Macam etika dan tanggung jawab sosial dalam bisnis internasional
Alasan dasar keberadaan suatu bisnis adalah untuk menciptakan nilai (biasanya dalam bentuk keuntungan) bagi pemiliknya. Selain itu, sebagian besar orang bekerja untuk memperoleh penghasilan untuk kehidupan mereka atau keluarga mereka. Sebagai akibatnya, tujuan dari setiap keputusan yang dibuat untuk kepentingan bisnis atau individu dalam bisnis adalah meningkatkan penghasilan dan mengurangi biaya Dalam banyak kasus orang yang berada dalam bisnis membuat keputusan dan bertingkah laku untuk pribadi dan untuk organisasi mereka yang diterima masyarakat. Tetapi kadang-kadang mereka menyimpang terlalu banyak dari apa yang mereka terima.
Etika sebagai kepercayaan individu tentang apakah keputusan, perilaku, atau tindakan tertentu benar atau salah. Konsep perilaku etis biasanya merujuk ke perilaku yang diterima oleh norma sosial umum. Perilaku tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial umum.
Nilai-nilai seseorang juga mempengaruhi standar etika. Orang yang menempatkan perolehan keuangan dan kemajuan pribadi atas semua prioritasnya, akan menyerap nilai etika yang mendorong percepatan kesejahteraan. Jadi mereka kejam dalam usaha mendapatkan hasil ini, tanpa melihat kerugian pada orang lain. Sebaliknya, orang yang membangun keluarga dan teman-teman sebagai prioritas utama akan mengadopsi standar etika yang berbeda. Masyarakat biasanya mengadopsi hukum formal yang menunjukkan standar etika yang ada yaitu norma sosial dari anggotanya. Pengharapan ini sering lebih berdaya guna dalam membentuk perilaku daripada semata-mata mengandalkan keberadaan hukum.
Definisi-definisi ini memberikan generalisasi sebagai berikut:
a) Setiap individu mempunyai sistem kepercayaan sendiri tentang apa yang menjelaskan dengan mudah perilaku etis dan tidak etis.
b) Masyarakat dari konteks budaya yang sama cenderung mempunyai kesamaan kepercayaan tetapi tidak harus identik yang membentuk perilaku etis dan yang tidak etis.
c) Setiap individu dapat merasionalisasi perilaku berdasarkan keadaan.
d) Setiap individu dapat menyimpang dari sistem kepercayaan mereka berdasarkan kondisi keadaan.
e) Nilai etika sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat sosial. Nilai-nilai adalah hal-hal yang dianggap penting oleh seseorang. Nilai-nilai sering berpusat pada beberapa hal seperti waktu, usia, pendidikan, dan status. Budaya mempunyai dampak langsung terhadap sistem nilai dari anggota budaya tersebut. Nilai-nilai juga mempengaruhi bagaimana individu mendefinisikan perilaku etis dibandingkan yang tidak etis.
f) Anggota suatu budaya dapat melihat perilaku tertentu tidak etis, sedangkan anggota kelompok yang lain dapat melihatnya masuk akal.
Sekalipun demikian, yang ingin ditekankan bahwa etika ialah konsep individu yang berbeda-beda. Organisasi sendiri tidak mempunyai etika, tetapi benar-benar mengkaitkan dirinya dengan lingkungan mereka melalui cara-cara yang sering melibatkan dilema dan keputusan etika oleh individu didalam organisasi itu. Secara umum, hubungan antara organisasi dan lingkungannya berputar sepanjang konsep tanggung jawab sosial (Griffin and Pustay, 2005; 122 – 124).
Etika dalam konteks lintas budaya dan internasional
Cara yang berguna untuk menggambarkan perilaku etika dalam konteks lintas budaya dan internasional adalah berdasarkan bagaimana organisasi memperlakukan karyawannya, bagaimana karyawan memperlakukan organisasi dan bagaimana organisasi dan karyawan memperlakukan agen ekonomi yang lain.
Bagaimana organisasi memperlakukan karyawannya.
