PENGERTIAN EKONOMI ISLAM
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi asal katanya ialah ekos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti aturan, dalam khzazanah ilmu pengetahuan keIslaman ekonomi diistilahkan dengan الأقتصاد (al-iqtishad). Ekonomi Islam ialah kegiatan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencapai keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia di akhirat, yang dilasanakan sesuai dengan ajaran Isalam.
Aktivitas ekonomi secara umum mencakup kegiatan produksi (menghasilkan) distribusi (pembagian), dan konsumsi (pemakaian pemanfaatan). Ekonomi adalah masalah yang sangat urgen dalam kehidupan, baik secara nasional maupun internasional. Bandingkanlah antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi barat. Ekonomi Islam didasarkan kepada filsafat theosentris dan etiko religius dengan prinsip perimbangan yang sesungguhnya antara kesejahteraan dan kebutuhan pribadi, keluarga dan masyarakat, dengan landasan hidup yang mardhatillah untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan serta kemakmuran bersama yang hasanah di dunia serta hasanah di akhirat. Ekonomi barat didasarkan kepada filsafat liberalisme, kapitalisme, sosialisme dan komunisme, dengan prinsip modal yang kecil dapat menghasilkan laba yang sebesar-besarnya, serta dengan menghalalkan segala cara, seperti bunga (riba) dan mempenarkan spekulasi perekonomian dan sebagainya.
2. Agama Islam dan ilmu Ekonomi
Pada kenyataannya, agama berhubungan dengan keyakinan agama dan tingkah laku manusia. Karena itu, setiap agama mestilah mempunyai sikap ekonomi yang khusus, dan setiap agama mestilah mempunyai orientasi ekonomi yang khusus. Hal itu karena ilmu ekonomi sesuai dengan definisi yang biasa dipahami, bagaimanapun, dapat dipandang sebagai studi tingkah laku manusia, yaitu tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan produksi, distribusi, konsumsi barang-barang komoditi dan pelayanan. Karena itu, ilmu ekonomi mestilah bagian dari agama. Barangkali itulah sebab adanya pengutukan terhadap kriteria-kriteria ekonomi, praktek-praktek ekonomi yang berlaku pada masa permulaan al-Qur’an diwahyukan. Perhatikan empat kelompok ayat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SWT. Dalam Q.S al-Muthaffifin ayat (83):1-6.
Sekiranya kita dapat memberi tingkah laku dan klasifikasi para nabi yang diutus Allah SWT. sebelum Nabi Muhammad SWT. Menurut tugas masing-masing. Maka kita akan menemukan bahwa salah seorang dari mereka yaitu Nabi Syu’aib adalah seorang Nabi perekonomian, seperti dengan senang hati dijuluki oleh sementara ahli ekonomi muslim kepada beliau.
Syu’aib tegas sekali dalam membangun sikap ekonominya di atas keimanan kepada Allah swt. dan hari perhitungan. Pada hakekatnya, bahwa beliau menghubungkan antara sikap ekonomi dengan shalat dan akidah, boleh jadi telah membuat heran sementara pengikut beliau. Apakah hubungan sikap ekonomi dengan shalat dan akidah? Syu’aib dengan tegas sekali dengan pendapatnya, bahwa dengan shalat dan iman ia memilih model tertentu sikap ekonomi. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS. 11:84-87. Dengan demikian, kita dapat merumsukan kongklusi pertama kita dengan mengatakan bahwa sikap ekonomi manusia dan masyarakat dapat dipandang sebagai bagian dari kekuasaan agama.
Islam berbeda dengan agama-agama lain dalam memecahkan masalah ekonomi. Agama lain melihat masalah tertentu dengan pandangan yang berbeda. Orientasi Islam dalam hal ini mempunyai ciri khusus. Ciri ini dapat dilihat dari sistem khusus mengenai norma-norma yang berhubungan dengan tingkah laku ekonomi. Sifat dasar prinsip-prinsip moral ekonomi meletakkan perimbangan. Islam mengajak untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah swt., dan mengarahkan seluruh kehidupan dan tenaga untuk mengabdi kepada Allah SWT. sebagimana dalam QS. 6:162-163 .
Dengan demikian walaupun tujuan hidup yang sebenarnya adalah kesuksesan akhirat, namun tujuan ini tidak mungkin dicapai dengan merasa bodoh terhadap segala sesuatu yang ada dalam kehidupan di dunia. (QSA. 28:77, QS.61:10-14).
