Koperasi merupakan badan usaha yang didirikan dan dikelola oleh sekelompok masyarakat untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Koperasi dibentuk demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota dan masyarakat.
Secara umum koperasi dipahami sebagai perkumpulan orang yang secara sukarela mempersatukan diri untuk berjuang meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka melalui pembentukan sebuah badan usaha yang dikelola secara demokratis. (Rudianto, 2010: 3)
PSAK No.27 (Revisi 1998, Reformat 2007) tahun 2009 paragraf ke-1 menyatakan :
Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya. Dengan demikian, koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional.
Menurut UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, “Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi”.
Koperasi serba usaha merupakan koperasi yang menjalankan berbagai jenis usaha demi memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakat. Rudianto dalam bukunya Akuntansi Koperasi (2010: 118) menyatakan bahwa “Koperasi Serba Usaha (KSU) adalah koperasi yang memiliki lebih dari satu bidang usaha”.
Usaha dan Jenis Koperasi
Jenis koperasi digolongkan berdasarkan kepentingan anggota dan usaha koperasi. PSAK No.27 (Revisi 1998, Reformat 2007) tahun 2009 paragraf ke-9 menyatakan bahwa “Koperasi dapat digolongkan dalam beberapa jenis, namun berdasarkan kepentingan anggota dan usaha koperasi, koperasi digolongkan ke dalam empat jenis, yakni Koperasi konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi
Simpan Pinjam, dan Koperasi Pemasaran”.
Akun-akun dalam Koperasi
Akun-akun dalam koperasi pada dasarnya sama dengan akun-akun perusahaan pada umumnya. Rudianto dalam bukunya Akuntansi Koperasi (2010: 27) menyatakan bahwa:
Beberapa akun yang biasa digunakan dalam akuntansi koperasi adalah:
- Kas
- Piutang Anggota
- Perlengkapan Kantor
- Peralatan Kantor
- Utang Usaha
- Utang Bank
- Simpanan Sukarela
- Dana-Dana
- Simpanan Wajib
- Modal Sumbangan
- Modal Penyertaan
- Cadangan
- Partisipasi Bruto
- Partisipasi Neto
- Pendapatan Dari Non-Anggota
- Beban Operasional
- Beban Pokok
- Beban Pengkoperasian
- Sisa Hasil Usaha
Aset di dalam koperasi dicatat ke dalam akun kas, piutang anggota, perlengkapan kantor, dan peralatan kantor. Kas yaitu alat pembayaran yang dimiliki beberapa koperasi dan siap digunakan, seperti cek kontan serta uang tunai (uang kertas dan uang logam). Piutang Anggota yaitu hak (tagihan) koperasi kepada anggota koperasi. Tagihan tersebut timbul karena koperasi meminjamkan uang kepada anggotanya atau karena koperasi menjual barang kepada anggotanya secara kredit. Perlengkapan Kantor yaitu barang/bahan pelengkap aktivitas koperasi yang biasanya berumur pendek (kurang dari saru tahun) yang akan habis karena dipakai seperti kertas, pulpen, tinta, dan lainnya.Peralatan Kantor yaitu alat-alat yang dimiliki koperasi dan digunakan dalam koperasi jangka panjang, seperti: meja, kursi, komputer, dan sebagainya.
Kewajiban koperasi dicatat ke dalam akun utang usaha, utang bank, simpanan sukarela, dan dana-dana. Utang Usaha yaitu pinjaman (kewajiban) yang dimiliki koperasi kepada pihak lain yang timbul akibat transaksi pemeblian kredit yang dilakukan koperasi. Utang Bank yaitu kewajiban yang dimiliki koperasi kepada pihak bank karena telah meminjam uang kepada bank. Simpanan Sukarela yaitu kewajiban (utang) yang dimiliki koperasi kepada anggotanya kerana anggota telah menyimpan (menabung) uangnya di koperasi.
Dana-Dana yaitu bagian dari sisa hasil usaha (SHU) yang disisihkan dan dialokasikan oleh koperasi untuk tujuan tertentu, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau ketetapan rapat anggota. Dana-dana dapat berupa: dana sosial, dana anggota, dana pengurus, dan sebagainya. Karena dana-dana ini telah dialokasikan dari SHU untuk tujuan tertentu, maka dana-dana tersebut merupakan bagian dari kewajiban (utang) koperasi yang harus direalisasikan dalam jangka pendek.
