Pengertian Dan Sejarah Ketahanan Nasional Indonesia
Ketahanan nasional merupakan istilah khas Indonesia yang
muncul pada tahun 1960-an. Istilah ketahanan nasional dalam bahasa Inggris
bisa disebut sebagai national resillience. Dalam terminologi Barat,
terminologi yang kurang lebih semakna dengan ketahanan nasional, dikenal
dengan istilah national power (kekuatan nasional).
Teori national power telah banyak dikembangkan oleh para ilmuwan
dari berbagai negara. Hans J Morgenthau dalam bukunya Politics Among
Nation ia menjelaskan tentang apa yang disebutnya sebagai “The elements of
National Powers” yang berarti beberapa unsur yang harus dipenuhi suatu
negara agar memiliki kekuatan nasional. Secara konsepsional, penerapan teori
tersebut di setiap negara berbeda, karena terkait dengan dinamika lingkungan
strategis, kondisi sosio kultural dan aspek lainnya, sehingga pendekatan yang
digunakan setiap negara juga berbeda. Demikian pula halnya dengan konsepsi
Ketahanan Nasional Indonesia, yang unsur-unsurnya mencakup Asta Gatra
dan pendekatannya menggunakan Pendekatan Asta Gatra.
Dari sini terlihat
jelas bahwa konsep Ketahanan Nasional (National Resillience) dapat
dibedakan dengan konsepsi Kekuatan Nasional (National Power).
Secara etimologis, istilah ketahanan berasal dari kata dasar “tahan”
yang berarti tahan penderitaan, tabah, kuat, dapat menguasai diri, gigih, dan
tidak mengenal menyerah. Ketahanan memiliki makna mampu, tahan dan
kuat menghadapi segala bentuk tantangan dan ancaman yang ada guna
menjamin kelangsungan hidupnya.
Sebagai konsepsi yang khas Indonesia, gagasan tentang ketahanan
nasional muncul di awal tahun 1960-an sehubungan dengan adanya ancaman
yang dihadapi bangsa Indonesia, yakni meluasnya pengaruh komunisme dari
Uni Sovyet dan Cina.
Pengaruh mereka terus menjalar sampai ke kawasan
Indo Cina, sehingga satu persatu Negara di kawasan Indo Cina, seperti Laos,
Vietnam dan Kamboja menjadi Negara komunis. Infiltrasi komunis tersebut
154
bahkan mulai masuk ke Thailand, Malasyia dan Singapura. Apakah efek
domino itu akan terus ke Indonesia ?
Gejala tersebut mempengaruhi para pemikir di lingkungan
SSKAD (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat) atau sekarang SESKOAD
(Sunardi, 1997:12). Mereka mengadakan pengamatan dan kajian atas
kejadian tersebut. Tahun 1960-an gerakan komunis semakin masuk ke
wilayah Philipina, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Di tahun 1965 komunis
Indonesia bahkan berhasil mengadakan pemberontakan (Gerakan 30
September 1965) yang akhirnya dapat diatasi. Menyadari akan hal tersebut,
maka gagasan tentang masalah kekuatan dan unsur-unsur apa saja yang ada
dalam diri bangsa Indonesia serta apa yang seharusnya dimiliki agar
kelangsungan hidup bangsa Indonesia terjamin di masa-masa mendatang
terus menguat.
Pada tahun 1968 pemikiran tersebut dilanjutkan oleh Lemhanas
(Lembaga Pertahanan Nasional). Kesiapan menghadapi tantangan dan
ancaman itu harus diwujudkan dalam bentuk ketahanan bangsa yang
dimanifestasikan dalam bentuk perisai (tameng) yang terdiri dari unsur-unsur
ideologi, ekonomi, sosial budaya . Tameng yang dimaksud adalah
sublimasi dari konsep kekuatan dari SSKAD.
Secara konseptual pemikiran
Lemhanas merupakan langkah maju dibanding sebelumnya, yaitu
ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan nasional yang berupa ideologi,
politik, ekonomi, sosial dan .
Pada tahun 1969 lahir istilah Ketahanan Nasional, yang dirumuskan
sebagai : “Keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional yang ditujukan untuk
menghadapi segala ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup
negara dan bangsa Indonesia”.
