Barangkali memang agak kesulitan untuk mengukur efektivitas/efisiensi dari suatu pembelajaran. Disamping variabel yang diukur itu banyak jumlahnya dan tiap orang membutuhkan variabel yang berbeda satu sama lain, juga alat ukur yang dipakai sangat relatif, sehingga hasil penilaian menjadi bersifat subjektif.
Mengajar dikatakan ‘seni’ (art), karena memang mengajar itu membutuhkan inspirasi, intuisi, bakat dan kreativitas.
Dikatakan pula sebagai ‘ilmu pengetahuan’ (science), karena dalam mengajar itu diperlukan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan (bahan ajar) yang diberikan dan juga penguasaan terhadap keterampilan didalam memberikan bahan ajar tersebut. dengan demikian, maka seorang pengajar memerlukan keahlian dalam memilih dan melaksanakan cara mengajar yang terbaik agar ilmu pengetahuan tersebut dapat diberikan dengan baik di kelas dan mereka yang belajar (siswa) dapat menerimanya dengan baik pula. Mungkin dalam hal ini hanya mampu memberikan ciri-cirinya saja menurut beberapa pakar pendidikan.
Agar mendapat pemahaman yang utuh tentang efektivitas pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran PAI, maka terlebih dahulu kita pahami pengertian pembelajaran yang efektif secara umum sebagaimana berikut;
1. Pengertian Tentang Pembelajaran Yang Efektif
Dalam pengertian pembelajaran yang efektif (teaching effectiveness) tidak terlepas dari cara mengajar yang efektif /efisien, karena dalam pembelajaran yang memiliki peran utama sebagai subjek aktif ’manajer’ dalam mengolah kelas adalah pengajar (guru). Seperti dijelaskan sebelumnya, dalam menilai aktivitas seorang dalam mengajar adalah relatif sekali. Namun demikian ada baiknya disajikan beberapa pendapat dari para ahli pendidikan,diantaranya sebagai berikut:
- Menurut Slamento, mengajar yang efektif ialah mengajar yang dapat membawa belajar siswa menjadi efektif pula. Belajar disini adalah suatu aktivitas mencari, menemukan dan melihat pokok masalah.
- Menurut Medley, ada empat karakteristik dari mengajar yang efektif, yaitu:
- Penampilan mengajar (penguasaan bahan ajar), termasuk persiapan dalam mengajar;
- Cara mengajar (pemilihan model instruksi, alat bantu mengajar dan evaluasi yang dipakai);
- Kompetensi dalam mengajar;
- Pengambilan keputusan yang bijaksana;
- Kalau menurut Shachelford dan Henak, bahwa pengajar yang efektif didefinisikan sebagai berikut: “Effective teacher are knowledgable about the theories of presentation, learning, and learner characteristics”.
Jika diperhatikan pengertian tersebut adalah apa yang selama ini lebih dikenal dalam proses belajar-mengajar, yaitu bahwa mengajar harus menguasai:
- Apa yang diajarkan;
- Teori pengajaran (pemilihan instructional design) yang relevan;
- Hal-hal baru (mau melakukan penelitian untuk memperkaya isi bahan ajar yang diberikan);
- Karakteristik siswa.
Dalam pada itu Shachelford dan Henack berpendapat bahwa cara pengajaran yang efisien akan terbentuk kalau pengajarnya juga bertindak efisien. Sebab pengajar bertindak sebagai manajer yang harus mengambil keputusan untuk aktivitas yang ia lakukan di kelas agar berjalan secara efektif/efisien. Dari pengertian tersebut, paling tidak seorang pengajar perlu melakukan tiga kegiatan apabila dikehendaki mengajar yang efektif, yaitu membuat persiapan atau perencanaan yang baik, melaksanakan pengajaran yang baik pula dan membuat evaluasi.
Melakukan persiapan atau perencanaan pengajaran adalah tahapan yang sangat penting, karena pada tahapan persiapan dan perencanaan inilah pelaksanaan pengajaran akan berjalan dengan baik pula.
