Pengertian Sejarah dan Peninggalan Sejarah : Secara sederhana sejarah berarti cerita tentang kehidupan manusia pada masa lampau. Selain itu sejarah juga berarti ilmu yang mempelajari tentang kehidupan manusia pada masa lampau. Kehidupan manusia pada masa lampau dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan sejarah yang ditemukan. Dalam ilmu sejarah peninggalan-peninggalan sejarah ini disebut sebagai sumber sejarah. Terdapat tiga jenis sumber sejarah, antara lain:
1. Sumber lisan. Sumber lisan dibagi menjadi dua, yaitu sejarah lisan dan tradisi lisan. Sejarah lisan adalah cerita sejarah yang diperoleh dari pelaku sejarah atau saksi sejarah. Sedangkan tradisi lisan adalah cerita yang diperoleh secara turun temurun dari generasi ke generasi, artinya orang yang bercerita tidak ikut terlibat atau menyaksikan peristiwa sejarah yang diceritakan. Kedua jenis sumber lisan ini selanjutnya perlu diteliti kebenarannya.
2. Sumber tulisan atau dokumen, yaitu keterangan mengenai peristiwa sejarah dalam bentuk tulisan.
3. Sumber benda. Sumber benda merupakan saksi bisu, namun bukan berarti tidak menyimpan informasi. Dari sumber benda ini masyarakat sekarang dapat mengetahui dan memaknai kebudayaan nenek moyangnya.
Gresik sebagai salah satu kota tua memiliki peran besar dalam proses perkembangan masyarakat Indonesia. Peran itu dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan sejarah yang ditinggalkan. Namun demikian, lewat perjalanan waktu yang cukup panjang, apa yang ditinggalkan oleh masyarakat Gresik masa lalu sudah mengalami perkembangan, perubahan, bahkan penyimpangan. Adanya perubahan itu dapat dimaklumi karena warisan tersebut telah melewati perjalanan waktu, perubahan sosial budaya yang cukup panjang, dengan intensitas yang berbeda-beda, yang masing-masing kurun waktu memiliki karakteristik sendiri. Sehubungan dengan itu sangat penting artinya mengetahui proses pewarisan tersebut guna mengatahui seandainya ada penyimpangan atau perubahan dalam pewarisan dari generasi ke generasi.
Peninggalan Bangunan dan Kriya Rupa
1. Kecamatan Gresik
a. Pelabuhan Gresik
Gresik memiliki pelabuhan yang sangat terkenal sejak kuno. Lokasinya terletak sekarang terletak di Kampung Bandaran. Pelabuhan ini berfungsi sebagai penghubung antara jalur maritim dengan jalur darat. Pada zaman dahulu, ketika perhubungan dengan daerah pedalaman lebih banyak memanfaatkan sungai, maka lokasi pelabuhan lebih menguntungkan jika berada di muara sungai. Melalui jalur sungai penduduk pedalaman dapat mengangkut hasil pertanian dan perkebunan ke pantai tanpa memerlukan banyak beaya.
Terdapat berbagai sumber yang menyebutkan bahwa pelabuhan Gresik pada masa lalu selalu mengalami pergeseran. Disebutkan juga bahwa pada abad ke-15 M di Gresik terdapat dua pelabuhan kembar yaitu pelabuhan Gresik dan Jaratan (Jortan), keduanya berada di muara sungai.
Diperkirakan pelabuhan Gresik adalah pelabuhan yang terletak di Desa Karang Kiring (sekarang) yang berhadapan dengan sungai Lamong sebelum akhirnya berpindah ke lokasi sekarang. Sedangkan pelabuhan Jaratan adalah pelabuhan yang terletak di Desa Mengare yang juga berhadapan dengan Sungai Solo Lawas (Bengawan Solo).
Pada masa Kerajaan Majapahit sudah terdapat penguasa pelabuhan Gresik yang umum disebut dengan syahbandar (subandar). Tugas utama dari syahbandar adalah mengawasi dan mengurus perdagangan di daerah kekuasaannya, termasuk pengawasan di pasar, gudang, ukuran timbangan, barang-barang perdagangan, dan mata uang yang dipertukarkan. Apabila terjadi perselisihan paham antara nahkoda dengan para pedagang di salah satu kapal yang terjadi di wilayah syahbandar yang bersangkutan, maka ia bertindak sebagai penengahnya.
Pada umumnya pedagang yang paling berwibawa dan cakap diangkat sebagai syahbandar oleh penguasa kerajaan. Kewibawaan dan kecakapan ini sangat diperlukan karena tugas yang diemban juga sangat berat. Selain berbagai tugas tersebut di atas, syahbandar juga harus mampu memberikan petunjuk dan nasehat tentang tata cara berdagang di daerah setempat. Ia juga berhak menaksir barang dagangan yang dibawa oleh para pedagang, dan menentukan bea cukai (pajak) yang harus dipenuhi.
Dalam Babad Gresik disebutkan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit telah datang para ulama pedagang dari negeri Gedah yang diperintah oleh Sultan Sadad untuk menyiarkan agama Islam sambil berdagang, mereka dipimpin oleh Maulana Ibrahim Asmara dan berhasil mendarat di pelabuhan Gresik. Setelah beberapa lama tinggal di Gresik, kemudian mereka kembali ke negaranya.
Kegiatan mereka dilanjutkan oleh Maulana Malik Ibrahim bersama Maulana Maghfur. Kedua ulama pedagang ini mendarat di Gresik pada akhir abad XIV M. Tujuan utama mereka datang ke Jawa, selain berdagang dan menyiarkan agama Islam, juga mengunjungi bibinya yang menjadi permaisuri raja Majapahit. Kedua ulama pedagang ini juga berupaya untuk mengislamkan raja Majapahit. Walaupun usaha ini mengalami kegagalan, tapi mereka tetap dihargai oleh raja. Penghargaan ini ditandai dengan adanyah izin untuk menyiarkan agama Islam. Bahkan pada masa itu raja Majapahit berkenan memberikan tanah perdikan di Gapuro-Gresik, sekaligus mengangkatnya sebagai syahbandar Gresik. Mulai saat itulah pelabuhan Gresik menjadi ramai dan terkenal, sehingga banyak kapal berlabuh untuk berdagang.
Diangkatnya pedagang asing sebagai syahbandar merupakan hal umum pada saat itu, karena para pedagang asing akan lebih tenteram, dimana kepentingan mereka selalu diperhatikan oleh pejabat pelabuhan yang berasal dari kalangannya sendiri. Sedangkan penunjukan Maulana Malik Ibrahim selain pertimbangan itu, dimungkinkan juga karena pertimbangan kejujurannya sebagai penganut Islam yang taat, sehingga kegiatan pelayaran dan perdagangan di Gresik akan terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sebelum bermukim di Gapuro-Gresik untuk mengemban amanat dari raja Majapahit, Maulana Malik Ibrahim bermukim di Pasucinan, kemudian pindah ke Roomo. Maulana Malik Ibrahim sebagai tokoh sejarah dapat dibuktikan dengan keberadaan makamnya di Kampung Gapuro-Gresik (sekarang). Pada jirat makamnya diperoleh informasi bahwa beliau meninggal pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 H/1419 M.
Setelah Maulana Malik Ibrahim meninggal, kemudian tiba lagi sekelompok pedagang di Gresik. Menurut Babad Gresik, mereka berasal dari Cempa, dipelopori oleh Raden Ali Hutama atau Raden Santri, Abu Hurereh atau Abu Burereh, dan Raden Rahmad atau kemudian dikenal dengan Sunan Ampel. Rombongan ini kabarnya juga masih memiliki hubungan keluarga dengan permaisuri raja Majapahit.
b. Kompleks Makam Malik Ibrahim
Makam Maulana Malik Ibrahim yang juga sering dikenal dengan sebutan Sunan Gresik ini berada di Desa Gapuro, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Dalam tradisi tulis disebutkan bahwa beliau adalah putra Maulana Ibrahim Asmara. Beliau mendapat tugas untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa sambil berdagang. Beliau mendarat di pelabuhan Leran pada akhir abad ke-14 M, kemudian pada awal abad ke-15 M mendapat wewenang dari raja Majapahit untuk menjadi Syahbandar atau kepala pelabuhan Gresik sambil mengembangkan agama Islam di wilayah perdikan Gapuro-Gresik. Tugas itu diemban sampai beliau meninggal dunia tahun 822H/1419 M.
Nisan makam kubur ini bertuliskan kaligrafi yang sangat indah digoreskan dalam bentuk lengkung menyerupai kubah, isinya antara lain:
- Surat Al Baqarah ayat 255
- Surat Ali Imran ayat 185.
- Surat Ar Rahman ayat 26-27.
- Surat At Taubah ayat 21-22.
- Pernyataan tentang hari, tanggal, bulan, dan tahun wafatnya Maulana Malik Ibrahim, yaitu Hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 822 H (1419 M).
Makam Maulana Malik Ibrahim berada dalam sebuah kompleks khusus bersama dua tokoh lainnya yang memiliki jirat dan nisan serupa. Arsitektur bangunan ini tidak jauh berbeda dengan makam Maulana Malik Abdullah dan Sultanah Nashriyah dari Pasai. Sementara itu seorang pakar sejarah purbakala bernama Moquette menyatakan bahwa nisan tersebut diimpor dari Cambay.
c. Kompleks Makam Nyai Ageng Pinatih
Makam ini terletak di Kelurahan Kebungson, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik.kira-kira 300 meter sebelah Utara alon-alon Gresik.
Menurut sumber Babad Gresik disebutkan bahwa Nyai Ageng Pinatih adalah bekas istri seorang Patih kamboja. Beliau juga tercatat sebagai wanita Islam yang sangat berjasa, karena beliau adalah ibu angkat dari Sunan Giri. Beliau berhasil menjadi saudagar kaya raya di Gresik, kemudian oleh raja Majapahit diangkat sebagai syahbandar Gresik pada tahun 1449 sampai 1478 M menggantikan Raden Santri atau Ratu Pandita.
Sumber lain tentang Nyai Ageng Pinatih diperoleh dari laporan perjalanan Cheng Ho. Cheng Ho adalah pemimpin rombongan muhibah dari Cina yang pernah lima kali mendarat di pelabuhan Gresik dalam rangkaian perjalanannya antara tahun 1407 sampai 1433 M. Dalam sumber itu disebutkan bahwa Nyai Ageng Pinatih adalah putri seorang penguasa berkebangsaan Cina yang ditempatkan oleh raja Majapahit di Palembang. Setelah ayahnya meninggal terjadi kemelut dalam lingkup keluarganya, sehingga beliau kembali ke Majapahit. Dalam sumber lain disebutkan bahwa beliau berhasil menjadi saudagar kaya raya di Gresik, kemudian oleh raja Majapahit diangkat sebagai syahbandar Gresik pada tahun 1449 sampai 1478 M menggantikan Raden Santri atau Ratu Pandita.
Kompleks makam Nyai Ageng Pinatih menempati areal seluas 25 x 35 m. Lingkungan situs berbatasan dengan kompleks pemukiman kuna dan gedung sekolah. Makam-makam dalam kompleks ini selain berada di dalam cungkup juga tersebar di luar cungkup. Makam-makam yang terletak di kompleks ini sebagian besar telah dipugar dengan mengguakan bahan-bahan modern, seperti nampak pada jirat makamnya yang berbahan porselin. Kompleks makam ini sekarang tidak digunakan lagi sebagai pemakaman.
d. Kompleks Makam Raden Santri
Makam Raden Santri terletak di Desa Bedilan, Kecamatan Gresik tidak jauh dari makam Maulana Malik Ibrahim dan Nyai Ageng Pinatih, tepatnya kira-kira 100 meter sebelah Utara alon-alon Gresik.
Raden Santri adalah tokoh Islam seangkatan sekaligus kakak dari Raden Rahmad atau Sunan Ampel. Beliau juga sering dikenal dengan sebutan Sayid Ali Murtadlo. Berdasarkan berita tradisi beliau datang ke Pulau Jawa menyertai ayahnya yang bernama Maulana Ibrahim Asmara untuk menyebarkan agama Islam sambil berdagang. Sumber lain menyebutkan bahwa beliau datang ke Jawa bersama Abu Hurereh dan Raden Rahmad (Sunan Ampel) setelah Maulana Malik Ibrahim meninggal pada tahun 1419 M. Selain untuk menyiarkan agama Islam tujuan kedatangannya ke Jawa juga untuk mengunjungi bibinya yang menjadi permaisuri raja Majapahit.
Dalam berita tradisi juga disebutkan bahwa raja Majapahit berkenan memberikan jabatan pada Raden Santri sebagai syahbandar Gresik mulai tahun 1419 sampai 1449 M menggantikan Maulana Malik Ibrahim. Beliau memperoleh gelar Ratu Pandito dari raja Majapahit. Gelar ini merupakan anugrah rahasia yang diberikan oleh raja Majapahit untuk penguasa yang beragama Islam. Masih menurut berita tradisi bahwa beliau kawin dengan putri Madura dan mempunyai anak bernama Usman Haji. Usman Haji kemudian kawin dengan putri Madura, kemudian menurunkan anak Ja’far Shodiq atau Sunan Kudus.
e. Kompleks Makam Poesponegoro
Situs makam Poesponegoro terletak di Desa Gapuro, Kecamatan Kota Gresik. Kompleks makam ini merupakan kompleks makam keluarga bupati Gresik, yaitu bupati pertama beserta keluarganya. Makam utamanya adalah makam Poesponegoro yang pernah berkuasa di Gresik sejak tahun 1695 sampai 1730. Pendapat lain mengatakan bahwa beliau adalah bupati kedua di Gresik.
Kompleks makam tersebut terdiri dari beberapa cungkup yang berbahan batu putih. Secara umum makam-makam ini berjirat tinggi dengan nisan berbentuk dasar kurawal. Nama kompleks makam ini sebagaimana tertera dalam prasasti yang ada bernama Asmarataka, tapi masyarakat lebih mengenalnya dengan nama makam Poesponegoro.
Pada kompleks makam ini terdapat delapan gugusan cungkup yang terbuat dari batu putih dan tiga cungkup dari kayu. Cungkup Poesponegoro terletak paling Utara yang didalamnya terdapat jirat makamnya. Jirat makam Poesponegoro berbahan batu andesit, dengan kondisi yang cukup baik berwarna hitam. Jirat bagian bawah terdapat tiga tingkatan pelipit, jirat bagian atas berupa tujuh tingkat pelipit, di sisi Selatan terdapat inskripsi tiga baris berhuruf Arab. Apabila diamati nisan-nisan di kompleks ini bertipe Demak dan Troloyo, dengan bagian atas berbentuk kurawal.
Selain makam Poesponegoro di dalam kompleks ini juga terdapat makam tokoh-tokoh lainnya, antara lain Kyai Tirtodirjo, Kyai Tirtorejo, Kyai Suronegoro, dan Aryonegoro. Kompleks makam ini sekarang tidak digunakan lagi.
f. Kampung Kemasan
Kampung Kemasan merupakan sebutan bagi penggalan sebuah gang sepanjang sekitar 200 meter di kawasan yang dikenal dengan nama Pakelingan, Kecamatan Kota Gresik. Lokasi ini pada abad ke-19 M merupakan pemukiman orang-orang Eropa dan kaum pribumi yang cukup mapan dari segi ekonomi.
Bangunan-bangunan di kanan dan kiri gang ini memiliki arsitektur perpaduan antara corak Eropa dan Cina. Unsur Eropa dapat dilihat pada tampak depan bangunan, yang umumnya memiliki susunan anak tangga yang makin mengecil ke atas, dengan tiang-tiang bergaya doria dan ionia, serta pintu jendela berukuran besar dengan lengkung-lengkung di bagian atasnya. Sedangkan unsur Cina tampak pada sejumlah ornamen maupun tempat hio di pintu gerbang rumah. Sebagian besar rumah-rumah tersebut berlantai dua.
Menurut tradisi lisan bahwa dimasa pendirian rumah-rumah ini seluruhnya didominasi oleh warna merah. Rumah-rumah ini dihuni oleh orang-orang yang masih mempunyai hubungan keluarga, dan termasuk rumah megah untuk ukuran zamannya. Penduduk sekitarnya menyebut dengan kemasan yang berkonotasi masa-masa keemasan.
g. Kampung Kemuteran
Seperti halnya dengan perkampungan yang terdapat di kota Gresik, wilayah yang dikenal dengan nama Kemuteran ini juga banyak terdapat bangunan rumah tinggal kuno. Rumah-rumah tersebut menampilkan gaya seni bangun beraneka ragam. Sebagaimana masih dapat dilihat sampai sekarang yaitu terdapatnya seni bangunan bergaya Eropa, Cina, maupun perpaduan keduanya.
Gaya seni bangun Eropa nampak pada tiang bangunannya, baik gaya doria, ionia, maupun Corinthia, pintu serta jendela berukuran besar dengan bentuk lengkung dibagian atasnya, serta hiasan berupa menara-menara kecil pada bagian samping atap bangunan. Selain itu juga terdapat teras-teras yang cukup lebar.
Sedangkan unsur-unsur Cina tampak pada bentuk atap yang mempunyai lengkung pada ujung-ujung hubungannya. Sebagaimana kampung Kemasan, sebagian besar bangunan di lokasi ini berlantai dua. Belum diperoleh keterangan sejak kapan rumah-rumah ini dibangun. Namun, dari salah satu bangunan diperoleh angka tahun pendiriannya yaitu pada bagian pedimen berangka tahun 1916 M.
h. Kampung Arab
Kampung Arab adalah sebutan untuk Kampung Pulopancikan dan Gapuro. Kedua kampung ini masuk dalam wilayah Kecamatan Kota Gresik. Di kawasan yang dikenal dengan kampung Arab ini terdapat bangunan-bangunan rumah tinggal kuno yang sebagian besar menampilkan gaya seni bangun Asia Barat, Eropa, Cina, maupun campuran antara ketiganya.
Corak seni bangun Eropa pada kompleks tersebut tampak pada bagian kaki bangunan yang terdiri atas susunan anak tangga yang megecil ke atas, dengan tiang-tiang bergaya doria, ionia, maupun corinthia. Unsur-unsur Cina tampak pada bagian atap, yaitu berupa lengkung pada ujung-ujung hubungannya, sejumlah ornamen, serta keberadaan sebuah kelenteng Cina. Tampaknya selain dihuni oleh keturunan Arab, bagian Utara kampung ini juga merupakan tempat tinggal keturunan Cina. Sedangkan unsur Asia Barat tampak pada pagar tinggi yang menutupi tampak depan bangunan. Unsur ketertutupan bangunan tersebut merupakan hal yang umum dijumpai pada bangunan-bangunan berarsitektur Islam.
i. Kompleks Pecinan
Kompleks Pecinan terdapat di sebelah Timur alon-alon Gresik, secara administratif masuk Desa Pulopancikan. Berdasarkan sumber-sumber yang ada para pedagang Cina memiliki peran yang sangat penting dalam perdagangan di Gresik. Selain itu disebutkan bahwa kedatangan orang-orang Cina ke Gresik terjadi jauh sebelum tahun 1400 M. Mereka pertama kali datang menyebut Gresik dengan istilah T’se- T’sun, artinya kampung kotor atau kumuh.
Adapun unsur-unsur Cina dalam kompleks ini tampak pada bagian atap, yaitu berupa lengkung pada ujung-ujung hubungannya, sejumlah ornamen, serta keberadaan sebuah kelenteng Cina.
2. Kecamatan Manyar: Kompleks Makam Leran
Kompleks makam ini terletak di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Leran terletak sekitar 8 kilometer sebelah Barat kota Gresik, sebuah lokasi yang cukup mudah untuk dijangkau.
Peninggalan yang sampai saat ini juga dikenal sebagai kompleks makam Panjang terdiri dari makam-makam, bangunan, dan tembok keliling. Pola halaman pada kompleks makam Leran tersusun ke belakang dengan sisi belakang dianggap paling sakral. Bangunan induk berupa cungkup terbuat dari bahan batu putih merupakan makam tokoh sentral, yaitu Siti Fatimah binti Maimun, berangka tahun 495 H/1082 M sebagaimana terpahat pada batu nisannya. Di dalam cungkup juga terdapat makam tokoh lain yang sampai sekarang masih belum diketahui identitasnya.
Cungkup makam Siti Fatimah binti Maimun ini memiliki nilai arsitektur yang sangat tinggi. Bagian kaki dan badan bangunan dihias dengan pelipit-pelipit persegi dan atap berbentuk limas, dindingnya tebal, dengan ruangan yang sempit. Batu bata putih digunakan sebagai bahan tembok mengelilingi cungkup. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa Siti Fatimah binti Maimun memiliki kedudukan yang penting pada zamannya.
Nisan makamnya dihiasi dengan pahatan kaligrafi bergaya kufi. Adapun isi pahatan kaligrafi itu antara lain:
- Bagian awal hampir seluruh kolom aus dan sulit dibaca, terdapat bentuk tulisan yang diperkirakan basmallah, kemudian dilanjutkan Surat Ar Rahman ayat 26.
- Surat Ali Imran ayat 185.
- Nama Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang meninggal hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awal.
- Tahun wafatnya yaitu 495 H/1082 M.
- Penutup yang diakhiri dengan bacaan shadaqallahu wa shadaqa rasulu al Karim.
Apabila dibandingkan, nisan ini ada persamaannya dengan nisan yang ditemukan di Phandrang (Thailand) dan sebuah di Mesir. Batu nisan di Phandrang belum diketahui identitasnya. Sedangkan batu nisan di Mesir deketahui bernama Fatimah binti Ishak yang meninggal tahun 250 H/864 M. Seorang pemerhati sejarah purbakala bernama Moquette menyatakan bahwa batu nisan tersebut berasal dari produk yang sama yaitu Cambay, India.
Selain makam Siti Fatimah binti Maimun di dalam cungkup, juga terdapat makam-makam lainnya di luar cungkup, diantaranya ada yang dikenal dengan makam panjang, karena berukuran panjang sekitar 9 meter. Menurut berita tradisi yang dimakamkan adalah para pengikut setia Siti Fatimah binti Maimun.
3. Kecamatan Kebomas
a. Kompleks Makam Sunan Giri
Kompleks makam Sunan Giri terletak di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Makam ini berada di atas perbukitan dengan ketinggian 120 m diatas permukaan laut. Dalam kompleks makam Sunan Giri terdapat pintu masuk berbentuk Gapura bentar disisi selatan. Gapuro utama berukuran 5 m dengan lebar 2 m pada bagian pangkal dan tebal 70 cm. Penjaga pintu gapura adalah duah ekor patung naga bermahkota yang terletak pada dua sisi, kanan dan kiri. Gapura dan dua buah patung naga tersebut kondisinya sudah rusak akibat tangan manusia dan aus dimakan usia.
Selain gapuro utama terdapat pula gapura kedua, juga pada arah Selatan, berjarak sekitar 10 meter dari gapuro utama. Gapuro kedua tersebut berbentuk paduraksa. Di antara gapura pertama dan kedua pada arah Barat dan Timur dipadati oleh kubur. Secara umum nisan kuburnya memiliki tipe Troloyo dan Demak.
Gapura kedua yang berbentuk paduraksa pada kemuncaknya terdapat mastaka (memolo) berbentuk bunga padma. Dalam area pintu gerbang kedua terdapat kubur di dalam dan di luar cungkup. Kubur di luar cungkup merupakan kubur keluarga dan kerabat Sunan Giri.
Kubur keluarga dan kerabat terdapat di sebelah kanan atau pada arah timur cungkup makam Sunan Giri, dan pada kiri cungkup makam Sunan Giri atau pada arah barat merupakan makam putra-putri Sunan Giri. Di sebelah timur dalam cungkup makam Sunan Giri merupakan kubur istri kedua Sunan Giri yang Bernama Dewi Wardah. Cungkup makam Sunan Giri berukuran 4x6 meter. Cungkup kuburnya berbentuk limasan, beratap sirap, dan dinding gebyok padat dengan ornamen sulur-suluran bunga.
Secara keseluruhan bangunan cungkup makam Sunan Giri merupakan pusat dari kompleks makam. Apabila diperhatikan bentuk bangunan cungkup para wali itu seragam. Bangunan itu berbentuk joglo dengan pintu masuk rendah, sehingga apabila seseorang hendak memasukinya harus membungkukkan badannya, maknanya sebagai bentuk penghormatan terhadap si mati.
b. Kompleks Makam Sunan Prapen
Kompeks makam Sunan Prapen berada diperbukitan Giri, kira-kira 200 meter sebelah Barat Laut dari kompleks makam Sunan Giri.
Dalam Babad Gresik disebutkan bahwa Sunan Prapen adalah Sunan Giri keempat yang memerintah kerajaan Giri Kedaton, tepatnya tahun 1548 sampai 1605 M. pada zamannya Giri mencapai puncak kejayaan, bahkan disebut sebagai pusat politik religius, ekonomi, dan penyebaran agama Islam tidak hanya di Jawa, tapi juga jauh ke pulau-pulau bagian Timur Nusantara.
Kompleks makam ini memiliki halaman yang dibatasi oleh pagar keliling dari batu bata merah setinggi 15 Cm. Pagar itu sekarang sudah dalam keadaan runtuh. Pada sisi Selatan halaman terdapat batu andesit berbentuk segi empat. Batu itu oleh masyarakat setempat dikenal sebagai watu anak. Dinamakan watu anak karena merupakan salah satu sarana untuk melakukan hajat bagi siapa saja yang ingin mendapatkan keturunan, dengan cara duduk pada batu itu.
Di dalam komples ini terdapat tiga cungkup yang berjajar dari Timur ke arah Barat, masing-masing adalah cungkup Sunan Prapen, Panembahan Kawisguwa, dan Pangeran Agung.
Cungkup makam Sunan Prapen berbentuk tajug dengan kemuncak terbuat dari bahan tembaga. Bangunan itu terdiri dari dua ruang. Ruang kedua yang merupakan ruang utama dalam cungkup makam berada dalam ruang pertama. Ruangan pertama berbentuk bujur sangkar berukuran 7,8 m x 7,8 m, dengan tinggi lantai 23 Cm. Dinding ruang itu merupakan gebyok (dari bahan kayu) yang beragam hias dengan motif flora dan fauna yang distilir.
Pintu ruang pertama berada di sebelah Selatan dengan daun pintu berbentuk kupu tarung. Pada ambang pintu terdapat hiasan dua ekor naga yang distilir dalam bentuk pepohonan. Di dalam ruang kedua terdapat dua makam berjajar dari Barat ke Timur. Makam yang berada disisi Barat merupakan makam Sunan Prapen, sedangkan makam yang berada di sebelah Timur merupakan makam istri Sunan Prapen.
c. Kedaton Giri
Kedaton Giri terletak di sebuah bukit, tepatnya di Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kebomas, kira-kira 200 meter sebelah Selatan makam Sunan Giri.
Menurut sumber sejarah tradisional, kompleks ini merupakan istana Kerajaan Giri, yang kemudian sering dikenal dengan sebutan Giri Kedaton. Dalam Babad Gresik disebutkan bahwa kedaton ini didirikan oleh Sunan Giri pada tahun 1486 M. Di tempat ini pula Sunan Giri menobatkan diri sebagai raja Giri, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal 894 H (9 Maret 1487 M) disaksikan oleh para wali sezaman dan masyarakat pendukungnya bergelar Prabu Satmoto atau Sultan Ainul Yakin. Peristiwa penobatan itu merupakan cikal bakal pemerintahan Gresik.
Dipilihnya bukit Giri sebagai tempat kedaton berdasarkan petunjuk dari Syeh Maulana Ishak, ayahnya. Pemilihan itu didasarkan atas kesamaan jenis segenggam tanah yang diperoleh dari ayahnya. Di tempat ini pula pernah dibangun masjid dan pondok pesantren yang pertama di Giri. Semua bagunan itu tinggal bekasnya, termasuk kelengkapan kedaton lainnya berupa batu pelinggihan, kolam wudhu, dan dinding pagar kuno. Giri Kedaton sebagai aset budaya Gresik mulai dipugar pada tahu 2002 dan berakhir pada tahun 2005.
d. Makam Resboyo
Situs ini terletak di Dusun Klangonan, Desa Giri Gajah, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Makam Resboyo berada di sebelah Barat kompleks makam Sunan Prapen yang dibatasi oleh pagar dari batu putih dengan tinggi 1 meter. Pagar keliling tersebut berdenah bujur sangkar berukuran 9,5 x 9,5 m. Di luar pagar terdapat makam-makam lainnya yang rata-rata nisannya berhiaskan pahatan kala marga. Hiasan ini menggambarkan masih melekatnya unsur-unsur pra-Islam (Hindu), sebagaimana dijumpai pada masa kebudayaan Islam paling awal di Indonesia. Makam ini berada dalam sebuah cungkup semi permanen yang terbuat dari papan dengan atap seng. Atap cungkup ditopang oleh dua buah tiang terbuat dari kayu persegi.
Secara khusus tidak diketahui secara pasti peranan tokoh ini dalam paggung sejarah. Namun, bila diamati dari tata letak makam berada pada bagian teras teratas bukit dan sejajar, serta berdekatan dengan makam-makam penguasa pengganti Sunan Giri menggambarkan bahwa tokoh ini merupakan tokoh yang relatif penting dalam peringkat kekerabatan pada Dinasti Giri, dan dimungkinkan hidup sezaman dengan tokoh-tokoh yang dimakamkan di kompleks makam Sunan Prapen.
Berdasarkan berita tradisi disebutkan bahwa Panembahan Resboyo adalah Pangeran Mas masih keturunan raja-raja Majapahit yang berhasil menjadi penguasa di daerah Blega, Sumenep, Sampang, dan Pamekasan. Beliau menggantikan ayahnya bernama pangeran Tengah yang meninggal pada tahun 1621 M. Putra mahkota yang seharusnya menggantikan adalah Raden Prasena. Oleh karena Raden Prasena masih kecil maka Pangeran Mas yang menggantikan ayahnya.
Pada masa tersebut Madura Barat diserang oleh Sultan Agung dari Mataram sebanyak dua kali. Akhirnya pada tahun 1642 M Madura Barat dapat ditaklukkan oleh Mataram. Pertempuran hebat antara pasukan Mataram dengan Madura Barat yang dibantu oleh Sumenep dan Pamekasan terjadi di Sampang. Dalam keadaan terluka dan menyadari kekalahan pasukannya Pangeran Mas melarikan diri ke Giri. Kemudian menetap di Giri hingga meninggal dan dimakamkan di Giri. Panderan Mas yang berasal dari Arosbaya ini kemudian dikenal sebagai Pangeran Arosbaya. Nama Arosbaya oleh masyarakat Giri dikenal sebagai Panembahan Resboyo seperti yang dikenal sampai sekarang.
e. Makam Tanggung Boyo
Situs makam Tanggung Boyo berada di puncak bukit yang terletak di sebelah Tenggara kompleks makam Sunan Giri. Secara administratif makam ini terletak di Desa Giri Gajah, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Dilihat dari tata letaknya di bukit yang lebih rendah, nampaknya Taggung Boyo berada dalam jenjang sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan Sunan Giri dan tokoh-tokoh yang dimakamkan di kompeks makam Sunan Prapen. Menurut tradisi lisan, tokoh ini berperan sebagai senopati pada zaman Sunan Giri. Sesuai dengan namanya beliau bertanggungjawab atas keamanan keraton jika terjadi bahaya, sehingga beliau juga mempunyai anak buah atau prajurit.
Situs ini menempati areal seluas 32,5 x 30 m. Pada makam Tanggung Boyo terdapat sebuah cungkup. Nisan dan jirat pada makam ini terbuat dari bata putih. Jiratnya polos, nisannya berbentuk kurawal tanpa hiasan apapun dan nampak sama dengan sejumlah makam yang berada di luar cungkup dalam kompleks ini. Sekitar 10 meter di sebelah timur cungkup utama terdapat sebuah sumur kuna yang sudah tidak berair. Kompleks ini sekarang sudah tidak difungsikan lagi sebagai tempat pemakaman.
f. Makam Putri Campa
Makam ini terletak sekitar 2 Km di sebelah Timur bekas kompleks Giri Kedaton, tepatnya berada di Dusun Petukangan, Kelurahan Gending, berjarak kira-kira 4 Km ke arah Barat Daya dari alon-alon Gresik.
Kompleks makam ini teletak di atas bukit. Kompleks ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama merupakan cungkup tokoh utama yaitu Putri Campa, dua bagian lainnya adalah kelompok makam yang yang terdapat dibagian bawahnya. Cungkup makam putri Campa menghadap ke arah Selatan, berdenah bujur sangkar dan beratap joglo. Dinding cungkup dalam makam ini berbahan batu bata. Jirat dan nisan makamnya terbuat dari batu putih tanpa hiasan, dengan bentuk lancip dibagian atasnya. Menurut tradisi lisan bahwa putri Campa datang dari Campa untuk berguru pada Sunan Ampel di Surabaya.
g. Monumen Perjuangan Gunung Lengis
Monumen perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di Gresik dibangun di lereng Gunung Lengis. Dipilihnya lereng Gunung Lengis sebagai tempat pembangunan monumen atas dasar bahwa di tempat ini pernah terjadi pertempuran yang sangat sengit antara arek-arek Gresik melawan sekutu pada masa awal kemerdekaan, tepatnya tanggal 8 Desember 1945. Dalam pertempuran sengit itu kurang lebih 42 prajurit TKR yang gugur sejak awal pertempuran. Selain itu kompleks Gunung Lengis merupakan garis pertahanan paling depan. Garis pertahaan ini sangat luas membentang dari arah Timur pantai Karang Kiring ke arah Barat sampai pegunungan Desa Sumber.
Dari 42 prajurit yang gugur tersebut baru 22 namanya yang tercatat, lainnya temasuk pahlawan tak dikenal. Mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Gresik. Adapun nama-nama mereka yang tercatat antara lain: Sampe, Mingun, dan Radji (ketiganya dihanyutkan musuh di Kali Lamong), Soekirman, Anang, Abdul Rachman, As’at, Asnan, Doelmadjid, Idjan, Kadir B, Marwan, Matrais A, Matrais B, Mat fatkoer, Matsarip, Pa’I, Salim B, Salikin, Tarkim, Tauchid, Doeladji, Koesen A, Kosnan, Kopral Woedjoed, dan Kopral Abdan. (Abdul Wachid, 1984: 63).
