‘AQIDAH ISLAMIYAH
1. Pengertian ‘Aqidah Islamiyah
‘Aqidah Islamiyah alah keyakinan yang mendalam tentang ke-Maha Esaan Allah swt. dan tentang kebenaran bahwa Muhammad itu adalah Rasul Allah SWT. Keyakinan mana berfungsi sebagai penggerak (motor) di dalam diri seseorang sehingga seluruh aktifitasnya tunduk kepada ketentuan-ketentuan Allah swt. dan rasul-Nya sebagaimana yang terkandung dan dikehendaki oleh dua kalimah syahadat.
Rukun Iman secara berurutan dalam Hadits Dari Umar bin Khattab r.a juga, beliau berkata: Nabi bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan engkau beriman kepada takdir baik dan buruk”. (HR. Muslim).
Berdasarkan kepada hadits ini jelaslah bahwa rukun iman secara berurutan ialah:
2. Hubungan Keimanan dan Ketaqwaan
Keimanan dan ketaqwaan dalam al-Qur’an selalu dijelaskan dalam satu paket, karena sasaran akhir darikeimanan adalah ketaqwaan, sebagaimana dalam QS. al-Baqarah (2): 177 dan 183, dan QS:3:110. Penjelasan tentang pembagian rukun iman terdapat dalam al-Qur’an QS. al-Baqarah (2): 177 dinatas QS. al-Nisâ’ (4): 136 hanya dijelaskan 5 dari rukun Iman dan QS al-A’lâ (87):1-3 rukun iman yang keenam, dan dalam Hadits dijelaskan lengkap keenamnya. Dalam QS. al-Nisâ’ (4): 136.
3. Kausalitas Rukun Iman
Beriman
kepada qadar baik dan buruk yang telah ditetapkan Allah SWT. Akibat beriman
kepada Allah SWT., Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan Hari Akhirat.
|
6
|
Beriman kepada hari kiamat yang
ditetapkan Allah swt. Akibat beriman kepada Allah SWT., Malaikat-Nya,
Kitab-Nya dan kepada Nabi dan Rasul-Nya, sebagai sebab yang kelima.
|
5
|
Beriman kepada Nabi dan Rasul
Allah SWT. Akibat berman kepada Allah SWT, Malaikat-Nya dan Kitab-Nya,
sebagai sebab yang keempat.
|
4
|
Beriman kepada Kitab-kitab
Allah swt. (kalamullah). Akibat
beriman kepada Allah SWT dan malaikat-Nya, sebagai sebab yang ketiga.
|
3
|
Beriman kepada
Malaikat-malaikat Allah swt. Akibat beriman kepada Allah SWT., sebagai sebab
yang kedua.
|
2
|
Beriman kepada Allah swt. Yang
Maha Esa (tauhid), sebagai sebab yang pertama, sebab dari segala sebab. Tidak
ada keimanan yang lain tanpa mengimani Allah SWT terlenbih dahulu
|
1
|
4. Konsep Ketuhanan dalam Islam
Siapakah Tuhan? Tuhan adalah Khaaik (Yang Maha Menciptaka) makhluk (Ciptaan-Nya), yaitu angkasa dan bumi beserta selaga isinya dalam enam masa. Dialah pemilik kerajaan langit dan bumi yang mengatur segala yang terjadi di langit dan dibumi dari ‘Arsy-Nya (singgasana-Nya), sebagiamana yang dijelaskan Allah SWT dalam QS. Yunus (10):3 yang telah dikemukakan di atas. Oleh sebab itu Allah SWT. adalah pemikik mutlak semuanya, dan Dia Maha berkuasa terhadap segala-galanya, sebagaimana dalam firma-Nya QS. ‘Ali ÎMrân (3):189. Dengan demikian bahwa segala sesuatu yang ada ini (makhluk-Nya) bergantung kepada Allah SWT., sebagimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS. al-Ikhlash (112):2. Hingga semua makhluk yang ada di langit dan bumi selalu betyasbih memuji-Nya, baca QS.57:1, 59:1, 62:1. Allah SWT adalah Tuhan yang satu-satunya yang berhak disembah oleh manusia. baca QS.20:14. dan kepada-Nya manusia memohon perlindungan dan pertolongan, Baca: QS.1.5-7.
Tuhan itu tunggal atau banyak? Tuhan sendiri yang memberi tahu bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa (Tunggal) sabagaimana dalam QS. al-Baqarah (2):163.
Siapakah nama Tuhan? Allah SWT. sendiri yang memberi tahu bahwa Nama Tuhan adalah Allah SWT. sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT. dalam QS. Yunus (10):3-4. Karena Allah SWT. sendiri yang memberi tahu bahwa nama-Nya adalah Allah SWT., maka bahwa penamaan terhadap nama Tuhan itu Allah SWT. bukanlah inisiatif Nabi Muhammad SAW. untuk memberi nama-Nya Allah. Ini berarti Tuhan kita bukanlah Tuhan hasil penemuan manusia atau ciptaan pikiran nabi Muhammad SAW., sebagimana nama Tuhannya orang kafir. Hanya saja nabi Muhammd SAW. di utus Allah SWT. kepada manusia untuk memberi tahu kepada manusia melalui wahyu-Nya bahwa nama-Nya adalah Allah, QS. al-Taubah (9):33.
Nabi Muhammad SAW. sendiri mengetahui bahwa nama Tuhan itu Allah, juga diberi tahu oleh Allah SWT. lewat melaikat Jibril AS. yang diutus-Nya untuk menyempaikan wahyu-Nya (firman-Nya).
5. Ma’rifatullah (Mengenal Allah SWT.)
Mengenal Adanya Allah SWT, perlu dibuktikan, baik menurut wayhu sebagai kebenaran mutlak (haqq al-yaqin), maupun secara ilmiah sebagai kebenaran yang nisbi (terbatas), sehingga keimanan kita kepada Allah SWT. sebagai pondasi fundamental Agama Islam yang kita anut, dapat kita terima secara rasional berdasarkan ilmu (ilmu al-yaqin), berdasarkan fakta (‘ainul-yaqin) dan berdasarkan kebenaran mutlak (haqqul-yaqin), sebagaimana teori yang dirumuskan oleh para ahli flsafat Islam: Tafakkaruu fi khalqillah, wala tafakkaru fi zaatillaah (Fikirkan tentang apa yang diciptakan Allah, engkau akan sampai kepada mengenal Allah, jangan engkau fikirkan tentang Zat Allah, karena Zat-Nya maha ghaib( tidak terjangkau oleh fikiranmu).
Dengan memiliki keimanan yang rasional, kita akan merasakan bahwa iman kita menjadi hidup, aktif dan dinamis, yang berfungsi sebagai motor yang menggerakan dan mengontrol semua sikap dan tingkah laku kita. Secara praktis untuk melakukan ma’rifatullah (mengenal Allah SWT.) lebih dekat lagi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sebagai berikut.
5.1. Ma’rifatullah (Mengenal Allah SWT.) Melalui Tadabbur-‘Alam (Memperhatikan Penciptaan Alam Semesta)
Adanya Alam Semesta sebagai bukti ada-Nya Allah SWT. Menurut Wahyu dapat diklasifikasikan kepada dua bukti: Bukti Pertama terdapat dalam Q.S. 41:11. Bahwa proses fundamental peciptaan kosmos (angkasa dan bumi) diawali dengan penciptaan kumpulan gas dengan bagian-bagian kecil yang sangat halus (dukhaan) yang berarti asap. Asap terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian kecil yang mungkin memasuki dua tahap keadaan, yaitu tahap keadaan keras (membeku) atau tahap keadaan cair dan dalam suhu rendah atau tinggi.
Bukti Kedua terdapat dalam Q.S. al-Ambiyâ’ (21):30.Pembentukan kosmos selanjutnya berdasarkan teori pertama di atas menyatakan adanya proses pemisahan yang dalam ayat tersebut diistilahkan dengan fatqun yang berarti memisahkan menjadi potongan-potongan dari kumpulan pertama yang unik yang terdiri dari unsur-unsur yang dipadukan yang disebut dengan ratqun yang berarti; perpaduan atau persatuan beberapa unsur untuk dijadikan suatu kumpulan yuang homogen. Dari informasi wahyu dalam Q.S. 41:11 dan 21:30 itu jelaslah bahwa awal terciptanya alam semesta ini bermula dari suatu ledakan dahsyat dengan kekuasaan Allah swt. yang dikenal dalam istilah wahyu dalam QS. Yasin (36):82.
Periodesasi penciptaan alam semesta menurut wahyu, bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta ini dari proses awal sampai sempurna melalui enam periode (masa) sebagaimana dalam Q.S. 10:3 di atas dan 11:7, 50:38, 5:59, 7:54, 32:5 dan 70:4. Namun di dalam keterangan wahyu tidak dijelaskan secara rinci tahapan-tahapan masing-masing periode.
Kejadian alam semesta menurut penemuan ilmiah adalah sebagaimana yang diungkapkan dalam teori “palaentologi”, yaitu ilmu yang mempelajari tentang yang ada pada zaman dahulu. Yang dikembangkan oleh ahli biologi. Menurut waktu geologi (waktu pertumbuhan bumi) proses fundamental pembentukan kosmos dan kesudahannya dengan penyusunan alam semesta adalah melalui enam periode. Pada tiap-tiap akhir periode itu ditandai oleh peristiwa, seperti munculnya gunung-gunung, benua dan lain-lain sebagainya. Enam periodesasi tersebut ialah sebagai berikut:
5.1.1. Periode AZOICUM, yaitu zman tidak/belum ada hidup, mula pertama bumi ini tumbuh. Lamanya satu milyar tahun.
5.1.2. Periode ARCHOZOICUM, yaitu zaman hidup primitif, ditandai oleh aktifitas gunung api dan pembentukan gunung-gunung. Sedikit sekali tanda-tanda yang menunjukkan adanya hidup. Bilapun ada yang hidup hanya mungkin gang-gang primitif dan barangkali hewan satu sel muncul pada zaman ini. Lamanya 800 juta tahun.
5.1.3. Periode PROTEOROZOICUM, yaitu zaman hidup yang pertama, meskipun jarang. Tapi hidup sudah jelas ada. Hal ini dibuktikan dengan adanya fosil. Lamanya 650 juta tahun.
5.1.4. Periode PALAEZOICUM, yaitu zaman purba, hampir semua phylum (jenis binatang) meninggalkan fosil. Lamanya 350 juta tahun. (Berarti awal zaman ini sudah sempurna kehidupan makhluk hidup).
5.1.5. Periode MESOZOICUM, yaitu zaman pertengahan, invertebrata (hewan yang tidak bertulang punggung) laut jumlahnya menurun. Tetapi crustacean (binatang yang berkulit keras) modern laut muncul. Lamanya 140 juta tahun.
5.1.6. Periode CENOZOICUM, yaitu zaman sekarang, dimulai sejak 60 juta tahun yang lalu. Pada zaman inilah munculnya makhluk-makhluk tingkat tinggi. Dan akhirnya muncullah manusia.
5.2. Asal Usul Kehidupan Makhluk
Asal usul kehidupan makhluk hidup dijelaskan Allah SWT. dalam wahyu-Nya bahwa segala sesuatu yang hidup dijadikan Allah swt. dari air sebagimana dalam Q.S. al-Ambiyâ’ (21):30.