Mengenai tahapan pesiapan apa saja yang perlu dilakukan, hal tersebut dapat dilihat secara garis besar pada gambar.
Gambar Flowchart Persiapan Melakukan Pengajaran
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pembelajaran
Dalam lingkup mikro, pendidikan diwujudkan melalui proses pengajaran, baik di dalam atau di luar kelas. Proses ini berlangsung melalui interaksi antara guru dengan siswa dalam situasi pengajaran yang bersifat edukatif (mendidik).
Melalui proses pengajaran ini, siswa akan berkembang ke arah pembentukan manusia sebagaimana tersirat dalam tujuan pendidikan. Agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka guru harus mampu menciptakan proses pengajaran dalam suasana pembelajaran dan pengajaran yang baik.
Proses pembelajaran yang efektif dapat dibentuk melalui pengajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berpusat pada siswa
Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, siswa merupakan subjek uatama.
Segala bentuk aktivitas hendaknya diarahkan untuk membantu perkembangan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran dan pengajaran terletak dalam perwujudan diri siswa sebagai pribadi mandiri, pelajar efektif dan pekerja produktif.
b. Interaksi edukatif antara guru dengan siswa
Dalam proses pembelajaran, hendaknya terjalin hubungan yang bersifat edukatif atau mendidik dan mengembangkan. Interaksi antara guru dengan siswa, hendaknya berdasarkan sentuhan-sentuhan psikologis yaitu adanya saling pemahaman antara guru dengan siswa, rasa percaya diri dapat ditumbuhkan dalam suasana seperti itu.
c. Suasana demokratis
Dalam suasana demokratis semua pihak memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan potensinya, sehingga dapat memupuk rasa percaya diri, dan pada gilirannya dapat berinovasi dan berkreasi sesuai dengan kemampuan masing-masing.
d. Variasi metode mengajar
Methode mengajar yang digunakan guru, hendaknya sedemikian rupa bervariasi sesuai dengan tjuan dan bahan yang diajarkan. Dengan metode mengajar yang bervariasi dapat membuat siswa lebih senang dan bersemangat dalam belajar, sehingga dapat memberikan hasil pembelajaran yang lebih baik.
e. Guru professional
Proses pembelajaran yang efektif hanya mungkin terwujud apabila dilaksanakan oleh guru profesionaldan dijiwai jiwa profesionalisme yang tinggi. Guru professional ialah guru yang memiliki keahlian yang memadai, rasa tanggung jawab yang tinggi, serta memiliki rasa kebersamaan dengan
sejawatnya. Mereka mampu melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai pendidik yang bertanggung jawab mempersiapkan siswa bagi peranannya dimasa depan. Dengan jiwa profesionalisme, guru mencintai pekerjaannya dan melaksanakannya dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab.
f. Bahan yang sesuai dan bermanfaat
Bahan yang diajarkan adalah bersumber dari kurikulum yang ditetapkan secara baku. Tugas guru ialah mengolah bahan pengajaran menjadi sajian yang dapat dicerna oleh siswa secara tepat dan bermakna. Untuk itu bahan yang diajarkan hendaknya sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungannya, sehingga memberikan makna dan faedah bagi siswa.
g. Lingkungan yang kondusif
Pendidikan di sekolah dan di luar sekolah tidak boleh dilepaskan dari lingkungannya. Lingkungan yang kondusif ialah lingkungan yang dapat menunjang bagi proses pembelajaran-pengajaran secara efektif.
h. Sarana belajar yang menunjang.
Proses pembelajaran dan pengajaran akan berlangsung secara efektif apabila ditunjang dengan sarana yang baik. Sarana tersebut adalah berupa alat Bantu mengajar, laboratorium, aula, mushola, lapangan olah raga, perpustakaan,dsb.
