Pengertian Dan Manfaat EVA Menurut Para Ahli
Menurut Young dan O’Byrne (2001: 18) EVA merupakan alat komukasi yang efektif baik untuk penciptaan nilai yang dapat dijangkau oleh manajer lini yang akhirnya mendorong kinerja perusahaan dan untuk menghubungkan dengan pasar modal.
Ide dasar dari EVA adalah pengemasan ulang dari manajemen perusahaan yang dapat dipercaya dan prinsip keuangan yang pernah ada. Namun EVA merupakan inovasi terpenting karena ia membuat teori keuangan moderen. Implikasi manajerial dari teori ini adalah mudah diakses oleh menejer perusahaan yang tidak terlatih dengan baik dalam keuangan atau tidak pernah memikirkannya. EVA membantu para manajer untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan dengan demikian membantu mereka untuk mencapai tujuan.
EVA tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak pula membuat suatu analisa kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya. Konsep ini lebih menekankan pada penentuan besarnya cost of capital. Diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan pendekatan EVA dibanding pendekatan akuntansi tradisional dalam mengukur kinerja perusahaan.
Economic Value Added (EVA) atau disebut juga dengan nilai tambah ekonomis (NITAMI) diartikan sebagai suatu konsep yang dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pengukuran laba operasi perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan – harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilannya dinyatakan dengan ukuran tertimbang dan struktur modal yang ada (Widayanto, 1993:51)
Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasi setelah pajak dikurangi dengan biaya modal dari seluruh modal untuk menghasilkan laba. Laba operasional setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan nilai (value) didalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan nilai tersebut (Steward, 1997:10).
Berdasarkan pendapat – pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasional setelah pajak, dikurangi biaya modal yang digunakan unntuk menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil harapan – harapan para pemegang saham dan kreditur. Economic Value Added (EVA) merupakan perangkat finansial untuk mengukur keuntungan nyata perusahaan. Hal ini membuat perhitungan Economic Value Added (EVA) lain dengan perhitungan analisis rasio keuangan lainnya. Perbedaan tersebut dikarenakan pada perhitungan dengan menggunakan pendekatan Economic Value Added (EVA) dilibatkannya biaya modal operasi setelah laba bersih, dimana hal tersebut tidak dilakukan dalam perhitungan konvensional.
Setiap perusahaan tentunya menginginkan nilai Economic Value Added (EVA) akan naik terus-menerus, karena Economic Value Added (EVA) adalah tolok ukur fundamental dari tingkat pengembalian modal (return of capital). Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai Economic Value Added (EVA) perusahaan yaitu (Widayanto, 1993:32-33):
a. Meningkatkan keuntungan (profit) tanpa menambah modal
b. Mengurangi pemakaian modal
c. Melakukan investasi pada proyek-proyek dengan tingkat pengembalian tinggi.
Konsep ini tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak perlu membuat analisis kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya. Konsep ini lebih menekankan pada seberapa besar laba yang dihasilkan setelah dikurangi dengan biaya modal rata-rata tertimbang.
Metode Economic Value Added (EVA) sebagai Alat Ukur Kinerja Perusahaan Konsep Economic Value Added (EVA) ini tidaklah dimaksudkan untuk mengganti laporan rugi laba yang telah ada. Namun pendekatan ini hanyalah alat analisis yang digunakan sebagai tambahan informasi keuangan yang sangat berguna bagi pihak kreditur dan penyedian dana dalam menentuakan hubungannya dengan perusahaan. Bagi eksekutif hasil pengukuran kinerja dengan metode Economic Value Added (EVA) seringkali digunakan untuk pengendalian serta sebagai alat yang sangat berguna didalam pengambilan keputusan-keputusan strategis.
Analisis Economic Value Added (EVA) ini mencoba melihat dari segi ekonomis dalam pengukuran kinerja perusahaan dengan adil atas dasar konsep kepuasan stakeholder (seluruh anggota perusahaan), bentuknya adalah dengan mempertimbangkan harapan-harapan karyawan, pelanggan, dan pemberi modal (investor/pemegang saham). Derajat keadilannya adalah ditunjukkan oleh biaya modal rata-rata tertimbang dan berpedoman terhadap nilai pasar.
EVA adalah sisa laba (residual income, excess earning) setelah penyedia modal memberikan kompensasi sesuai tingkat pengembalian (rate of return) yang dibutuhkan atau setelah semua biaya kapital yang digunakan untuk menghasilkan laba. Yang dimaksud dengan laba disini adalah Net Operating Profit After Tax (NOPAT) yaitu laba operasi bersih sesudah pajak. Sedangkan biaya kapital adalah biaya bunga pinjaman dari biaya ekuitas yang digunakan untuk menghasilkan NOPAT yang dihitung secara rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital = WACC). EVA yang positif menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal, konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. Sebaliknya EVA yang negatif menandakan nilai perusahaan berkurang sebagai akibat tingkat pengembalian yang dituntut investor.
1) Manfaat EVA
Manfaat dari penerapan EVA antara lain (Utama, 1997; 12) :
a. Dapat digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation).
b. Dapat meningkatkan kesadaran manajer bahwa tugas mereka adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta nilai pemegang saham.
c. Dapat membuat para manajer berfikir dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
d. EVA membuat para manajer agar memfokuskan perhatian pada kegiatan yang menciptakan nilai dan memungkinkan mereka untuk mengevaluasi kinerja berdasarkan kriteria maksimum nilai perusahaan.
e. EVA sebagai motivator perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya.
f. EVA dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi dari pada biaya modal.
2) Keunggulan dan Kelemahan EVA
Economic Value Added (EVA) sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang relatif baru, memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan (Utama, 1997: 10). Keunggulan yang dimiliki metode Economic Value Added (EVA) antara lain:
a. Konsep Economic Value Added (EVA) merupakan alat ukur yang dapat berdiri sendiri tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan perusahaan sejenis dalam satu industri, dan tidak perlu pula membuat suatu analisis kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya.
b. Konsep Economic Value Added (EVA) adalah pengukur kinerja perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya, yaitu dengan memperhatikan harapan-harapan pada pemilik modal (kreditur dan pemegang saham) secara adil. Dimana derajat keadilannya dinyatakan dalam ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar, bukan nilai buku.
c. Konsep Economic Value Added (EVA) dapat dipakai sebagai tolok ukur dalam pemberian bonus bagi karyawan. Disamping itu Economic Value Added (EVA) juga merupakan tolok ukur yang tepat untuk memenuhi konsep kepuasan stakeholder yakni bentuk perhatian perusahaan kepada karyawan, pelanggan dan pemberi modal (kreditur dan investor).
d. Walaupun konsep Economic Value Added (EVA) berorientasi pada kinerja operasional akan tetapi sangat berpengaruh untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategis perkembangan portofolio perusahaan.
Disamping keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh Economic Value Added (EVA) terdapat pula beberapa kelemahan EVA (Mirza, 1997 ; 68) :
a. EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen.
b. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham-saham tertentu, padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan.
c. Konsep ini tergantung pada transparansi perhitungan EVA secara akurat, dalam kenyataanya seringkali perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya.
3) Strategi Meningkatkan EVA
Ada beberapa strategi untuk meningkatkan EVA:
a. Strategi penciptaan nilai dengan mencapai pertumbuhan keuntungan (Profitable Growth), hal ini bisa dicapai dengan menambah modal yang diinvestasikan pada proyek dengan tingkat pengembalian tinggi.
b. Strategi penciptaan nilai dengan meningkatkan efisiensi operasi dalam hal ini menaikkan keuntungan tanpa menggunakan tambahan modal.
c. Strategi penciptaan nilai dengan rasionalisasi dan keluar dari bisnis yang tidak menjanjikan (rationalize and exit unrewording business).
Hal ini berarti menarik modal yang tidak produktif dan menarik modal dari aktivitas yang menghasilkan tingkat pengembalian yang rendah dan menghapus unit bisnis yang tidak menjanjikan hasil.
4) Langkah-langkah Menentukan EVA
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan EVA menurut (Rousana, 1997; 19) :
a. Menghitung biaya modal utang (Cost of Debt)
b. Menghitung biaya modal saham (Cost of Equity)
c. Menghitung struktur permodalan dari neraca. Struktur modal biasanya terdiri dari utang dan ekuitas, sehingga dicari:
Komposisi utang = rasio utang terhadap jumlah modal
Komposisi utang = rasio modal saham terhadap jumlah modal
d. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital)
e. Menghitung EVA
EVA = laba operasi bersih sesudah pajak (NOPAT) biaya modal.
5) Tolok Ukur Penilaian Kinerja Keuangan dalam EVA
Dalam EVA, penilaian kinerja keuangan diukur dengan ketentuan:
a. Jika EVA > 0, maka kinerja keuangan perusahaan dapat dikatakan baik, karena perusahaan bisa menambah nilai bisnis. Dalam hal ini, karyawan berhak mendapat bonus, kreditur tetap mendapat bunga dan pemilik saham bisa mendapatkan pengembalian yang sama atau lebih dari yang ditanam.
b. Jika EVA = 0, maka secara ekonomis “impas” karena semua laba digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham, sehingga karyawan tidak mendapat bonus hanya gaji.
c. Jika EVA < 0, maka kinerja keuangan perusahaan tersebut dikatakan tidak sehat, karena perusahaan tidak bisa memberikan nilai tambah. Dalam hal ini karyawan tidak bisa mendapatkan bonus hanya saja kreditur tetap mendapat bunga dan pemilik saham tidak mendapat pengembalian yang sepadan dengan yang ditanam.
1. Market Value Added (MVA)
Menurut Warsono (2003: 47) tujuan utama manajemen keuangan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang sahamnya. Tujuan ini jelas bermanfaat bagi para pegang saham biasa, dan itu juga menjamin bahwa sumberdaya yang terbatas dialokasikan secara efesien. Kemakmuran bagi para pemegang saham dapat dimaksimumkan dengan memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan jumlah modal ekuitas yang dipasok oleh para investor kepada perusahaan. Perbedaan ini disebut sebagai nilai tambah pasar (Market Value Added/MVA).
Sedangkan menurut Sartono (2001: 103) tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Selain memberi manfaat bagi pemegang saham, tujuan ini juga menjamin sumber daya perusahaan yang langka dialokasikan secara efesien dan memberi manfaat ekonomi. Kemakmuran pemegang saham dimaksimalkan dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut Market Value Added (MVA).
Ruky (1999: 350) menyatakan bahwa MVA adalah hasil kumulatif kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan. MVA mencerminkan seberapa sukses investasi baru di masa datang.
Manfaat dari MVA disamping untuk mengukur kinerja perusahaan adalah juga untuk mengukur nilai perusahan yang berhasil diciptakan nilai perusahaan dalam kaitannya dengan pasar modal akan tampak pada harga saham perusahaan yang bersangkutan.
Sebagian besar perusahaan memiliki tujuan utama untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham (investor). Tujuan ini jelas menguntungkan pemegang saham, tetapi juga bermaksud untuk memastikan bahwa sumber daya yang terbatas telah dialokasikan secara efisien yang menguntungkan perekonomian.
Kekayaan pemegang saham akan menjadi maksimal dengan memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas perusahaan dengan jumlah modal ekuitas yang diinvestasikan investor. Perbedaan ini disebut nilai tambah pasar (Market Value Added) (Brigham dan Houston, 2001:150). Nilai Market Value Added dapat dihitung dengan rumus (Young dan O’Byrne, 2001: 26): MVA = Nilai pasar Ekuitas – Modal ekuitas yang diinvestasikan investor
MVA t = P t .Q t - P 0.Q t
Keterangan:
P t = Harga pasar saham per lembar
Q t = Jumlah lembar saham yang beredar pada tahun t
P 0 = Harga pasar saham per lembar saat penawaran perdana
Tolok ukur Market Value Added adalah:
a. MVA positif, berarti pihak manajemen perusahaan telah mampu meningkatkan kekayaan perusahaan dan para pemegang saham atau bisa dikatakan kinerja perusahaan tersebut sehat.
b. MVA negatif, berarti pihak manajemen tidak mampu atau telah menurunkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham, atau bisa dikatakan bahwa kinerja perusahaan tidak sehat.
Manfaat dari Market Value Added yang dapat diaplikasikan pada perusahaan, antara lain:
a. Sebagai alat mengukur nilai tambah dari perusahaan guna meningkatkan kesejahteraan bagi pemegang saham.
b. Dengan MVA investor dapat melakukan tindakan antisipasi sebelum mengambil keputusan investasi.
MVA dapat dijadikan sebagai alat pengukur atau penilaian peningkatan kekayaan para pemegang saham perusahaan.