3. Sistem Ekonomi Islam
Ada empat hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembicaraan sistem ekonomi Islam, yaitu:
Untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan, seluruh sistem harus betul-betul jalan, penerapan total dari sistem ekonomi Islam menghendaki seluruh segi-segi yang lain dalam masyarakat serasi dengan tuntunan-tuntunan sistem ekonomi. Sesuai dengan definisi yang kita berikan, hal ini karena sistem ekonomi berhubungan dengan berbagai segi sosial dalam Negara. Segi-segi lain harus sejalan dan cocok dengan sistem ekonomi Islam yang melarang riba. Pelarangan ini harus dilakukan dengan legalisasi dan hukum. Sistem ekonomi Islam juga meminta Negara mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya. Sistem Islam meminta Negara mengadakan pengaturan melalui hukum. Karena itu penerapan sistem ekonomi Islam menghendaki adanya keserasian jalan kerja semua segi yang ada dalam konstruksi sosio-politik untuk mencapai tujuan yang sama. Sungguhpun demikian, tidaklah berarti bahwa untuk menerapkan sistem ekonomi Islam diperlukan terlebih dahulu penerapan semua prinsip Islam. Hukum-hukum, aturan-aturan dan kaedah-kaedah ekonomi mungkin diterapkan tanpa melihat cara-cara yang dilakukan dalam pengaturan segi lain dalam masyarakat. Apabila masyarakat dapat menerima pelarangan riba sebagai bahagian dari ekonomi Islam, pelarangan ini akan jalan tanpa melihat apakah “khamar” juga dilarang atau tidak. Larangan itu juga akan jalan tanpa memperhatikan apakah keputusan ini keluar dari pemerintah yang menjalankan prinsip “al-syura” sistem ekonomi Islam dapat jalan apabila didukung oleh segi-segi lain yang berhubungan, dan yang berhubungan, dan yang dapat bersaham dalam bentuk sosial. Suatu masyarakat dapat menjadi “Islami” (Islamic) tidak cukup dengan menerapkan sistem ekonomi Islam saja. Tetapi diperlukan penerapan semua, akidah, norma, prosedur dan kaedah yang digariskan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Sistem ekonomi Islam dilengkapi dengan nilai-nilai. Sistem Islam mempunyai tujuan dan tindakan bersifat netral. Ia bertujuan untuk meningkatkan norma-norma moral Islam seperti persaudaraan, kejujuran dan keadilan.
Walaupun sistem ekonomi Islam terpengaruh oleh keteguhan moral dan sistem mental keagamaan, namun sistem ini dalam prakteknya tidaklah berdasarkan kepada perbuatan-perbuatan kemauan bebas (al-ikhtiariyah/free will). Dengan kata lain, walaupun sistem ekonomi Islam sangat menghargai derma berdasarkan kemauan bebas, seperti sedekah, namun struktur dan jalan usaha tidak hanya terbatas pada sedekah, tetapi tergantung kepada aksioma-aksioma dasar dan kaedah-kaedah yang tampak jelas dalam pengeturan-penaturan aktivitas ekonomi seperti akan kita ketahui selanjutnya. Karena itu, sikap yang diambil oleh sistem Islam, bukanlah sikap keagamaan, tetapi begitu jauh adalah sikap keduniaan.
Sistem ekonomi Islam berciri dinamis. Ini berarti bahwa ekonomi Islam tidaklah mempunyai hukum beku yang memberikan perincian, tetapi hanya menetapkan garis-garis besar dan prinsip-prinsip pokok. Perincian dari kaedah-kaedah pokok ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan kondisi yang selalu berubah berdasarkan ijtihad.
4. Filsafat Ekonomi Islam
Secara filosofis Ekonomi Islam didasarkan kepada tiga dasar fasafah, yaitu:
Pertama: Alam Raya ini adalah Milik Allah SWT.
Semua kekayaan, hak milik dan sumber-sumber pemasukan merupakan kepunyaan Allah swt. Allah swt. Yang mengatur semua ini sesuai dengan cara yang diredhai-Nya. Manusia berbuat dan berkuasa terhadap sumber-sumber kekayaan ini hanya dalam batas keinginan dan iradah-Nya.
Sistem ekonomi Islam sangat unik dalam hal ini. Pemahaman hak milik seperti ini berbeda dari pemahaman “kapitalisme” dan “Marxisme”. Pemilik yang sebenarnya dalam kapitalisme adalah individu, pada marxisme adalah proletariat. Dalam Islam hak milik seseorang terhadap sesuatu terbatas dan tidak mutlak. Pemahaman ini dalam sistem ekonomi Islam berdasarkan petunjuk Allah swt. yaitu bahwa Allah swt. adalah pencipta satu-satunya untuk segala sesuatu dan semua kehidupan yang ada di ala mini. Atas dasar ini, selanjutnya akan jelas bahwa pengertian ini meletakkan dasar-dasar bagi satu deret prinsip dan kaedah-kaedah khusus aktifitas ekonomi dalam Islam.
