Pengertian Membangun Tim Dan Kerjasama Menurut Para Ahli
Menurut Robin “Group is two or more interacting and interdependent individuals who come together to achieve particular goals”.
Menurut Robin: “work team - formal group made up of interdependent individuals who are responsible for the attainment of a goal work teams are popular in organizations”.
Pada dasarnya mengenai tim dan grup ialah sama tidak ada perbedaannya Kerjasama adalah dasar untuk meraih sukses di tempat kerja modern. Sebuah tim adalah sekumpulan orang secara bersama-sama meraih suatu tujuan. Tujuan kolektif sangat penting. Poin ini terbukti dalam kinerja tim atletik. Contohnya, tim basket yang mana salah satu pemain sebagai ketua, ketua tidak dapat mencapai kemenangan tanpa bantuan anggotanya. Ketua bersama anggota sebisa mungkin memenangkan sebuah pertandingan meski mungkin jarang akan menang melawan tim tandingannya. Bekerja bersama sangatlah lebih baik daripada dikerjakan sendiri. Contoh diatas merupakan contoh kerjasama yang benar dalam tim olahraga.
Berikut adalah prinsip dalam membangun sebuah tim:
a. Pemikiran Tim
b. Belajar Untuk Bekerja Sama
c. Kinerja Tim
a. Pemikiran Tim
Pada tim yang dilatih, kemampuan tim lebih dari kemampuan anggota individu. Kemampuan ini merupakan pemikiran utama dalam kerjasama. Kerjasama adalah apa yang terjadi ketika karyawan mengesampingkan tujuan pribadi, preferensi, dan bekerja sama untuk meraih tujuan dari tim tersebut. Alasan lain untuk mempromosikan kerjasama adalah sebagai berikut :
1. Dua atau lebih pemimpin lebih baik daripada satu pemimpin.
2. Seseorang dalam tim mengenal satu sama lain, membangun kepercayaan, dan sebagai hasilnya mau mambantu satu sama lain.
3. Kerjasama merupakan cara komunikasi yang baik.
4. Sebuah tim saling memberi semangat serta adanya rasa saling memiliki. Sebuah grup individu bisa menjadi sebuah tim ketika terjadi kondisi sebagai berikut :
a. Ketika semua anggota memahami dan setuju pada misi dan visi.
b. Ketika anggota mematuhi aturan sebuah tim yang telah dibangun oleh tim.
c. Ketika pembagian tanggung jawab adil dan adanya otoritas.
d. Ketika seseorang menyesuaikan perubahan. Seseorang dalam tim harusnya membantu satu sama lain untuk menyesuaikan suatu perubahan dengan cara yang positif.
b. Belajar Untuk Bekerja Bersama
Seseorang dalam kelompok tidak secara langsung membangun sebuah tim. Satu alasan mengapa suatu kelompok terkadang gagal adalah karena dari pengawasnya yang gagal menangani faktor manusia yang bisa mencapai sebuah kesuksesan. Faktor tersebut sebagai berikut :
1. Identitas pribadi oleh anggotanya. Seseorang secara langsung menyadari dimana mereka masuk dalam organisasi. Seseorang takut menjadi asing, menjadi sendiri dalam sebuah anggota kelompok, tidak mempunyai suara, dan mengembangkan kepercayaan diantara anggota tim. Kerjasama dalam tim tidak akan bekerja efektif sampai suatu anggota tim merasa mereka ada didalam sebuah organisasi tersebut.
2. Hubungan antar anggota tim. Sebelum seseorang berada dalam sebuah grup hingga dapat bekerjasama, mereka harus mengenal satu sama lain dan membangun sebuah hubungan. Ketika seseorang kenal dan peduli satu sama lainnya, mereka akan memiliki keterkaitan untuk mendukung satu sama lainnya. Waktu yang dihabiskan oleh supervisor akan membantu anggota tim berkenalan dan membangun tempat yang bisa digunakan bersama. Poin ini penting khususnya saat dimana para tenaga kerja menjadi sangat beragam yang mana daerah anggota tim dapat diasumsikan.