Modal yang dimiliki koperasi dicatat ke dalam akun simpanan pokok, simpanan wajib, modal sumbangan, dna modal penyertaan. Simpanan Pokok adalah jumlah nilai uang tertentu yang sama banyaknya yang harus disetorkan setiap anggota pada waktu masuk menjadi anggota. Jenis simpanan pokok ini tidak dapat diambil kembali selama orang tersebut masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok ini adalah bagian dari ekuitas (modal) koperasi.
Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota koperasi pada waktu kesempatan tertentu, misalnya sebulan sekali. Jenis simpanan wajib ini dapat diambil kembali dengan cara-cara yang diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) serta keputusan rapat anggota koperasi. Simpanan wajib ini adalah bagian dari ekuitas
(modal) koperasi.
Modal Sumbangan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah atau tidak mengikat. Modal sumbangan tidak dapat dibagikan kepada koperasi selama koperasi belum dibubarkan. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan dalam meningkatkan usaha koperasi. Cadangan adalah bagian dari sisa hasil usaha (SHU) yang disisihkan dan dialokasikan oleh koperasi untuk tujuan tertentu, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau ketetapan rapat anggota,. Biasanya cadangan dibuat untuk persiapan melakukan pengembangan usaha, investasi baru, atau antisipasi terhadap kerugian usaha yang dialami koperasi.
Pendapatan koperasi dicatat ke dalam akun-akun partisipasi. Partisipasi Bruto adalah kontribusi anggota kepada koperasi sebagai imbalan atas penyerahan barang dan jasa kepada anggota, yang mencakup harga pokok dan partisipasi neto.
Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi bruto adalah nilai total penjualan produk koperasi, baik berupa barang maupun jasa, kepada anggota koperasi. Partisipasi Neto adalah kontribusi anggota terhadap hasil usaha koperasi yang merupakan selisih antara partisipasi bruto dengan beban pokok. Jadi, partisipasi neto adalah sisa hasil usaha (SHU) yang timbul akibat penjualan produk koperasi, baik berupa barang maupun jasa, kepada anggota koperasi. Pendapatan Dari Non-Anggota adalah penjualan barang dan jasa kepada pihak selain anggota koperasi.
Beban Operasional adalah pengorbanan ekonomis yang dilakukan koperasi untuk memperoleh barang dan jasa dalam rangka menjalankan kegiatan utama koperasi. Beban operasional terdiri dari berbagai beban, seperti beban listrik, beban telepon, gaji pegawai, beban transportasi, dan sebagainya. Beban Pokok adalah pengorbanan ekonomis yang dilakukan koperasi dalam rangka memperoleh partisipasi neto dari anggota. Dengan kata lain, beban pokok adalah pengorbanan ekonomis yang terkait secara langsung dalam rangka menjual produk koperasi kepada anggota. Beban Pengkoperasian adalah beban sehubungan dengan gerakan pengkoperasian dan tidak berhubungan dengan kegiatan usaha.
Sisa Hasil Usaha (SHU) menunjukkan selisih antara penghasilan yang diterima selama periode tertentu dengan pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan itu. SHU ini setelah dikurangi dengan bebanbeban tertentu akan dibagikan kepada para anggota sesuai dengan pertimbangan jasanya masing-masing. Jasa anggota diukur berdasarkan jumlah kontribusi masing-masing terhadap pembentukan SHU ini. Ukuran kontribusi yang digunakan adalah jumlah transaksi yang dilakukan anggota dengan koperasi selama periode tertentu.
Aktivitas Koperasi
Aktivitas yang dilakukan dalam suatu koperasi tergantung pada jenis usaha yang dijalankan oleh koperasi. Koperasi simpan pinjam melakukan aktivitas simpan pinjam sesuai dengan jenis koperasi tersebut. Aktivitas yang dilakukan oleh koperasi konsumen dan koperasi pemasaran pada dasarnya adalah aktivitas jual beli. Koperasi produsen melakukan aktivitas jual beli dan produksi.
Partomo (2009:51) menjelaskan bahwa:
Kegiatan utama koperasi simpan pinjam adalah menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman dana kepada anggota koperasi. Walaupun pemupukan modal dilakukan koperasi dari para anggotanya, seringkali jumlah uang yang ingin dipinjam oleh anggota lebih besar dari modal yang dimiliki koperasi. Karena itu, tidak jarang koperasi harus meminjam uang dari kreditur di luar koperasi, seperti bank atau koperasi kredit.
Gambar Aktivitas Koperasi Simpan Pinjam (Sumber: Partomo, 2009:51)
Partomo (2009: 70) kemudian menjelaskan bahwa:
Berdasarkan fungsinya, aktivitas koperasi konsumen dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok utama, yaitu:
- Pembelian;
- Pengeluaran kas;
- Penjualan; dan
- Penerimaan kas.
Gambar Aktivitas Koperasi Konsumen (Sumber: Partomo, 2009:70)
Partomo (2009:102) juga menyatakan bahwa:
Aktivitas koperasi pemasaran pada dasarnya sama dengan aktivitas koperasi konsumen. Aktivitas yang paling sering dilakukan adalah melakukan pembelian produk koperasi, mengeluarkan uang, menjual produk tersebut kepada pihak pembeli, dan menerima uang. Perbedaannya hanya terletak kepada siapa pembelian dan pengeluaran tersebut dilakukan.
Gambar Aktivitas Koperasi Pemasaran (Sumber: Partomo, 2009:102)
Partomo (2009: 108) juga menjelaskan bahwa:
Koperasi produsen adalah koperasi yang membeli dan mengolah bahan baku menjadi barang yang siap pakai, maka secara keseluruhan transaksi dalam Koperasi Produsen dapat diringkas ke dalam bagan berikut:
Gambar Aktivitas Koperasi Produsen (Sumber: Partomo, 2009:102)
Laporan Keuangan Koperasi
Perbedaan antara laporan keuangan koperasi dan laporan keuangan perusahaan pada umumnya terletak pada laporan promosi ekonomi anggota. PSAK No. 27 (Revisi 1998, Reformat 2007) Tahun 2009 Paragraf ke-56 menjelaskan bahwa “Laporan keuangan koperasi meliputi neraca, perhitungan hasil usaha, laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota, dan catatan atas laporan keuangan”.
Sistem Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern merupakan seperangkat struktur dan metode-metode serta ukuran-ukuran yang dirancang untuk memberikan jaminan keamanan harta kekayaan perusahaan dengan mendorong ditaatinya aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya. Sistem pengendalian intern juga dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan harta kekayaan perusahaan.
Sistem pengendalian intern didefinisikan pertama kali pada tahun 1949 oleh AICPA sebagai berikut ini.
Pengendalian intern meliputi struktur suatu organisasi dan semua metode-metode yang terkoordinir serta ukuran-ukuran yang diterapkan di dalam suatu perusahaan untuk tujuan menjaga keamanan harta kekayaan milik perusahaan, memeriksa ketepatan dan kebenaran data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasi kegiatan, dan, mendorong ditaatinya kebijaksanaan-kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan. (Jogiyanto, 1988: 358)
Wing Wahyu Winarno dalam buku yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi (1994: 88) menyatakan bahwa menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission:
Pengendalian intern adalah proses yang dipatuhi oleh dewan direksi, manajemen dan karyawan, yang dirancang untuk memberi jaminan yang memadai dalam pencapaian salah satu atau lebih tujuan berikut ini:
- Efisiensi dan efektivitas kegiatan (termasuk penelitian kinerja, pencarian laba dan pengamanan aktiva perusahaan).
- Keterpercayaan informasi keuangan (baik untuk pihak intern maupun ekstern serta pencegahan pemanipulasian laporan keuangan).
- Kepatuhan dengan berbagai peraturan dan undang-undang yang harus dipatuhi oleh perusahaan.
Pengawasan atau pengendalian intern mempunyai lima komponen yang saling berhubungan. Winarno dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi (1994: 89) menyatakan bahwa:
Komponen-komponen pengawasan atau pengendalian intern adalah:
- Lingkungan pengawasan.
- Pencegahan risiko.
- Kegiatan pengawasan.
- Informasi dan komunikasi.
- Pemantauan.
