Pengertian Attachment
Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat satu sama lain dan masing-masing melakukan sejumlah hal untuk melanjutkan hubungan tersebut. Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) menambahkan perilaku attachment merupakan tingkah laku dimana individu berusaha untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan individu lainnya.
Attachment awal berkembang pada masa kanak-kanak dengan ibunya atau caregiver-nya. Hal ini terbentuk berdasarkan interaksi awal yang terjadi pada anak adalah dengan ibunya atau caregiver-nya. Ainsworth (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa perilaku attachment telah timbul sejak berusia 6 bulan. Interaksi sosial awal antara anak dan ibu atau caregiver-nya selanjutnya menjadi dasar bagi perkembangan kepribadian anak. Ibu atau caregiver-nya sebagai orang terdekat pertama bagi anak, berperan dalam memberikan cara pengasuhan yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis anak. Pemenuhan kebutuhan psikologis anak dapat diwujudkan ibu lewat kasih sayang, rasa cinta, perhatian, rasa aman, dan kooperatif serta responsif terhadap kebutuhan orang lain.
Attachment Dewasa
Beberapa peneliti mengkhususkan penelitian attachment terhadap dunia orang dewasa dan hubungan-hubungan yang dijalin pada masa dewasa, sehinga keterikatan emosional yang menjadi topik diberi nama adult attachment. Pola-pola adult attachment pada dasarnya merupakan replikasi dari pola-pola yang terbentuk semasa bayi, namun adult attachment dengan infant-parent attachment bukanlah hal yang sama. Relasi orangtua terhadap anak berupa caregiving (memberi), sementara relasi anak pada orang tua berupa attachment (meminta), masing-masing sifatnya satu arah. Sedangkan pada pasangan suami istri, relasi yang terjadi bersifat dua arah, yaitu caregiving dan attachment. Masing-masing individu berperan sebagai figure attachment atau significant others yang memberi sekaligus membutuhkan kedekatan dan responsivitas dari pasangannya.
Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) merupakan salah satu pelopor penelitian adult attachment dengan mengadopsi tiga pola infant-parent attachment types dari Ainsworth yaitu secure, avoidance dan preoccupied (anxious-ambivalent). Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) dalam konteks hubungan romantis dewasa membagi attachment kedalam 3 pola yaitu secure, avoidance, dan anxiety.
Secure attachment menurut Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) dimiliki seseorang yang pada masa kanak-kanaknya memiliki hubungan yang akrab dengan orang tuanya atau caregiver. Ketika anak tersebut dewasa, anak tersebut tumbuh menjadi pribadi yang mudah bergaul, percaya diri, memiliki hubungan yang romantis dan penuh kasih sayang terhadap pasangannya.
Avoidance attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak- kanaknya sering mendapat perlakuan yang dingin, tidak bersahabat, dan bahkan penolakan dari ibunya, ketika dewasa mereka takut akan keintiman dengan pasangan dan kesulitan menerima kekurangan pasangan. Anxiety attachment, menurut Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), dimiliki oleh seseorang yang pada masa kanak-kanak memiliki pengalaman dengan ayah yang dipandang kurang adil. Ketika dewasa, ia menjadi individu yang kurang percaya diri, mudah jatuh cinta tetapi sulit menemukan cinta sejati, penuh rasa ingin memiliki pasangan, penuh rasa cemburu, penuh dengan hasrat seksual, dan emosional.
Bartholomew dan Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) meneliti lebih lanjut tipe attachment pada hubungan dewasa secara general. Penelitian ini didasari oleh pandangan Bowlby mengenai working models of attachment yang terdiri dari:
a) Models of self yang menggambarkan penilaian akan seberapa berharganya diri sehingga memunculkan harapan bahwa orang lain akan memberi respon terhadap mereka secara positif.
b) Models of others yang menggambarkan penilaian seberapa orang lain dapat dipercaya dan diharapkan untuk memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan.
Hal ini kemudian disempurnakan oleh Bartholomew dan Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) menjadi empat pola berdasarkan karakteristik khusus yang membedakan dua subpola avoidance, yaitu: dismissing (menolak) dan fearful (takut).
