Pengertian, Tujuan Dan Manfaat Pelatihan Menurut Para Ahli
Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”. Menurut Good, 1973 pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Pada kajian penelitian ini kita akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus (spesifik), dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah, bahwa responden yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis, (Fandi Tjiptono, dkk, 1996).
Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
Perbedaan yang nyata dengan pendidikan, diketahui bahwa pendidikan pada umumnya bersifat filosofis, teoritis, bersifat umum, dan memiliki rentangan waktu belajar yang relatif lama dibandingkan dengan suatu pelatihan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pembelajaran, mengandung makna adanya suatu proses belajar yang melekat terhadap diri seseorang. Pembelajaran terjadi karena adanya orang yang belajar dan sumber belajar yang tersedia. Dalam arti pembelajaran merupakan kondisi seseorang atau kelompok yang melakukan proses belajar.
Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Ernesto A. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalam PP RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1 disebutkan
Latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya lebih mengutamakan praktek dari pada teori.
Berkaitan dengan fokus permasalahan dalam penelitian ini, pengertian-pengertian di atas juga dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 2000 yaitu tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS. Peraturan tersebut berbunyi “Diklat dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan dengan sebaik-baiknya”.
Veithzal Rivai (2004:226) menegaskan bahwa “pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan”. Pendapat Rivai inilah yang dijadikan inspirasi dalam penelitian ini.
Memperhatikan pengertian tersebut, ternyata tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat (1993 : 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut :
- untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif,
- untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan
- untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).
Pengertian-pengertian di atas mengarahkan kepada penulis untuk menyimpulkan bahwa yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa “pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang” (Veithzal Rifai: 2004:226).
Tujuan pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1995 : 223) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing.
Tentang manfaat pelatihan beberapa ahli mengemukakan pendapatnya Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992 : 28) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :
- pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan -individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi .... ;
- keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan …
- pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan .... ; dan
- manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki standar keselamatan.
Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat sebagai berikut :
Mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas; meningkatkan kualitas; meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis ... (1998 : 215).
Masih terkait dengan tujuan dan manfaat pelatihan Henry Simamora (1988:346) mengatakan tujuan-tujuan utama pelatihan, pada intinya dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang diantaranya memperbaiki kinerja. Sedangkan manfaat pelatihan diantaranya meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas (1988 : 349).
Jadi pengertian, tujuan dan manfaat pelatihan secara hakiki merupakan manifestasi kegiatan pelatihan. Dalam pelatihan pada prinsipnya ada kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta bermanfaat bagi karyawan (peserta pelatihan) dalam meningkatkan kinerja pada tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
1. Asas-asas Pelatihan
Dalam penyelenggaraan pelatihan, agar dapat bermanfaat bagi peserta dan dapat mencapai tujuan secara optimal, hendaknya penyelenggaraannya mengikuti asas-asas umum pelatihan. Menurut Dale Yoder dalam bukunya Personal Principles and Policies, menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam kegiatan pelatihan yaitu (1).Individual differences; (2) relation to job analysis; (3) motivation (4) active participation, (5) selection of trainees, (6). Selection of trainers; (7) trainer’s of training (8) training method’s dan (9) principles of learning (1962:235).
Pendapat Dale Yoder di atas mengisyaratkan bahwa dalam keg3atan pelatihan perbedaan individu peserta pelatihan harus mendapat perhatian yang utama. Karakteristik peserta pelatihan akan mewarnai dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan harus juga dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta) pelatihan, sehingga nantinya hasil pelatihan bermanfaat dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
Selanjutnya, motivasi dan keaktifan peserta kegiatan pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada pelatihan yang diikutinya, apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan motivasinya. Begitu juga dalam fase-fase kegiatan pelatihan,. peserta diupayakan turut aktif mengambil bagian. Dengan demikian peserta pelatihan turut aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama proses pelatihan berlangsung.
Tidak kalah pentingnya dalam kegiatan pelatihan adalah seleksi peserta dan seleksi pelatih. Sebagaimana diketahui bahwa diantara peserta pelatihan terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya individual. Untuk menja0a agar perbedaan tersebut jangan terlalu besar, maka seleksi atau pemilihan calon peserta pelatihan perlu diadakan. Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan para pelatih yang berkualitas dan profesional, maka dalam rangkaian penyelenggaraan pelatihan diperlukan juga seleksi pelatih. Harapannya pelatih yang terpilih adalah orang-orang yang cakap dan memiliki kualifikasi sebagai seorang pelatih yang handal.