Menurut Winarno dalam bukunya SistemInformasi Akuntansi (1994: 90) bahwa:
Tujuan utama diselenggarakannya sistem pengawasan intern adalah untuk menghindarkan perusahaan dari berbagai kerugian. Kerugian ini dapat disebabkan berbagai hal, misalnya
- Penggunaan sumber daya secara berlebihan,
- Proses pengambilan keputusan yang tidak tegas,
- Pesalahan pencatatan data,
- Perusakan berbagai catatan,
- Hilang atau rusaknya aktiva karena kelalaian karyawan,
- Ketidakpatuhan karyawan terhadap manajemen dan
- Penyelewengan yang dilakukan oleh karyawan.
Prinsip-prinsip Umum dalam Penyusunan Sistem
Penyusunan sistem harus memenuhi beberapa prinsip meliputi analisis transaksi bisnis atau aktivitas ekonomi perusahaan, perancangan, hingga pemeriksaan periodik atas sistem informasi yang telah dirancang. Widjajanto (2001: 8) menyatakan bahwa:
Terdapat tujuh prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam penyusunan sistem informasi akuntansi, yaitu:
- Analisis transaksi bisnis.
- Pencatatan transaksi ke dalam formulir dan catatan yang tepat.
- Perancangan sistem internal check dalam transaksi.
- Pencatatan transaksi yang telah terekam di formulir ke dalam buku (jurnal dan buku besar).
- Perancangan berbagai pernyataan (statement) akuntansi dan laporan statistik dengan sumber data dari transaksi yang telah tercatat di buku.
- Pelaksanaan pemeriksaan intern (internal audit) yang berkesinambungan dan pemeriksaan eksternal secara periodik terhadap sistem informasi akuntansi.
- Penyajian laporan untuk memenuhi kebutuhan instansi pemerintah.
Pengembangan Sistem Informasi
Sistem Informasi dikembangkan melalui sebuah proses yang disebut siklus hidup pengembangan sistem (system development life cycle). System development life cycle (SDLC) secara singkat dijelaskan melalui gambar di bawah ini.
Gambar Daur Pengembangan Sistem (Sumber : Nugroho Widjajanto, 2001)
Pengembangan sistem (systems development) dapat berarti menyusun suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Pendekatan desain terstruktur merupakan sebuah cara yang disiplin untuk mendesain sistem dari atas ke bawah dengan mengikuti tahapan-tahapan system life cycle dengan tambahan alat-alat dan teknik yang disediakan untuk memudahkan analis dalam melaksanakan kegiatan pengembangan sistem, sehingga hasil akhir dari sistem yang dikembangkan akan didapatkan sistem yang strukturnya didefinisikan dengan baik dan jelas.
Gambar Tahap Pengembangan Sistem (Sumber: jeffrey whitten, 2004:77 )
Jeffrey Whitten dalam bukunya System Analysis & Design Methods (2004:77) menjelaskan tahap-tahap pengembangan sistem informasi meliputi perencanaan, analisis, perancangan, implementasi dan dukungan sistem. Whitten menyatakan:
There is 5 steps of system development:
- System Planning
- System Analysis
- System Design
- System Implementation
- System Support
Baridwan dalam bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi (2000:6) menjelaskan bahwa:
Tahapan pengembangan sistem yaitu:
- Analisis, yaitu menganalisa masalah informasi yang dihadapi oleh perusahaan dan mengetahui kekurangan-kekurangan dalam sistem yang sedang berlaku.
- Perancangan, yaitu kegiatan menyusun sistem baru atau kegiatan merubah sistem lama.
- Implementasi, yaitu penerapan sistem yang baru untuk menggantikan sistem lama.
- Follow-up, yaitu kegiatan mengawasi pelaksanaan sistem baru untuk mengetahui adanya kelemahan-kelemahan dalam sistem baru dan memperbaikinya.
Perencanaan Pengembangan Sistem
Perencanaan merupakan tahap pertama yang harus dilakukan dalam pengembangan sistem. Nugroho Widjajanto (2001:523) berpendapat bahwa perencanaan sistem diperlukan karena “Pengembangan sistem dilaksanakan dalam suatu kerangka rencana induk sistem yang mengkoordinasikan proyek-proyek pengembangan sistem ke dalam rencana strategis perusahaan”.
Jeffrey Whitten (2004: 129) menyatakan bahwa “The purpose of survey problems, opportunities, and directives activity is to quickly survey and evaluate each identified problem, opportunity, and directive with respect to urgency, visibility, tangible benefits, and priority”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa perencanaan pengembangan sistem yang utamanya merupakan survei masalah, peluang, dan aktivitas bertujuan untuk secara cepat men-survei dan mengevaluasi setiap masalah dan peluang yang teridentifikasi.