Kesadaran akan spektrum ini pada tahun 1972 diperluas menjadi
hakekat ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG). Saat itu
konsepsi Ketahanan Nasional diperbaharui dan diartikan sebagai : “Kondisi
dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, didalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan
gangguan baik yang datang luar maupun dari dalam, yang langsung maupun
tidak langsung yang membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara, serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan nasional”.
Dari sini kita mengenal tiga konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia.
yakni konsepsi tahun 1968, tahun 1969 dan tahun 1972. Menurut konsepsi
tahun 1968 dan 1969 ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan,
sedang pada konsepsi 1972 ketahanan nasional merupakan suatu kondisi
dinamik yang berisi keuletan dan ketangguhan. Jika pada dua konsepsi
sebelumnya dikenal istilah IPOLEKSOM (Panca Gatra), dalam konsepsi
tahun 1972 diperluas dan disempurnakan berdasar asas Asta Gatra
(Haryomataraman dalam Panitia Lemhanas, 1980: 95-96).
Pada tahun-tahun selanjutnya konsepsi ketahanan nasional
dimasukkan ke dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yakni mulai
GBHN 1973 sampai dengan GBHN 1998. Adapun rumusan konsep
ketahanan nasional dalam GBHN tahun 1998 adalah sebagai berikut;
- Untuk tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional yang
selalu harus menuju ke tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat
secara efektif dielakkan dari hambatan, tantangan, ancaman dan
gangguan yang timbul baik dari luar maupun dari dalam, maka
pembangunan nasional diselenggarakan melalui pendekatan
Ketahanan Nasional yang mencerminkan keterpaduan antara segala
aspek kehidupan nasional bangsa secara utuh dan menyeluruh.
- Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi
dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakekatnya
Ketahanan Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu
bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidup menuju kejayaan
bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan
meningkatkan Ketahanan Nasional. Selanjutnya Ketahanan Nasional
yang tangguh akan mendorong pembangunan nasional.
- Ketahanan Nasional meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik,
ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya dan ketahanan
pertahanan keamanan.
a. Ketahanan ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang
berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila yang
mengandung kemampuan untuk menggalang dan memelihara
persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan menangkal
penetrasi ideologi asing serta nilai-nilai yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa
b. Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan politik bangsa
Indonesia yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang mengandung
kemampuan memelihara sistem politik yang sehat dan dinamis
serta kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas dan
aktif
c. Ketahanan ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian
bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi yang berdasarkan
Pancasila yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas
ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan
kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan
mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata
d. Ketahanan sosial budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya
bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila
yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan
kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, rukun,
bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera dalam
kehidupan yang serba selaras, serasi seimbang serta kemampuan
menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional
157
e. Ketahanan pertahanan keamanan adalah kondisi daya tangkal
bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat yang
mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan
keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan
hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahankan kedaulatan
negara dan menangkal segala bentuk ancaman
Apabila menyimak rumusan mengenai konsepsi Ketahanan Nasional
dalam GBHN tersebut, kita mengenal adanya tiga wujud atau wajah konsepsi
Ketahanan Nasional, yaitu ;
1. Ketahanan nasional sebagai metode, tercermin dari rumusan pertama
2. Ketahanan nasional sebagai kondisi, tercermin dari rumusan kedua
3. Ketahanan nasional sebagai doktrin dasar nasional, tercermin dari
rumusan ketiga
Rumusan pertama menunjuk Ketahanan Nasional sebagai suatu
metode berfikir sekaligus sebagai suatu pendekatan, yaitu suatu pendekatan
khas Ketahanan Nasional yang membedakannya dengan metoda-metoda
berfikir lainnya.
Dalam dunia akademis dikenal ada dua metoda berfikir,
yakni metoda berfikir induktif dan deduktif. Metoda yang sama juga
digunakan dalam Ketahanan Nasional, tetapi dengan tambahan bahwa
seluruh bidang (gatra) dilihat dan dipertimbangkan secara utuh dan
menyeluruh (komprehensif integral). Oleh sebab itu metoda berfikir
Ketahanan Nasional disebut juga dengan metoda berfikir secara sistemik atau
pemikiran kesisteman
Sebagai kondisi dinamis, Ketahanan Nasional mengacu kepada
pengalaman empirik, artinya pada keadaan nyata yang berkembang dalam
masyarakat dan dapat diamati dengan panca indera manusia.
Dalam
hubungan ini yang menjadi fokus perhatian adalah adanya ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) di satu pihak, serta adanya
keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kekuatan dan kemampuan
di pihak lain. Ketahanan Nasional sebagai kondisi amat tergantung dari unsur-unsur yang mendukungnya. Untuk itu kita akan mempelajari lebih
lanjut mengenai unsur-unsur yang mempengaruhi Ketahanan Nasional.
Ketahanan sebagai doktrin dasar nasional, menunjuk pada konsepsi
pengaturan bernegara. Fokus perhatian diarahkan pada upaya menata
hubungan antara aspek kesejahteraan dan keamanan dalam arti luas. Artinya,
suatu bangsa dan negara akan memiliki Ketahanan Nasional yang kuat dan
kokoh jika bangsa tersebut mampu menata atau mengharmonikan
kesejahteraan dan keamanan rakyatnya secara baik.
Dengan dimasukkannya Ketahanan Nasional ke dalam GBHN (dalam
hal ini sebagai modal dasar pembangunan nasional) maka konsepsi
Ketahanan Nasional telah menjadi doktrin pelaksanaan pembangunan.
Artinya, dia memberikan tuntunan dalam penerapan program-program
pembangunan serta bagaimana memadukannya menjadi satu kesatuan yang
bulat pada benang merah yang ditunjukkan oleh konsepsi Wawasan
Nusantara. Di lain pihak, dipandang dari segi kepentingan pemeliharaan
stabilitas maka Ketahanan Nasional berfungsi sebagai kekuatan penangkalan.
Sebagai daya tangkal Ketahanan Nasional tetap relevan untuk masa sekarang
maupun nanti, karena setelah berakhirnya hakekat ancaman
lebih banyak bergeser kearah non fisik, antara lain ; budaya dan kebangsaan
(Edi Sudradjat, 1996: 1-2).
Inti dari ketahanan Indonesia pada dasarnya berada pada tataran
“mentalitas” bangsa Indonesia dalam menghadapi dinamika masyarakat yang
menuntut kompetisi di segala bidang.
Oleh sebab itu kita diharapkan agar
memiliki ketahanan yang benar-benar ulet dan tangguh, mengingat Ketahanan
Nasional dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ketidakadilan sebagai
“musuh bersama”. (Armaidy Armawi dalam Kapita Selekta, 2002: 90).
Konsep ketahanan juga bukan hanya Ketahanan Nasional sematamata,
tetapi juga merupakan suatu konsepsi yang berlapis atau Ketahanan
Berlapis. Artinya, juga sebagai ketahanan individu, ketahanan keluarga,
ketahanan daerah, ketahanan regional dan ketahanan nasional (Chaidir Basrie
dalam Kapita Selekta, 2002:59).
Selain itu “ketahanan” juga mencakup berbagai ragam aspek kehidupan atau bidang dalam pembangunan, misalnya
ketahanan pangan, ketahanan energi dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa saat ini Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
sebagai dokumen perencanaan pembangunaan nasional tidak lagi digunakan.
Sebagai penggantinya adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), yang pada hekekatnya merupakan penjabaran dari visi,
misi dan program presiden terpilih. Misalnyam dokumen RPJMN 2010-2014
yang tertuang dalam Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2010. Pada
dokumen tersebut tidak lagi ditemukan konsepsi Ketahanan Nasional.
Kalau
demikian, apakah konsepsi Ketahanan Nasional tidak lagi relevan untuk masa
sekarang?
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa konsepsi Ketahanan Nasional
tidak lagi dijadikan doktrin pembangunan nasional. Namun jika merujuk pada
pendapat-pendapat sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa konsepsi
Ketahanan Nasional sebagai kondisi dinamik bangsa yang ulet dan tangguh
dalam menghadapi berbagai ancaman masih tetap relevan untuk dijadikan
kajian ilmiah. Hal ini dikarenakan bentuk ancaman di era modern semakin
luas dan kompleks. Ancaman yang sifatnya non fisik dan non,
cenderung meningkat dan secara masif amat mempengaruhi kondisi
Ketahanan Nasional.
Contohnya : musim kemarau yang panjang di suatu
daerah akan mempengaruhi kondisi “ketahanan pangan” di daerah yang
bersangkutan.
Dengan demikian penting bagi kita untuk mengetahui : dalam kondisi
yang bagaimana suatu wilayah negara atau daerah memiliki tingkat ketahanan
tertentu. Tinggi rendahnya Ketahanan Nasional amat dipengaruhi oleh unsurunsur
ketahanan nasional itu sendiri.