Satu hal yang penting dalam etika lintas budaya dan internasional adalah perlakuan terhadap karyawan oleh organisasi. Pada sisi ekstrim, organisasi dapat berusaha mempekerjakan orang-orang yang terbaik, memperluas kesempatan dan pengembangan karir, memberikan kompensasi dan tunjangan yang bagus dan menghormati hak pribadi dan kebebasan masing-masing karyawan. Pada sisi ekstrim lainya, perusahaan dapat mempekerjakan berdasarkan kriteria yang merugikan dan kesukaan, dapat sengaja membatasi kesempatan berkembang, dapat memberikan kompensasi yang minim, dan dapat memperlakukan karyawan dengan keras dan sedikit memperhatikan kebebasan individu.
Dalam prakteknya, bidang-bidang yang rentan terhadap perbedaan etika meliputi mengangkat dan memberhentikan, upah dan kondisi kerja, dan privasi dan menghargai karyawan. Dibeberapa negara, petunjuk etika dan hukum menyarankan bahwa pengangkatan dan keputusan harus didasarkan semata-mata pada kemampuan individu untuk melaksanakan pekerjaan. Tetapi di negara lain adalah sah untuk memberi perlakuan istimewa kepada individu-individu berdasar jenis kelamin, etnik, usia, atau faktor lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Upah dan kondisi kerja, meskipun diatur dibeberapa negara, ada juga hal-hal yang juga bisa menjadi kontrovesi. Manager yang membayar karyawan lebih kecil dari yang sewajarnya, karena manager tahu bahwa karyawan itu tidak mau mengeluh karena takut keluar atau kehilangan pekerjaan, dapat digolongkan tidak etis. Sama halnya, dibeberapa negara, orang akan setuju bahwa organisasi diwajibkan untuk memproteksi privasi karyawannya.
Salah satu unsur perlakuan organisasi terhadap para karyawannya mencakup kondisi kerja yang diadakan di pabrik dan fasilitas lain. Sejumlah negara mengatur standar keamanan dan kesehatan, sedang negara lain tidak peduli.
Bagaimana pekerja melakukan organisasi
Isu sentral dalam hubungan ini meliputi konflik kepentingan, kerahasiaan, dan kejujuran. Konflik kepentingan terjadi jika sebuah keputusan mempunyai potensi menguntungkan dan merugikan organisasi. Persepsi etis mengenai pentingnya konflik kepentingan berbeda bagi masing-masing budaya.
Membuka rahasia perusahaan dipandang tidak etis di beberapa negara, tetapi tidak di negara lainnya. Karyawan yang bekerja untuk sebuah bisnis industri yang memiliki persaingan keta dapat tergoda untuk mensual informasi tentang perencanaan penjualan ke kompetitor.
Bidang yang ketiga yang diperhatikan adalah kejujuran secara umum. Problem yang umum di bidang ini meliputi hal-hal seperti menggunakan telepon kantor untuk telepon jarak jauh buat kepentingan pribadi, mengambil barang-barang kantor, dan menggelembungkan biaya-biaya. Dalam beberapa budaya bisnis, tindakan-tindakan seperti ini dipandang tidak etis, dinegara lainnya, karyawan dapat mengembangkan pengertian bahwa jika “saya bekerja disini, maka tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi kebutuhan saya.”
Bagaimana karyawan dan organisasi memperlakukan agen ekonomi lainnya.
Agen utama meliputi konsumen, kompetitor, pemegang saham, pemasok, dealer, dan serikat pekerja. Jenis interaksi antara organisasi dengan agen-agen ini rentan terhadap ambigu etis yang meliputi iklan dan Proxy, pembukaan rahasia keuangan, pemesanan dan pembelian, pengiriman dan pemindahan, tawar menawar dan negosiasi, dan hubungan bisnis lainnya.
Perbedaaan bisnis antara negara menimbulkan kerumitan secara etis bagi perusahaan dan karyawan mereka. Di beberapa negara uang suap dalam jumlah kecil dan biaya lain-lain adalah normal dan sudah jadi kebiasaan dalam menjalankan bisnis. Perusahaan asing sering mengikuti kebiasaan lokal tanpa melihat apakah ini dianggap sebagai praktek yang etis di negara asal (Griffin and Pustay, 2005; 124 – 128).
Mengelola perilaku etis Lintas Batas.
Cara-cara yang paling umum untuk melakukan ini adalah dengan menggunakan penunutun atau standar etika, pelatihan etika, dan melalui praktek organisasi dan budaya perusahaan.
Penuntun dan standar etika.
Sebuah perusahaan multinasional harus mengambil keputusan apakah membuat satu standar menyeluruh untuk semua unit global atau apakah harus menyesuaikan masing-masing dengan konteks lokal. Sama halnya, jika sebuah perusahaan mengakuisisi cabang luar negeri, ia harus memutuskan apakah menerapkan peraturan perusahaan terhadap cabang tersebut atau membiarkannya memepertahankan yang telah mereka ikuti selama ini. Supaya sebuah peraturan mempunyai nilai, tentu saja, itu harus jelas dan langsung, itu harus menyelesaikan unsur-unsur utama pelaksanaka etika yang sesuai dengan lingkungan dan operasi bisnisnya, dan itu harus diterapkan saat problem muncul (Griffin and Pustay, 2005; 128).
Pelatihan etika.
Beberapa perusahaan multinasional memperhatikan isu etis secara proaktif dengan menawarkan pelatihan karyawan bagaimana mengatasi dilema etika. Sesi pelatihan melibatkan diskusi tentang berbagai dilema etika yang mungkin dihadapi karyawan dan bagaimana mereka mengatasi dilema ini secara terbaik.
Salah satu keputusan bagi perusahaan multinasional adalah apakah harus membuat training etika yang konsisten secara global atau apakah harus disesuaikan dengan konteks lokal. Tanpa melihat pendekatan mana yang mereka pakai, sebagian besar perusahaan multinasional membekali ekspatriat dengan pelatihan etika lokal guna mempersiapkan mereka untuk penugasan luar negeri (Griffin and Pustay, 2005; 129).
Praktek organisasi dan budaya organisasi
Praktek organisasi dan budaya perusahaan juga menyumbang ke pengelolaan perilaku etika. Jika pemimipin utama di suatu perusahaan bersikap etis dan pelanggaran standar etika diatasi secara langsung dengan benar, maka setiap orang di organisasi akan memahami bahwa perusahaan mengharapkan mereka untuk bersikap etis, membuat keputusan yang etis dan melakukan hal yang benar. Tetapi jika para pemimpin puncak nampak membebaskan diri mereka dari standar etika atau memilih untuk mengabaikan atau menganggap ringan perilaku yang tidak etis, dan memberikan kesan yang sebaliknya bahwa melakukan sesuatu yang tidak etis dapat diterima jika anda dapat mencapai tujuan anda (Griffin and Pustay, 2005; 129). Contohnya, Sebab awal terjadinya krisis tahun 1997 memang jelas. Semua ini bermula dari permainan kotor yang dilakukan para spekulan mata uang internasional untuk menjatuhkan sejumlah mata uang di Asia. Salah satu spekulan yang bermodal kuat, dan karena itu paling berperan besar dalam terjadinya krisis ini adalah George Soros melalui lembaga keuangan yang dimilikinya.
Etika bisnis yang dianut oleh Soros dan para pedagang valas lainnya patut dipertanyakan. Ketika Soros melakukan transaksi valas, dia sudah bisa memprediksikan kehancuran negara-negara Asia sebagai akibat dari transaksi itu. Namun, Soros tetap melakukannya dan terjadilah krisis hebat yang menyengsarakan puluhan juta rakyat Asia Tenggara. Tetapi menurut pendapat Soros, kesalahan terletak pada pemerintahaan yang tidak transparan dan despotic di negara-negara Asia. Menurut Soros, pasar akan menentukan dirinya sendiri. Artinya, bisnis yang dia lakukan hanya semata-mata memenuhi peluang pasar. Soros juga memberikan sebagian uangnya untuk membantu rakyat miskin di berbagai negara, melalui lembaga Soros Foundation. Kegiatan Soros membantu rakyat miskin dengan bisnisnya dibidang perdagangan uang yang telah memiskinkan puluhan juta manusia, jelas merupakan paradoks (2005, Soros dan Krisis Moneter Asia).