Analisis Sistem
Tahap analisis sistem merupakan tahap awal dari kegiatan analisis dan perancangan sistem. Tahap analisis terdiri dari tiga kegiatan. Menurut Jeffrey Whitten dalam bukunya Systems Analysis & Desaign Methods (2004:121) yang menjelaskan “Systems analysis is (1) the survey and planning of the system and project, (2) the study and analysis of the existing business and information system, (3) define and prioritize the business requirement”.
a. Survei dan Rencana Proyek (Survey and Plan The Project)
Gambar Diagram Fase Survei Analisis Sistem (Sumber: Jeffrey Whitten, 2004:129)
Berdasarkan diagram diatas, ada beberapa tahap dalam fase survey ini yaitu:
1. Survey Problems Opportunities
Tahap ini merupakan tahap awal dari fase survei ini. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai permasalahan- permasalahan yang terjadi. Jeffrey Whitten dalam bukunya Systems Analysis & Desaign Methods (2004:129) menyatakan : “The purpose of Survey Problems, Opportunities, and Directives activity is to quickly survey and evaluate each identified problem opportunity, and directive with respect to urgency, visibility, tangible benefits, and priority.”
2. Negotiate Project Scope
Suatu proyek harus memiliki ruang lingkup, agar sasaran dan tujuan yang ingin dicapai tidak melenceng sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Jeffrey Whitten (2004:132) berpendapat bahwa “The purpose of this activity is to define the boundary of the system and project.”
3. Plan The Project
Setiap melakukan proyek sebelumnya harus dibuat rencana yang menggambarkan urutan kegiatan yang akan dilakukan selama proyek dijalankan. Jeffrey Whitten (2004:134) berpendapat “The purpose of this activity is to develop the initial project schedule and resource assignments”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengembangkan jadwal proyek dan kesepakatan atas sumber daya. Sebuah rencana dan jadwal utama menjadi konsep awal untuk menyelesaikan segala proyek. Jadwal ini akan dimodifikasi pada akhir tiap fase proyek. Ini biasanya disebut sebagai garis besar rencana.
4. Present The Project
Jeffrey Whitten (2004:136) berpendapat bahwa “The purpose of this activity is to secure any required approvals to continue the project, and to communicate the project and goals to all staff.”
Aktivitas ini dimulai dengan adanya penyelesaian dari aktivitas perencanaan proyek. Input ini termasuk, Problem Statement, Scope Statement, Perencanaan proyek, (pilihan) template proyek, dan standar proyek.
b. Mempelajari dan Menganalisis Sistem Yang Ada (Study and Analyze The Existing System)
Gambar Diagram Fase Studi Analisis Sistem (Sumber: Jeffrey Whitten, 2004:139)
Berdasarkan diagram di atas, terdapat beberapa tahap dalam fase studi analisis sistem ini, yaitu:
1. Model the Current System
FAST menyarankan dua strategi pemodelan untuk fase studi kombinasi dari data, proses, dan model geografi tingkat tinggi, atau kombinasi dari objek dan model geografi. Pemodelan sistem merupakan dokumentasi mengenai model sistem yang digunakan untuk menggambarkan sistem yang sedang dijalankan oleh perusahaan, sehingga memantu dalam melakukan analisis sistem. Jeffrey Whitten (2004:140) berpendapat “The purpose of this activity is to learn enough about the current system’s data, processes, interfaces, and geography to expand the understanding of scope, and to establish a common working vocabulary for that scope”.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mempelajari data, proses, interface, dan geografi sistem yang sedang ebrjalan untun memperluas pemahaman lingkup sistem, dan untuk menentukan kosa kata kerja yang umum untuk menjelaskan lingkup tersebut.
Aktivitas ini dimulai dengan adanya penyelesaian dari aktivitas fase survey dan persetujuan dari pemilik sistem untuk melanjutkan proyek. Input informasi kunci adalah proyek dan Scope Statement sistem yang telah diselesaikan sebagai bagian dari fase survei.
2. Analyze Business Processes
Analisis proses bisnis dilakukan untuk membantu para analis dalam mengumpulkan informasi dan mendokumentasikan permasalahan yang ada pada proses bisnis. Jeffrey Whitten (2004:142) berpendapat “The purpose of this activity is to business process in a set of related business processes to determine if the process is necessary, and what problems might exist in that business process”.
