Pengertian Ahlussunah Wal-Jamaah
Secara etimologi, istilah “Ahlusunnah Wal-Jamaah” berarti golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulallah saw. Dan jalan hidup para sahabatnya. Atau golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin „Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi saw dan sunnah shahabat-sahabatnya.
Kata "Ahlusunnah" mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti sunah-sunah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah saw dan para shahabat, menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah akidah dan ahkam. Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama di mana mereka menamakan kitab mereka dengan nama as-Sunnah.
Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlusunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah saw dan para shahabat. Adapun penamaan Ahlusunnah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.1
Model Pemikiran Teologi Ahlusunnah Wal-Jamaah
Ajaran Ahlusunnah Wal-Jamaah menggunakan prinsip tawassuth, tawazun, I‟tidal dan iqtishad. Tawassuth artinya menselaraskan antara dua sumber nash dan penalaran. Ahlusunnah Wal-Jamaah berpijak pada nash, baik al-Qur‟an maupun as-Sunnah, dengan pendekatan yang dapat memuaskan tuntutan penalaran dan tanpa penjabaran yang terlalu jauh terhadap makna yang tersurat dari bunyi teks.
Sedangkan Tawazun mengandung arti selalu mempertimbangkan kebenaran sebuah sumber. Begitu juga dalam menggunakan penalaran, harus mengacu pada syarat-syarat tertentu sehingga kesalahan dalam penalaran bisa terhindari.2
I‟tidal mempunyai arti tegak, lepas dari penyimpangan ke kanan dan ke kiri, dan tidak condong pada kehendak hati. Dan Iqtishad artinya sederhana, tidak berlebihan dan mudah difahami.3
Konsep Ahlusunnah Wal-Jamaah
Sebagai faham Ahlusunnah Wal-Jamaah yang menggunakan system bermadzhab, maka perilaku keagamaan bagi setiap penganut faham Ahlusunnah Wal-Jamaah mempunyai konsep-konsep sebagai berikut :
1. Dalam bidang aqidah
- Keseimbangan (tawazzun) antara penggunaan dalil aqli dengan dalil naqli (nash al-Qur‟an dan hadis Nabi) serta berusaha sekuat tenaga menjaga kemurnian aqidah islam dari segala campuran aqidah dari luar islam. Misalnya: dalam memahami ayat yadullahu. Secara harfiyah ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah mempunyai tangan. Sedangkan menurut dalil aqli hal terseebut sangat tidak mungkin (mustahil). Maka dalam hal ini faham Ahlusunnah Wal-Jamaah berpendapat bahwa kata yadullah tidak diartikan secara harfiyah, tetapi harus diakwil dengan arti kekuasaan.
- Dalam memahami konsep takdir, Ahlusunnah Wal-Jamaah mengambil jalan tengan (tawassuth) dengan tetap percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas ketentuan dan takdir Allah, akan tetapi manusia tetap berkewajiban untuk selalu berikhtiyar.4
2. Dalam bidang syari‟ah
- Selalu berpegang teguh pada al-Qur‟an dan as-Sunnah dengan menggunakan metode pemahaman yang dapat dipertanggung jawabkan. Artinya dalam menetapkan hukum syari‟ah dan pengamalan ajaran-ajaran agama, faham Ahlusunnah Wal-Jamaah menjadikan al-Qur‟an dan as-Sunnah sebagai sumber utama. Namun menyadari bahwa untuk memahami kedua sumber utama tersebut secara langsung tidaklah mudah, sehingga mereka menyandarkan diri pada hasil ijtihad dan bimbingan para ulama.
- Apabila dalam ajaran agama sudah ada dalil nash sharih (jelas) dan qathi‟ (pasti), faham Ahlusunnah Wal-Jamaah menjalankannya dengan sungguh-sungguh dan tanpa ragu-ragu .
- Mentolelir perbedaan pendapat tentang maslah-maslah furu‟iyah dan mu‟amalah ijtima‟iyah selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama.
3. Dalam bidang akhlak/tasawuf
- Bagi penganut faham Aglusunnah Wal-Jamaah , tasawuf adalah inti sari pengalaman dan penghayatan ajaran-ajaran islam dalam rangka mencapai hakikat kebenaran (haqiqatul haqaiq). Tasawuf merupakan aspek ajaran Islam yang tidak terpisahkan dengan aspek akidah dan syari‟ah. Bahkan dalam bertasawuf seseorang harus mendahulukan syari‟ah, karena seseorang tidak akan dapat mencapai hakikat kebenaran tanpa melalui syari‟ah.
- Tasawuf sebenarnya memberikan motivasi untuk selalu dinamis dalam mencari kebahagian dunia dan akhirat. Kehidupan tasawuf merupakan suatu perubahan jiwa (al-tsaurah al-ruhaniyah), sehingga jika seseorang benar-benar berjalan pada rel tasawuf yang lurus, maka profesi dan karir duniawiyahnya tidak akan terhambat.
- Inti ajaran tasawuf adalah penyucian hati dan pembentukan sikap mental yang sebaik-baiknya dalam menghambakan diri kepada Allah SWT, dengan selalu sadar bahwa diri ini selalu berada di bawah pengawasan-Nya. Untuk itu, sah satu cara yang ditempuh adalah melalui thariqah yang benar (mu‟tabarah) dibawah bimbingan dan petunjuk ulama (mursyid) yang dapat dipertanggung jawabkan.
CATATAN KAKI ARTIKEL DI ATAS
- 1 Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal jama’ah, tahun 2008), 59.
- 2 Tim Penulis PCLP, Maarif NU Lamongan, Pendidikan ASWAJA & Ke-NU-an, (Lamongan : Lembaga Pendidikan Maarif NU cabang Lamongan, 2011), 23.
- 3 Ibid, 24.
- 4 PW LP Maarif NU Jatim, Pendidikan ASWAJA Ke-NU-an, (Surabaya: PW LP Maarif NU Jatim, 2002). 11
ADS HERE !!!