Penemuan ilmiah membuktikan kebenaran wahyu, bahwa alam semesta ini dengan segala isinya yang tersusun rapi bukan merupakan proses sebab akibat kosmologi tetapi ciptaan Allah swt. Hal ini terbukti dengan adanya suatu kesatuan sistem yang berlaku pada alam semesta ini yang dikenal dengan Sunnatullah.
5.3. Ma’rifatullah Melalui Tadabbur Insan (Memperhatikan Penciptaan Manusia)
Selain mengetahui tentang penciptaan alam semesta untuk membuktikan tentang adanya Allah SWT., maka kajian tentang penciptaan manusia perlu pula kita dalami, karena semua yang ada di alam ini diciptakan Allah SWT., untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Sehingga pembuktian itu akan mengantarkan kita kepada rasa dekat dengan Allah SWT. setiap saat. Sebagaimana teori yang dirumuskan oleh para sufi: Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa rabbahu (siapa yang mengenal tentang dirinya, dialah yang akan kenal dan dekat dengan Tuhannya).
Menurut wahyu manusia pertama diciptakan Allah SWT. dari bermacam-macam tanah Antara lain disebut dari tanah, tanah kering, tanah liat dan tanah berlumpur. Setelah jasmani dibentuk Allah SWT. meniupkan Ruh-Nya (yang berasal dari-Allah) ke dalam jasmani.. Dengan bersatunya ruhani dan jasmani, manusia tidak hanya memiliki kehidupan jasmaniah, melainkan juga kehidupan ruhaniah, sebagaimana dalam Q.S. 76:1, QS.71:14,17, QS.3:59, QS.15:28, QS.32:7-9, QS.23:12-16.
Dari ayat-ayat al-Qur’an di atas dapat di pahami bahwa jasad manusia diciptakan Allah SWT. berasal tanah, atau dari sperma dan ovum yang berasal sari pati makanan yang berasal dari tanah, sedangkan ruh manusia berasal dari Allah SWT. Ketika manusia mati berpisahlah ruh dengan jasadnya, masing-masing kembali ke asalnya. Jasad yang berasal dari tanah diembalikan ke asalnya yaitu dikuburkan ke dalam tanah. Ruh yang berasal dari Allah SWT. kembali keasalnya yaitu kepada Allah SWT., sebagaimana dalam firman Allah SWT. dalam QS.al-Baqarah (2): 156.
Ditempatkan Allah SWT. di alam barzakh sambai terjadi kiyamat dan berbangkit, kemudian bergabung kembali dengan jasad yang baru untuk mengalami kehidupan yang kedua di yaumil-mahsyar menunggu waktu dihisab di hadapan Allah SWT, guna mempertanggung jawabkan amal perbuatan selama di dunia, dan akhirnya manusia yang yang beriman yang beramal shaleh dan yang bertaubat dimasukan Allah SWT. ke surga, dan yang sebaliknya dimasukan Allah SWT. ke neraka.
Menuurt al-Qur’an kejadian dan petumbuhan dan perkembangan manusia sebagai jenis (genus atau species) berlangsung secara berevolosi, yaitu bertumbuh dan berkembang secara bertahap dan perlahan-lahan. Tapi proses evolusi itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan evolusi hewan, sebagaimana teori Darwin.
Allah SWT. menunjukkan perbedaan yang asasi antara manusia dengan hewan, yaitu dengan peniupan ruh yang berasal dari Allah, yang diciptakan Allah SWT. khusus untuk manusia. Sedangkan unsur kehidupan hewan hanya berasal dari air, sebagaiana dalam Q.S. al-Ambiyâ’ (21):30.
Manusia adalah manusia dari awal penciptaannya, hewan adalah hewan dari awal penciptaannya dan tidak ada hubungan asal penciptaannya antara keduanya. Karena menurut wahyu manusia diciptakan Allah SWT. untuk menjadi pemimpin terhadap semua makhluk di bumi ini. Makhluk lainnya diciptakan Allah SWT. untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, sebagaimana dijeladskan Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):22 dan 29.