Aktivitas ini dapat dimulai dengan penyelesaian dari pemodelan sistem dari aktivitas sebelumnya. Aktivitas ini hanya untuk kepentingan dalam pemodelan proses. Pemodelan proses ini lebih banyak detail dari pada dalam tipe lainnya dalam proyek. Itu menunjukkan setiap jalan alur kerja yang memungkinkan melewati sistem, termasuk proses error.
3. Analyze Problems and Opportunities
Permasalahan merupakan sumber dari peluang yang harus dikembangkan dalam sistem sehingga sistem diperbaiki untuk menjadi lebih baik dari sistem yang sebelumnya. Jeffrey Whitten (2004:143) berpendapat “The purpose of this activity is to understand the underlying causes and effects of all perceived problems and opportunities, and understand the effects and potential side effects of all perceived opportunities.”
Aktivitas ini dapat dimulai dengan penyelesaian dari aktivitas fase survei dan persetujuan dari pemilik sistem untuk melanjutkan proyek. Satu input berinformasi kunci adalah problem statement yang telah diselesaikan dalam fase survei. Input berinformasi kunci lainnya adalah permasalahan dan peluang, dan sebab dan akibat yang dikumpulkan dari analis bisnis dan pengguna sistem lainnya. Hasil utama dari aktivitas ini adalah analisis sebab/akibat.
4. Establish System Improvement Objectives and Constraints
Pengembangan sistem memerlukan analisis untuk menetapkan tujuan dan batasan sehingga batasan-batasan yang ada tidak menghalangi tujuan yang ingin dicapai. Jeffrey Whitten (2004:146) berpendapat "The purpose of this activity is to establish the criteria against which any improvements to the system will be measured, and to identify any constraints that may limit flexibility in achieving
those improvements.”
Aktivitas ini dapat dimulai dengan penyelesaian dari dua aktivitas sebelumnya. Input-nya adalah model sistem dan analisis sebab/akibat. Hasil dari aktivitas ini adalah tujuan dan batasan perbaikan sistem. Hasil ini juga dapat disamakan dengan hasil bersih dari fase studi tujuan sistem.
5. Modify Project Scope and Plan
Ruang lingkup dan rencana proyek yang telah ditetapkan perlu di revisi dan dimodifikasi untuk disesuaikan berdasarkan hasil analisis. Hasil analisis menentukan ruang lingkup dan rencana proyek, apakah ruang lingkup dan rencana proyek telah sesuai dengan ketetapan sebelumnya apakah harus direvisi. Jeffrey Whitten (2004:148) berpendapat bahwa: “The purpose of Modify Project Scope and Plan activity is to reevaluate project scope, schedule, and expectations. The overall project plan is then adjusted as necessary, and a detailed plan is prepared for the next phase.”
Aktivitas ini dimulai dengan adanya penyelesaian pemodelan sistem, analisis permasalahan, dan aktivitas penentuan tujuan. Pemodelan sistem, analisis sebab akibat, tujuan dan batasan perbaikan sistem adalah input untuk aktivitas ini. Rencana proyek yang asli dari fase survei (jika tersedia) juga menjadi input.
6. Present Findings and Recommendations
Setelah analisis dilakukan, maka hasil analisis harus diinformasikan kepada manajemen perusahaan mengenai permasalahan-permasalahan dan peluang-peluang yang harus dilakukan sehingga dapat dilakukan perbaikan sistem guna memperbaiki permasalahan-permasalahan yang ada. Jeffrey Whitten (2004:149) berpendapat “The purpose of this activity is to communicate the project and goals to all staff. The report or presentation, if developed, is a consolidation of the activities’ documentation.”
Aktivitas ini dimulai dengan adanya penyelesaian dari tujuan sistem atau aktivitas rencana proyek. Input-nya termasuk model sistem, analisis sebab-akibat, tujuan dan batasan perbaikan sistem, dan rencana proyek yang direvisi dihasilkan oleh aktivitas utama. Hasil kunci dari aktivitas ini adalah penemuan studi detail.