UNSUR-UNSUR KETAHANAN NASIONAL
Apa sajakah unsur, elemen atau faktor yang dapat mempengaruhi
ketahanan nasional sebuah bangsa ? Hans J Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations : The
Struggle for Power and Peace melakukan observasi atas tata kehidupan
nasional secara makro dilihat dari luar, sehingga ketahanan masyarakat
bangsa tertampilkan sebagai kekuatan nasional. Menurut Morgenthau (1989;
107-219), ada 2 (dua) faktor yang memberikan kekuatan bagi suatu negara,
yaitu : pertama, faktor-faktor yang relatif stabil (stable factors), terdiri atas
geografi dan sumber daya alam; dan kedua, faktor-faktor yang relatif berubah
(dinamic factors), terdiri atas kemampuan industri, demografi,
karakter nasional, moral nasional, kualitas diplomasi dan kualitas pemerintah.
Alfred Thayer Mahan dalam bukunya The Influence Seapower on
History, mengatakan bahwa kekuatan nasional suatu bangsa dapat dipenuhi
apabila bangsa tersebut memenuhi unsur-unsur : letak geografi, bentuk atau
wujud bumi, luas wilayah, jumlah penduduk, watak nasional dan sifat
pemerintahan. Menurut Mahan kekuatan suatu negara tidak hanya tergantung
pada luas wilayah daratan, tetapi juga pada faktor luasnya akses ke laut dan
bentuk pantai dari wilayah negara.
Sebagaimana diketahui Alferd T Mahan
termasuk pengembang teori geopolitik tentang penguasaan laut sebagai dasar
bagi penguasaan dunia. “Barang siapa menguasai lautan akan menguasai
kekayaan dunia” (Armaidy Armawi. 2012:9).
Cline dalam bukunya World Power Assesment, A Calculus of
Strategic Drift, melihat suatu negara sebagaimana dipersepsikan oleh negara
lain. Baginya hubungan antar negara amat dipengaruhi oleh persepsi suatu
negara terhadap negara lainnya, termasuk di dalamnya persepsi atas sistem
penangkalan dari negara tersebut. Kekuatan sebuah negara (sebagaimana
dipersepsikan oleh negara lain) merupakan akumulasi dari faktor-faktor
sebagai berikut : sinergi antara potensi demografi dengan geografi, kemampuan ekonomi, strategi nasional, dan kemauan
nasional atau tekad rakyat untuk mewujudkan strategi nasional. Potensi
demografi dan geografi, kemampuan dan kemampuan ekonomi
merupakan faktor yang tangible, sedangkan strategi nasional dan kemauan
nasional merupakan intangible factors. Menurutnya, suatu negara akan
161
muncul sebagai kekuatan besar apabila ia memiliki potensi geografi besar
atau negara yang secara fisik wilayahnya luas dan memiliki sumber daya
manusia yang besar (Armaidy Armawi. 2012:10).
Para ahli lain, yang berpendapat tentang unsur-unsur yang
mempengaruhi ketahanan atau kekuatan nasional sebuah bangsa, ialah :
1. James Lee Ray
Unsur kekuatan nasional negara terbagi menjadi dua faktor, yaitu ;
a. Tangible factors terdiri atas : penduduk, kemampuan industri
dan
b. Intangible factors terdiri atas : karakter nasional, moral nasional
dan kualitas kepemimpinan
2. Palmer & Perkins
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas : tanah, sumber daya,
penduduk, teknologi, ideologi, moral dan kepemimpinan
3. Parakhas Chandra
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas tiga, yaitu :
a. Alamiah, terdiri atas : geografi, sumber daya dan penduduk
b. Sosial terdiri atas : perkembangan ekonomi, struktur politik,
dan budaya & moral nasional
c. Lain-lain : ide, intelegensi, diplomasi dan
kebijaksanaan kepemimpinan (Winarno,
2007: 176-177)
Akan halnya konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia, dikemukakan
adanya sejumlah unsur atau faktor yang selanjutnya diistilahkan sebagai
gatra. Gatra Ketahanan Nasional Indonesia disebut Asta Gatra (delapan
gatra), yang terdiri atas Tri Gatra (tiga gatra) dan Panca Gatra (lima gatra).