Dalam pembelajaran agama islam, pada materi tertentu mengharuskan untuk menggunakan media agar pembelajaran lebih efektif, seperti merawat jenazah, wudhu, tayamum, khutbah,dsb. Untuk lebih jelasnya, kedudukan media dalam proses pembelajaran dapat diilustrasikan seperti terlihat pada Gambar.
Gambar Kedudukan media dalam Penyampaian Pesan Pembelajaran
Dalam pembelajaran dan pengajaran yang efektif ini dapat dikemukakan pandangan lain yang yang dapat menjadi pertimbangan juga. Pandangan ini mengatakan bahwa mengajar yang efektif perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Penguasaan bahan pelajaran; guru harus menguasai bahan pelajaran sebaik mungkin, sehingga dapat membuat perencanaan pelajaran dengan baik, memikirkan variasi metode, cara memecahkan persoalan dan membatasi bahan, membimbing siswa ke arah tujuan yang diharapkan, tanpa kehilangan kepercayaan terhadap dirinya.
- Cinta kepada yang diajarkan; guru yang mencintai pelajaran yang diberikan, akan berusaha mengajar dengan efektif, agar pelajaran itu dapat menjadi milik siswa sehingga bagi kehidupan kelak. Guru yang cinta pada pekerjaannya akan menyadari pula bahwa mengajar adalah profesinya, sehingga pantang mundur walaupun banyak mengalami kesulitan dalam tugasnya. Ia berusaha mengatasinya dengan ketekunan, kesabaran dan keteladanan.
- Pengalaman pribadi dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; guru perlu meneliti hal-hal tersebut termasuk kemampuan dan prestasi siswa, dengan cara apa saja yang dapat mengungkap masalah itu.
- Variasi metode; sebagaimana penjelasan sebelumnya, jika guru hanya menggunakan salah satu metode maka pembelajaran akan membosankan, siswa tidak tertarik pada materi yang diajarkan. Dengan metode yang bervariasi dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam belajar.
- Seorang guru mengajar harus memberikan pengetahuan yang actual dan dipersiapkan sebaik-baiknya. Pengetahuan yang actual akan menarik minat siswa, sehingga pelajaran guru akan menimbulkan rangsangan yang efektif bagi proses belajar siswa.
- Guru harus berani memberikan pujian (reward); pujian yang diberikan dengan tepat dapatt mengakibatkan siswa mempunyai sikap yang positif, daripada guru yang selalu mengkritik dan mencela. Pujian dapat menjadi motivasi belajar yang positif bagi siswa.
- Menimbulkan semangat belajar secara individual; masing-masing siswa mempunyai perbedaan dalam pengalaman, kemampuan dan sifat-sifat pribadi yang lain, sehingga dapat memberikan kebebasan dan kebiasaan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dengan penuh inisiatif dan kreatif dalam pekerjaannya.
Pembelajaran yang efektif bukan lagi menjadi wacana dalam pendidikan, namun menjadi tuntutan dalam profesi pendidikan. Di masyarakat modern mengajar efektif dituntut dengan sendirinya pada para pengajar karenaperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesatnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan proses pembelajaran dan pengajaran yang efektif, senada dengan hal itu, Heri Jauhari berpendapat, untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif adalah sebagai berikut:
- Melibatkan anak/peserta didik secara aktif.
- Menarik perhatian dan membangkitkan motivasi.
- Memperhatikan perbedaan individual anak/peserta didik.
- Manarik/membangkitkan minat dan bakat peserta didik.
- Menerapkan ilmu pengetahuan ke dalam dunia nyata.
Kemudian supaya terwujud proses pengajaran yang efektif bisa dilakukan dengan cara:
- Panyampaian materi pengajaran dengan bahasa yang jelas dan menarik.
- Menggunakan metode yang bervariasi
- Adanya korelasi antara materi dengan humor
- Menggunakan alat peraga yang tepat
- Memberikan penghargaan dan hukuman yang mendidik, serta sesuai dengan perbuatannya.
