Langkah-Langkah Membangun Merek Yang Kuat
Pengertian Ekuitas Merek
Merek adalah nama, bentuk, sinyal, simbol, atau desain atau kombinasi diantaranya yang mengidentifikasikan dan membedakan produk kita dengan pesaing (Kotler, 2006). Knap (dalam Simamora, 2002) mengatakan bahwa merek bukan sekedar nama besar saja, namun merek dilihat sebagai cara hidup. Didalamnya terdapat keinginan, janji dan komitmen yang harus dipenuhi perusahaan. Kartajaya (2007) mengatakan bahwa merek adalah value yang ditawarkan kepada konsumen. Lebih lanjut lagi, bila merek dipandang dari sudut pandang konsumen, maka merek adalah total akumulasi dari semua pengalaman yang dialami dan dibangun berdasarkan kontak dengan konsumen (Ghodeswar, 2008).
Ekuitas merek adalah sekumpulan asset (dan liabilities) yang terkait nama merek dan symbol, sehingga dapat menambah nilai yang terdapat dalam produk dan jasa tersebut. Ekuitas merek sebagai asset, dikategorikan dalam beberapa hal, yaitu: brand name awareness, brand loyalty, brand association, dan other asset brand (Tradmark, patents, dll). Semakin kuat brand equity, maka hal tersebut mengindikasian bahwa semakin tingginya name awareness, perceive quality, brand assosiasion dan other asset of brand (Kotler dan Amstrong, 1994). Brand equity yang kuat akan berdampak juga pada loyalitas konsumen dan profit perusahaan (Keller, 2001b). Sedang Kotler (2006) memberikan definisi brand equity sebagai pemberian nilai tambah kepada barang atau jasa. Nilai merefleksikan bagaimana pikiran, perasaan dan tindakan konsumen menghargai sebuah merek, sama seperti harga, pangsa pasar, dan keuntungan yang merek perintahkan kepada perusahaan. Brand equity sebagai asset yang tak berwujud yang penting dimana memiliki nilai financial dan psikologi.
Keller (1993) menjelaskan ada dua manfaat besar (motivasi) mempelajari brand equity. Pertama, secara financial berdasarkan motivasi untuk menghitung nilai sebuah merek lebih tepat untuk tujuan akutansi (dalam bentuk perhitungan asset daam neraca) atau untuk merger, akuisisi, atau tujuan divestasi. Kedua, belajar brand equity akan meningkatkan produktivitas pemasaran (harga yang lebih tinggi, persaingan yang lebih baik, meningkatkan permintaan di pasar, perusahaan mampu meningkatkan efisiensi pada biaya pemasarannya.
Brand Knowledge
1. Brand Awareness
2. Brand Image
Brand Equity Model
Ada beberapa model yang digunakan untuk mempelajari pendekatan brand equty. Model-model tersebut antara lain.
A. Customer Based Brand Equity (CBBE) Model
Perusahaan sangat ingin membangun merek yang kuat berdasarkan ekuitas yang besar. Hal ini tidaklah mudah. Keller (2001a) mendesain sebuah model untuk mendesain merek yang kuat, yang dinamakan costumer-based brand equity (CBBE) model. Customer based brand equity didefinisikan sebagai dampak perbedaaan dari brand knowledge pada respon konsumen ke pemasaran merek (keller, 1993). Customer based brand equity mengacu ketika konsumen sangat familier dengan merek dan juga memiliki asosiasi merek dalam memori yang disukai, kuat, dan unik.Berdasarkan model CBBE ada 4 langkah untuk membangun ekuitas merek, yaitu: pertama, menjamin identifikasi merek dengan pelanggan dan sebuah asosiasi dari keinginan konsumen dengan kelas produk yang spesifik atau kebutuhan pelanggan.
Keempat langkah diatas merepresentasikan beberapa pertanyaan yang sangat penting tak terkecuali mengenai merek, baik exposit ataupun emplisit: who you are (brand identity), what you are? (brand meaning), what do I think or feel about you? (brand response), What kind of association and how much of a connection would I like to have with you? (brand relationship).
