Pengertian Dan Penjelasan Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan
Keluhan pencari kerja, termasuk calon TKI mengenai informasi ketenagakerjaan belum banyak diungkapkan. Sejauh ini belum banyak diteliti mengenai informasi apa yang selama ini diterima oleh pencari kerja baik yang bekerja di dalam negeri maupun calon TKI yang hendak berangkat ke luar negeri. Informasi yang diperoleh pencari kerja di Tanah Air dari sumber informasi resmi masih amat terbatas tentang informasi lowongan pekerjaan.
Calon TKI sebagai pencari kerja juga biasanya mengingikan informasi yang dianggap menarik perhatian saja seperti mengenai adat istiadat dan agama, perusahaan tempat kerja, sistem gaji dan uang lembur, serta peraturan cuti kerja di negara tujuan. Umumnya informasi tentang hak dan kewajiban TKI yang lengkap belum diterima pada saat pendaftaran dan proses rekrutmen calon TKI.
Oleh karena itu, calon TKI sebagai pencari kerja cenderung menerima saja informasi yang disampaikan petugas atau sponsor. Sikap ini terjadi karena kurang lengkap pengetahuan dan informasi yang dimilikinya mengenai hak dan kewajiban seorang TKI.
Padahal semua informasi berkaitan dengan ketenagakerjaan itu merupakan hak seorang pencari kerja sebagai warganegara yang dijamin oleh Pasal 28 F UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apa yang diharapkan oleh khalayak pencari kerja tidak lain adalah agar mereka mendapatkan informasi ketenagakerjaan sesuai dengan kebutuhannya. Pencari kerja ini menggunakan informasi itu dalam jumlah yang cukup untuk menghasilaan keputusan yang tepat. Untuk memutuskan apakah pencari kerja bekerja di luar negeri atau di dalam negeri dibutuhkan data dan informasi ketenagakerjaan yang memadai.Oleh karena itu, tiap pencari kerja berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhannya sehingga mereka bisa membuat keputusan yang tepat. Sebagai pencari kerja mereka belum mendapatkan informasi ketenagakerjaan yang mencukupi untuk melamar pekerjaan atau menciptakan lapangan kerja baru. Dalam kenyataannya, tidak sedikit pula pencari kerja yang menerima tawaran suatu pekerjaan tanpa didasari pada keputusan yang matang. Banyak juga yang menganggap pekerjaan tertentu hanya sebagai batu loncatan seperti bekerja sebagai penjual (sales) atau bekerja di perusahaan atau instansi yang tidak sesuai dengan harapannya. Kurangnya informasi ketenagakerjaan membuat pencari kerja tidak melihat adanya alternatif atau kesempatan kerja lain. Akibatnya, tidak sedikit di antaranya berganti-ganti pekerjaan dalam waktu singkat.
Di samping masalah informasi ketenagakerjaan itu, sumber informasi resmi di bidang ketenagakerjaan belum sepenuhnya melakukan diseminasi informasi ketenagakerjaan sebagai sutatu bentuk komunikasi yang benar-benar menjangkau khalayak pencari kerja. Selain karena kurangnya sarana komunikasi, juga sering dikeluhkan kurangnya kualitas sumber daya manusia yang menangani kegiatan diseminasi informasi tersebut. Komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan selama ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan informasi ketenagakerjaan pencari kerja seperti juga terjadi di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan pemikiran itu, perlu penelitian mengenai pemerintah sebagai komunikator yang menangani ketenagakerjaan dalam diseminasi informasi ketenagakerjaan. Selain itu, perlu dijawab informasi apa yang disampaikan sumber informasi tersebut selama ini kepada stakeholderkhusunya pencari kerja. Pemenuhan kebutuhan informasi ketenagakerjaan melalui diseminasi informasi yang efektif dapat memberdayakan pencari kerja sebagai warga negara.
Kerangka Pemikiran
Tiap unsur komunikasi mempunyai perannya sendiri untuk mewujudkan proses komunikasi yang efektif. Satu unsur saja tidak ada membuat komunikasi tidak berlangsung dengan baik. Komunikasi dapat berlangsung jika unsur-unsur yang menopangnya ada dan berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Harold D. Laswell dalam Wilbur Schramm (1963 :117) mengatakan ”a convenient way to describe an act of communication is to answer the following questions : who says what in which channel to whom with what effect ?” Schramm menunjukkan unsur-unsur yang menggambarkan suatu tindakan komunikasi.
Dalam kaitannya dengan diseminasi informasi sebagai bentuk dan proses komunikasi, Ibnu Hamad (2007) mengatakan pembahasan lebih pada diseminasi informasi menggunakan 5W & 1H. Rumus 5W & 1H yang dipakai dalam penyusunan berita ( Effendy, 1993 :72) meliputi Why, Who, What, Where, When, dan How dapat juga digunakan untuk diseminasi informasi. Setidaknya, unsur komunikator (who), pesan (what) dan khalayak (whom) merupakan variabel penelitian yang penting dicermati dalam studi diseminasi informasi pada instasni pemerintah. Pemerintah sebagai komunikator atau sumber informasi menyampaikan pesan (message) kepada khalayaknya. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kredibilitas komunikator adalah kekuasaan dan keahlian yang dimiliki sehingga menimbulkan kepercayaan di mata khalayak. Dengan kekuasaan dimaksudkan sumber informasi mempunyai kewenangan di bidangnya secara resmi. Menurut Sasa Djuarsa dkk, (1993 : 204) ... pentingnya pelaku (sumber) dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini, sedikitnya ada tiga karakteristik dari sumber yang perlu diperhatikan yakni : ’credibility’(kredibilitas), ’attractiveness’(daya tarik) dan ’power’(kekuasaan/kekuatan)” Credibilityatau kredibilitas menunjuk pada suatu kondisi di mana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan dengan atau topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif” Lebih lanjut dikemukakannya, ”seorang komunikator akan berhasil dalam upaya persuasi yang dilakukannya apabilka ia (1) dipandang punya pengetahuan dan keahlian, dan (2) dinilai jujur, punya integritas serta dipercayai oleh pihak komunikan (khalayak)”
Dalam diseminasi informasi sebagai proses komunikasi yang efektif memerlukan pengemasan pesan sehingga menimbulkan kebutuhan bagi khalayak. Untuk itu, perlu dirancang agar pesan menarik perhatian. Agar khalayak tertarik terhadap pesan yang disampaikan komunikator, maka pesan tersebut hendaknya mudah dipahami baik bahasa, istilah, kata-kata dan kalimatnya (Wilbur Scramm, 1973 dalam Hamidi, 2007 : 72-73) Informasi yang dikandung dalam pesan itu akan digunakan khalayak, apabila syarat-syarat pesan yang baik itu dapat terpenuhi. Terlebih lagi karena informasi berharga guna mengurangi ketidakpastian seperti dikemukakan dalam Shannon dalam Griffin, 1997 : 50) bahwa “information refers to the opportunity to reduce uncertainty”. Proses pengambilan keputusan yang memberikan kepastian hanya mungkin jika tersedia informasi yang cukup.
Unsur komunikasi lain adalah khalayak seringkali dipersepsikan sebagai unsur yang kurang penting karena dianggap sebagai orang bersikap pasif dan menerima saja apa yang disampaikan oleh komunikator. Hal itu semakin jelas, apalagi jika komunikatornya merupakan instansi pemerintah yang dianggap memiliki kredibilitas di bidangnya. Padahal khalayak sebagai sasaran juga memiliki sikap sendiri dalam berkomunikasi sesuai dengan kepentingan dan tujuannya. Khalayak ternyata tidak pasif dalam proses komunikasi, tetapi mempunyai pandangan terhadap pesan dan komunikator. Dalam hal inilah pentingnya pengetahuan dan informasi bagi khalayak sehingga dapat menentukan sikap yang tepat.
Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk (1993 : 221) ... khalayak bukanlah merupakan sekumpulan dari indvidu-individu yang bersikap dan bertindak ’pasip’... Mereka aktif dan juga selektif. Karena itulah, dalam merancang suatu kegiatan komunikasi apakah melalui saluran kegiatan komunikasi personal atau melalui media massa, kita seyogyanya berorientasi ke khalayak sasaran (audience oriented)” Sejalan dengan itu, John Fiske (2006 : 208) mengemukakan “khalayak memiliki sekumpulan kebutuhan yang dicari pemuasannya melalui media massa, cara lain dan relasi sosial”. Model ini mengasumsikan khalayak setidaknya sama aktifnya dengan pengirim... dan bahwa pesan adalah apa yang dibutuhkan oleh khalayak, bukan yang dimaksudkan oleh pengirim. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, khalayak dalam proses komunikasi yang dimaksud adalah pencari kerja yang juga pencari informasi. Secara implisit mereka membutuhkan informasi ketenagakerjaan yang berguna untuk membantunya dalam mencari atau melamar pekerjaan, bahkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru.
Definisi Konseptual
Diseminasi adalah penyebaran (of information) (John M Echols dan Hassan Shadily, 1979)
Informasi adalah “data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang” (Gordon B Davis, 1995,28).
Diseminasi informasi ketenagakerjaan adalah suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan atau menyebarkan informasi atau pesan mengenai ketenagakerjaan dari pemerintah sebagai komunikator kepada khalayak pencari kerja. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online adalah diseminasi informasi ketenagakerjaan yang “terhubung secara langsung ke internet” (Jasmadi, 2004 : 230)
Komunikator atau sumber informasi adalah unsur dalam proses komunikasi yang menyampaikan atau menyebarluaskan pesan atau informasi kepada khalayak. Dalam hal ini sebagai komunikator adalah instansi pemerintah, yakni Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya.
Pesan adalah data dan informasi ketenagakejaan yang disampaikan oleh pemerintah kepada pencari kerja.
Khalayak adalah unsur dalam proses komunikasi yang merupakan sasaran dari penyampaian pesan atau penerima informasi dari komunikator atau sumber informasi. Sebagai khalayak adalah pencari kerja baik pencari yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri (calon TKI).
Informasi ketenagakerjaan adalah informasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan seperti peraturan ketenagakerjaan, lowongan kerja, pencari kerja termasuk informasi TKI meliputi persyaratan dan prosedur bekerja di luar negeri, hak dan kewajiban TKI.
Pencari kerja adalah setiap orang yang terdaftar di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota / Kabupaten untuk mencari atau melamar pekerjaan di dalam negeri maupun di luar negeri
Kebutuhan informasi ketenagakerjaan adalah kebutuhan khalayak pencari kerja mengenai informasi ketenagakerjaan.
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis dan rasional yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan, mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menarik kesimpulan. (Hamidi, 2007 : 122).
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan fenomenologi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat digambarkan proses diseminasi informasi dan jenis kebutuhan informasi khalayak pencari kerja. Pendekatan kualitatif ”lebih dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai gejala (dari perspektif subjek atau aktor), membuat teori” (Pawito, 2007 : 44) Dalam hal ini salah satu varian fenomenologi yang digunakan adalah fenomelogi realistik. Menurut Embree (1998 :333-343) dalam Pawito (2007 :58), fenomenologi realistik lebih menekankan pada pengamatan serta penggambaran esensi-esensi yang bersifat umum.”
Selain melalui pengamatan atau observasi terhadap proses diseminasi informasi di lingkungan instansi pemerintah, pengumpulan data lapangan juga dilakukan wawancara mendalam (depth interview). Narasumber yang diwawancarai adalah pejabat Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya, petugas loket pelayanan kartu kuning, dan pencari kerja.Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang disusun terlebih dahulu.
Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive yaitu Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Provinsi Kalimantan Tengah di Kota Palangkaraya dengan pertimbangan bahwa instansi pemerintah yang melayani informasi ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat di kota tersebut. Oleh karena diseminasi informasi ketenagakerjaan langsung kepada pencari kerja melalui loket pengurusan kartu kuning hanya dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten / Kota, maka dipilih Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya dengan alasan kota ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan masyarakat, termasuk kegiatan ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melakukan reduksi data terlebih dahulu terhadap data yang masuk baik yang diperoleh melalui wawancara mendalam maupun catatan observasi di lapangan. Data kualitatif yang diperoleh dari jawaban narasumber dan hasil observasi yang benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian berkesempatan untuk dianalisis, sedangkan data yang kurang relevan tidak dimasukkan dalam analisis. Kategori data dibuat berdasarkan permasalahan penelitian dan data lapangan.