Dalam hubungannya dengan sesama manusia, manusia diciptaan Allah SWT. untuk saing bekerjsama membangun kehidupan di dunia, sebagaimana dalam QS. al-Hujurat (49):13. Dalam hubungannya dengan alam sekitar, manusia berkewajiban memanfaatkan sumber daya alam (SDA) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang mendorong aktivitas hidupnya, dan sekaligus juga bertanggung jawab untuk melestarikan alam semesta ini, sebagaiaman dalam QS: al-Qashash (28):77. Baca! Runtuhnya Teori Darwin. Karya Harun Yahya/lihat CD-nya.
6. Fungsi Iman Kepada Allah SWT. Dalam Kehidupan:
Iman akan berfungsi dalam kehidupan apabila telah dibenarkan oleh hati (keyakinan yangh mendalam di dalam hati sesuai dengan rukun iman), diucapkan oleh lidh (ucapan dan perkataan yang sesuai dengan ketentuan yang diimani, yaitu menurut al-Qur’an dan Hadits), dan diaplikasikan oleh perbuatan (sikap dan tingkah laku melaksanakan amar makruf nahi mungkar). Ketiga pilar fungsi iman tersebut akan melahirkan perilaku tahuid (sikap dan tingkah laku beriman ) dalam bentuk tindakan Perilaku tauhid sebagai aplikasi dari Iman kepada Allah SWT, diwujudkan dengan perilaku sebagai berikut:
6.1. Perilaku Tauhid Rububiyah dan Mulkiyah:
Meyakini/mengakui bahwa Allah SWT. itu Maha Esa dalam menciptakan. (Q.S. 7:54, 10:3, 114:1).
Meyakini/mengakui bahwa alam ini adalah milik Allah SWT. (QS: 3:189, 114:2, 9:60,103).
Meyakini/mengakui/mengimani bahwa Allah swt. itu Maha Esa dalam mengatur alam semesta sebagai sember saya ekonomi (Q.S. 10:3, 32:5-6).
Meyakini/mengakui/mengimani bahwa Allah SWT. itu Maha Esa dalam menentukan syari’ah (hukum) untuk mengatur seluruh aktifitas manusia di dalam kehidupannya. Maka setiap aktifitas ekonomi wajib dilaksanakan dengan sistem syari’ah yang disebut dengan Ekonomi Syari’ah(Q.S. 8:19,85, 5:48, 45:18).
Meyakini/mengakui/mengimani bahwa Allah SWT. itu Maha Esa dalam menentukan takdir yang membentuk sikap selalu optimis dan tidak boleh berputus asa dalam hidup, termasuk dalam kegiatan ekonomi (Q.S. 10:107, 87:1-3).
6.2. Perilaku Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah ialah hanya bertuhan kepada Allah SWT. saja. Konsekuensi logisnya ialah tidak akan menghambakan diri kepada apapun atau kepada sipapapun, kecuali hanya kepada Allah SWT. semata, sesuai dengan pernyataannya dalam kalimah syahadat yang berbunyi: اشهد ان لا اله الا الله Artinya: Aku naik saksi/menyatakan bahwa tiada Tuhan kecuali Allah swt. (Q.S. 20:14, 10:3 dan 3:18, 114:3). Ada empat ciri perilaku yang bertauhid Uluhiyah:
6.2.1. Tidak ber-ilah (tidak bertuhan) tidak menghambakan diri kepada materi/uang, pangkat, harta dan kebutuhan material lainnya. Lihat Q.S. 9:24, 3:14.