Unsur atau gatra dalam Ketahanan Nasional Indonesia tersebut ada;ah
sebagai berikut; Tiga aspek kehidupan alamiah (tri gatra), yaitu :
a. Gatra letak dan kedudukan geografi
b. Gatra keadaan dan kekayaan alam
c. Gatra keadaan dan kemampuan penduduk Lima aspek kehidupan sosial (panca gatra) yaitu :
a. Gatra ideologi
b. Gatra politik
c. Gatra ekonomi
d. Gatra sosial budaya (sosbud)
e. Gatra pertahanan dan keamanan (hankam)
Model Asta Gatra tersebut merupakan perangkat hubungan bidangbidang
kehidupan manusia dan budaya yang berlangsung di atas bumi ini
dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang dapat dicapai dengan
menggunakan kemampuannya. Model ini merupakan hasil kajian Lemhanas.
Adapun penjelasan dari masing-masing gatra adalah :
Gatra letak geografi atau wilayah menentukan kekuatan nasional
negara. Hal yang terkait dengan wilayah negara meliputi;
a. Bentuk wilayah negara : dapat berupa negara pantai, negara kepulauan
atau negara kontinental
b. Luas wilayah negara : ada negara dengan wilayah yang luas dan
negara dengan wilayah yang sempit (kecil)
c. Posisi geografis, astronomis, dan geologis negara
d. Daya dukung wilayah negara ; ada wilayah yang habittable dan ada
wilayah yang unhabittable
Dalam kaitannya dengan wilayah negara, pada masa sekarang perlu
dipertimbangankan adanya kemajuan teknologi transportasi, informasi dan
komunikasi. Suatu wilayah yang pada awalnya sama sekali tidak mendukung
kekuatan nasional, karena penggunaan teknologi bisa kemungkinan menjadi
unsur kekuatan nasional negara Sumber kekayaan alam dalam suatu wilayah, baik kualitas maupun
kuantitasnya sangat diperlukan bagi kehidupan nasional. Oleh karena itu
keberadaannya perlu dijaga kelestariannya. Kedaulatan wilayah nasional,
merupakan sarana bagi tersedianya sumber kekayaan alam dan menjadi
modal dasar pembangunan. Selanjutnya pengelolaan dan pengembangan
sumber kekayaan alam merupakan salah satu indikator ketahanan nasional.
Hal-hal yang berkaitan dengan unsur sumber daya alam sebagai
elemen ketahanan nasional adalah meliputi :
a. Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan ; mencakup
sumber daya alam hewani, nabati, dan tambang
b. Kemampuan mengeksplorasi sumber daya alam
c. Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan
dan lingkungan hidup
d. Kontrol atas sumber daya alam
Gatra penduduk sangat besar pengaruhnya terhadap upaya membina
dan mengembangkan ketahanan nasional. Penduduk yang produktif, atau
yang sering disebut sebagai sumber daya manusia yang berkualitas,
mempunyai korelasi positif dalam pemanfaatan sumber daya alam serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup (geografi), baik fisik maupun sosial.
Gatra ideologi menunjuk pada perangkat ideologis untuk
mempersatukan persepsi dan mempersatukan bangsa, yaitu Pancasila.
Hal ini
dikarenakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi. Keadaan ini mempunyai dua peluang, yakni : di
satu sisi berpotensi perpecahan, dan di sisi lain sebagai kekayaan bangsa dan
menumbuhkan rasa kebanggaan, Unsur ideologi diperlukan untuk
mempersatukan bangsa yang beragam ini.
Gatra politik berkaitan dengan kemampuan mengelola nilai dan
sumber daya bersama agar tidak menimbulkan perpecahan, tetapi stabil dan
konstruktif untuk pembangunan. Politik yang stabil akan memberikan rasa aman serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, sehingga pada
gilirannya akan memantapkan ketahanan nasional suatu bangsa.
Ekonomi yang dijalankan oleh suatu negara merupakan kekuatan
nasional negara yang bersangkutan terlebih di era global sekarang ini. Bidang
ekonomi berperan langsung dalam upaya pemberian dan distribusi kebutuhan
warga negara. Kemajuan pesat di bidang ekonomi tentu saja menjadikan
negara yang bersangkutan tumbuh sebagai kekuatan dunia. Contoh Jepang,
dan Cina. Setiap negara memiliki sistem ekonomi tersendiri dalam rangka
mendukung kekuatan ekonomi bangsanya.
Dalam aspek sosial budaya, nilai-nilai sosial budaya hanya dapat
berkembang di dalam situasi aman dan damai.