Ini biasanya termasuk update kelayakan dan rencana proyek yang direvisi.
c. Mendefinisikan dan Memprioritaskan Kebutuhan Bisnis (Define And Prioritize The Business Requirement)
Fase definisi menjawab pertanyaan apa yang dibutuhkan dan diinginkan pengguna (user) dari sistem yang baru? Fase definisi tidak bisa dilewati. Fase definisi dapat digambarkan pada peraga berikut.
Gambar Diagram Fase Definisi Analisis Sistem (Sumber: Jeffrey Whitten, 2004:147)
1. Outline Business Requierements
Persyaratan untuk sistem yang baru harus di tentukan agar sistem baru yang akan dijalankan nanti sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Jeffrey Whitten (2004:151) berpendapat bahwa : ”….The purpose of this activity is to identify, in general terms, the business requirements for a new or improved information system”. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengidentifikasi secara umum persyaratan atau kebutuhan bisnis untuk sistem informasi yang baru atau dikembangkan.
Aktivitas ini di mulai dengan adanya persetujuan dari pemilik sistem untuk melanjutkan proyek ke dalam fase definisi. Input kuncinya yaitu tujuan perbaikan sistem dari fase studi. Seluruh informasi yang relevan dari fase studi harus tersedia untuk referensi yang dibutuhkan. Dalam aktivitas ini hanya menghasilkan sebuah skema requirements statement.
2. Model Business System Requirements
Pemodelan sistem baru dilakukan untuk menggambarkan gambaran sistem baru yang akan dirancang. Pemodelan sistem harus sesuai dengan kebutuhan pengguna dan pemilik sistem. Jeffrey Whitten (2004:154) berpendapat : “the purpose of model business system requirements activity is model business system requirements such that they can be verified by system users, and subsequently understood and transformed by system designers into a technical solution”.
Aktivitas ini biasanya dimulai dengan adanya penyelesain dari garis besar requirements statement. Hasil dari aktivitas ini adalah pemodelan sistem. Pemodelan sistem digunakan untuk memodelkan kebutuhan data untuk banyak sistem yang baru. Pemodelan proses sering digunakan untuk memodelkan arus kerja yang melalui sistem bisnis. Pemodelan antarmuka seperti diagram konteks, menggambarkan input bersih untuk sistem, sumber mereka, output bersih dari sistem, tujuan mereka, dan database bersama-sama.
3. Build discovery prototypes
Prototipe diciptakan guna menggambarkan antarmuka yang akan digunakan oleh penguna sistem. Prototipe diciptakan harus sesuai dengan kebutuhan pengguna. Jeffrey Whitten (2004:158) berpendapat : “the purpose of this optional activity is to establish user interface requirements, and discover detailed data and processing requirements interactively with user through the development of simple inputs and outputs”.
Aktivitas ini tidak dimulai dengan adanya kejadian apapun. Melainkan menggunakan skema kebutuhan sistem dan model sistem apapun yang mereka kembangkan. Hasil dari aktivitas ini adalah prototipe penemuan dari input dan output yang dipilih.
4. Prioritize business requirements
Menurut Jeffrey Whitten (2004:160) berpendapat bahwa : “the purpose of prioritize business requirement activity is to prioritize business requirements for a new system”.
Aktivitas ini dapat mulai bersama dengan aktivitas fase definisi lainnya. Inputnya adalah kebutuhan bisnis yang ditegaskan dlam skema kebutuhan bisnis, pemodelan sistem, dan prototipe penemuan yang di update. Hasil dari aktivitas ini adalah prioritas keutuhan bisnis yang disimpan dalam repositori.
5. Modify the project plan and scope
Perubahan setelah melakukan definisi proyek harus dituangkan dalam revisi rencana dan ruang lingkup proyek. Setelah adanya pendefinisian telah dapatditentukan kebutuhan-kebutuhan sistem, sehingga dapat mengubah rencana dan ruang lingkup proyek yang telah ditentukan sebelumnya. Jeffrey Whitten (2004:161) berpendapat : “the purpose of this activity is to modify the project plan to reflect changes in scope that have become apparent during requirements definition, and secure approval to continue the project the next phase”.
Aktivitas ini dimulai dengan adanya penyelesaian awal dari model sistem, prototipe penemuan, dan prioritas kebutuhan bisnis. Hasil dari aktivitas ini adalah rencana proyek yang direvisi yang menutupi sistem dari proyek. Sebagai tambahan, sebuah rencana konfigurasi yang detail dan rencana desain bisa dihasilkan.