Ideologi Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita menjumpai adanya gejala ideologi tertentu yang dihayati sebagai sumber nilai, sebagai contoh liberalisme di AS, sosialisme di Kuba dan Pancasila di Indonesia. Satu pertanyaan dapat ditampilkan di sini, mengapa komunitas politik seperti negara bangsa memerlukan ideologi?
Salah satu ciri yang menandai suatu bangsa adalah kemajemukan yang dapat berupa a) kemajemukan budaya seperti ras, suku bangsa, agama, bahasa maupun; b) kemajemukan sosial seperti perbedaan-perbedaan yang diakibatkan oleh pekerjaan, pendidikan, status ekonomi dan kekuasaan yang dimiliki.
Kejemukan itu tentu saja menimbulkan permasalahan sehubungan dengan penciptaan identitas bersama, yang merupakan hal mendasar dalam hidup berbangsa dan bernegara. Permasalahan identitas bersama ini akan semakin jelas dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: bagaimana individu mendefinisikan diri sebagai warga negara? bagaimana individu terhubung dengan negara? apakah nilai-nilai etnis dan agama mampu memberikan solidaritas sebangsa? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikatakan wajar karena kelompok-kelompok masyarakat memiliki sistem nilai tersendiri yang digunakan untuk mengejar kepentingan kelompok masing-masing. Mengingat beragamnya sistem nilai yang dimiliki kelompok masyarakat dan tak jarang pula satu sama lain saling bertentangan, maka dalam kehidupan, berbangsa dan bernegara memerlukan alat pemersatu sekaligus suatu identitas bersama sebagai landasan untuk menyusun tatanan masyarakat.
Dalam kajian yang dilakukan Charles F. Andrain (1992, 82-84) ditemukan empat tipe nilai yang merupakan sumber pembentuk identitas bersama, keempat nilai tersebut adalah pertama, nilai primordial yaitu nilai-nilai yang bersumber pada nilai-nilai yang dihayati oleh kelompok-kelompok etnis ; kedua, nilai sakral yang berasal dari nilai-nilai agama dan ideologi; ketiga, nilai personal, nilai ini akan muncul seiring dengan tampilnya pemimpin-pemimpin karismatik, yang mampu mempersatukan bangsa; keempat, nilai-nilai sipil, nilai ini tidak hanya mengacu pada sikap hormat dan kesantunan dalam hidup berpolitik tetapi juga mengarah ada penciptaan sistem politik yang mampu mengembangkan loyalitas warga negara terhadap sistem politik, sementara ikatan warga terhadap kelompok-kelompok budayanya tetap dipertahankan. Adapun nilai-nilai sipil yang dipandang penting adalah nilai-nilai yang mengacu pada tertib hukum, kesejahteraan umum dan disertai dengan pengembangan sistem politik yang berlandaskan pada kekuasaan yang dimiliki bersama.
Dari keempat tipe nilai, ideologi merupakan bagian dari tipe nilai sakral yang seperti telah diungkapkan, merupakan salah satu sumber pembentuk identitas bersama. Ideologi merupakan salah satu tipe nilai yang mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Alfian: 1986). Dengan demikian, melalui ideologi yang dihayati, suatu masyarakat atau bangsa mengetahui ke arah mana kehidupan bersama hendak dituju.
Di samping memberikan arah dan tujuan dalam hidup berbangsa dan bernegara, ideologi juga memiliki fungsi lain yang tak kalah pentingnya. Fungsi yang perlu ditekankan di sini terkait dengan identitas bangsa karena ideologi memiliki kecenderungan untuk memisahkan ingroup (kita) dari outgroup (mereka atau bangsa lain). Oleh karena itu ideologi berfungsi untuk mempersatukan (Sastrapratedja, 1993; 143).
Dari definisi-definisi yang dirumuskan sebelumnya oleh Heywood, diperkuat oleh Andrain, Alfian maupun Sastrapratedja, menunjukan bahwa suatu ideologi (dalam hal ini ideologi nasional) merupakan salah satu sumber identitas bangsa yang mempersatukan seluruh unsur atau kelompok masyarakat serta menjadi cita-cita bersama yang ingin dicapai suatu bangsa. Dapat dicontohkan di sini adalah Pancasila. Dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia, Pancasila telah diakui sebagai ideologi yang membentuk identitas bangsa sekaligus menjadi acuan untuk membangun tatanan masyarakat yang dicita-citakan. Pengakuan terhadap Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan hasil konsensus seluruh kelompok masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena adanya kesadaran bahwa Pancasila yang didalamnya terkandung nilai ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, musyawarah dan keadilan sosial, merupakan nilai-nilai yang dipandang baik, oleh karenanya menjadi tujuan setiap warga negara Indonesia untuk mengejarnya (Surbakti, 1983: 29).
BENTUK-BENTUK IDEOLOGI
Ideologi dapat dipilah menjadi dua macam bentuk, pertama, ideologi sebagai sistem pemikiran yang tertutup. Bentuk ini mengacu pada ideologi yang memonopoli kekuasaan, tidak mentolerir ide atau keyakinan-keyakinan yang bertentangan dengannya. Ideologi menjadi instrumen kontrol sosial dan menuntut adanya kepatuhan (Heywood, 1998:10)
Ideologi semacam ini dapat dijumpai dalam ideologi-ideologi doktriner karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya disusun secara jelas, sistematis, diindoktrinasikan kepada warga negara dan pelaksanaannya pun diawasi secara ketat oleh aparat negara. Dalam masyarakat, ideologi yang diperkenankan hidup hanya ideologi yang diakui negara saja. Sebagai contoh komunisme di era tegaknya Uni Soviet, fasisme di Itali dan nazisme di Jerman era Hitler (Surbakti, 1983: 28).
Kedua, ideologi sebagai bentuk pemikiran yang terbuka. Dalam ideologi semacam ini mengandung komitmen terhadap kebebasan, toleransi dan pengakuan terhadap kemajemukan dalam masyarakat (Heywood, 1998: 10). Ideologi sebagai bentuk pemikiran yang terbuka juga disebut sebagai ideologi yang tidak ketat karena ajaran-ajarannya tidak disusun secara terperinci, tidak diindoktrinasikan pada warga negara dan pelaksanaannya tidak diawasi secara ketat oleh negara. Ideologi ini dapat menerima ideologi-ideologi lain, sehingga dapat hidup berdampingan dengan ideologi-ideologi lain di masyarakat contohnya adalah Pancasila.