Melalui pemaparan berbagai hal mengenai beberapa factor yang berkaitan dengan efektifitas pembelajaran maupun pengajaran tersebut semoga akan terwujud pendidik-pendidik yang professional sehingga mampu menciptakan pembelajaran yang efektif. Namun perlu juga kita perhatikan faktor yang menghambat efektivitas pembelajaran itu sendiri, sebagaimana yang akan diuraikan pada pembahasan berikutnya.
3. Faktor-faktor Yang Menghambat Efektivitas Penbelajaran Dan Cara Mengatasinya
Secara teoritis dapat dikatakan bahwa pembelajaran maupun pengajaran yang tidak efektif adalah karena kriteria mengajar yang baik dan efisien seperti yang dijelaskan di atas tidak dipenuhi. Namun dalam praktek, karena situasi dan kondisi setempat, maka sumber ketidak efektifan mengajar ini juga sangat kondisional. Dari beberapa literatur ditemukan beberapa penyebab mengapa pembelajaran tidak efektif, diantaranya adalah menurut Schackelford dan Henack sumber ketidak efektifan mengajar itu disebabkan berbagai faktor antara lain sebagai berikut:
- Bahan ajar diberikan dengan cara kaku (tidak fleksibel), sehingga terkesan bahwa pengajaran tersebut terasa ‘kering’ dan ‘tidak menarik’
- Pengajar memberikan bahan ajar dengan membaca saja, tanpa diselingi dengan penggunaan dengan penggunaan alat Bantu pengajaran (aspek ‘mendengar’ lebih banyak daripada ‘aspek melihat’).
- Tidak ada variasi dalam cara mengajar, tidak ada penekanan terhadap mana materi yang penting dan aspek mana yang kurang penting.
- Pembicaraan sering menyimpang dari silabus yang ditetapkan.
- Penyampaian bahan ajar yang sulit, tidak dapat dijelaskan secara baik, sehingga siswa sulit memahaminya.
- Tugas-tugas yang diberikan siswa sering berubah-ubah dari yang semula ditetapkan sehingga menyulitkan siswa untuk mengatur waktu penyelesaian.
- Pengorganisasian yang acak-acakan, sehingga pemberian bahan ajar menjadi kurang sistematis.
- Tidak mau atau hanya sedikit menerima umpan balik dari siswa atau pun dari teman sejawatnya.
- Penilaian yang kurang adil atau tidak objektif.
- Kurang menyenangi tugas atau profesinya sebagai pengajar.
- Sulit untuk ditemui atau dicari siswa saat siswa dalam kesulitan memahami pelajaran dan perlu bimbingan.
- Sombong dan tinggi hati, sehingga tidak memerlukan komentar atau umpan balik dari orang lain.
Disamping yang diuraikan diatas, masih terdapat pula beberapa hal yang membuat pengajaran tidak efektif. Antara lain sebagaimana yang diuraikan oleh Soekartawi seperti berikut:
- Pengajar tidak cukup waktu dalam melaksanakan pengajaran
- Karena sibuknya pengajar yang bersangkutan, sehingga ia sering mengubahubah waktu pengajaran, akibatnya siswa kurang siap mengikuti pembelajaran.
- Alokasi waktu yang kurang tepat, missal karena keterbatasan ruangan.
- Aaalokasi tempat pembelajaran yang terpencar-pencar, sehingga kurang bisa tepat waktu.
- Waktu pengajaran yang berbenturan aktivitas akademik lain, seperti rapat – rapat maupun undangan yang datang mendadak.
- Pengajar tidak mempunyai alternatif dalam penentuan buku wajib bagi siswa.
- Terbatasnya tenaga pengajar, sehingga sebagian pengajar mengajar yang sebenarnya bukan profesinya di bidang tersebut.
- Bahan ajar yang diberikan ‘itu-itu saja’ , menggunakan metode lama tanpa ada variasi mengajar yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Buku wajib yang ditentukan berbahasa asing, padahal banyak sekali siswa yang belum paham basa yang digunakan dalam buku tersebut.