Monumen Gunung Lengis berdiri di atas landasan pondamen yang terdiri dari lima sisi. Masing-masing sisi dengan ukiran relief yang meggambarkan peristiwa pada saat itu, antara lain:
- Sisi pertama: tertulis kata-kata mutiara berbunyi “Ku persembahkan padamu, pahlawan sebagai kenangan abadi serta ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya atas jasamu pada bangsa dan negara”. Namun patut disayangkan pahatan kata-kata mutiara itu sudah tidak ada lagi.
- Sisi kedua: Menunjukkan peristiwa pertempuran sengit yang terjadi pada tanggal 8 Desember 1945. Tentara Inggris menerobos ke Kota Gresik dengan tiga kekuatan, yaitu Darat, Laut, dan Udara. Korban kedua belah pihak berjatuhan.
- Sisi ketiga: Menunjukkan pasukan dari pejuang TKR berada di garis pertahanan paling depan dengan menggunakan berbagai jenis senjata.
- Sisi keempat: Menunjukkan pesawat terbang jenis musquito Inggris yang dapat ditembak jatuh oleh para pejuang TKR di Gresik.
- Sisi kelima: Menunjukkan partisipasi rakyat yang penuh semangat dan spontanitas memberikan sumbangan apa saja pada para pejuang yang berada di garis depan.
4. Kecamatan Sidayu: Kompleks Makam Kanjeng Sepuh
Kompleks makam Kanjeng Sepuh terletak di Desa Kauman, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Tepatnya berada di belakang Masjid Agung Kanjeng Sepuh. Kompleks makam ini merupakan tokoh-tokoh masyarakat Sidayu (para bupati dan keturunannya). Perlu diketahui bahwa sebvelum menjadi wilayah kecamatan, Sidayu merupakan kadipaten yang dipimpin oleh seorang bupati.
Bentuk jiratpada komplerks makam ini beraneka ragam, segi empat dan segi delapan. Khusus untuk kubur para bupati diberi cungkup dan inskripsi berhuruf Arab, Jawa, dan Latin, berbahasa Melayu, Jawa, dan Belanda. Digunakannya beberapa bahasa menandakan adanya beberapa pengaruh penguasa di Kadipaten Sidayu.
Hiasan yang menghiasi kolom tulis dari inskripsi tersebut secara sepintas terlihat bermotifkan rangkaian suluran, yaitu ranting atau dahan, daun, dan bunga. Hiasan yang paling penuh adalah yang membentuk sebuah cermin berbingkai dengan hiasan suluran pada bagian-bagian pinggirnya.
Kompleks makam Kanjeng Sepuh dikelilingi oleh pagar tembok berbentuk bujur sangkar berukuran 34,5 x 34,5 m. tinggi pagar 2,1 m dengan lebar 0,45 m. Pintu gerbangnya ada di sebelah timur berbentuk paduraksa.
Kompleks makam ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain:
- Kelompok para tokoh yang keletakannya ada di sisi belakang dan dibagi menjadi tiga deret. Adapun tokoh yang dimakamkan ditandai dengan bangunan cungkup. Tokoh-tokoh tersebut antara lain:
- Kanjeng Raden Kudus
- Pangeran Adipati Tjokro Noto Segoro
- Kanjeng Sepuh/Kanjeng Adipati Ario Suro Hadiningrat dan istri
- Kanjeng Pangeran Sura Hadiningrat IV dan istri
- Kanjeng Raden Adipati Suryo Winoto dan istri
- Kanjeng Joko/Raden Museng/Kanjeng Raden Adipati Suro Hadiningrat II
- Raden Jamilan dan 11 makam kerabat.
- Kelompok makam ulama, penghulu Sidayu dan kerabat. Tokoh utama yang berada pada kelompok makam ini adalah Sayid Kuning, seorang guru Kanjeng Sepuh dari Ampel, Surabaya.
- Kelompok 78 makam kerabat tanpa cungkup. Tokoh utama yang terdapat pada kelompok makam ini adalah Raden Qosim yang membangun makam Kanjeng Sepuh dan cungkup makam Kanjeng Ario Suro Hadiningrat.
5. Kecamatan Ujung Pangkah: Situs Gosari
Situs Gosari terletak di Desa Gosari, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik. Ditemukannya situs Gosari berawal dari informasi yang diperoleh Puslitbang Arkenas, Jakarta mengenai adanya tulisan pada batu dinding gunung kapur. Dalam peninjauan selanjutnya sebuah tim peneliti tidak hanya menemukan tulisan dimaksud, tapi juga menemukan sebuah lokasi yang padat dengan pecahan tembikar. Situs ini dimungkinkan sebagai tempat produksi gerabah. Situs ini teungkap ketika penduduk Desa Gosari bermaksud untuk menggunakan tempat ini sebagai lapangan sepak bola. Bahkan perataan lahan sudah dilakukan dengan alat berat.
Di situs ini ditemukan rangka manusia, tembikar, keramik, dan mata uang yang diketahui berasal dari abad ke-12 sampai 14 M. Jenis tembikar yang dikenali antara lain kendi bercerat (biasanya disebut kendi zaman Majapahit), botol mercury, celengan, teko, periuk, dan cawan. adapun jenis keramik yang ditemukan kebanyakan berasal dari Cina masa Dinasti Song abad ke-12-13 M, Yuan abad ke-13-14 M, dan Ming-Qing abad ke-15-18 M. Juga ditemukan keramik dari abad ke-14 sampai 20-an dari Cina, Thailand, Vietnam, dan Belanda.
