Pengertian Electronic Commerce (E-commerce)
Saat ini tidak dapat ditemui definisi pasti dari Electronic commerce atau E-commerce
yang telah distandarkan dan disepakati bersama. Kalakota dan Whinston (1997) dalam Daniel et
al. (2002) mendefinisikan E-commerce sebagai “pembelian dan penjualan informasi, produk dan
layanan melalui jaringan komputer” dimana jaringan komputer yang dimaksud adalah Internet.
Laudon dan Traver (2002) dalam Asing-Cashman et al. (2004) mendefinisikan E-commerce
sebagai transaksi komersial antara dan antar organisasi dan individual yang dilakukan secara
digital. Schneider (2002) masih dalam Asing-Cashman et al. (2004) mendefinisikan Ecommerce
sebagai aktivitas bisnis yang dilakukan dengan menggunakan teknologi transmisi data
elektronik seperti yang digunakan di Internet dan World Wide Web untuk menerapkan atau
meningkatkan proses bisnis.
Baum (1999) dalam Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi (2001) memberi definisi
sebagai berikut “E-commerce is a dynamic set of technologies, applications, and business
process that link enterprises, consumers, and communities through electronic transactions and
the electronic exchange of goods, services, and information” (pp.36-44). Jadi, E-commerce
merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan
perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan
barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Pengertian inilah yang
digunakan dalam penelitian ini.
Teknologi informasi, telekomunikasi dan Internet adalah teknologi yang dibutuhkan oleh Ecommerce
(Yuliana, 2000). Secara umum, E-commerce dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis,
yaitu Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C) (Onno W. Purbo dan Aang
Arif Wahyudi, 2001).
B2B merupakan sistem komunikasi bisnis online antar pelaku bisnis. Pada umumnya
Business to Business commerce menggunakan mekanisme EDI (Electronic Data Interchange)
yang sudah ada sejak lama.
Karakteristik Business to Business commerce adalah:
- Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka sudah terjalin hubungan
yang berlangsung cukup lama. Pertukaran informasi hanya berlangsung di antara mereka dan
karena sudah sangat mengenal, maka pertukaran informasi tersebut dilakukan atas dasar
kebutuhan dan kepercayaan.
- Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berkala dengan format data yang telah
disepakati. Jadi service yang digunakan antar kedua sistem tersebut sama dan menggunakan
standar yang sama pula.
- Salah satu pelaku tidak harus menunggu partner mereka lainnya untuk mengirimkan data.
- Model yang umum digunakan adalah peer-to-peer, dimana processing intelligence dapat
didistribusikan di kedua pelaku bisnis (Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, 2001).
B2C adalah aplikasi E-commerce untuk perusahaan dengan konsumennya (Yuliana, 2000).
B2C menggunakan banyak cara untuk melakukan pendekatan dengan pihak konsumen, antara
lain adalah dengan mekanisme toko online (electronic shopping mall) atau bisa juga dengan
menggunakan konsep portal. Electronic shopping mall memanfaatkan website untuk menjajakan
xxiv
produk dan jasa pelayanan. Para penjual menyediakan semacam storefront yang berisikan
katalog produk dan pelayanan yang diberikan. Dan para pembeli bisa melihat-lihat barang apa
saja yang akan dia beli. Konsep portal agak sedikit berbeda dengan konsep toko online. Konsep
portal menyediakan berbagai macam pelayanan di dalam websitenya, baik itu sistem belanja
online, fasilitas email gratis, search engine, berita, ramalan bintang, dan sebagainya (Onno W.
Purbo dan Aang Arif Wahyudi, 2001).
Karakteristik Business to Consumer commerce adalah
sebagai berikut:
- Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan secara umum pula.
- Service yang dilakukan juga bersifat umum, sehingga mekanismenya dapat digunakan oleh
orang banyak.
- Service yang diberikan adalah berdasarkan permintaan. Konsumen berinisiatif sedangkan
produsen harus siap memberikan respon terhadap inisiatif konsumen tersebut.
- Sering dilakukan sistem pendekatan client-server, dimana konsumen di pihak client
menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan penyedia barang/jasa (business
procedure) berada pada pihak server (Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, 2001).
