Pengertian Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam
Untuk memperoleh pengertian yang obyektif tentang hasil belajar, perlu dirumuskan secara jelas dari kata di atas, karena secara etimologi hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu hasil dan belajar.
Menurut kamus bahasa Indonesia, hasil adalah suatu yang ada (terjadi) oleh suatu kerja, berhasil sukses. Sementara menurut R. Gagne hasil dipandang sebagai kemampuan internal yang menjadi milik orang serta orang itu melakukan sesuatu.
Sedangkan belajar menurut Morgan, dalam buku Introduction To Psychology (1978) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dan latihan atau pengalaman.
Menurut Slameto, secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Adapula yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Menurut Dr. Oemar Hamalik hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data atau informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar berupa kompetensi dasar yang sudah dipahami dan yang belum dipahami oleh sebagian besar siswa. Hasil belajar siswa digunakan untuk memotivasi siswa dan guru agar melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran.
Sedangkan Dalam pandangam Islam, pendidikan mempunyai beberapa pengertian, antara lain:
- Pendidikan ialah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah secara potensi (sumber daya) insan menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)
- Pendidikan adalah proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, seirama dengan perkembangan anak didik.
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut pandangan Islam sebagaimana telah diuraikan di atas, dan mengingat betapa kompleksnya risalah Islamiyah, maka sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah “Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam”.
Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia
mencintai tanah air, tegap jasmaninya sempurna budi pekertinya (akhlaknya), terartur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar PAI adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu seutuhnya (insan kamil) yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik sesuai dengan norma-norma Islam.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar PAI
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Faktor internal (dari dalam siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani dan rohani siswa.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
1) Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang, kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
- Menjaga pola makan yang sehat dengan memperhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,.
- Rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat
- Istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/ fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor–faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi, minat, sikap dan bakat.
a) Kecerdasan/ intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psikofisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organorgan tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.
b) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
- Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
- Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju.
- Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.
- Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya.
- Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
- Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemampuan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
c) Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Menurut Reber (Syah, 2008) minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun terlepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
d) Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya, berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
e) Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2008). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.
Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki setiap individu, maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar.
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor eksogen, faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini Syah (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Faktor lingkungan sosial
a) Lingkungan sosial sekolah
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b) Lingkungan sosial masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
c) Lingkungan sosial keluarga
Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2) Faktor lingkungan nonsosial
Seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/ kuat, atau tidak terlalu lemah/ gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
c. Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus dan lain sebagainya.
d. Faktor pendekatan belajar (approach to learning)
Yakni upaya siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.
Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa, karena seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, akan berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.
Ada bermacam-macam pendekatan belajar dari paling klasik sampai yang modern:
1) Pendekatan Hukum Jost
Menurut pendekatan hukum jost, siswa yang lebih sering mempraktekkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Berdasarkan asumsi hukum jost belajar dengan kiat 4 x 2 adalah lebih baik daripada 2 x 4 walaupun hasil perkalian kedua tersebut sama. Maksudnya mempelajari sebuah materi khususnya yang panjang dan kompleks dengan alokasi waktu 2 jam perhari selama 4 hari akan lebih efektif daripada mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 4 jam, sehari tetapi hasilnya hanya selama 2 hari.
Perumpamaan pendekatan belajar dengan cara mencicil seperti contoh di atas hingga kini masih dipandang cukup berhasil guna terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan.
2) Pendekatan Billard dan Clancy
Menurut pendekatan Billard dan Clancy, pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan yaitu: Sikap melestarikan apa yang sudah ada (conserving) dan sikap memperluas (extending)
3) Pendekatan Biggs
Pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga prototype (bentuk dasar), yaitu:
- Pendekatan surface (permukaan atau bersifat lahiriyah),
- Pendekatan deep (mendalam),
- Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)
Siswa yang menggunakan pendekatan surface misalnya, mau belajar karena dorongan dari luar (ekstrinsik) antara lain takut tidak lulus dan mengakibatkan dia malu. Oleh karena itu gaya belajarnya nyantai, asal hafal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
Sedangkan siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang ia tertarik dan mereka membutuhkannya (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara mengaplikasikannya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai baik adalah penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan bermanfaat bagi kehiupannya.
Sementara itu, siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut ego-enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keangkuhan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa-siswa yang memakai pendekatan-pendekatan lainnya.
Dia memiliki keterampilan belajar (study skill) dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur ruang kerja, waktu, dan penelaahan isi silabus. Baginya berkompetisi dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana maju ke depan.
Untuk melengkapi penjelasan mengenai protipe-protipe pendekatan belajar yang dikembangkan Biggs, berikut ini penulis sajikan sebuah tabel perbandingan.
Tipe-Tipe Hasil Belajar PAI
Dalam proses belajar, seorang guru harus mengetahui tipe-tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Agar seorang guru dapat merancang/ mendesain pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap proses belajar-mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar siswa yang telah mereka capai, di samping diukur dari segi prosesnya. Artinya seberapa jauh tipe hasil belajar dimiliki siswa. Tipe hasil belajar harus nampak dalam tujuan pengajaran, sebab tujuan itulah yang akan dicapai dalam proses belajar mengajar.
a. Tipe hasil belajar bidang kognitif
Tipe ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar :
- Pengetahuan hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
- Pemahaman (Comprehention), kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep
- Penerapan (aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu.
- Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, mengurai suatu intergritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti, atau mempunyai tingkatan hierarki.
- Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
- Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
b. Tipe hasil belajar afektif
Bidang afektif di sini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikan oleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi.
Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih komplek yaitu:
- Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi dan gejala.
- Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus dari luar .
- Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala stimulus.
- Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan prioritas yang dimilikinya .
- Karakteristik nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan, kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan keterampilan yaitu :
- Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan tidak sadar.
- Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
- Kemampuan pesreptual termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motorik, dan lain-lain.
- Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan.
- Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks .
- Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decursive seperti gerakan ekspresif, interpretatif.
Indikator Hasil Belajar PAI
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.
Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan dan diukur.
Batas Minimal Hasil Belajar PAI
Setelah mengetahui indikator hasil belajar di atas, guru perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalan arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa dan karsa siswa.
Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain, kenyataannya sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan yang terjadi pada salah satu ranah. Contoh: seorang siswa yang memiliki nilai tinggi dalam bidang studi agama Islam, misalnya belum tentu rajin beribadah shalat.
Sebaliknya siswa lain yang hanya mendapat nilai cukup dalam bidang studi tersebut, justru menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jadi, nilai hasil evaluasi sumatif “X” dalam raport, misalnya mungkin secara afektif dan psikomotor “X-” atau “X+”. Inilah tantangan berat yang harus dihadapi oleh para guru sepanjang masa. Untuk menjawab tantangan ini guru seyogyanya tidak hanya terikat oleh kiat penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga memperhatikan kiat penilaian afektif dan psikomotor siswa.
Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Di antara norma-norma pengukuran tersebut ialah:
a. Norma skala angka dari 0 sampai 10.
b. Norma skala angka dari 0 sampai 100.
Angka terendah yang menyatakan kelulusan/ keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan bentuk untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Alhasil pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah instrument evaluasi dengan benar, maka ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar.