Prinsip-Prinsip Dan Metoda Pendidikan Islam
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bagsa itu. Mengingat sangat pentingnya pendidikan bagi kehiduapan maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.
Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan kehidupan.
Pendidikan Islam bertolak dari pola pikir tentang padunya aspek teoritis (prisip-prinsip) dengan aspek praktis (metode). Prinsip (akar katanya: principia) diartikan sebagai permulaan, yang dengan suatu cara tertentu melahirkan hal-hal lain yang keberadaaannya tergantung dari pemula itu. Jadi kalau kita berbicara tentang prinsip pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan itu tergantung atau digariskan oleh prinsip-prinsip tersebut yang menggariskannya.[1]
Ajaran Islam yang sarat dengan konsep atau prinsip tertentu yang mendasari prilaku yang diharapkan. Pandangan bahwa manusia merupakan makhluk Allah, yang mempunyai implikasi bahwa kehidupan manusia, dasar dan tujuan hidupnya, upaya dan prilakunya tidak lepas dari hubungannya dengan Allah. Demikian pula tingkah laku yang ditujukan kepada manusia cara dan prosesnya harus dihubungkan dengan prinsip dasar bahwa manusia adalah makhluk Allah.
Abdurrahman an-Nahlawi menjelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam itu meliputi: Pendidikan Islam, sumber Pendidikan Islam, Asas Pendidikan Islam, tujuan Pendidikan Islam dan sarana Pendidikan Islam.
Dalam kajian ini akan dijelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam berkaitan dengan: pertama prinsip-prinsip pendidikan teoritis filosofis, kedua hubungan prinsip pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan, ketiga prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan.
A. Prinsip-Prinsip Pendidikan Teoritis Filosofis
Al-Qur’an memberikan pandangan yang mengacu pada kehidupan di dunia ini sehingga dasar-dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara tentang pendidikan Islam tanpa mengambil Al-Qur’an sebagai satu-satunya rujukan.[2]
Teori pendidikan Islam utamanya hendaknya berasal dari Al-Qur’an, sehingga teorinya mempunyai ketepatan. Karena ayat al-Qur’an bukanlah untuk waktu yang terbatas melainkan untuk jangka waktu yang panjang dan tanpa batas.
Secara fundamental teori Pendidikan Islam berdasarkan konsep-konsep Al-Qur’an. Oleh karenanya teori ini terbuka pintu bagi konsep-konsep lain yang berbeda yang memberi dukungan perspektif al-Qur’an secara tepat. Semua asas-asas yang tidak dapat didamaikan dengan asas-asas dasar Islam harus ditinggalkan.
Dalam teori pendidikan Islam dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. Prinsip-prinsip teori pendidikan Islam merupakan teori yang terintegratif yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Qur’ani. Jadi teori pendidikan Islam tidak akan mungkin bertentangan dengan hasil-hasil sains, tetapi bisa menerima dan memanfaatkan bagian-bagian dari sains sebagai pelaksanaan operasioanal pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam pendidikan yang dikembangkan secara filosofis, yaitu : pertama prinsip filsafat yang berhubungan dengan watak (natue) alam jagat, watak manusia, watak masyarakat, watak pengetahuan manusia, dan watak akhlak, kedua prinsip-prinsip pendidikan berhubungan dengan konsep pendidikan dan fungsinya dalam masyarakat, tujuan-tujuan, kurikulum, program, metode-metode, pelayanan, administrasi dan penyiapan guru-gurunya,[3] prinsip-prinsip tersebut adalah:
- Pendidikan berusaha mengadakan pengembangan dan penumbuhan seluruh aspek pribadi individu dan mempersiapkannya untuk khidupan yang mulia dan berhasil dalam suatu masyarakat. Pendidikan juga berusaha memajukan, mengembangkan, dan merubah masyarakat kearah yang lebih baik dalam segala bidang kehidupan: budaya, sosial, ekonomi dan politik.
- Pendidikan dalam pengertian yang luas dan menyeluruh, yang meliputi pendidikan yang disengaja yang berlaku di bawah pengawasan dan bimbingan lembaga pendidikan yang diciptakan. Juga meliputi pendidikan yang tidak disengaja yang berlaku melalui lembaga yang tidak didirikan sengaja untuk pendidikan, seperti lembaga penerangan. Juga meliputi pendidikan tiba-tiba dan tidak disengaja. Karena itu pendidikan adalah salah satu proses tingkah laku maka ia memerlukan dinamika dan kesinambungan dari buaian hingga keliang lahat. Konsep ini tidak akan terlaksana sepenuhya kecuali timbul dari perubahan tingkah laku individu atau pada kehidupan masyarakat. Perubahan ini dalam rangka nilai-nilai masyarakat dan meliputi semua aspek prilaku individu dan aspek kehidupan masyarakat.
- Pendidikan dalam pengertiannya yang luas dan menyeluruh bertemu dan berjalin dengan konsep-konsep dan pengertian-pengertian banyak proses-proses lain yang bertujuan merubah tingkah laku individu dan kehidupan masyarakat seperti proses belajar, proses pertumbuhan, proses interaksi dan perolehan pengalaman, proses penyesuaian psikologis, sosial, dan jasmani, proses sosialisasi, proses perbaikan sosial, perubahan sosial dan pengembangan ekonomi dan sosial. Pendidikan tidak dianggap berhasil kecuali jika ia memberi sumbangan pada semua proses ini.
- Pandangan Islam terhadap pendidikan tidaklah berbeda dari pandangan mutakhir. Di mana ia memandang pendidikan muslim dengan pandangan menyeluruh, mengajak kearah keutuhan (takamul) pengalaman yang menghendaki segala sesuatu di sekolah, di berbagai lingkungan pelajar berinteraksi dengan pendidik. Dengan demikian pendidikan itu bukan hanya sekedar pendidikan agama atau nasehat agama. Islam juga menekankan banyak pengertian yang bernilai pendidikan sangat penting, seperti menganggap pendidikan sebagai proses perbaikan individu, proses pemulihan manusia, proses penyampaian si anak didik kepada kesempurnaan secara perlahan-lahan. Ibadat sebagai jalan terbaik untuk pembentukan dan pemurnian manusia lahir dan bathin dan mengajarnya bagaimana ia melatih diri dalam mengendalikan nafsu syahwat. Melatih dirinya menyerahkan diri secara mutlak kepada Tuhannya dan tidak memperbudak dirinya kecuali kepada Tuhan pencipta sebagai sumber kehidupannya. Islam menganggap pendidikan sebagai suatu proses spritual, akhlak, intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan.
Dalam pendidikan konsep tentang manusia (hakikat dan tujuan hidup) dan alam yang kemudian lahir daripadanya konsep dasar tentang kuriulum, proses belajar mengajar dan evaluasi. Dalam kaitan dengan hakikat dan tujuan hidup manusia, doktrin Islam menyatakan bahwa kehidupan manusia tidak hanya di dunia ini saja tetapi juga di alam lain sebelum dan sesudah alam dunia.
B. Hubungan Prinsip Pendidikan Dengan Faktor-faktor Pendidikan
Pada bagian terdahulu dijelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan secara teoritis filosofis yang kemudian bisa ditarik bahwa prinsip-prinsip pendidikan itu sebagaimana dikemukakan Abudin Nata dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam:
1. Prinsip integrasi (tauhid)
Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat[4]. Karena itu mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dihindari agar masa kehidupan ini benar-benar bermanfaat untuk bekal diakhirat. Perilaku yang terididik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Pada surat Al-Qashash:77 Allah SWT berfirman:”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...”(QS.Al-Qashash:77), ayat ini menunjukkan bahwa pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai keseimbangan dunia dan akhirat.
2. Prinsip Keseimbangan
Prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan.[5] Keseimbangan ini diartikan sebagai keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan[6]. Keseimbangan antara material dan spritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara bersamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Diantaranya adalah QS.Al-‘Ashr:1-3”Demi masa sesungguhnya manausia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh”.
3. Prinsip kesetaraan
Prinsip ini menekankan agar di dalam pendidikan Islam tidak terdapat ketidakadilan perlakuan, atau diskriminasi. Tanpa membedakan suku, ras, jenis kelamin, status sosial, latar belakang, dsb. Karena manusia diciptakan oleh tuhan yang sama yaitu Allah SWT.
4. Prinsip Pembaharuan
Prinsip pembaharuan merupakan perubahan baru dan kualitatif yang berbeda dari hal sebelumnya. Serta diupayakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu pendidikan. Menurut H.M,Arifin dalam proses pembaharuan umat Islam harus mampu menciptakan model-model pendidikan yang dapat menyentuh beberapa aspek, yaitu yang mampu mengembangkan agent of technology and culture.
5. Prinsip Demokrasi
Berasal dari kata demos; rakyat, cratein: pemerintah, prinsip ini mengidealkan adanya partisipasi dan inisiatif yang penuh dari masyarakat. Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pendidikan seperti sarana prasarana, infrastruktur, administrasi, penggunaan sarjana dan sumber daya manusia lainnya hanya akan diperoleh dari masyarakat. Prinsip pendidikan yang berbasis masyarakat ini sejalan dengan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, orang tua dan masyarakat.
6. Prinsip kesinambungan
Prinsip yang saling menghubungkan antara berbagai tingkat dan program pendidikan
7. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup (Long Life Education)
Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbataan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri kejurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu memperbaiki kualitas dirinya, sebagaimana firman Allah:”Maka siapa yang bertaubat sesudah kezhaliman dan memperbaiki dirinya maka Allah menerima tubatnya...(QS.Al-Maidah:39).
Dari prinsip-prinsip tersebut bisa ditambahkan lagi dengan prinsip persamaan yang berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik anatar jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa maupun suku, ras, atau warna kulit.[7] dan prinsip keutamaan ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh di mana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Sehingga dengan prinsip ini pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.[8]
Kalau kita hubungkan dengan faktor-faktor pendidikan, maka antara prinsip-prinsip pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan itu sangat berkaitan erat. Dalam kaidah-kaidah yang menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan itu ada pendidik yang berfungsi sebagai pelatih, pengembang, pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat bahan yang dilatihkan, dikembangkan, diberikan dan diwariskan yakni pengetahuan, keterampilan, berpikir, karakter yang berupa bahan ajar, serta ada murid yang menerima latihan, pengembangan, pemberian dan pewarisan pengetahuan, keterampilan, pikiran dan karakter.
Dalam kehidupan dunia ini faktor utama dalam pendidikan hanya dua yakni alam dan manusia.[9] Permasalahannya adalah bagaimana hakikat alam dan manusia itu menurut pembuatnya yakni Allah SWT.
Konsep tentang alam dan manusia yang diambil Al-Qur’an dan Hadis Nabi mempunyai posisi yang sangat penting karena dengan demikian berarti ummat mendapat rujukan kebenaran yang langsung dari sumbernya.
Alam dan manusia sebagai faktor utama dari pendidikan, kemudian faktor lain yang juga perlu ada pada pendidikan dan hubungannya dengan prinsip-prinsip pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Khoiron Rosyadi tentang faktor-faktor pendidikan Islam, yang terdiri dari :
1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.[10]
Menurut Muhammad Athiyah al-abrasyi, yang dikutif oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, menyatakan tujuan pendidikan Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.[11]
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi tujuan pendidikan Islam adalah mendidik seluruh kecendrungan, dorongan dan fitrah, kemudian mengarahkan semuanya kepada tujuan yang tertnggi, menuju ibadah kepada Allah yang menciptakan manusia[12].
Tujuan merupakan faktor yang sangat menentukan dimana tujuan mempunyai fungsi sebagai:
a. Sebagai arah pendidikan
Tanpa adanya semacam antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, kegiatan tidak akan bisa efisien, dalam hal ini tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi akan datang.
b. Tujuan sebagai titik akhir
Suatu usaha tentu saja mengalami permulaan serta mengalami pula akhirnya, mugkin saja ada usaha yang terhenti dikarenakan suatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha itu belum bisa dikatakan telah berakhir. Pada umumnya suatu usaha baru berakhir jika tujuan akhirnya telah tercapai.
c. Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain
Apabila tujuan merupakan titik akhir dari suatu usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan suatu usaha. Dengan demikian antara dasar-dasar dan tujuan terbentanglah garis yang menunjukkan arah bergeraknya usaha tersebut.
d. Memberi nilai pada usaha yang dilakukan
Dalam konteks usaha-usaha yang dilakukan kadang-kadang didapati tujuannya yang lebih luhur dan lebih mulia dibandingkan yang lainya, semua itu terlihat apabila berdasarkan nilai-nilai tertentu.
2. Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya, dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[13]
Pendidik adalah subjek yang memberi pelayanan pengembangan potensi terdidik. Sebagai pemberi pelayanan, pertama-tama pendidik haruslah 1) orang yang mengenal dan menguasai konsep dasar tentang manusia dan alam. Dalam hal pendidikan Islam, maka konsep dasar tersebut diturunkan dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan Al-Qur’an dan Hadis Nabi. 2) Sikap guru untuk tidak memutlakan pendapatnya manusia (guru, gurunya guru atau murid), sebab sifat mutlak itu hanya milik Allah. Implikasinya adalah bahwa manusia guru dan murid pastilah mempunyai sifat berlebih dan berkurang antara satu dengan yang lainnya. Namun antara guru dan murid tetap menuju upaya mengerahkan kepada kesempurnaan, karena itu pergaulan pergaulan manusia difungsikan untuk saling melengkapi. 3)Terus menerus melalui penelitian-penelitian atau bersama-sama melalui halaqah-halaqah, mendorong minat dan memperkuat motivasi terdidik untuk belajar dan terus belajar. 4) Teladan , khususnya dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, karena dengan terus belajar, pendidikpun akan lebih menguasai bahan ajar secara lebih baik yang lama maupun yang baru dan akan lebih menumbuhkan kepercayaan terdidik akan penguasaan bahan ajar pendidik. Disadari atau tidak pendidik yang terus belajar akan menyadari berbagai kekurangan dirinya. 5) Cara dan tehnik komunikasi yang lebih human, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di tempat pendidik tesebut dilaksanakan. 6) Tidak terpaut secara terus menerus kepada harta kekayaan kekuasaan dan popularitas, semuanya dikerjakan hanya megharap balasan bimbingan dan penilaian dari Allah SWT, tentu saja tidak harus diartikan bahwa si pendidik tidak boleh kaya, berkuasa dan populer, namun yang penting tidak diperbudak oleh kekayaan, kekuasaan dan popularitas pada saat pendidik tersebut kaya, berkuasa dan populer, 8) Zuhud yakni tidak sedih dan berduka karena sesuatu yang terlepas dan luput darinya, serta tidak gembira berlebihan karena mendapatkan atau menguasai sesuatu.[14]
Fungsi dan Tugas Pendidik
Fungsi dan tugas seorang pendidik meliputi pertama Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. Kedua Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya. Ketiga sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[15]
Pendidik dalam kaitannya dengan pendidikan terhadap orang lain, pada garis besarnya dapat dikategorikan kedalam orang tua, guru dan masyarakat.
3. Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa” maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak.[16]
Senada dengan teori Barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang,baik secara fisik, psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan di akhirat kelak.
Paradigma Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didik didiknya sebagai subjek dan objek pendidikan, beberapa hal yang perlu dipahami mengenai peserta didik adalah:
Pertama, peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode beajar mengajar tidak boleh disamakan dengan orang dewasa. Orang dewasa tidak patut mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi segala aturan dan keinginannya, sehingga peserta didik kehilangan dunianya, maka menjadikan kehampaan hidup dikemudian hari.
Kedua, peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan untuk semaksimal mungkin. Kebutuhan individu menurut Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu: 1) kebutuhan-kebutuhan taraf dasar (basic needs), yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, dan ikut memiliki (sosial), dan harga diri. 2) metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs), meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri, seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan dan lain sebagainya.[17]
Ketiga, peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Keempat, peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari banyak segi merupakan satu kesatuan jiwa raga, (cipta, rasa, karsa).
Kelima, peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik memiliki aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam pendidikan tidak memandang anak sebagai objek pasif yang biasanya hanya menerima dan mendengarkan saja.
Keenam, peserta didik mengikuti priode-priode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasinya dalam pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan peserta didik.
Sifat-sifat Dan Kode Etik Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik meupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya dalam proses belajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, Al-Gazali mengemukakan sebelas pokok kode etik peserta didik yaitu:
- Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli). (perhatikan QS.al-An’am: 162 dan Al-Dzariyat: 56).
- Mengurangi kecendrngan pada duniawi dibanding masalah ukhrawi (QS.ad-Dluha: 4) artinya belajar tidak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar dengan berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia atau Allah SWT.
- Bersikap tawadlu (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk untuk kepentingan pendidiknya, sekalipun cerdas, tetapi ia bijak dalam menggunakan kecerdaannya, termauk juga bijak kepada teman-temannya yang IQ-nya rendah.
- Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia fokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.
- Mempelajari ilmu-ilmu yangterpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi serta meninggalkan ilmu ilmu yang tercela (madzmumah).
- 6. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak), atau dari ilmu fardlu ‘ain menuju ilmu yang fardlu kifayah.(QS.Al-Insyiqaq:19)
- Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu yang pengetahuan secara mendalam.(QS.Al-Insyirah: 7)
- Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu maalah.
- Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT, sebelum memasuki ilmu duniawi.
- Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, mensejahterakan serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat.
- Peserta didik harus tunduk pada nasehat-nasehat pendidik [18]
4. Sarana Pendidikan Islam
Pendidikan mempuyai berbagai sarana material atau manusiawi yang mempunyai dampak maknawi, seperti masjid, pendidik, keluarga dan sekolah. Sarana ini disebut “alat pendidikan”. Adapula sarana-sarana maknawi dan psikis seperti mendidik melalui cerita, dialog, berdebat dengan cara terbaik, membuat perumpamaan dengan benda-benda atau melalui pemberian teladan, sarana maknawi ini disebut dengan “metoda pendidikan”[19]
Alat pendidikan adalah yang tidak hanya membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik , tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan dan situasi yang membantu tercapainya tujuan. Abu Ahmadi membedakan alat pendidikan kedalam beberapa kategori, yaitu:
a. Alat pendidikan positif dan negatif
Alat pendidikan yang positif dimaksudkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya pujian. Alat pendidikan negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya larangan atau hukuman agar anak tidak mengulang perbuatan yang tidak baik.
b. Alat pendidikan preventif dan korektif
Alat pendidikan preventif merupakan alat pendidikan untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik, misalnya peringatan atau larangan. Alat pendidikan korektif adalah alat untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruannya yang telah dilakukan peserta didik, misalnya hukuman.
c. Alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
Alat pendidikan yang menyenangkan merupakan alat pendidikan yang digunakan agar peserta didik menjadi senang, misalnya dengan hadiah atau ganjaran. Alat pendidikan yang tidak menyenangkan dimaksudkan agar membuat peserta didik tidak senang, misalnya dengan hukuman atau celaan.
5. Kurikulum Pendidikan Islam
Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula dengan pendidikan diperlukan adanya program yang terencana dan dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan. Proses pelaksanaan sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah “kurikulum pendidikan”.[20]
6. Lingkungan
Lingkungan adalah sangat besar pengaruhnya terhaap perkembangan anak didik. Islam yang mengakui bahwa fitrah (potensi) manusia itu merupakan dua hal yang saling bertentangansatu sama lain yaitu fitrah untuk berbuat baik (Islam) dan fitrah untuk berbuat jahat (kafir). Dalam kondisi demikian lingkungan merupakan sarana untuk mengembangkan fitrah tersebut.[21]
C. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Islam
a. Prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan umum
1. Pendidikan dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarkana sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, terbuka: flksibelitas pilihan dan waktu penyeleaian program lintas satuan dan jalur pendidikan, multimakna: proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan masyarakat.
b. Prinsip penyelenggaraan Pendidikan Islam
1. Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka. (QS.at-Tahrim: 6)
2. Prinsip pembinaan ummat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia dunia dan akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertakwa, yang senantiasa memanjatkan do’a sehari-harinya.(QS.al-Baqarah: 21 ; al-Qashash:77)
3. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada khaliknya. Keyakinan dan keimanannya sebagai penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus mendasari ilmu pengetahuannya, bukan sebaliknya, keimanan dikendalikan oleh akal budi.(QS.al-Mujadalah: 11)
4. Prinsip ‘amar ma’ruf nahi munkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan(QS.Ali-Imran: 104, 110)
5. Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.[22]
Lembaga pendidikan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan, Ki Hajar Dewantara memfokuskan penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan Tricentra yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat pendidikan yang amat penting baginya. Tricentra itu adalah:
1. Alam keluarga yang membentuk lembaga pendidikan keluarga
2. Alam perguruan yang membentuk lembaga pendidikan sekolah
3. Alam pemuda yang membentuk lembaga pendidikan masyarakat.[23]
SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :
[1]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam Dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung:CV.Diponegoro, cet-3, 1996), h. 15
[2]Abdurrahman Shaleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h.20
[3]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta:PT Pustaka Al-Husna Baru, 2003), h.45
[4]Muznir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam ,(Yogyakarta:Infinite Pess, 2004), h.24
[5]Ibid, h. 26
[6]Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Pernada Media, 2006), h.73
[7]Muznir hitami, ibid , h. 27
[8]Ibid, h. 30
[9]Sanusi Uwes, Teori-Teori Substansial Dalam Pendidikan Islam, Dalam Kamrani Buseri dan Burhanuddin Abdullah, eds.,Substansi Pendidikan IslamKajian Teoritis dan Antisapatip Abad XXI (IAIN Antasari Banjarmasin,1997), h.12
[10] Ahmad.D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 45-46
[11]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ibid, h.79
[12]Abdurrahman an-Nahlawi , Ibid
[13]Ibid, h. 87
[14]Sanusi Uwes, Teori-teori substansial Dalam pendidikan Islam, Ibid, h.19-20
[15] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, ibid, h. 91
[16]Ibid , h. 104
[17]Ibid , h. 105
[18]Ibid, h.113-114
[19]Abdurrahman an-Nahlawi, ibid , h. 189
[20]Ibid, h. 121
[21]Khoiron Rosyadi, Pendidikan Properitik, (Pustaka Pelajar, cet-1, 2004), h. 296
[22]Ibid, h. 223-224
[23] Ibid, h. 224