Pengertian Dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik
Menurut N. Dunn, menyatakan bahwa kebijakan publik (Public policy) adalah “Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah” (N. Dunn, 2000:132).
Kebijakan publik merupakan semacam jawaban terhadap suatu masalah karena merupakan upaya memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu keburukan serta sebaliknya menjadi penganjur inovasi dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah. Dapat dirumuskan pula bahwa pengetahuan tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi, dan kinerja kebijakan dan program publik (Kencana, 1999:106).
Menelusuri pengertian kebijakan, pertama kebijakan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata bijaksana yang artinya: (1) selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan), arif, tajam pikirannya; (2) pandai dan ingat-ingat dalam menghadapi kesulitan (cermat; teliti). Pengertian kebijakan sendiri adalah; (1) kepandaian, kemahiran; (2) rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (tentang pemerintahan dan organisasi); penyertaan cita-cita, tujuan, prinsip dan maksud. Sementara itu pengertian publik yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti negara atau pemerintah. Serangkaian pengertian tersebut diambil makna bahwa pengertian kebijakan publik menurut Santosa adalah :
“Serangkaian keputusan yang dibuat oleh suatu pemerintah untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan juga petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut terutama dalam bentuk peraturan-peraturan atau dekrit-dekrit pemerintah” (Santosa, 1988:5).
Ahli-ahli ini selanjutnya memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau maksud-maksud tertentu, dan mereka yang menganggap kebijakan publik memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Mewakili kelompok tersebut Nakamura dan Smallwood dalam bukunya yang berjudul The Politics of Policy Implementation, melihat kebijakan publik dalam ketiga lingkungannya yaitu :
- Yaitu lingkungan perumusan kebijakan (Formulation),
- Lingkungan penerapan (Implementation), dan
- Lingkungan penilaian (Evaluation) kebijakan.
Bagi mereka suatu kebijakan melingkupi ketiga lingkungan tadi ini berarti kebijakan publik adalah :
“Serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang mengupayakan baik tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (A set of instruction from policy makers to policy implementers that spell out both goals and the mean for achieving those goals). Beberapa lingkungan kebijakan dalam proses kelembagaan terdiri dari lingkungan pembuatan; lingkungan implementasi dan lingkungan evaluasi” (Nakamura, 1980:31).
Para pakar dalam memberi definisi kebijakan publik sering berbeda sesuai dengan pendekatan masing-masing, bahkan cenderung berselisih pendapat satu sama lain. Dye dalam bukunya yang berjudul Understanding Public Policy memberikan definisi kebijakan publik sebagai What ever government choose to do or not to do (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan/mendiamkan) (Dye, 1978:12). Selanjutnya Dye mengatakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya. Dan kebijakan publik harus meliputi semua tindakan pemerintah jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Hal yang tidak dilakukan pemerintah juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai dampak yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan. Baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan pasti terkait dengan satu tujuan sebagai komponen penting dari kebijakan.
Kaitannya dengan hal tersebut, kebijakan publik tentunya mempunyai suatu kepentingan yang bersifat publik dimana menurut Schubert Jr. mengungkapkan bahwa kepentingan publik itu ternyata paling tidak sedikitnya ada tiga pandangan yaitu :
- Pandangan rasionalis yang mengatakan kepentingan publik adalah kepentingan terbanyak dari total penduduk yang ada.
- Pandangan idealis mengatakan kepentingan publik itu adalah hal yang luhur, sehingga tidak boleh direka-reka oleh manusia.
- Pandangan realis memandang bahwa kepentingan publik adalah hasil kompromi dari pertarungan berbagai kelompok kepentingan.(Dalam Fadillah, 2001:20-21).
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas, nampaknya kita harus merefleksikan pada kenyataan riil kehidupan politik masyarakat modern, maksudnya masyarakat masyarakat modern yang ideal adalah masyarakat yang mampu mengorganisir diri mereka sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing.
Pengertian dan Tahap Formulasi Kebijakan
Dalam fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik tidak boleh dilepaskan dari fokus kajiannya. Sebab bila kita melepaskan kenyataan politik dari proses pembuatan kebijakan publik, maka jelas kebijakan publik yang dihasilkan itu akan miskin aspek lapangannya. Sebuah produk kebijakan publik yang miskin aspek lapangannya itu jelas akan menemui banyak persoalan pada tahap penerapan berikutnya. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah penerapannya dilapangan dimana kebijakan publik itu hidup tidaklah pernah steril dari unsur politik.
Formulasi kebijakan publik adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan, oleh karena apa yang terjadi pada tahap ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu perlu adanya kehati-hatian lebih dari para pembuat kebijakan ketika akan melakukan formulasi kebijakan publik ini. Yang harus diingat pula adalah bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan publik yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi.
Sebab seringkali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijakan publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap realitas tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yang dihasilkan itu tidak sepenuhnya presisi dengan nilai ideal normatif, itu bukanlah masalah asalkan uraian atas kebijakan itu presisi dengan realitas masalah kebijakan yang ada dilapangan (Fadillah, 2001:49-50).
Solichin menyebutkan, bahwa seorang pakar dari Afrika, Chief J.O. Udoji (1981) merumuskan secara terperinci pembuatan kebijakan negara dalam hal ini adalah formulasi kebijakan sebagai :
“The whole process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into political demands, chenelling those demands into the political system, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)” (Keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut kedalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan/implementasi monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik) (Dalam Solichin. 2002:17).
Menurut pendapatnya, siapa yang berpartisipasi dan apa peranannya dalam proses tersebut untuk sebagian besar akan tergantung pada struktur politik pengambilan keputusan itu sendiri.
Untuk lebih jauh memahami bagaimana formulasi kebijakan publik itu, maka ada empat hal yang dijadikan pendekatan-pendekatan dalam formulasi kebijakan publik dimana sudah dikenal secara umum oleh khalayak kebijakan publik yaitu :
- Pendekatan Kekuasaan dalam pembuatan Kebijakan Publik
- Pendekatan Rasionalitas dan Pembuatan Kebijakan publik
- Pendekatan Pilihan Publik dalam Pembuatan Kebijakan Publik
- Pendekatan Pemrosesan Personalitas, Kognisi dan Informasi dalam Formulasi Kebijakan Publik (Fadillah, 2001:50-62).
Oleh sebeb itu dalam proses formulasi kebijakan publik ini Fadillah mengutip pendapat dari Yezhezkhel Dror yang membagi tahap-tahap proses-proses kebijakan publik dalam 18 langkah yang merupakan uraian dari tiga tahap besar dalam proses pembuatan kebijakan publik yaitu :
A. Tahap Meta Pembuatan kebijakan Publik (Metapolicy-making stage):
- Pemrosesan nilai;
- Pemrosesan realitas;
- Pemrosesan masalah;
- Survei, pemrosesan dan pengembangan sumber daya;
- Desain, evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan publik;
- Pengalokasian masalah, nilai, dan sumber daya;
- Penentuan strategi pembuatan kebijakan.
B. Tahap Pembuatan Kebijakan Publik (Policy making)
- Sub alokasi sumber daya;
- Penetapan tujuan operasional, dengan beberapa prioritas;
- Penetapan nilai-bilai yang signifikan, dengan beberapa prioritas;
- Penyiapan alternatif-alternatif kebijakan secara umum;
- Penyiapan prediksi yang realistis atas berbagai alternatif tersebut diatas, berikut keuntungan dan kerugiannya;
- Membandingkan masing-masing alternatif yang ada itu sekaligus menentukan alternatif mana yang terbaik;
- Melakukan ex-ante evaluation atas alternatif terbaik yang telah dipilih tersebut diatas.
C. Tahap Pasca Pembuatan Kebijakan Publik (Post policy-making stage)
- Memotivasi kebijakan yang akan diambil;
- Mengambil dan memutuskan kebijakan publik;
- Mengevaluasi proses pembuatan kebijakan publik yang telah dilakukan;
- Komunikasi dan umpan balik atas seluruh fase yang telah dilakukan. (Dalam Fadillah, 2001:75-76)
Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Tahap tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap yang berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda), atau tahap ditengah, dalam lingkaran aktivitas yang tidak linear. Aplikasi prosedur dapat membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang secara langsung mempengaruhi asumsi, keputusan, dan aksi dalam satu tahap yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi kinerja tahap-tahap berikutnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan / kebijakan menurut Nigro and Nigro dalam buku karya M. Irfan Islamy yang berjudul Prinsip-prinsip perumusan Kebijaksanaan Negara adalah sebagai berikut :
- Adanya pengaruh tekanan dari luar
- Adanya pengaruh kebiasaan lama (konsevatisme)
- Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
- Adanya pengaruh dari kelompok luar
- Adanya pengaruh keadaan masa lalu. (Dalam Islamy, 1986:25-26)
Hal tersebut selalu saja terjadi pada setiap usaha perumusan kebijakan khususnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat dimana ternyata pada kenyataannya proses penentuan keputusan atau kebijakan tersebut kental dengan berbagai macam pengaruh-pengaruh yang bersifat negatif.
Sebaliknya kesalahan-kesalahan umum yang sering terjadi dalam proses pembuatan keputusan menurut Nigro and Nigro adalah sebagai berikut:
- Cara berfikir yang sempit (Cognitive nearsightedness)
- Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu (Assumption that future will repeat past)
- Terlampau menyederhanakan sesuatu (Over simplication)
- Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu orang (Overreliance on one’sown experience)
- Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh prakonsepsi para pembuat keputusan (Preconceived nations)
- Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan (Unwillingness to experiment)
- Keengganaan untuk membuat keputusan (Reluctance to decide). (Dalam Islamy, 1986:25-26).
Kesalahan-kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang sangat fatal sekali khususnya didalam pembuatan suatu kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama sehingga semaksimal mungkin kesalahan tersebut harus diminimalisir atau dihilangkan jika tidak ingin mendapatkan masalah pada tahap pengimplementasian dilapangan yang berdampak pada citra buruk para penentu kebijakan tersebut sekaligus kebijakan itu sendiri.