Para pelatih yang telah terpilihpun, masih diperlukan mengikuti pelatihan untuk pelatih. Tujuannya adalah agar para pelatih memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relatif sama pada jenis pelatihan yang akan dilatihkan. Juga memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan pelatih lain, sehingga dalam melatih nanti dapat berbuat total dan seoptimal mungkin.
Kemudian untuk keberhasilan pelatihan, metode pelatihan dan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan jenis mated pelatihan yang diberikan. Meskipun tidak ada metode yang paling sempurna, namun dapat dicarikan beberapa alternatif metode yang sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan. Dalam hal ini ada persyaratan minimal yang perlu diperhatikan pelatih dalam memilih metode pelatihan yaitu (1) sesuai dengan keadaan dan jumlah sasaran; (2) cukup dalam jumlah dan mutu materi; (3) tepat menuju tujuan pada waktunya; (4) Amanat hendaknya mudah diterima, dipahami dan diterapkan; dan (5) biaya ringan (Depdikbud, 1983 : 97). Dalam pemilihan metode juga dapat mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut :
Tujuan instruksional khusus yang hendak- dicapai dalam proses penyampaian pesan atau bahan belajar, keadaan warga belajar yang akan menerima pesan, karakteristik metode yang akan digunakan dan sumber atau fasilitas yang tersedia untuk menunjang penggunaan metode tertentu yang hendak kita pilih (Direktorat Dikmas, 1985 : 18).
Sedangkan prinsip-prinsip pembelajaran akan memberikan arah bagi cara-cara seseorang (peserta pelatihan) belajar efektif dalam kegiatan pelatihan. Dan pembelajaran akan lebih efektif, apabila metode pelatihan sesuai dengan gaya belajar peserta dan tipe-tipe pekerjaan yang diperlukan. Menurut William R. Werther Jr. dan Keith Davis, prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif sering; direfleksikan dengan participation. repetition, transference, dan feed back (1989:290).
Dengan demikian manakala pelatihan ingin berhasil, bermanfaat dan mencapai tujuan secara optimal, maka asas-asas maupun prinsip dasar penyelenggaraan pelatihan hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
2. Pengembangan Program Pelatihan
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William B. Werther (1989 : 287) yang pada prinsipnya meliputi (l) need assessment; (2) training and development objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual program-, (b) skill knowledge ability of works; dan (7) evaluation. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (}997 : 3b0) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu
- tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan;
- mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan;
- menyusun kriteria;
- pre tes terhadap pemagang
- memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; (b) melaksanakan pelatihan;
- memantau pelatihan; dan
- membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.
Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkah-langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).
Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan. perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.
Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.
Prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah yang memiliki kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta pelatihan dan tipe-tipe pekerjaan, yang membutuhkan. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu partisipasi, reputasi, relevansi, pengalihan, dan umpan balik (Sondang P. Siagian, 1994 :190). Dengan prinsip partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip reputasi (pengulangan) akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna kongkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu kemajuan dan perkembangan belajarnya.
Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.
Keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai den-an tugas peserta pelatihan. dan bermanfaat pada tugas pekerjaan.
Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah evaluasi (evaluation) pelatihan Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman belajar pada bidang pekerjaan. Sondang P. Siagian menegaskan proses transformasi dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja (1994:202). Selanjutnya untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian. Dan untuk mengukur keberhasilan tidaknya yang dinilai tidak hanya segi-segi teknis saja. Akan tetapi juga segi keperilakuan (Sondang P. Siagian; 1994:202). Dan untuk evaluasi diperlukan kriteria evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program pelatihan dan pengembangan.
3. Mekanisme Pelatihan
Mekanisme pelatihan di sini diartikan cara atau metode yang digunakan dalam suatu kegiatan pelatihan. Jadi mekanisme pelatihan analog dan lebih dekat dengan pendekatan atau metode dan teknik pelatihan. Dalam penyelenggaraan pelatihan, tidak ada satupun metode dan teknik pelatihan yang paling baik. Semuanya tergantung pada situasi kondisi kebutuhan.