Masih banyak pendapat lain yang menjadi faktor ketidak efektivan dalam pembelajaran, yang tentunya tidak dapat kami uraikan satu persatu. Terlepas dari berbagai pendapat diatas, maka setiap pendidik berkewajiban untuk meningkatkan kualitas pengajaran yang tak terbatas waktu dan tempat, apabila ingin menjadi guru yang baik. Walaupun banyak factor yang menyebabkan pengajaran tidak efektif, namun untuk tujuan yang pragmatis, maka Shackelford dan Henack menyarankan enam factor yang perlu mendapat prioritas untuk dikerjakan.
Keenam factor tersebut adalah:
- Jujurlah pada anda sendiri. Sekiranya ada kekurangan anda dalam mengajar, maka terimalah kritik atau saran oran lain untuk memperbaiaki kekurangan anda tersebut.
- Hindari pemberian bahan ajar yang tidak terfokus pada satu permasalahan. Sebab bila anda memberikan apa saja tanpa arahan yang jelas, maka anda akan kehilangan topic mana yang penting dan mana yang kurang penting. c. Tuliskan apa yang anda berikan, walaupun itu hanya satu atau beberapa lembar agar siswa lebih mudah dalam mengikuti pembelajaran dan anda sendiri tidak kehilangan arah dalam memberikan pengajaran.
- Ikuti penataran atau seminar singkat tentang cara pengajaran yang baik yang dilakukan instansi terkait. Sebab dengan belajar pada orang lain yang mempunyai skill tentang itu adalah sangat baik untuk meningkatkan skill anda sendiri.
- Cari umpan balik dari cara anda memberikan bahan ajar dilihat dari aspek apa saja, apakah cara anda mengajara, pemilihan alat Bantu mengajar atau yang lainnya.
- Carilah ide-ide baru untuk meningkatkan cara anda mengajar.
Berbagai penelitian tentang efektivitas pengajaran ini telah banyak dilakukan dan diterbitkan oleh berbagai surat kabar, majalah, maupun berbagai buku. Dari berbagai pendapat, maka pengajaran yang efektif akan terjadi kalau pengajar melakukan:
- Persiapan atau perencanaan
- Pelaksanaan dengan baik
- Penilaian (evaluasi) yang baik.
Yang dimaksud evaluasi disini adalah evaluasi tentang proses belajar mengajar dimana guru berinteraksi dengan siswa. Evaluasi performance artinya penilaian yang berkenaan dengan seluruh kegiatan yang dilakukan, baik kegiatan mengajar maupun kegiatan belajar, sampai sejauhmana tujuan yang ditetapkan dapat dicapai. Penilain tersebut dapat dilakukan dengan fase pertama bersifat formatif, dan fase kedua bersifat sumatif.
Hasil analisis data yang diperoleh melalui evaluasi tersebut dapat dijadikan umpan balik (feedback) untuk merevisi hal-hal atau kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kendala dalam pencapaian tujuan pengajaran tersebut, atau pelaksanaannya, sehingga dengan adanya umpan balik diharapkan perencanaan selanjutnya dapat direvisi dan lebih dimantapkan sebagaimana mestinya.
Bila diteliti secara mendetail, evaluasi yang dilakukan bukan sekedar menilai hasil belajar siswa saja, akan tetapi dalam arti yang lebih luas berupa kegiatan; pengumpulan data tentang materi dan kemampuan siswa, memantau proses belajar mengajar, dan mengatur pencapaian tujuan pengajaran. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
Gamnbar Analisi evalusi sebagai umpan balik
Akhirnya, dari beberapa pendapat tentang efektivitas pembelajaran tersebut, marilah kita tengok bagaimana efektivitas pembelajaran PAI itu sendiri. Dalam pendidikan Islam baik proses maupun hasil belajar selalu interen dengan keislaman; keislaman melandasi aktivitas belajar, menafasi perubahan yang terjadi serta menjiwai aktivitas berikutnya.
Perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar beranjak dari taksonomi Bloom meliputi domain-domain sebagai berikut:
- Kognitif; meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan keterampilan/kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut.
- Afektif; meliputi perubahan-perubahan dari segi sikap mental, perasaan dan kesadaran.
- Psikomotor; meliputi perubahan-perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan motorik.
Strategi atau pendekatan yang dipakai dalam pengajaran agama Islam lebih banyak ditekankan pada suatu model pengajaran ”seruan” atau ”ajakan” yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (afektif), sehingga tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an surat An-Nahl: 125.
Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...”
Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan untuk ”meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan benegara”, sebagaimana yang temuat dalam GBPP PAI tahun 1994. Secara skematis hakikat belajar dalam kerangka pendidikan islam dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar Hakikat belajar dalam kerangka pendidikan Islam
Keseluruhan proses belajar berpegang pada prinsip-prinsip Al-Qur’an dan sunah dan terbuka untuk unsur-unsur luar secara adaptif yang ditilik dari perspektif keislaman. Tujuan akhir berupa pembentukan orientasi hidup secara menyeluruh sesuai dengan kehendak Tuhan (bermakna ibadah) dan konsisten dengan kekhalifahannya.
Dalam khazanah pemikiran pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah “untuk beribadah kepada Allah SWT.” sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an bahwa “tujuan Tuhan menciptakan jin dan manusia adalah agar mereka menyembah kepada-Nya”. Ibadah itu mencangkup segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, baik berupa amal perbuatan, pikiran maupun perasaan yang selalu diarahkan kepada Allah SWT.
Dari sini dapat pahami tentang efektivitas pembelajaran PAI, untuk mengukur efektivitas pembelajaran PAI tidak hanya ditentukan dalam proses pembelajan saja, meskipun secara kognitif pemahanan siswa terhadap materi juga penting, akan tetapi jauh lebih penting dan lebih efektif lagi jika hasil pembelajaran PAI tersebut tidak hanya membekas di kepala, namun juga dapat dilihat dari perubahan tingkah laku serta aktivitas keseharian siswa yang mengarah pada pendidikan agama islam secara kaffah (menyeluruh).
Korelasi Teori Belajar Sibernetik Dalam Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Belajar merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar dalam Islam. Ajaran Islam mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap belajar. Nabi Muhammad SAW. sebagai pendidik agung dari lahir sampai meninggal, dan menjadikan belajar itu sebagai kewajiiban utama bagi setiap muslim. Dan bahkan ayat pertama turun kepada Rasulullah adalah suatu perintah untuk membaca. Jika ditinjau dari aspek psikologis, menurut pendapat Prof. Dr. Hasan Langgulung bahwa perintah ”membaca” dalam ayat pertama tersebut melibatkan proses mental yang tinggi, yaitu proses pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (reasoning) dan daya kreasi (reativity).
Sementara itu, sering terjadi diskusi, apakah Islam mempunyai konsep tersendiri mengenai pendidikan (Pendidikan Islam) ataukah tidak. Sebagian beranggapan bahwa ajaran Islam tidak mempunyai konsep tersendiri mengenai pendidikan. Hal ini berdasarkan kenyataan sejarah bahwa Islam selalu menerima dan berasimilasi serta beradaptasi bahkan mengadopsi system dan lembaga kependidikan dari lingkungan social budaya dan peradaban masyarakat yang dijumpainya.
Namun demikian, alasan tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Memang fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam selalu berintegrasi dan beradaptasi, bahkan mengadopsi system dan lembaga kependidikan serta sosial budaya lainnya yang dijumpai dan dimasukinya. Ternyata dalam proses integrasi dan adaptasi tersebut, Islam tidak pernah kehilangan sama sekali identitas dan karakteristik dasarnya. Bahkan sebaliknya, kemudian terjadi proses Islamisasi terhadap system dan lingkungan sosial budaya yang dimasukinya sedemikian rupa sehingga berkembang menjadi system dan lingkugan social budaya yang Islami, dan hilang identitas dan karakteristik lamanya.