3. Mengenal organisasi,cara sebuah tim masuk dalam sebuah organisasi. Sesuai dengan misi yang dibawa oleh sebuah perusahaan dan tim tersebut mendukung manajemen tingkat paling tinggi. Untuk membantu pekerja mengerti dimana tim mereka berada didalam organisasi adalah suatu tanggung jawab pengawas.
c. Kinerja Tim
Kinerja tim tidak terjadi begitu saja. Tim yang dikelola dengan buruk bisa lebih membahayakan bahkan merusak sebuah kinerja organisasi dan daya saing pada sebuah tim. Karena alasan inilah, sangat penting keunggulan dari kiznerja tim menjadi tujuan utama dalam sebuah organisasi.
Dennis King, manajer pribadi untuk Proctor & Gambler merekomendasikan beberapa strategi yang disebut dengan Eight Teams Commandments sebagai berikut:
1. Saling ketergantungan. Maksudnya anggota tim harusnya saling tergantung satu sama lain untuk informasi, sumber, prestasi tugas, dan saling medukung. Strategi ini untuk mempererat solidaritas anggota tim .
2. Peregangan tugas. Maksudnya sebuah tim membutuhkan tantangan atau peregangan. Menggapai suatu tantangan untuk membangun sebuah semangat tim dan menanamkan rasa bangga serta kebersamaan.
3. Baris atau jajaran. Maksudnya, tim tidak hanya membagi misi umum tapi juga bersedia untuk menempatkan didalamnya rasa individual untuk menyelesaikan misi tersebut.
4. Bahasa umum. Tim terkadang terdiri dari departemen yang berbeda. Memiliki tipikal-tipikal dari daerah yang berbeda. Konsekuensinya, sangatlah penting bagi pengawas untuk mendirikan komunikasi,untuk memastikan bahwa tugas spesifik suatu departemen telah diberikan secara jelas.
5. Kepercayaan dan saling hormat. Haruslah dalam anggota tim untuk dapat bekerja sama, memiliki rasa saling percaya dan saling menghormati. Waktu dan usaha untuk membangun rasa saling percaya dan saling hormat antar sesama anggota tim adalah investasi yang baik.
6. Perilaku kepemimpinan/pengikut. Beberapa anggota tim cenderung bersifat lebih menonjol, sedangkan anggota yang lain ada yang hanya duduk dan ikut saja. Jika anggota tim tersebut didominasi oleh tipe pengikut, maka tim tersebut tidak bisa mencapai potensial yang penuh.
7. Keahlian menyelesaikan masalah. Waktu yang diinvestasikan untuk membantu membentuk anggota tim sebagai individu yang pandai dalam menyelesaikan masalah akan jauh lebih baik. Karena hal yang akan banyak dilakukan oleh anggota tim ialah menyelesaikan masalah.
8. Keahlian mengatasi konflik. Konflik antar manusia yang terjadi sejatinya tidak dapat dihindari dalam tempat kerja yang kompetitif. Bahkan tim terbaik juga memiliki perbedaan pendapat. Belajar untuk tidak menentang dan mencoba terbuka terhadap berbagai ide, pendapat dan solusi yang diusulkan dari sesama anggota tim, merupakan keterampilan yang penting dalam teamwork.
Empat tahap Pendekatan Dalam Team Building :
1. Menilai
2. Merencakan
3. Melaksanakan
4. Mengevaluasi
Untuk lebih spesifik, proses sebuah team building memerlukan suatu langkah menurut kaidah yang berlaku yang mampu berjalan sepanjang melalui tahap berikut:
a. Menilai kebutuhan perkembangan tim (kekuatan dan kelemahan).
b. Merencanakan membangun tim kegiatan berdasarkan kebutuhan yang diidentifikasi.
c. Melaksanakan kegiatan membangun tim yang telah direncanakan sebelumnya.
d. Mengevaluasi hasil.
Mengukur Kebutuhan Tim
Jika anda adalah pelatih tim bisbol dan yang anda tahu tentang hal tersebut sangat sedikit, hal pertama yang anda ingin lakukan harus dipikirkan. Pelatih yang paling baik dalam situasi seperti itu akan memulai dengan menilai kemampuan tim baru mereka. Misal, dengan memperkirakan mampu tidak untuk timnya memukul. Mampu tidak untuk melempar. Memperkirakan kelemahan dan kelebihan yang dimiliki timnya. Dengan hal tersebut, pelatih akan tahu cara terbaik untuk melanjutkan dengan kegiatan membangun tim.