Allah SWT. adalah Khalik dan selain Allah SWT. adalah Makhluk dan tunduk sepenuhnya kepada Allah SWT. Allah swt. adalah pencipta dan selainnya adalah hasil dari ciptaan-Nya. Sesuai dengan hal ini, semua manusia berasal dari satu asal. Semua sama, tidak terdapat adanya kelas manusia dan diskriminasi. Semua manusia mempunyai kedudukan dan status yang sama.
Kepercayaan akan hari perhitungan, dari seluruh aktifitas manusia, termasuk kegiatan ekonomi. Prinsip filsafat ini mempengaruhi tingkah laku ekonomi. Iman ini memperluas jarak waktu dari perbuatan atau dari pilihan sikap apa saja. Seorang insane muslim ingin melakukan sesuatu, terlebih dahulu ia akan memikirkan apa pengaruhnya perbuatan itu terhadap kehidupannya kelak di akhirat. Dengan mempergunakan bahasa ekonomi, ini berarti seseorang membandingkan keuntungan dan ongkos atau harga dari sesuatu perbuatan yang dilakukannya. Ia akan memilih nilai sekrang yang dapat membawa hasil di masa depan. Hasil itu bukan saja yang akan didapat sebelum mati, tetapi juga setelah mati. QS. 3:189, 2:284, 61:10.
5. Prinsip Umum Ekonomi Islam
Manusia memiliki sesuatu hanyalah sebagai hak milik untuk pakai.
Pada dasarnya segala sesuatu dari hasil usaha manusia, baginya hanyalah hak milik untuk pakai, bukan hak milik mutlak untuk menguasai/memiliki. Hak milik ini tetap kepunyaan manusia selama manfaatnya dapat diambil oleh orang yang diberi hak milik sesuai dengan tujuan-tujuan untuk apa benda atau bang itu diadakan. Kalau hak pakai ii tidak dapat merealisasikan tujuan yang dimaksud, tidak terdapat hak untuk memilikinya sama sekali. Dalam ekonomi Islam, seseorang yang tidak dapat mengeluarkan hasil dari sumber yang ada di bawah kekuasaannya, tidak lagi mempunyai hak untuk memilikinya. Hal ini khususnya diterapkan kepada hak milik tanah. Pengertian kedua hak milik terbatas selama hidup pemilina. Pemilik tidak lagi mempunyai hak untuk pengaturan hak miliknya setelah ia meninggal dunia. Itulah sebabnya distribusi warisan harus dijalankan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Pemilik tidak dibenarkan membuat wasiat yang tidak sejalan dengan ketentuan al-Qur’an tidak dianggap sah. Hal ini disebabkan karena hak milik yang bersyarat. Pengertian ketiga hak milik berhubungan dengan beberapa hak milik yang tidak mungkin dimaksudkan ke dalam hak individu, umpamanya, mengenai sumber-sumber alami. Seperti kita sebutkan, hak milik pribadi bersyarat. Sumber-sumber alami sesuai dengan pendapatan mayoritas umat Islam, tidak mungkin termasuk hak milik pribadi. Sumber-sumber alami ini harus diolah untuk kepentingan masyarakat seluruhnya.
Berimbang
Perimbangan ini jelas sekali kelihatan dalam tingkalh laku umat Islam, seperti “tidak terlalu”, “tidak boros” dan “tidak bakhil”. Orang yang boros bahkan dalam berderma, dalam hal-hal terentu kadang-kadang termsuk ke dalam golongan orang-orang bodoh, walaupun derma mereka bukan untuk hal-hal yang dilarang, bahkan dalam mempergunakan uang untuk hal-hal yang sah, orang disuruh untuk tidak terlalu. Termasuk pemikiran yang tidak terlalu, tidak menganggap konsumsi itu sendiri sebagai memuaskan. Manusia hanya harus mengkonsumsikan sesuatu sesuai dengan kebutuhannya dalam kadar yang patut. Dalam hal ini, ia bukanlah mengkonsumsikan kualitas terbesar. Prinsip perimbangan ini juga kita temukan dalam hal-hal seperti kebebasan, pengaturan hak milik individu, hak milik kelompok dan sebagainya. Walaupun penguasaan sumber-sumber alami dilakukan melalui masyarakat secara keseluruhan dan penguasaan hal-hal lain melalui individu, namun terdapat perimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu. Kalau sewaktu-waktu perimbangan ini tidak jalan, harus ada perbaikan, walaupun umpamnya dengan melakukan prosedur buatan, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah II, “Umar bin Khatab”. Ia berkata; “Kalau saya terima apa yang saya rencanakan, saya telah mengambil kelebihan harta orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin”. Barangkali ia melihat sistem ekonomi sedang tidak stabil. Ia ingin mengembalikan kestabilan. Kemungkinan menasionalisasikan pabrik-pabrik tertentu atau aktifitas ekonomi tertentu adalah salah satu inti prinsip perimbangan, karena hal ini akan merupakan salah satu cara untuk mengembalikan keseimbangan sistem ekonomi.