Teori belajar dan pembelajaran mendeskripsikan pengetahuan tentang bagaimana seseorang itu belajar dan membelajarkan seseorang. Kualitas pembelajaran oendidikan Islam sangat bergantung pada bagaimana pembelajaran itu dirancang. Landasan ilmiah yang diperlukan oleh perancang pembelajaran berupa pengetahuan ilmiah tentang bagaimana seseorang belajar termasuk belajar PAI dan pengetahuan ilmiah tentang proses dan hasil belajar PAI. oleh karena itu setiap merencanakan kegiatan pembelajaran dibutuhkan pemahaman teori belajar dan pembelajaran.
Teori belajar menaruh perhatian pada apa yang terjadi selama seseorang melakukan kegiatan belajar. Sedangkan teori pembelajaran menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan bagaimana seseorang belajar (proses belajar). Dari bagaimana seseorang belajar ini, akan dijadikan landasan dalam menetapkan cara bagaimana dapat membelajarkan seseorang. Sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif, berarti menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah belajar.
Sejalan dengan uraian diatas, sebagaimana yang menjadi asumsi dalam teori belajar sibernetik, bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Setiap individu memiliki karakteristiknya sendiri. Dalam kedudukannya ditengah-tengah komunitas masing-masing memiliki perbedaan individual (alfarq al-fardiyah), Al-Qur’an menegaskan adanya perbedaan struktur dan status social. Abilitas dan bobot setiap individu berlainan. Adanya perbedaan individual menunjukkan pula adanya perbedaan kondisi belajar setiap orang. Agar setiap individu dapat berkembang secara optimal dalam berbagai dimensi, diperlukan orientasi yang pararel dengan kondisi yang dimilikinya; dituntut penghargaan guru akan individualitas.
Dalam proses belajar mengajar yang optimal (efektif), terjadi komunikasi dua arah (two way communication) atau lebih (multy way communication) antara pengajar dan pelajar, tidak hanya komunikasi satu arah saja (one way communication). Dalam komunikasi multi arah, umpan balik (feedback) terjadi tidak hanya dari guru-siswa tapi juga bisa terjadi antar siswa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
Gambar Komunikasi multi arah antar guru dengan siswa dan siswa dengan siswa
Dalam hubungan (korelasi) antara teori belajar sibernetik dalam efektivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), marilah kita tengok dari uraian tentang teori belajar sibernetik maupun efektivitas pembelajaran, lalu kita bandingkan asas Islami yang diterapka oleh Rasulullah SAW dalam pendidikan menurut Drs.Muhammad Tholib,antara lain sebagai berikut:
- Mengulang-ulang (supaya mudah dipahami).
- Sedikit demi sedikit/bertahap (supaya mudah dikuasai).
- Memilih yang paling ringan (algoritmik atau heuristik)
- Mudah dan luwes (pembelajaran yang fleksibel)
- Dalam kondisi segar (supaya lebih konsentrasi).
- Memilih waktu yang tepat.
- Memperhatikan bakat/potensi peserta didik.
- Mengikuti kecenderungan anak/peserta didik.
- Mengetahui tingkat kemampuan anak/peserta didik.
- Berjenjang/sesuai tahapan usia anak.
- Stabil dan berkelanjutan (dalam mengamalkan ilmu)
- Menyesuaikan perlakuan dengan martabat/keadaan.
- Menguji kemampuan/keterampilan (evaluasi).
- Adil (dalam berbuat, bersikap, dan memutuskan).
- Bertanya kepada ahlinya (feedback) sehingga tercipta komunikasi multi arah.
Dari uraian yang bersumber dari berbagai pustaka tersebut, selanjutnya penulis akan melakukan penelitian dan mengumpulkan data dari lapangan lokasi penelitian, dengan menggunakan metode penelitian sebagaimana yang akan diuraiakan pada pembahasan berikutnya.