Pendekatan yang sama dapat digunakan di tempat kerja dan kesalahan umum yang dibuat oleh pengawas yaitu memulai kegiatan membangun tim tanpa terlebih dahulu menilai kebutuhan pengembangan tim. Sumber daya biasanya terbatas dalam organisasi, akibatnya penting untuk menggunakannya dengan efisien dan efektif. Organisasi yang memulai kegiatan membangun tim tanpa penilaian kebutuhan, saat mereka pertama kali menilai kekuatan dan kelemahan akan menjadi risiko pemborosan sumber daya. Upaya memperkuat karakteristik yang telah kuat, sementara dilain hal karakteristik yang dihadapi amat lemah. Untuk menjadi sukses, mereka bisa memiliki setidaknya karakteristik sebagai berikut:
Arah yang jelas diberikan kepada dan dipahami oleh semua anggota
a. Pemain tim adalah anggota tim.
b. Langkah-langkah akuntabilitas sepenuhnya dipahami dan diterima oleh anggota tim.
Supervisor dapat menggunakan kriteria berikut untuk menilai kebutuhan pembangunan tim kerja.
Kriteria yang diatur dalam tiga kategori, yaitu :
A. Arah dan pemahaman
Dalam kriteria arah dan pemahaman ada berbagai hal yang harus dipenuhi, antara lain:
a. Tim memiliki misi yang jelas.
b. Semua anggota tim memahami misi.
c. Semua anggota tim memahami ruang lingkup dan batasan dari piagam atau perjanjian tim.
d. Tim memiliki seperangkat tujuan yang luas yang mendukung misinya. Semua anggota tim memahami tujuan tim.
e. Tim telah mengidentifikasi kegiatan spesifik yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan tim.
f. Semua anggota tim memahami kegiatan spesifik yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan tim.
g. Anggota semua tim memahami kerangka waktu proyek, jadwal, dan batas waktu yang berkaitan dengan kegiatan spesifik.
B. Karakteristik Anggota Tim
1. Semua anggota tim yang terbuka dan jujur satu sama lain sepanjang waktu.
2. Semua anggota tim saling percaya.
3. Semua anggota tim menempatkan misi tim dan tujuan di depan agenda pribadi mereka sendiri sepanjang waktu.
4. Semua anggota tim merasa nyaman dan dapat bergantung pada satu sama lain.
5. Semua anggota tim sangat antusias untuk menyelesaikan misi dan tujuan tim.
6. Semua anggota tim bersedia untuk mengambil tanggung jawab untuk kinerja tim.
7. Semua anggota tim bersedia bekerja sama untuk mencapai misi tim.
C. Akuntabilitas
1. Anggota tim tahu bagaimana kemajuan atau kinerja yang diukur.
2. Semua anggota memahami bagaimana tim sukses di didefinisikan.
3. Semua anggota tahu tanggung jawab masing-masing.
4. Semua anggota mengetahui tanggung jawab dari semua anggota tim lainnya.
5. Semua anggota memahami otoritas mereka dalam tim dan anggota lainnya.
Membangun Tim Kegiatan Perencanaan
Kegiatan membangun sebuah tim harus direncanakan sekitar hasil dari penilaian kebutuhan yang dilakukan pada langkah sebelumnya. Jelas, bagian dari proses membangun tim ini harus menjelaskan misi tim lebih jelas. Solusi ini mungkin digambarkan seperti supervisor duduk bersama tim, menggambarkan misi, dan merespon pertanyaan dari anggota tim. Di sisi lain, kegiatan membangun kepercayaan yang lebih luas mungkin diperlukan. Hal apapun yang penting dalam langkah ini adalah untuk:
a. Rencana kegiatan membangun tim berdasarkan apa yang dipelajari dari penilaian kebutuhan.
b. Menyediakan tim kegiatan pembangunan pada prioritas yang ditunjukkan oleh penilaian kebutuhan.
Mengevaluasi Kegiatan Team Building
Jika kegiatan team building telah efektif, kelemahan yang ditunjukkan oleh proses penilaian harus diminimalisir. Cara sederhana untuk mengevaluasi efektivitas kegiatan membangun tim adalah dengan mengelola ulang bagian yang tepat dari dokumen penilaian. Pendekatan terbaik adalah dengan menyusun kembali dokumen sehingga berisi kriteria relevan saja, yang memfokuskan perhatian anggota tim pada daerah target tertentu. Jika evaluasi menunjukkan bahwa kemajuan yang cukup telah terlaksana, tidak ada lagi yang diperlukan. Jika tidak, kegiatan team building tambahan baru diperlukan.