Keadilan Hakiki
Kita mungkin terkejut melihat kenayataan bahwa kata “keadilan” (al-‘adl) adalah kata ketiga setelah kata Allah swt. dan ilmu pengetahuan (al-ma’rifah) yang sering diulang-ulang dalam al-Qur’an. Kata keadilan dan kata lain yang berasal dari akar kata yang sama diulang lebih dari seribu kali dalam al-Qur’an. Keadilan mempunyai pengertian dalam sekali dalam Islam.
6. Prinsip-Prinsip Khusus Ekonomi Islam
1. Prinsip khusus secara konseptual
Sumber daya alam adalah milik Allah SWT. secara mutlak, sebagaimana dalam Q.S. 20:6, 2:255,284, 3:189-191, 5:120.
Sumber daya alam adalah nikmat Allah swt. untuk manusia: Q.S. 14:32-34, 30:20-27, 31:20, 1:2.
Allah swt. melarang menguras/memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan: Q.S. 6:141-144, 28:77.
Hak milik perseorang diakui, apabila diperoleh secara halal, dan mempergunakannya kepada yang halal: Q.S. 2:168, 5:87-88, 16:114, 8:69, 2:42, 261-274.
Allah swt. melarang menimbun kekayaan, tanpa ada manfaat bagi sesama manusia: Q.S.9:34, 59:7, 17:99-100.
Pada harta orang kaya, terdapat hak-hak orang-orang tertentu yang wajib dikelaurkan, sebasgai zakat, infak dan sedekah: Q.S. 9:60, 2:177, 59:7
Ekonomi Islam Menganut Prinsip “Ekonomi Tauhid”: Q.S. 4:134, 63:9, 102:1-2, 9:24, 4:29-30, 2:219.
Laksanakan transaksi ekonomi sesuai dengan ketentuan Allah swt. dalam Q.S. 2:282-283.
Praktek riba haram, Q.S. 2:275-281, 30:39, 3:130.
Prinsip Khusus Ekonomi Islam secara praktis
Cara produksi dapat diperoleh melalui jalan iktisab (usaha), dengan jalan waratsa (mewarisi) dan dengan jalan hibah (pemberian) (Q.S. 4:32, 7:20).
Dilarang memperoleh harta kekayaan dengan cara yang tidak sah (haram) (Q.S. 4:29, 2:188, 5:33, 38, 4:58, 2:219, 5:90-91).
Harta milik dipergunakan dengan motivasi untuk mensyukuri nikmat Allah swt. maka pemanfaatannya harus sesuai dengan hukum Allah swt. (Q.S. 25:67, 17:29, 4:5, 2:228, 3:134, 9:34-35).
Harta milik wajib dipelihara (Q.S. 2:254).
Utamakan kejujuran dalam urusan perjanjian dan transaksi perdagangan (Q.S. 2:282-283, 83:1-3, 17:35, 26:181-183)
Modal utama dalam segala bentuk perdagangan adalah imankepada Allah swt. dan rasul-Nya serta berjihad di jalan kebenaran (Q.S. 61:10-14).
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Qur’an al-karim
- Al-Hufy, Ahmad Muhammad, DR., Akhlak Nabi Muhammad saw., Bulan Bintang, Jakarta, 1978
- Departemen Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahnya, PT. Intermasa, Jakarta, 1978
- Gazalba, sidi, Drs. Asas Kebudayaan Islam, Bulang Bintang, Jakarta, 1978
- _______________, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara, Jakarta, 1975
- Jatnika, Rahmat, DR., Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Pustaka Islam, Surabaya, 1985
- Khaf, Monzer, DR., Deskripsi Ekonomi Islam, Minaret, Jakarta, 1987
- Salim, Hadiyah, Mukhtar al-Hadis, PT. al-Ma’arif, Bandung, 1985
- Tim Departemen Agama RI., Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, Dir. Pemb. PTA., 1988
- T.H. Muhammad, DR., Kedudukan Ilmu dalam Islam, Ikhlas, Surabaya, 1982