikan “anak-anak” gereja sang ibu, Calvin menegaskan bahwa sewajarnyalah mereka dibesarkan dalam lingkungan luas pedagogisnya. Namun ia mengingatkan bahwa Ibu tidaklah mendidik dengan sumber kepunyaananya sendiri tapi dengan Firman yang dikenakan Roh Kudus kepada pelajar. Putra-putri gereja tidak akan pernah tamat sekolahnya karena sepanjang hidup dia harus belajar semua diharapkan terlibat dalam pengalaman pengalaman belajar dengan demikian mereka semakin disiplin dalam pengabdian dan pelayanan kasih dimasyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut Calvin merumuskan tujuan Pendidikan Agama Kristen sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan Agama Kristen ialah mendidik semua putra - putri sang Ibu (gereja) agar mereka dilibatkan dalam Penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus, diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan gereja, diperlengkapi memilih cara-cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa Yesus Kristus dalam gelanggang pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggungjawab di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaanNya sebagai lambang syukur mereka dipilih dalam Yesus Kristus.
Tujuan pengajaran ini telah dijabarkan oleh Calvin dalam katekismus Jenewa atau Indtitutio bahwa mendidik anak-anak secara benar, tertib dan berdaya guna dalam ajaran Kristen sudah menjadi kebiasaan dan keprihatinan gereja sejak waktu lama. Bahkan ada kecendrungan menguji anak-anak di depan jemaat tentang pokok-pokok yang selayaknya diketahui dan diterima oleh pelajar.[8] Karena kepentingan pengajaran tersebut Calvin membuat peraturan yang dikeluarkan Sinode dan Kotapraja Jenewa pada tahun 1547 dimana setiap pendeta melayani dua jemaat sekaligus: anak-anak dilayaninya melalui kelas katekisasi dan jemaat dewasa melalui kebaktian umum, khususnya khotbah. Karena begitu pentingnya pendidikan bagi Calvin sehingga anak-anak tidak boleh diserahkan kepada sembarangan orang dan bahan studi harus disesuaikan dengan anak didik serta pendekatan mengajar sangatlah pentingnya dan katekisme hendaklah memupuk hubungan oikumenis. Sehingga metode pengajaran katekisasi yang ditetapkan Calvin sangat menekankan kehadiran di ibadah serta menggali pengetahuan dan mendapatkan pemaham tentang setiap pengajaran ( band. Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinis)
Isi katekese
Calvin dalam bukunya Instutio secara keseluruh meletakkan dasar teologi pengajarnnya atas 5 hal yakni:
a. Kedaulatan Allah.
Allah yang wajib dilayani itu berdaulat atas diri-Nya dan semua pembicaraan manusia tentang Allah harus bertitik tolak dari sudut bagaimana Allah sendiri ingin diketahuinya
b. Alkitab sebagai Firman Allah.
Bila manusia ingin mengatahui kedaulatan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus maka sumber pengetahuan tersebut di dapati dalam Alkitab Firman yang tertulis
c. Ajaran tengan manusia
d. Ajaran tentang Gereja
e. Ajaran tentang hubungan gereja dengan negara
Dari kelima dasar teologi tersebut ia mengembangkan ruanglingkup katekismusnya dengan empat tema pokok yaitu:Iman, Hukum, Doa dan Sakramen-sakramen. Bila kita masuk peda isi pokok pembelajaran yang disediakan oleh Calvin maka kita akan menemukan banyak pertanyaan (373) karena katekismusnya telah disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.[9] Bentuk pengajaran seperti ini tentu saja akan membutuhkan pengajar yang tertib dan kemampuan belajar untuk mengajar.
GBKP dan katekisasi
Dalam perjalanannya bahan katekisasi di GBKP telah mengalami perkembangan, ada beberapa buku-buku yang kita kenal yakni:
1. Pokok- Pokok Pengajaran Agama Kristen (1979), lebih mendekati Calvinis karena disusun berdasarkan katekismus Heidelberg
2. Pengajaran Agama Kristen (1995) yang disusun berdasarkan hasil sidang sinode
3. Buku Katekisasi GBKP (2007) yang disusun berdasarkan konfesi GBKP
Dari buku-buku tersebut kita dapat menemukan ciri khas penulisan serta topik-topik yang dibahas dengan cara yang berbeda. Hal ini terjadi karena kita melihat kebutuhan jemaat sesaui dengan perkembangan jaman dan juga kesadaran kita untuk memelihara dogma atau konfesi yang kita pahami. Lebih jau lagi kita merasa perlu pengembangan dan penjabaran setiap bahan untuk disajikan sesuai dengan konteks dimana pembelajaran diberlakukan. Oleh sebab itu dalam peny buku-buku katekisasi menggunakan buku-buku yang sudah ada sebagai pelengkap referensi dalam membaharui pengajaran katekisasi.