Bila kegiatan pembentukan tim yang diberikan tampak kurang efektif, ajak suatu tim untuk rapat dan berdiskusi. Manfaatkan umpan balik dari anggota tim untuk mengidentifikasi kelemahan dan masalah tim serta gunakan informasi tersebut untuk memastikan bahwa aktifitas team building menjadi lebih efektif.
Pembinaan Kinerja Tim
Jika karyawan menginginkan suatu kerja sama dalam bentuk tim, supervisor harus menyadari bahwa tim bukan untuk diperintah, melainkan untuk dibina. Supervisor harus memahami perbedaan antara memerintah dan membina Memerintah dalam arti tradisional, melibatkan perencanaan kerja, memberi perintah, pengawasan program, dan evaluasi kinerja. Pembinaan, disisi lain merupakan wadah suatu pengembangan tim dan secara berkesinambungan meningkatkan kinerja. Membina meliputi memimpin suatu tim dengan jalan tertentu yang mampu mencapai performa maksimal secara konsisten.
Ukuran Efektivitas Tim
Ukuran efektivitas suatu tim kerja tersebut di bawah ini:
Gambar Model Efektivitas tim
a. Desain kerja
Kategori desain kerja termasuk variabel-variabel seperti kemerdekaan dan otonomi, kesempatan menggunakan aneka keahlian dan bakat, kemampuan menyelesaikan pekerjaan atau menciptakan produk, dan mengerjakan tugas atau proyek yang punya dampak signifikan atas orang lain.
b. Komposisi
Kategori ini terdiri atas variabel yang berhubungan dengan tim harus lewat:
1. Kemampuan, dalam tim dibutuhkan orang yang ahli dalam membuat keputusan dan problem solving, teknis, dan interpersonal skill;
2. Personalitas, yaitu The Big Five personality seperti ada dalam pendekatan sifat dalam kepemimpinan;
3. Pengalokasian peran dan keragaman, yaitu tim harus memiliki 9 peran, yaitu:
a. creator-inovator, menginisiatif gagasan kreatif.
b explorer-promoter, juara gagasan setelah dimulai.
c. assessor-developer, menganalisa pilihan keputusan.
d. thruster-organizer, menyediakan struktur.
e. concluder-producer, menyediakan arah dan mengikutinya.
f. controller-inspector, memeriksa rincian.
g. upholder-maintainer, bertarung di pertempuran luar.
h. reporter-adviser, menjadi informasi seluas-luasnya.
i. Linker, mengkoordinir dan mengintegrasikan.
4. Fleksibilitas anggota – Tim terdiri atas individu-individu fleksibel yang anggotanya dapat saling melengkapi tugas satu sama lain. Ini nyata berguna bagi suatu tim karena secara signifikan mampu meningkatkan adaptabilitas dan membuatnya kurang kaku bagi anggota tertentu. Jadi, pemilihan anggota dilancarkan atas mereka yang memiliki nilai fleksibilitas, laku latih secara silang guna saling mengerjakan pekerjaan anggota lain.
c. Konteks
Tiga kontekstual faktor yang muncul paling signifikan sehubungan dengan kinerja tim adalah adanya sumber daya yang mencukupi, kepemimpinan yang efektif, dan evaluasi kinerja dan sistem reward yang mencerminkan kontribusi tim.
Sumber daya mencukupi. Kelompok kerja adalah bagian kecil dari bagian besar sistem organisasi. Seluruh tim kerja bersandar pada sumber daya di luar kelompok agar tetap hidup. Kelangkaan sumber daya langsung mengurangi kemampuan tim untuk bekerja secara efektif. Faktor yang paling penting dari sumber daya ini adalah dukungan dari organisasi secara keseluruhan.
Kepemimpinan dan struktur, tiap anggota tim harus setuju kepada yang melakukan dan memastikan seluruh anggota berkontribusi secara sama dalam berbagi beban kerja. Selaku tambahan, tim butuh menentukan cara jadwal dirancang, skill yang dibutuhkan untuk maju, tentang kelompok menyelesaikan konflik, dan kelompok membuat dan memodifikasi keputusan. Kepemimpinan tidak selalu dibutuhkan. Contoh, bukti-bukti menunjukkan bahwa tim yang bekerja secara mandiri (self-managed work team) kerap menunjukkan kinerja yang lebih baik kenimbang tim yang punya pemimpin yang secara formal diangkat. Pemimpin dapat merusak kinerja baik tatkala mereka ikut campur dalam tim self-managed work. Dalam Tim Self-Managed Work, anggota tim menyerap banyak pekerjaan yang diasumsikan oleh manajer.