Apabila dilihat dari jumlah dan kualitas keramik menunjukkan bahwa keberadaan barang-barang ini sebagai perabot harian tentunya juga berhubungan dengan jaringan perdagangan pada masa itu.
Dari penggalian penduduk ditemukan juga kepeng (uang) Cina berlubang segi empat dibagian tengah, dimungkinkan berasal dari Dinasti Song abad ke-12 M. kepeng ini ditemukan utuh. Kepeng-kepeng ini ada yang saling menempel pada saat ditemukan. Selain itu juga ditemukan benda-benda lainnya berupa sisa kerang mungkin sisa bekas makanan, tulang kerbau dan gigi.
6. Kecamatan Wringinanom: Situs Kepuh Klagen
Situs Kepuh Klagen tertelak di Desa Kepuh Klagen, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik. Di situs ini pernah ditemukan fosil yang diyakini oleh kalangan tertentu sebagai fosil manusia purba. Fosil adalah sisa tulang belulang manusia, hewan, atau sisa tumbuhan yang telah membatu dan tertanam di lapisan tanah selama ribuan bahkan jutaan tahun.
Penemuan fosil dilakukan dengan cara penggalian, kadangkala juga ditemukan oleh seseorang tanpa kesengajaan. Di Desa Kepuh Klagen ditemukan dua fosil oleh Tjokrohandoyo dan Duyfjes dalam penggalian tahun 1936. fosil-fosil ini sangat penting untuk mengkaji perkembangan manusia, karena diperkirakan berasal dari lapisan yang sangat tua, yaitu dua juta tahun lalu. Fosil yang ditemukan ini kemudian diberi nama Homo Mojokertensis. Untuk mengingat bahwa di Kepuh Klagen pernah ditemukan fosil, maka dibangun sebuah tugu peringatan “Pithecanthropus Mojokertensis.”
7. Kecamatan Bungah: Situs Mojopuro Wetan
Situs Mojopuro Wetan terletak di Desa Mojopuro Wetan, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. Di situs ini ditemukan arca dwarapala. Arca ini berbahan dasar batu andesit berwarna hitam dengan ukuran panjang bagian lapik 167 cm, lebar 120 cm, dan tinggi 356 cm. Termasuk arca dengan ukuran yang sangat besar. Arca ini berbobot sekitar 6,5 ton. Dimungkinkan arca dwarapala ini berasal dari zaman Majapahit. Pada Desember tahun 2005 arca ini dipindahkan oleh tim dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan ke Museum Sunan Giri Gresik. Namun arca ini kemudian dipindahkan ke BP3 di Trowulan Mojokerto pada pertengahan tahun 2006.
Berdasarkan hasil penelitian dari BP3 Trowulan dapat dideskripsikan bahwa Arca dwarapala berukuran besar bersikap berdiri dengan salah satu kaki maju selangkah. Muka arca sudah rusak. Kerusakan ini sudah terjadi sejak penelitian Knibel tahun 1902. Rambut disisir ke belakang, ujung bawah rambut ikal berbentuk tiga tingkat lingkaran memusat. Telinga lebar, memakai sumping berbentuk stiliran sulur-suluran turun ke belakang. Daun telinga memakai anting-anting berwujud muka tengkorak. Arca berleher pendek, berperut buncit. Pundak memakai hiasan stiliran sulur-suluran. Kalung (hara) melingkar di depan dada, berujud utaian tengkorak, berjumlah 11 buah. Kepala di bagian tengah depan berukuran lebih besar. Puting susu berupa goresan melingkar. Ikat perut (udarabhanda) berujud barisan lingkaran dengan stiliran sulur yang membesar ke arah tengah/perut, bagian tengah berupa tengkorak. Upawita berujud ular yang melilit badan dan pundak kiri. Ekor dan kepala ular melilit di atas pundak kiri.
Benda cagar budaya di situs Mojopuro Wetan merupakan data arkeologi yang sangat penting, karena merupakan situs dari masa klasik Hindu-Budha yang berada di kawasan Islam di Kabupaten Gresik. Dengan demikian di Kabupaten Gresik terjadi kesinambungan budaya dari masa klasik Hindu-Budha ke Islam.
8. Kecamatan Tambak: Makam Siti Zainab (Dewi Wardah)
Makam Waliyah Siti Zainab atau Dewi Wardah terletak di Desa Diponggo, Kecamatan Tambak Bawean. Sebagai tokoh yang disegani makamnya sampai sekarang menjadi salah satu tujuan ziarah. Berdasarkan tradisi lisan sebenarnya Waliyah Siti Zainab atau Dewi Wardah adalah istri kedua dari Sunan Giri. Beliau menyeberang ke Pulau Bawean untuk menyebarkan agama Islam. Pada saat itu beliau memusatkan kegiatan dakwahnya di Desa Sudi Monggo. Desa Sudi Monggo kemudian dikenal dengan nama Desa Diponggo.
Di Desa ini Waliyah Siti Zainab membangun masjid sebagai pusat dakwah Islam. Dalam tradisi lisan juga disebutkan bahwa beliau memiliki kesaktian, sehingga secara cepat berhasil memperoleh pengikut yang sangat banyak. Perlu diketahui bahwa dalam kepemimpinan tradisional seorang yang memiliki kesaktian akan mampu mengayomi masyarakatnya. Waliyah Siti Zainab meninggal dan dimakamkan di belakang masjid yang beliau dirikan. Selain meninggalkan bangunan masjid Waliyah Siti Zainab juga meninggalkan benda-benda bersejarah lainnya, yaitu kendi, dua buah tombak, cawan besar dari besi, piring keramik, entong, batok kelapa besar, dan sebagainya. Khusus keramik diperkirakan berasal dari Dinasti Ming. Peninggalan-peninggalan sejarah ini masih tersimpan rapi di sebuah ruangan belakang makam.