Dalam lingkungan GBKP katekisasi dipahami sebagai pengajaran yang dilakukan bagi calon sidi. Dalam hal ini pembelajaran yang perlu diperhatikan antara lain:
- Pemeliharaan tradisi Calvin tentang arti dan tujuan pembelajaran.
- Pengembangan pokok-pokok pengajaran Calvin
- Tujuan Pendidikan Agama Kristen menurut Calvin
- Memperhatikan beberapa titik pusat katekese, anatar lain:
· Dasar Alkitab
· Pengalaman Manusia
· Kekinian
· Sosialisasi
· Pribadi (karakter kristiani)
· Ajaran Pokok Pewartaan kekristenan
· Latihan Rohani
Pendekatan pembelajaran (pemahaman tentang calon sidi secara psikologi perkembangan dan pemahaman tenantang psikologi pengajaran serta makna pembelajaran)
Penekanan- penekanan katekisasi berdasarkan kebutuhan masa kini, adapun unsur pendidikan yang dibutuhkan pada abad ini antara lain :
· Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran untuk memberdayakan.
· Teacher centered learning to student centered learning
· Kebiasaan menghafal kepada belajar menemukan dan membangun konsep sendiri
· Dari bentuk pengajaran invidual klasik kepembelajaran kooperatif
Dengan penekanan diatas diharapkan katekisasi GBKP akan mengacu kepada pokok-pokok dasar pengajaran Calvin dengan mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan tuntun kehidupan jemaat di abad 21 ini. Adapun standar pendidikan di abad 21 antar lain:
- Berpusat kepada keahlian
- Membangun pemahaman interdisiplin.
- Mengembangkan pengertian/pemahaman bukan menelan informasi mentah-mentah
- Membawa pelajar kedunia nyata dan memperlengkapinya untuk hidup disana.
- Membimbing mereka menemukan keahlian dan melatihnya sampai lihai memecahkan masalah yang dihadapinya.
- Memperkenankan mereka memiliki beberapa kemampuan.
- Guru juga harus mampu belajar interdisiplin, mampu mengadopsi multimedia untuk pengajaran dan juga mampu berkaloborasi.
Murid hidup di dunia yang kaya teknologi oleh karena mereka harus diarahkan untuk mampu:
Berkolaborasi, memelihara networking dan komunikatif.
Beradaptasi dan kreatif
Cinta informasi, media dan teknologi
Percaya kepada diri sendiri dalam media (mawas media)
Menemukan kepuasan
Guru mengggunakan sumber pendidikan yang terbuka.
Pendidikan di abad 21 sebaiknya mengupayakan model pendidikan yang utuh yang terdiri dari: visi, keterampilan, semangat, sumber, praktek.
Semoga penjelasan tentang arti, tujuan dan hakekat katekisasi dan bagaimana ciri pengajaran yang diharapkan di abad ini menjadi bahan kita untuk lebih menggumuli katekisasi di GBKP bagi pengajaran putra-putri gereja.
SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :
[1] Marinus Telambanua: Ilmu Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta Katekese Gerejawi(Jakarta: Obor, 1999), 3
[2] YakoB Papo: Memahami Katekese: Pegangan Dasar Bagi Para Pembina Dan Penggerak Katekese (Folres: penerbit Nusa Indah, 1987), 11
[3] Marinus Telambanua: Ilmu Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta Katekese Gerejawi(Jakarta: Obor, 1999), 5
[4] Setia Ulina Tarigan; Tesis: katekese Tunagrahita: suatu usaha gereja untuk memperlengkapi jemaat untuk menerima tunagrahita sebagai anggota jemaat (Jakarta:STT Jakarta, 2000), 19
[5] P. Rafael Hutabarat, Berakatekese Sbagai sarana pembentukan Hidup Jemaat, Seri Kepemimpinan Jemaat 3(Yogyakarta: Puskat, 1988), 11
[6] John H. Weterhoff III & Edwarts, A Faithful Church: Issues in the History of Catecheisis (Wilton: Morehouse-Barlow, 1981), 3-4
[7] Robert R. Boehlke. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen Dari Plato sampai Ig. Loyaola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 413
[8] Pengalaman ini dialami oleh penulis sendiri ketika menjalani katekisasi di GBKP Sibolangit thn 1974 sebagai tradisi sebelum hari penerimaan sidi dilakukan semacam ujian didepan orang tua dan jemaat lain dimana sang guru sidi memberikan beberapa pertanyaan kepada setiap calon sidi untuk dijawab.
[9] Baca bukunya Th. Van Den End dalam Enam Belas Dokumen Dasar Calvinis. Disana ia membagi pasal-pasalpertanyaan tersebut sebagai berikut: Pasal Iman (1-130), Hukum Allah(131-232), Firman Allah(296-308), Sakramen-sakramen(309-373).