Evaluasi kinerja dan sistem reward. Secara tradisional, evaluasi berorientasi individu dan sistem reward harus dimodifikasi guna merefleksikan kinerja tim. Evaluasi kinerja individu seperti upaya resmi per jam, insentif individu, dan sejenisnya tidak konsisten dengan perkembangan kinerja tinggi yang ditunjukkan tim. Jadi, selaku tambahan guna pengevaluasian dan mereward pekerja bagi kontribusi individualnya, manajemen harus mempertimbangkan appraisal berdasar kelompok, pembagian keuntunga, perolehan sahan, insentif kelompok kecil, dan modifikasi sistem lainnya yang akan menguatkan upaya dan komitmen tim.
d. Proses
Kategori terakhir berhubungan dengan efektivitas tim adalah variabel proses. Variabel-variabel proses terdiri atas komitmen anggota terhadap tujuan, pembentukan sasaran tim secara khusus, efikasi tim, manajem konflik yang terorganisasi baik, dan pengurangan social loafing.
Tujuan Bersama. Tim yang efektif harus punya tujuan bersama dan bermakna yang menyediakan arahan, momentum, dan komitmen di antara anggoanya. Tujuan ini sebuah visi. Ia lebih luas ketimbang sasaran tertentu saja.
Sasaran Spesifik. Tim yang sukses menerjemahkan tujuan bersama mereka ke dalam sassaran kinerja yang realistik, spesifik, dan bermakna.
Efikasi Tim. Tim yang efektif punya kepercayaan diri. Mereka yakin mereka akan berhasil. Sukses melahirkan sukses. Tim yang telah sukses meningkat keyakinan mereka untuk meraih sukses di masa datang. Ia akan memotivasi mereka lebih keras lagi.
Tingkat Konflik. Konflik dalam tim tidak selamanya buruk. Tim yang sama sekali tidak pernah terlibat konflik akan mandek dan apatis. Jadi, konflik sebenarnya meningkatkan efektivitas tim, kendati tidak semua konflik. Konflik hubungan yang berdasarkan ketidaknyamanan antar individu, ketegangan, dan permusuhan terhadap orang lain selalu bersifat disfungsi, merugikan. Kendati begitu, pada tim yang menunjukkan kegiatan nonrutin, ketidaksetujuan antar anggota seputar pekerjaan tidak merusak.
Social Loafing. Individu dapat bersembunyi di dalam kelompok. Mereka dapat terlibat dalam social loafing dalam upaya kelompok karena kontribusi individu tidak bisa diidentifikasi secara mudah. Tim yang efektif menggarisbawahi kecenderungan ini dengan menahan mereka yang akuntabel baik di tingkat individu ataupun tim.
Selain itu salah satu ukuran tim yang efektif adalah terpenuhinya modal sosial atau social capital.
Modal sosial adalah keterkaitan sosial yang menjadikan seseorang mampu melakukan tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Putnam dalam Narayan & Cassidy:2001) atau “The sum of resources, actual or virtual, that accrue to an individual or a group by virtue of mutual acquaintance and recognition” (Bourdiou dalam Narayan & Cassidy:2001).
Adapun unsur modal sosial adalah sebagai berikut:
a. Partisipasi dalam suatu jaringan
Modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun suatu asosiasi berikut jaringannya.
b. Resiprocity
Modal sosial sering diwarnai oleh kecenderungan untuk saling tukar kebaikan antarindividu dalam kelompok atau antarkelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukan lah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti pada proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangja panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan orang lain). Seseorang atau banyak orang dari suatu keompok memiliki semangat untuk membantu yang lain tanpa mengharapkan imbalan seketika. Hal ini sering disebut keikhlasan. Hal ini terrefleksikan dari tingkat kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu, dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang demikian, problem sosial lebih mudah teratasi atau bakan terminimalkan. Begitu juga dalam tim.
c. Rasa percaya (trust)
Rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosial yang didasari perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak pada pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya.
Berbagai tindakan koletif yang didasari oleh rasa percaya yang tinggi akan meningkatkan pastisipasi amsyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Kehancuran rasa saling percaya percaya dalam masyarakat akan menimbulkan problem sosial yang serius. Masyarakat yang memiliki rasa saling pervaya yang kurang akan sulit menghadapi masalah kerawanan sosial dan ekonomi yang mengancam.