Pola Attachment
Menurut Bartholomew (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), working model of self dapat diperlakukan secara dikotomi sebagai positif dan negatif, demikian juga model of others. Kombinasi antara working model of self yang positif atau negatif dengan working model of others yang juga positif dan negatif akan menghasilkan empat variasi pola-pola adult attachment, yaitu:
a. Pola Secure attachment memiliki persepsi yang positif terhadap dirinya dan orang lain. Artinya ia memiliki keyakinan bahwa dirinya berharga, dan mengharapkan orang lain menerima dan responsif terhadap dirinya, serta merasa nyaman dengan intimacy dan otonomi. Individu secure umumnya memiliki masa kecil yang bahagia, dimana ibu cukup peka dan sensitif terhadap kebutuhan sang anak. Karena anak yakin bahwa ibu akan selalu ada saat ia membutuhkan sesuatu, serta keyakinan bahwa ia disayang dan diperhatikan oleh ibu, maka anak mengembangkan persepsi yang positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Pola secure menginginkan hubungan yang mendalam namun terdapat keseimbangan antara kelekatan dengan pasangan dan otonomi dalam hubungan tersebut. Mereka merasa nyaman dengan kedekatan, namun juga menghargai otonomi dan merasa lebih berbahagia dengan hubungan yang dijalani apabila kedua kebutuhan tersebut terpenuhi. Pola ini memiliki pandangan bahwa orang lain beritikad baik dan berhati mulia, dapat dipercaya, dapat diandalkan dan altruistik. Mereka juga memiliki orientasi terhadap hubungan interpersonal. Dalam keadaan tertekan mereka mampu mengenali distress dan memodulasi afek negatif ke dalam cara-cara konstruktif. Umumnya pola ini memiliki self esteem dan percaya diri, serta jarang meragukan diri sendiri dalam berelasi dengan orang lain (dalam Feeney and Noller, 1996). Hal ini digambarkan dengan pernyataan: "Hal ini relatif mudah bagi saya untuk dekat secara emosional dengan orang lain”, “saya nyaman bergantung pada orang lain dan meminta orang lain bergantung pada saya”, dan “Saya tidak khawatir sendirian atau jika orang lain tidak menerima saya".
b. Pola preoccupied memiliki persepsi yang positif terhadap orang lain, tapi negatif terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, mereka kurang merasa dirinya berharga, namun memiliki harapan dan pandangan positif bahwa orang lain akan menyediakan responsivitas emosional yang diperlukannya. Pola preoccupied umumnya berasal dari perlakuan ibu yang kurang konsisten dalam mengasuh anaknya. Kadang si ibu hadir saat anak membutuhkan sesuatu, kadang tidak. Ibu juga terkadang menunjukkan sikap penolakan terhadap anak dan terlalu mencampuri keinginan anak dengan sering memaksakan keinginannya pada anak. Seringkali ibu memberikan ancaman perpisahan untuk mengontrol tingkah laku anak. Karenanya, anak akan mengembangkan perasaan ketidakberhargaan diri, sementara ia mengembangkan juga kepercayaan bahwa orang lainlah yang mampu menyediakan kash sayang dan perhatian yang ia butuhkan.
Pola ini seperti halnya pola secure juga menginginkan hubungan mendalam, meskipun hubungan semacam ini sering menimbulkan tekanan bagi mereka. Pola ini cenderung takut akan penolakan dan takut ditinggalkan serta melewatkan sebagian besar waktunya untuk mencemaskan hubungan yang mereka jalin. Meskipun merasakan tekanan itu, pola ini tetap mencari intimacy secara ekstrim dan bersedia mencampakkan kebutuhan otonomi mereka demi memenuhi kebutuhan intimacy. Mereka memandang orang lain sebagai sulit dimengerti dan sangat kompleks. Pada saat-saat penuh tekanan mereka menunjukkan distress dan sangat mendambakan respon dari orang lain untuk membantunya. Hal ini dapat digambarkan dengan pernyataan "Saya ingin benar-benar intim secara emosional dengan orang lain, tapi saya sering menemukan bahwa orang lain enggan untuk memiliki hubungan dekat seperti yang saya inginkan”. “Saya tidak nyaman berada diposisi tanpa hubungan yang dekat dengan orang lain, tapi kadang-kadang saya khawatir bahwa orang lain tidak menghargai saya seperti saya menghargai mereka".
c. Pola Dismissing memiliki persepsi positif mengenai dirinya, tapi negatif terhadap orang lain. Individu dengan pola ini memberi makna yang tinggi terhadap dirinya, dan lebih memilih mempertahankan self worth daripada menjalin hubungan intimacy dengan orang lain. Selain itu, pola ini juga memandang orang lain sebagai tidak dapat dipercaya dan tidak dapat diandalkan, sehingga dalam rangka melindungi diri, perilaku menghindar menjadi penting. Individu dengan pola dismissing umumnya berasal dari perlakuan ibu yang sering menolak anak secara konsisten serta sering tidak responsif terhadap isyarat dan komunikasi anak. Hal ini akan membuat anak memutuskan untuk hidup tanpa kasih sayang dan dukungan orang lain serta cenderung untuk mencukupi kebutuhan psikologisnya sendiri. Inilah yang membuat individu dismissing mengembangkan persepsi yang positif terhadap diri tetapi negatif terhadap orang lain. Pola dismissing memiliki tujuan utama mempertahankan jarak (emosional) dengan orang lain dan mencegah orang lain untuk menjalin hubungan yang terlalu dekat dengannya. Kecenderungan mereka adalah membatasi intimacy yang bagi pola dismissing untuk mempertahankan self reliance dan otonomi berlebihan. Pola ini memiliki prasangka terhadap motivasi orang lain menjalin hubungan dengannya. Mereka memandang orang lain tidak dapat diandalkan dan dipercaya. Dalam keadaan tertekan, pola dismissing cenderung menekan emosi negatif yang dirasakannya (Shaver, Collin, & Clark, 1995). Hal ini dapat digambarkan dengan pernyataan "Saya nyaman tanpa hubungan emosional yang dekat”. “Sangatlah penting bagi saya untuk merasa bebas, mandiri, dan saya memilih untuk tidak bergantung pada orang lain atau orang lain bergantung pada saya".
d. Pola Fearful memiliki persepsi yang negatif terhadap diri dan orang lain. Pola ini percaya bahwa orang lain tidak dapat diandalkan dan merasa dirinnya tidak berharga untuk mendapat respon emosional. Individu fearful umumnya berasal dari ibu yang sering menolak anak secara konsisten serta sering tidak responsive terhadap isyarat dan komunikasi anak. Berbeda dengan pola dismissing, anak dengan pola fearful tidak berusaha memenuhi sendiri kebutuhan dirinya, melainkan menganggap dirinya sangat tidak berharga karena selalu ditinggal dan ditolak ibunya. Karenanya individu dengan pola fearful mengembangkan persepsi yang negatif terhadap diri maupun orang lain.
Pola fearful memiliki tujuan utama mempertahankan jarak (emosional) dengan orang lain dan mencegah orang lain untuk menjalin hubungan yang terlalu dekat dengannya. Kecenderungan mereka adalah membatasi intimacy yang bagi pola fearful disebabkan oleh kekhawatiran ditolak oleh orang lain. Pola ini memiliki prasangka terhadap motivasi orang lain menjalin hubungan dengannya. Mereka memandang orang lain tidak dapat diandalkan dan dipercaya. Dalam keadaan tertekan pola fearful cenderung menampilkan emosi yang dirasakan namun menolak untuk meminta perlindungan dan dukungan orang lain (Shaver, Collin, & Clark, 1995). Hal ini dijelaskan dengan pernyataan berikut "Saya agak tidak nyaman dekat dengan orang lain”. “Aku ingin memiliki hubungan dekat secara emosional, tapi saya merasa sulit untuk mempercayai orang lain sepenuhnya, atau untuk bergantung pada mereka”. “Aku khawatir akan terluka jika membiarkan diriku terlalu dekat dengan orang lain”.
Tingkah laku attachment akan teraktifkan terutama dalam kondisi yang tampak mengancam. Tingkah laku keempat pola adult attachment akan tampak berbeda secara lebih nyata pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu: kondisi individu (misal; sakit atau lelah), kondisi lingkungan (bencana alam, hal-hal yang membahayakan), dan kondisi-kondisi lain yang dianggap mengancam hubungan attachment (misal ketidakhadiran atau keengganan figur attachment untuk dekat) (Bowlby, 1969; dalam Feeney and Noller, 1998).
Brennan, Clark, Shaver, Fraley dan Waller (dalam Collins & Feeney, 2004) menjelaskan bahwa avoidance berkaitan dengan seberapa jauh individu membatasi intimasi dan ketergantungan pada orang lain. Anxiety merupakan perasaan tentang keberhargaan dirinya (self-worth) berkaitan dengan seberapa tinggi individu merasa khawatir bahwa ia akan ditolak, ditinggalkan, atau tidak dicintai oleh figur attachment atau significant others.