Dalam memilih metode dan teknik suatu pelatihan ditentukan oleh banyak hal. Seperti dikemukakan William B. Werther (1989 : 290) sebagai berikut : that is no simple technique is always best; the best method depends on : cost effectiveness; desired program content; learning principles; appropriateness of the facilities; trainee preference and capabilities; and trainer preferences and capabilities. Artinya tidak ada satu teknik pelatihan yang paling baik, metode yang paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi program yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan dan preference peserta serta kemampuan dan preference pelatih. Kemudian Sondang. P Siagian (1994:192) menegaskan tepat tidaknya teknik pelatihan yang digunakan sangat tergantung dari berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan seperti kehematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. Walaupun demikian, pengelola pelatihan hendaknya mengenal dan memahami semua metode dan teknik pelatihan, sehingga dapat memilih dan menentukan metode dan teknik mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi yang ada.
William. B. Werther (1989), Henry Simamora (1997) dan Soekidjo Notoatmodjo (1991) mengidentifikasi ada dua pendekatan atau metode pokok dalam pelatihan yaitu on the job training dan off the job training. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan serta penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan.
4. Efektivitas Pelatihan
Belum adanya definisi yang pasti tentang efektivitas disebabkan karena setiap orang memberi arti yang berbeda-beda. Rumusan yang berbeda-beda tersebut disebabkan karena arti dari efektivitas tergantung dari sudut mana para ahli mendefinisikannya. Pandangan. para ahli yang berbeda-beda tersebut memiliki suatu kesamaan, yang merumuskan bahwa efektivitas mengandung arti sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.
Efektivitas dipandang tiga perspektif, menurut Gibson (1988:28), sebagai berikut: (1) efektivitas dari perspektif individu; (2) efektivitas dari perspektif kelompok; dan (3) efektivitas dari perspektif organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dimana efektivitas perspektif individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif organisasi.
Katzel, dalam Steers (1980:44-45) bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya. Dilihat dari definisi di atas menunjukkan bahwa produktivitas merupakan bagian dari efektivitas. Adapun konsep pendidikan yang memiliki produktivitas yaitu pendidikan yang efektif dan efisien (sangkil dan mangkil). Selanjutnya efektivitas dapat dilihat pada: (1) masukan yang merata, (2) keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, (3) ilmu dan keluaran yang gayut dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, dan (4) pendapatan tamatan atau keluaran yang memadai.
Dari beberapa pengertian di atas efektivitas mengandung arti berorientasi kepada hasil (tujuan) dan juga berorientasi kepada proses (kemampuan organisasi untuk beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Kemudian penerapannya kepada suatu pelatihan yang efektif adalah kemampuan organisasi dalam melaksanakan program-programnya yang telah direncanakan secara sistematis dalam upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri.
Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak pelatihan bagi organisasi Untuk mencapai tujuannya. Hal ini selaras dengan Henry Simamora (1987: 320) yang mengukur keefektifan Diklat dapat dilihat dari 1) reaksi-reaksi bagaimana perasaan partisipan terhadap program; 2) belajar- pengetahuan., keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan; 3) perilaku perubahan-perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pekerjaan: dan 4) hasil-hasil dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional.
5. Manajemen Pelatihan
Manajemen pelatihan, dalam konteks yang lebih luas manajemen pelatihan memiliki dimensi tentang bagaimana pengelolaan pelatihan, supaya pelatihan bisa berjalan dengan baik dan berhasil secara efektif dan efisien. Manajemen pelatihan secara konsep bisa diartikan “Proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan Pengevaluasian terhadap kegiatan pelatihan dengan memanfaatkan aspek-aspek pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan secara efektif dan efisien”. Dalam konteks yang lain manajemen pelatihan atau pengelolaan pelatihan identik dengan manajemen proyek atau pada istilah lain sama dengan mengelola proyek. Oleh karena itu daur Managing training dapat digambarkan sebagai berikut :
Sumber : www. deliveri.org
Gambar Daur Managing Training
Gambar ini menjelaskan bahwa proses manajemen pelatihan dimulai dengan analisis, yaitu analisis kebutuhan (need analysis) terhadap hal-hal yang akan menjadi objek pelatihan, kemudian dilanjutkan dengan desain program pelatihan, yaitu langkah mendesain program-program pelatihan. Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan dan penerapan, yaitu proses pelaksanaan dan Penerapan program-program pelatihan. Kemudian diakhiri dengan evaluasi yaitu tahap untuk memberikan penilaian dan analisa pengembangan. Pada setiap tahapan tersebut akan ada proses umpan balik, yang bertujuan untuk mengontrol efektivitas pelaksanaan dan proses pelatihan.