6.2.1. Tidak ber-ilah (tidak bertuhan) kepada hawa nafsu. Hawa nafsu dalam al-Qur’an diistilahkan dengan syahwat (keinginan) Q.S. 3:14 . Di antara yang menjadi objek dari pada keinginan tersebut menurut ayat itu adalah keinginan memenuhi nafsu sex, keinginan memiliki anak, keinginan memiliki harta yang banyak (uang). kesemuanya itu adalah merupakan perlengkapan hidup di dunia yang memang disenangi, akan tetapi bukan untuk dijadikan ILAH (Tuhan yang disembah) Q.S. 45:23-24. Nafsu menurut al-Qur’an terbagi tiga: Pertama, Nafsu al-muthmainnah (Q.S. 89:27-30 = nafsu yang tenang, yang tunduk/berkeinginan menyembah Allah SWT. Kedua, Nafsu Lawwamah (Q.S. 75:2) ialah nafsu yang cenderung menyesali diri sendiri, maksudnya Bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesali kenapa ia tidak berbuat kebaikan ia juga menyesali kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, dan apabila ia berbuat kejahatan ia juga menyesali kenapa ia tidak berbuat lebih banyak. Ketiga, Nafsu Amarah (Q.S. 12:53) ialah nafsu yang selalu mendorong manusia berbuat dosa/kejahatan atau kafir terhadap Allah swt.
6.2.3. Tidak meng-ilahkan (tidak mengkultuskan) manusia Lihat Q.S. 9:241,
6.2.4. Tidak meng-ilahkan setan (Q.S. 36:60).
Perilaku Tauhid Asma’ wa al-Shiftullah
Perilaku Tauhid Asma’ wa al-Shiftullah, ialah mewujudkan Sifat-sifat Allah SWT. yang terkandung dalam Asmâul-Husna dalam setiap sikap dan tingkah laku, karena kita meyakini bahwa Tuhan kita Allah SWT. mempunyai nama lain sebagai sifat-Nya selain nama-Nya yang Agung (Allah) QS. 10:3 dan QS:20:14. Allah berarti Tuhan Yang disembah mempunyai banyak nama yang sifat-sifat-Nya yang melekat pada Zat-Nya, sekaligus sebagai nama (panggilan) lain terhadap Zat-Nya yang Maha Agung itu. Dalam al-Qur’an disebut dengan Asmaa-ul-husna, sebagaimana dalam QS:7:180. Allah SWT. mempunyai nama 99, 1 nama Zat-Nya, yaitu Allah SWT. dan 98 nama bagi sifat-Nya. Lihat dalam al-Qur'an dan Terjemahannya pada bagian dalam kulitnya! 99 nama Allah SWT, 1 nama Zat-nya, yaitu ALLAH. 98 nama sifat-Nya yang menjadi sifat bagi nama Zat-Nya (ALLAH). 98 Nama sifatnya dipercikannya kedalam ruh manusia yang berasal dari-Nya, sehingga manusia memiliki sifat yang mendekati sifat-Nya.
7. Fungsi Iman Kepada Malaikat-Malikat Allah
Fungsi dan hikmah mengimani Malaikat-malaikat Allah swt. dalam kehidupan ialah manusia akan selalu berhati-hati dalam setiap aktifitas hidupnya, selalu punya harapan positif, karena amalnya tidak sia-sia, sehingga timbul sifat jujur, amanah dalam perilakunya, dan sifat terpuji lainnya. Misalnya, ketika perdagangan merugi secara material, tetap beruntung secara moral di sisi Allah, yaitu pahala penghubung antara dua kelompok yang membutuhkan (produsen dan konsumen).
7. Fungsi Iman Kepada Kitab Allah:
7.1. Al-Qur’an pedoman, pegangan, petunjuk dalam memakai kehdupan bagi manusia. QS:2:185, dan QS:10:57.
7.2. Dengan membaca al-Qur’an, manusia dapat membaca sejarah perilaku umat yang dahulu, semenjak Adam sampai Muhammad, sebagai bahan perbandingan yang berharga.
7.3. Dengan memahami al-Qur’an, kehidupan manusia pada umumnya, secara khusus contohnys dalam berperilaku ekonomi akan terarah sesuai dengan Syari’ah (ekonomi syari’ah), penuh keteraturan dan ketenteraman untuk mencapai hidup yang sejahtera dan bahagia di dalam ridha Allah SWT.
7.4. Membaca al-Qur’an bernilai ibadah kepada Allah SWT. dan mengamalkan ajarannya menjadi petunjuk dalam memakai kehidupan akan menjadi amal shaleh bagi manusia.
7.5. Al-Qur’an sumber inspirasi berpikir dan merasa bagi manusia dalam menciptakan kreatifitas kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam bidang ekonomi.
9. Fungsi Iman Kepada Nabi dan Rasulullah.
Nabi Muhammad SAW. sebagai panutan dan tauladan dalam segenap aspek kehidupan manusia pada umumnya dan dalam kehidupan ekonomi khususnya, karena nabi Muhammd SAW. di samping beliau sebagai seorang Rasul, juga sebagai seorang pemimpin dan beliau bersama Istrinya (Khadijah) adalah pelaku ekonomi; sebagai pengusaha dan pedagang (Q.S. 33:21). Muahmad SAW. Adalah satu-satunya tauladan kehidupan yang bertugas memperbaiki akhlak manusia pada umumnya, khususnya dalam bidang akhlak ekonomi (Q.S. 33:21). Karena tugas utama kerasulannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. (al-Hadis).
9. Fungsi Iman Kepada Hari Akhirat
Fungsi mengimani hari akhirat, merupakan motivasi bagi setiap pribadi muslim untuk memperbanyak amal ibadah maliyah (ekonomi) mencari hidup yang ridha Allah. Semakin kaya seorang muslim, semakin banyak amal maliyah dan amal soaialnya. Maka beriman kepada hari akhirat dijadikan sebagai motivasi kuat untuk sukses dalam berekonomi secara halal lagi baik.
10. Fungsi Iman Kepada Qadha dan Qadar Baik/Buruk
Manusia tidak akan putus asa jika usahanya tidak berhasil, karena dengan niat beramal shaleh dalam setiap mengawali usaha, telah dinilai sebagai satu amal saleh di sisi Allah SWT; bahkan manusia yang mengimani takdir akan selalu tawakkal (melibatkan Allah swt. dalam setiap usahanya).
Manusia tidak akan sombong jika usahanya berhasil gemilang, karena ia bersyukur kepada Allah SWT. atas keberhasilannya; bahkan manusia tersebut akan menjadi manusia yang selalu bersyukur kepada Allah swt. setiap ia berhasil.
Dengan beriman kepada takdir hidup manusia akan terasa lebih berarti jika manusia dapat menghadapi kehidupannya tersebut dengan sikap penuh harap (optimisme), sabar, dan tawakkal (melibatkan Allah dalam sertiap usaha) dan tidak bersifat fatalisme/pesimistis, karena takdir itu tidak dapat diketahui sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Abdurrahim, Muhammad Imaduddin Ir.M.Sc., Kuliah Tauhid, pustaka Salman ITB, Bandung, 1982.
- Anshari, H. Endang Saifuddin, MA., Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu Surabaya, 1983
- Ary Ginanjar Agustian, ESQ (Emosional Spritual Quotien) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Arga, Jakarta 2001
- Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, Postern. Intermasa, Jakarta, 1978
- Gazalba, Sidi, Drs. Asas Ajaran Islam, Seri Ilmu Islam 1, Bulan Bintang, Jakarta, 1984
- _______________, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1982
- Kusumamihardja, Supan. Drh. H. M.Sc., Studia Islamica, Giri Mukti Pasaka, Jakarta, 1985
- Muhammad TH DR. H.., Kedudukan Ilmu dalam Islam, al-Ikhlas, Surabaya, 1984
- Raousidi, TA. Lathief, Agama dalam Kehidupan Manusia (‘Aqidah I), Rimbou/Medan, Jakarta, 1986
- Sabiq, Sayyid, DR, ‘Aqidah Islam, Diponegoro, Bandung, 1983Qardhawy, Yusuf, DR, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Rabbani Press,Jakarta, 2001