· Brand identity
Brand identity is a unique set of brand associations implying a promise to customers and includes a core and extended identity (Ghodeswar, 2008). Pencapaian identitas merek yang benar akan sangat membutuhkan penciptaan brand salience dengan konsumen. Brand salience sangat berkaitan dengan brand awareness. Keller (2001a) menyebutkan ada dua dimensi dari brand awareness, yaitu depth (kedalaman) dan breadth. Kedalaman dari brand awareness menjelaskan mengenai bagaimana mudahnya pelanggan dapat mengingat kembali sebuah merek. Sedangkan breadth menjelaskan adanya jarak antara pembelian dan situasi konsumsi dimana merek datang ke pikiran. Semakin tinggi brand salience maka akan semakin tinggi tingkat konsumsi dan volume penjualan.
· Brand meaning
Untuk menciptakan perngertian mengenai merek (brand meaning), sangat diperlukan brand image dan mengkarakteristikkan merek sesuai dengan benak pelanggan.
· Brand Performance. Produk adalah jantung dari brand image. Ini merupakan pengaruh paling utama dari pengalaman konsumen, apa yang mereka dengar, dan apa yang perusahaan katakana mengenai merek. Brand performance adalah cara sebuah produk atau jasa berusaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen lebih akan kebutuhan fungsional produk atau jasa.
· Brand Imagery. Brand imagery merupakan bagian dari brand meaning, dimana brand imagery akan memnhi kebutuhan konsumen berupa kebutuhan psikologi dan sosial.
o User Profiles
§ Karakteristik demografik dan psikografik
§ Actual or aspiration
§ Group perception--- popularity
o Purchase & Usage Situations
§ Type of channel, specific stores, ease of purchase
§ Time (day, week, month, etc), location, and context of usage
o Personality and values
§ Sincerity, excitement, competence, sophiticasted, and ruggedness.
o History, heritage, & experiences
§ Nostalgia
§ Memories
· Brand Response
Untuk dapat mengimplementasikan CBBE Model, perusahaan harus memberikan perhatian kepada bagaimana respon konsumen kepada merek, kepada aktivitas pemasaran dan sumber informasi.
· Brand Judgments. Brand judgments fokus pada opini personal mengenai merek berdasarkan bagaimana mereka meletakkan kinerja yang berbeda dan imagery association.
o Brand quality. (value and satisfaction)
o Brand credibility. (Expertise, trustworthiness, dan likability)
o Brand consideration. (relevance)
o Brand superiority. (differentiation)
· Feeling. (fun, excitement, scuruty, social approval, dan self respect)
· Brand relationship.
Fokus terakhir adalah pada hubungan dan tingkat identifikasi personal pelanggan dengan merek. Brand resonance menjelaskan hubungan dasar yang dimiliki konsumen dengan merek dan apakah konsumen sinkron dengan merek.
· Behavioral loyalty
· Attitudinal attachment
· Sense of community
· Active engagement
B. Brand Asset Valuator.
Advertising Agency Young and Rubicam (Y&R) mengembangkan model brand equity yang disebut Brand Asset Valuator (BAV). BAV memberikan ukuran perbandingan dari brand equity dari ribuan merek dari ratusan kategori. Ada empat komponen atau pilar penting:
- Differentiation mengukur tingkat dimana sebuah merek dilihat sebagai pembeda antara satu dan lainnya.
- Relevance mengukur the breadth of a brand’s appeal.
- Esteem mengukur seberapa baik merek di perhatikan dan direspek.
- Knowledge mengukur bagaimana familiernya dan keintiman konsumen dengan sebuah merek.
C. AAKER Model
Aaker (dalam Kotler, 2006) melihat brand equity sebagai lima kategori dari brand assets dan liabilities yang berhubungan dengan merek yang menambah atau mengurangi nilai diberikan oleh produk dan jasa kepada perusahaan dan konsumen. Ada lima kategori, yaitu: brand loyalty, brand awareness, perceipt quality, brand association, dan asset lainnya (seperti paten, trademark, channel relationship).
Berdasarkan Aaker, konsep brand equity terpenting adalah brand identity- keunikan dari brand association yang menggambarkan merek ada untuk apa dan janji kepada konsumen. Aaker melihat brand identity sebagai terdiri dari 12 deminsi diorganisasikan berdasarkan 4 persepsi: merek sebagai produk (product scope, product attribute, quality atau value, uses, users, country of origin), merek sebagai organisasi (atribut organisasi, local vs global), brand sebagai seseorang ( brand personality, brand-customer relationship), merek sebagai simbol (visual imagery/ metaphors dan brand heritage)