Perencanaan pelatihan pada hakekatnya adalah proses menyusun rancangan program pelatihan, yaitu proses menyiapkan berbagai hal mengenai persiapan pelatihan. Secara umum menurut Faustino Cardoso Gomes (2000:204) mengemukakan ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William B. Werther (1989:287) yang pada prinsipnya meliputi (l) need assessment; (2) training and development objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual program-, (b) skill knowledge ability of works; dan (7) evaluation. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997:360) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu :
(1). Tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan; (2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan; (3) menyusun kriteria; (4) pre tes terhadap pemagang (5) memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; (b) melaksanakan pelatihan; (7) memantau pelatihan; dan (8) membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.
6. Penerapan Hasil Pelatihan
Berdasarkan tinjauan teoritis, pembahasan tentang pelatihan dapat dilihat dari berbagai sudut, pelatihan dilihat dari pengertian, tujuan, asas, efektivitas dan manajemen pelatihan. Pembahasan tersebut masih dalam tataran teoritis, sehingga baru diperoleh informasi-informasi yang bersifat umum. Informasi ini merupakan dasar rujukan dan pijakan dalam membahas dan menganalisis permasalahan pelatihan lebih jelas.
Penelitian ini menghendaki tentang pelatihan dalam tataran konkret, yaitu pembahasan yang bersifat menyeluruh. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada Penerapan pelatihan, yaitu Penerapan pelatihan yang sudah diterima oleh para Widyaiswara di lingkungan PPPG (Tertulis, PPPG IPA, dan PPPG Teknologi) di kota Bandung. Penerapan pelatihan diarahkan pada dampak pelatihan yang telah diikuti oleh widyaiswara. Sehingga dalam penelitian ini akan diketahui adanya pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kinerja widyaiswara secara nyata.
Apabila ditinjau dari segi evaluasinya pelatihan akan memiliki keberartian yang lebih mendalam. Evaluasi ini akan memperlihatkan tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program. Beberapa kriteria yang digunakan dalam evalusi pelatihan akan berfokus pada outcome (hasil akhir). Veitzal Rifai (2004) dan Henry Simamora (2004), menunjukkan bahwa kriteria yang efektif dalam mengevaluasi pelatihan yaitu : 1. Reaksi dari peserta, 2. pengetahuan atau proses belajar mengajar, 3. perubahan perilaku akibat pelatihan dan 4. hasil atau perbaikan yang dapat diukur. Kriteria tersebut dalam konteks yang lebih luas dapat dikembangkan untuk mengetahui dampak keberhasilan suatu program pelatihan yang sudah dilaksanakan.
Merujuk pada pendapat Veitzal dan Henry Simamora, dengan memperhatikan kriteria efektivitas evaluasi maka dalam penelitian ini akan diperluas pada Penerapan pelatihan. Selanjutnya kriteria efektivitas evaluasi di atas dijadikan dimensi untuk mengukur tingkat Penerapan hasil pelatihan pada suatu lembaga. Dimensi-dimensi tersebut adalah : dimensi pengetahuan, dimensi sikap, dimensi perilaku dan dimensi hasil.
Secara teoritis rujukan terhadap dimensi-dimensi dapat dijelaskan : Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972). Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2003). Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2003). Definisi-definisi di atas menunjukkan adanya perbedaan di antara para ahli psikologi sosial, namun terdapat ciri khas dari sikap (Sarwono, 1999) adalah :
1. Mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya).
2. Mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suaka tidak suka).
Sikap mengandung tiga bagian (domain) yaitu kognitif, afektif dan konatif . Myers (dalam Sarwono, 1999) memberikan istilah yang mudah diingat yaitu Affective (perasaan), Behavior (perilaku) dan Cognitif (kesadaran) yang disingkat ABC. Karena ketiga domain itu saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita dapat meramalkan perilaku dan sikap.
7. Pelatihan untuk meningkatkan Kinerja
Sumber Daya Manusia yang terampil dan memiliki kinerja tinggi sangat diperlukan dalam era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga mampu bersaing dalam tataran internasional. Organisasi pada masa sekarang menyadari bahwa produktivitas sumber daya manusia yang berkualitas adalah aset utama untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu pengelolaan manajemen Sumber Daya Manusia harus dioptimalkan. Perlu disadari bersama bahwa untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia setiap organisasi memiliki keterbatasan. Oleh karena itu perlu melibatkan pihak lain dalam proses pengembangan Sumber Daya Manusia tersebut. Melalui cara inilah pelatihan dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (2001:70) yaitu :” dengan pengembangan sumber daya manusia, maka diharapkan produktivitas kerja akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill dan managerial skill sumber daya manusia yang semakin baik”. Nasution (1982:71) menegaskan “pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang. Dimana tujuan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas”.