Semangat koletivitas tenggelam dan partisipasi masyarakat untuk membangun kehidupan yang lebih baik akan hilang. Lambat laun akan membutuhkan biaya yang tinggi bagi pembangunan karena masyarakat cenderung bersifat apatis dan menunggu pemberian pemerintah. Jika rasa saling percaya ini luntur maka yang akan terjadi adalah sikap menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku.
d. Norma sosial
Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu berbuat menyimpang dari kebiasaan. Aturan koletif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh semua anggota masyarakatdan menentukan pola perilaku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.
e. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dianggap benar dan penting oleh anggota masyarakat. Nilai senantiasa memiliki konsekuensi yang ambivalen dan harmoni misalnya, yang dianggap sebagai pemicu keindahan dan kerukunan hubungan sosial yang tercipta, tetapi di sisi lain dipercayakan pula untuk senantiasa menghasilkan suatu kenyataan yang yang menghalangi kompetisi dan produktivitas.
Modal sosial yang kuat juga sangat ditentukan oleh konfigurasi yang tercipta dalam suatu kelompok masyarakat. Jika suatu kelompok memiliki nilai yang tinggi pada kompetisi, pencapaian, keterusterangan, dan kejujuran, maka kelompok tersebut cenderung lebih cepat berkembang dan maju dibandingkan dengan kelompok yang menghindari nilai tersebut.
MANAGING GROUP
Banyak psikolog dan ahli manajemen yang telah banyak berkecimpung dalam riset dan berpikir dalam bidang mengelola group dalam kerja. Area utama yang berhubungan dengan managing group yaitu (1)Motivasi, (2) Pengaruh dan kekuasaan, dan (3) efektifitas.
Motivasi
Motivasi Intrinsik menyebabkan seseorang untuk berpartisipasi dalam sebuah aktifitas untuk kesenangan mereka, contoh: bersepeda,berkebun,membaca dan sebagainya. Motivasi Ekstrinsik menyebabkan seseorang melakukan sesuatu untuk suatu penghargaan atau untuk menghindari sanksi, contoh: pekerjaan rumah. Berikut ini merupakan tokoh teori motivasi Maslow’s Hierarchy of Needs
Abraham Maslow mengembangkan hirarki kebutuhan untuk mengilustrasikan teorinya bahwa perilaku seseorang dibentuk oleh rangkaian kebutuhan (1960). Maslow berargumen bahwa mempunyai kualitas unik yang bisa membuat mereka bisa membuat pilihan independen, sehingga bisa memberi kesempatan untuk mengendalikan nasib mereka. Berikut merupakan hirarki kebutuhan oleh maslow.
Gambar Hierarchy of Needs oleh Maslow
Teori Hygiene-Motivasi Hertzberg
Pada akhir 1960-an Frederick Herzberg menulis tentang motivasi pekerja. Beliau membedakan antara faktor motivasi dan faktor hygiene. Faktor motivasi merupakan hal yang membantu memotivasi pekerja secara langsung, contoh: pencapaian, pengakuan, tanggung jawab, penghargaan. Faktor hygiene merupakan hal yang bias menyebabkan ketidakpuasan bila ditiadakan namun tidak memotivasi,contoh: uang, kondisi bekerja, dan sebagainya.
Gambar Faktor Motivasi dan Faktor Hygiene oleh Frederick Herzberg
Theory X and Theory Y McGregor
Pada tahun 1960-an Douglas McGregor mempopulerkan pendekatan relasi manusia. Diantaranya yaitu teori X,teori Y, dan teori Z. teori X: pekerja menghindari dan tidak menyukai suatu pekerjaan, teori Y: bekerja merupakan bakat alamiah suatu pekerja, dan teori Z: menitikberatkan pada kepercayaan, kualitas, pembuatan keputusan kolektif, dan nilai kultur.