Konsep dasar aplikasi E-commerce di website atau cara E-commerce bekerja adalah sebagai
berikut: Konsumen berbelanja secara online di pasar/toko online melalui Internet. Disana, dia
mulai berbelanja berbagai macam kebutuhan yang diinginkan. Untuk itu, mulailah dia memasuki
server transaksi online dimana semua informasi yang dia berikan untuk keperluan belanja online
dienkripsi.
Pengadopsian E-commerce dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Para peneliti di bidang teknologi informasi telah mulai menggunakan teori difusi inovasi
untuk mempelajari masalah-masalah penggunaan teknologi (Premkumar dan Ramamurthy, 1995,
Moore dan Benbasat, 1996 dalam Seyal dan Rahman, 2003). Salah satu literatur yang paling
sering dikutip adalah teori difusi inovasi dari Everett M. Rogers (1962).
Rogers mendefinisikan
difusi sebagai sebuah proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama
waktu tertentu antar anggota-anggota dari sebuah sistem sosial (Ling, 2001). Inovasi
didefinisikan sebagai sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individual
(Rogers, 1983 dalam Frambach, 1993). Definisi ini sering diartikan sebagai inovasi yang
diadopsi oleh konsumen. Tetapi, dalam pasar B2B, inovasi dipandang sebagai teknik, proses,
mesin dan input produksi baru yang diadopsi oleh perusahaan atau pengusaha untuk kegunaan
xxvii
mereka sendiri. (Malecki, 1975 dan Brown, 1981 dalam Frambach, 1993). Teori difusi inovasi
dari Rogers tersebut mengidentifikasi lima atribut penting yang sangat mempengaruhi tingkat
adopsi.
Atribut-atribut tersebut adalah: keunggulan relatif, kompatibilitas, kompleksitas
kemampuan untuk mencoba, dan kemampuan untuk mengamati (Sevcik, 2004). Selain
kompleksitas, semua faktor tersebut mempunyai hubungan positif dengan adopsi teknologi
dimana dalam penelitian ini istilah adopsi didefinisikan sebagai keputusan untuk memanfaatkan
sebuah inovasi secara penuh sebagai arah tindakan yang terbaik (Rogers, 1995 dalam Seyal dan
Rahman, 2003). Di antara faktor-faktor tersebut, kompatibilitas merupakan faktor yang paling
sering diteliti.
Dilihat dari sisi manajerial, struktur organisasi telah menjadi semakin kompleks dan dengan
adanya kompleksitas tersebut fokus dari organisasi telah bergeser dengan melibatkan faktorfaktor
yang mempengaruhi secara langsung pengadopsian teknologi di dalam konteks
organisasional.
Di antara faktor-faktor tersebut, sikap manajemen puncak merupakan salah satu
faktor yang paling sering diteliti (Seyal dan Rahman, 2003). Literatur-literatur tentang inovasi
secara konsisten juga telah menganggap dukungan manajemen puncak sebagai faktor penting
dalam menghasilkan perubahan yang dibutuhkan selama adopsi dan inovasi dari sebuah inovasi
(Prescott dan Conger, 1995 ; Premkumar dan Potter, 1995 dalam Ruppel dan Howard, 1998).
Masih dari sisi organisasional, kesiapan organisasional (Ling, 2001) dan manfaat yang dirasakan
(Ling, 2001 dan Grandon dan Pearson, 2003) juga merupakan faktor yang mempengaruhi
pengadopsian teknologi informasi.
xxviii
Dari sisi interorganisasional, faktor yang mempengaruhi pengadopsian teknologi informasi
adalah dorongan eksternal (Ling, 2001 dan Grandon dan Pearson, 2003). Berikut adalah
penjelasan tentang faktor-faktor atau atribut-atribut tersebut.
Kompatibilitas dan Pengadopsian E-commerce
Kompatibilitas adalah tingkatan dimana sebuah inovasi dianggap konsisten dengan nilainilai
yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan pengadopsi potensial (Rogers dalam
Sevcik, 2004). Ini merupakan area dimana Rogers menunjukkan betapa kuatnya individu yang
beroperasi dalam sebuah struktur sosial dalam menentukan proses adopsi. Tetapi Sevcik (2004)
mengemukakan bahwa kompabilitas mempunyai dua aplikasi langsung pada jaringan
perusahaan.
Pertama, hal yang baru tersebut harus secara teknis kompatibel.
Hal baru tersebut harus
mengikuti standar protokol dan interface yang telah diadopsi oleh perusahaan atau dengan kata
lain, hal baru tersebut dapat dipasang atau sesuai dengan jaringan yang ada.
Kedua, produk atau layanan baru tersebut harus secara organisasional kompatibel. Produk
atau layanan baru tersebut harus sesuai dengan cara dimana jaringan dioperasikan. Hal ini
relevan khususnya bagi layanan dan alat manajemen jaringan. Sebagai contoh, sistem
manajemen yang dimiliki dan dioperasikan oleh grup jaringan biasanya tidak mengumpulkan
informasi pada server karena server adalah departemen yang berbeda. Menambahkan sebuah
inovasi manajemen server ke sebuah alat jaringan adalah tidak kompatibel dengan organisasi
perusahaan dan struktur pelaporan.
Apabila inovasi dimaksudkan sebagai sebuah cara baru bagi perusahaan untuk beroperasi,
mengorganisasi atau melapor, maka inovasi akan mendorong pemikiran “di luar kotak” yang
membutuhkan pendidikan. Perubahan budaya yang dibutuhkan akan menghasilkan resistansi
terhadap inovasi (Sevcik, 2004).
Dalam penelitiannya, Limthongchai dan Speece (2002), Nelson dan Shaw (2003), Grandon
dan Pearson (2003), dan Seyal dan Rahman (2003) mengemukakan bahwa kompatibilitas
merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi pengadopsian teknologi, oleh karena itu
penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut:
H1: Kompatibilitas mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap pengadopsian Ecommerce.
Dukungan Manajemen Puncak dan Pengadopsian E-commerce
Manajer level puncak atau pemilik adalah kunci utama bagi perusahaan yang ingin
mengembangkan perdagangan elektronik atau dengan kata lain pengembangan perdagangan
elektronik harus dimulai dari manajer level puncak atau pemilik (Harry Surjadi, 2001).
Komitmen dari manajemen puncak sangat penting untuk mendukung perubahan kultural yang
dibutuhkan dalam gaya manajemen, pengelolaan hasil, perubahan dalam praktek kerja dan
kebutuhan akan dukungan komunikasi dan teknologi informasi (Blake, 1994 dalam Ruppel dan
Howard, 1998). Kepemimpinan dan dukungan manajemen puncak merupakan hal yang penting
dalam inovasi dari standar sistem interorganisasional. Dukungan manajemen puncak juga sangat
penting dalam memajukan perusahaan dari satu level ke level selanjutnya.
Contoh dari dukungan manajemen puncak meliputi kemauan yang ditunjukkan oleh manajemen puncak untuk
memasukkan sumber daya (manusia dan modal) ke dalam proyek dan eksistensi dari ketua
proyek yang antusias dalam usaha baru dan mau (dan mampu) bertindak sebagai fokus
organisasi dari proyek tersebut (Nelson dan Shaw, 2003).
Dalam penelitiannya, Ruppel dan Howard (1998) dan Nelson dan Shaw (2003)
mengemukakan bahwa dukungan manajemen puncak mempengaruhi pengadopsian teknologi,
oleh karena itu penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut:
H2: Dukungan manajemen puncak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
pengadopsian E-commerce.
Kesiapan Organisasional dan Pengadopsian E-commerce
Kesiapan organisasional ini dimaksudkan untuk mendapatkan atribut level perusahaan dari
organisasi yang menaksir kesiapan perusahaan secara menyeluruh dalam difusi inovasi (Hoffer,
2002 dalam Nelson dan Shaw, 2003). Kesiapan organisasional mengukur apakah sebuah
perusahaan mempunyai pengalaman TI yang cukup dan sumber finansial untuk melakukan
adopsi (Chwelos et al., 2000). Pengalaman TI (Chwelos et al., 2000) meliputi bukan hanya
tingkat keahlian teknologi didalam organisasi, tetapi juga tingkat pemahaman manajemen
tentang penggunaan TI dan dukungan untuk penggunaan TI dalam meraih tujuan organisasional.
Sedangkan sumber finansial menandakan ketersediaan modal organisasi untuk investasi TI
(Chwelos et al., 2000). Keberhasilan implementasi teknologi terjadi ketika sumber daya atau kekayaan organisasi
(misalnya waktu, pendanaan, dan ketrampilan teknis) secara positif didukung dalam usaha
pengimplementasian dan pemotivasian awal (Kwon dan Zmud, 1987 dalam Ling (2001).
Dalam penelitiannya, Nelson dan Shaw (2003), Chwelos et al. (2000), Grandon dan Pearson
(2003) mengatakan bahwa kesiapan organisasional adalah faktor determinan dari pengadopsian
E-commerce. Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut:
H3: Kesiapan organisasional mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
pengadopsian E-commerce.
Dorongan Eksternal dan Pengadopsian E-commerce
Dorongan eksternal mencakup pengaruh-pengaruh yang muncul dari beberapa sumber di
dalam lingkungan kompetitif disekitar organisasi yaitu dorongan kompetitif, dorongan industri
dan pengaruh trading partner (Provan, 1980 dalam Chwelos et al., 2000). Menurut Sarosa dan
Zowghi (2003), pesaing merupakan salah satu faktor eksternal penting yang dipertimbangkan
oleh perusahaan dalam mengadopsi teknologi informasi (TI). TI dapat digunakan sebagai sebuah
alat untuk meraih keunggulan bersaing sehingga perusahaan dapat menggunakan TI untuk tetap
memimpin atau menyamakan langkah dengan pesaing.
Pemasok dan pelanggan juga merupakan
faktor lain yang dipertimbangkan karena TI dapat digunakan untuk mendukung hubungan bisnis
dengan pemasok dan pelanggan. Berkenaan dengan pemerintah, di beberapa negara, pemerintah
dan badan-badannya sering memberikan bantuan untuk membantu perusahaan dalam
meningkatkan bisnisnya, salah satunya yaitu dalam hal pengadopsian teknologi informasi. Dalam penelitiannya, Nelson dan Shaw (2003), Chwelos et al. (2000), Grandon dan Pearson
(2003) juga mengemukakan bahwa dorongan eksternal adalah faktor determinan dari
pengadopsian teknologi, oleh karena itu, penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut:
H4: Dorongan eksternal mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap pengadopsian
E-commerce.
Manfaat yang Dirasakan dan Pengadopsian E-commerce
Manfaat yang dirasakan didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang percaya bahwa
penggunaan sebuah sistem tertentu akan meningkatkan kinerja kerjanya (Davis 1989 dalam
Grandon dan Pearson, 2003). Persepsi tentang manfaat jangka panjang dan kesempatan bisnis
potensial adalah pendorong usaha kecil untuk go online (Asing-Cashman et al., 2004). Cloete et
al. (2002) dalam Asing-Cashman et al. (2004) mengemukakan bahwa adopsi E-commerce ke
dalam usaha kecil dan menengah sangat bergantung pada penerimaan orang terhadap teknologi
dan untuk itu perlu dipahami faktor-faktor yang mengarah ke penerimaan individual atas
teknologi E-commerce.
Technology Acceptance Model (TAM) (Davies, 1986 dalam AsingCashman
et al., 2004) dapat digunakan untuk menggambarkan situasi tersebut (Gambar).
Pengguna potensial dari E-commerce tidak hanya harus yakin tentang manfaat relevan dari Ecommerce
tetapi juga harus mempunyai sikap positif tentang hal tersebut. Model TAM
selanjutnya menyatakan bahwa pengguna harus merasa nyaman dengan teknologi yang
disebarkan, meskipun tetap menduga akan adanya faktor variabel eksternal yang mempengaruhi
penerimaan yang berada di luar kontrol pengguna.
Gambar Technology Acceptance Model
Sumber : Davies (1986) dalam Asing-Cashman et al. (2004).
Poon dan Swatman (1999) dalam Asing-Cashman et al. (2004) juga mengemukakan bahwa
manfaat yang dirasakan merupakan sebuah alasan kunci mengapa organisasi mengadopsi dan
terus menggunakan Internet yang merupakan basis dari E-commerce.
Dalam penelitiannya, Chwelos et al. (2000) dan Grandon dan Pearson (2003)
mengemukakan bahwa manfaat yang dirasakan adalah faktor determinan dari pengadopsian Ecommerce,
oleh karena itu, penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut:
H5: Manfaat yang dirasakan mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
pengadopsian E-commerce.
Kinerja Perusahaan dan Pengadopsian E-commerce
Kinerja perusahaan merupakan suatu ukuran yang dipakai untuk mengukur keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana suatu perusahaan dikatakan
Manfaat
Variabel
eksternal
Maksud
/Sikap
Kemudahan
Penggunaan mengalami keberhasilan dalam bidang-bidang apabila praktek yang ada cocok dengan semua
kebutuhan konstituensi (Kotter dan Heskett, 1992).
Menurut Kraemer et al. (2002) kinerja perusahaan dapat diukur melalui 3 hal yaitu efisiensi,
koordinasi dan perdagangan (posisi pasar dan penjualan) dimana ketiga hal tersebut diharapkan
dapat diperoleh dari adopsi teknologi informasi baru oleh suatu perusahaan. Peningkatan kinerja
dapat berupa pengurangan biaya transaksi dan koordinasi aktifitas ekonomi yang lebih dekat
antar rekan bisnis (Malone et al., 1987; Mukhopadhyay et al., 1995 dalam Kraemer et al., 2002).
Secara khusus E-commerce diprediksi akan menurunkan biaya koordinasi dan transaksi karena
otomasi online transaksi, begitu juga produktifitas dan peningkatan efisiensi (Amit dan Zott,
2001; Lucking-Reiley dan Spulbur, 2001; Wigand dan Benjamin, 1995 dalam Kraemer et al.,
2002).
Baik adopsi B2B maupun B2C mendorong peningkatan kinerja yang berkaitan dengan
perdagangan. Adopsi B2B menyebabkan koordinasi yang lebih baik dan pengurangan biaya,
sedangkan adopsi B2C akan menghasilkan peningkatan efisiensi dan penjualan. Secara
keseluruhan adopsi B2B lebih memberikan pengaruh fundamental pada kinerja perusahaan,
karena adopsi B2B ini memberikan peningkatan dalam jangkauan yang lebih lebar (posisi pasar
dan penjualan, koordinasi dan efisiensi) sedangkan pengaruh adopsi B2C lebih terbatas pada
penjualan dan posisi kompetitif dan efisiensi (Kraemer et al., 2002).
E-commerce B2C tidak memberikan pengaruh besar pada koordinasi dengan pemasok dan
pelanggan karena penjualan ke pelanggan tidak membutuhkan aktifitas koordinasi seperti pada
aktifitas rantai pasokan dengan rekan bisnis, yang difasilitasi oleh E-commerce B2B. E-commerce B2C terkait dengan efisiensi karena penyediaan layanan online dapat memberikan
penghematan biaya yang sangat besar, misalnya dengan menghilangkan kebutuhan akan staf
layanan pelanggan dan staf teknis (Kraemer et al., 1999; Kraemer dan Dedrick, 2001 dalam
Kraemer et al. 2002). Secara keseluruhan, pengaruh terbesar dari adopsi E-commerce adalah
peningkatan penjualan dan posisi kompetitif, yang dihasilkan baik dari adopsi B2B maupun
B2C (Kraemer et al. 2002).
Sebagai tambahan, pengadaan (procurement) berbasis Internet dan EDI-berbasis-web
membutuhkan investasi yang lebih sedikit dibanding EDI-bukan- berbasis-web yang masih
mahal dan tidak bisa dijangkau oleh perusahaan kecil. Internet, dengan arsitektur terbukanya,
tidak mengikat perusahaan pada satu pemasok spesifik. Hal ini memberikan potensi yang besar
untuk peningkatan efisiensi operasional karena peningkatan akses elektronik langsung ke
pemasok, penghematan biaya yang signifikan baik biaya administratif maupun transaksi
(penghematan biaya total dan inventori), bahkan peningkatan produktifitas dan secara
keseluruhan peningkatan kinerja bisnis (Venkat, 2000).
Dalam penelitiannya, Venkat (2000) dan Kraemer et al. (2002) mengemukakan bahwa
adopsi E-commerce meningkatkan kinerja perusahaan, oleh karena itu, penelitian ini mengajukan
hipotesa sebagai berikut :
H6: Pengadopsian E-commerce mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja
perusahaan.