Gambar Teori X dan Y Mcgregor
Pengaruh dan Kekuasaan
Gambar The Nine
Pada tahun 1959, French dan Raven dalam bukunya The Bases For Social Power umumnya terdapat dalam buku teks manajemen sebagai bahan percontohan untuk mengetahui cara dalam memengaruhi orang. Akan tetapi, mereka hanya lima dasar saja yang terdaftar, yang dikelompokkan sebagai :
1. Penghargaan (Positive Reinforcement)
2. Paksaan (Punishment)
3. Legitimasi (Authority)
4. Rujukan (Charisma)
5. Keahlian (Expertise)
Setelah lebih dari 45 tahun sejak dipublikasikannya buku bagaimana mempengaruhi orang lain dan waktupun berubah. Sebagai contoh, terdapat kesepakatan tentang penelitian diantara psikologi dan manajemen yang bisa digambarkan secara jelas untuk pemahaman yang lebih baik dalam The Nature of Leader Influence. Disamping lima yang digunakan oleh French dan Raven, terdapat 4 bagian lagi diantaranya :
1. Pembinaan (Coaching)
2. Visi (Vision)
3. Relasi (Relationship)
4. Persuasi (persuasion)
Efektifitas
Untuk mencapai suatu efektifitas dalam mengelola group terdapat 7 hal yang harus dilakukan diantaranya:
a. Tahap penentuan
Tahap ini merupakan tahap yang sangat menentukan, karena tingkat akurasi dalam mendefinisikan jumlah biaya suatu proyek sangat dibutuhkan. Dilain hal pada tahap ini tidak akan memakan biaya sama sekali hanya untuk mengatur segala sesuatunya. Kebanyakan manajer cenderung melakukan eksekusi kerja dari susunan kerjanya terlalu dini. Ini merupakan suatu kesalahan yang besar karena peneliti mengungkapkan keterkaitan antara tahap definisi suatu proyek dan kesuksesan. Semakin panjang tahap definisi suatu proyek kerja maka semakin pendek waktu yang diambil pada tahap pelaksanaan.
Gambar Hubungan definisi dan eksekusi
b. Tujuan yang jelas
Manajer suatu proyek bertanggungjawab terhadap capaian suatu komitmen tentang tujuan suatu proyek diantara manajemen dan tim proyek. Tujuan ini harus didefinisikan sebagai SMART (specific, measurable, ambitious, realistic, time-bounden).Cara terbaik untuk mengomunikasikan suatu tujuan adalah dengan mengadakan rapat awal dengan rekan kerja dalam bingkai suatu lokakarya. Ini merupakan kesempatan terbaik untuk mendiskusikan rencana berbeda dan untuk membawa mereka ke arah detail kerja dan penetapannya. Ketika berdiskusi tentang tujuan suatu proyek haruslah dipikirkan pula apa yang harus berbeda ketika proyek telah diselesaikan.
c. Transparansi tentang status proyek
Manajer proyek harus memiliki kemampuan untuk memberikan laporan singkat tentang status suatu proyek kepada pimpinannya setiap waktu selama proyek berlangsung. Pada suatu rapat manajer juga dituntut untuk memberikan ringkasan singkat tentang biaya, timeline, dan milestone yang dicapai.
d. Pengenalan risiko
Setiap suatu proyek akan selalu berhadapan dengan berbagai risiko, ini sangat wajar. Selalu tanamkan bahwa proyek yang sedang dihadapi sekarang membutuhkan suatu usaha keras dengan tujuan yang sangat ketat yang melibatkan biaya, performa, dan penetapan. Semakin dini risiko tersebut teridentifikasi maka pengembangan proyek yang negatif akan semakin bisa dihindarkan. Itu semua merupakan tugas manajer proyek untuk mengevaluasi suatu risiko secara teratur.
e. Pengelolaan gangguan grup
Sangat tidak mungkin bila seorang manajer memiliki kapasitas yang memadai untuk mengidentifikasi setiap risiko yang mungkin muncul. Sangatlah cukup apabila seorang manejer bisa paling tidak mengidentifikasi risiko yang besar dan mengembangkan strategi yang spesifik untuk menghindarinya. Sangatlah penting untuk mempertimbangkan hal ini dan untuk menduga serta menerima permasalahan yang pasti muncul.
f. Tanggung jawab manajer grup
Pada kebanyakan kasus manajer suatu proyek tidak memiliki wewenang manajerial. Dilain pihak sangatlah kontraproduktif karena kesuksesan suatu proyek sangatlah bergantung pada derajat suatu wewenang manajerial. memberi wewenang manjerial kepada manajer proyek berarti sama dengan memberi tanggung jawab penuh untuk sebuah kesuksesan kepada seorang. Mewujudkan tanggung jawab membantu manajer mengidentifikasi suatu masalah dalam proyek kerjanya. Juga bisa memotivasi manajer, karena menggambarkan bahwa manajemen terpercaya telah diberikan pada orang yang tepat.