Pengertian Retailing
Kegiatan pemasaran meliputi kegiatan pertukaran yang pada umumnya
proses pertukaran tersebut melibatkan lembaga-lembaga pemasaran seperti
produsen, distributor, wholeseler, dan retailer sebelumnya sampai kepada
konsumen akhir. Kegiatan mengecer / retailing merupakan aktivitas yang
paling akhir dalam proses aliran barang dan produsen ke konsumen.
Keberhasilan produsen akan ditentukan pula oleh keberhasilan bisnis eceran
sebagai akhir kegiatan distribusi barang ataupun jasa. Seorang pengecer dapat
lebih maju usahanya apabila seorang pengecer tersebut dapat bekerja
secara.lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya dalam melayani konsumen.
Sebagian besar para produsen atau para pelaku pemasaran.dalam
rangka menjual produk dagangannya selalu berusaha untuk mencapai tempat
yang paling dekat dengan konsumen, salah satunya adalah melalui retailer
(penjual eceran) yang memang mempunyai hubungan yang dekat dengan
konsumen akhir.
Menurut Kotler (2006:215) usaha eceran/retailing adalah semua
aktivitas yang dilakukan untuk menjual barang atau jasa kepada konsumen
akhir bagi penggunaan pribadi dan bukan untuk bisnis. Mursid (2003:93)
menjelaskan pengecer atau toko pengecer sebagai sebuah lembaga yang
melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (non bisnis). Dari kedua defenisi di atas dapat dilihat bahwa
retailing merupakan aktivitas penjualan barang ataupun jasa secara langsung
kepada konsumen akhir yang digunakan untuk perorangan, maupun untuk
kebutuhan rumah tangga dan bukan untuk keperluan bisnis.
Menurut Lamba
(2003:22), fungsi-fungsi retailing adalah sebagai berikut:
- Deciding on an appropriate mix product and services (menentukan
penyediaan barang dan jasa yang beragam).
- Converting larger quantities purchased into individual units (mengubah
jumlah pembelian yang besar menjadi jumlah pembelian individu)
- Holding inventory (menguasai persediaan)
- Providing display and additional service (melengkapi display dan
pelayanan dan tambahan)
Usaha eceran (retailing) dapat dikelompokkan ke dalam berbagai
kategori.
Menurut Kotler (2006:216), usaha eceran dibagi menjadi tiga kelas
utama, yaitu: pengecer toko (store retailing), penjualan eceran tanpa toko (non
store retailing) dan organisasi eceran (retail organizational).Jenis-jenis toko
pengecer menurut Kotler(2006:216) sebagai berikut:
1. Toko Khusus (Specialty Store)
Menjual lini produk yang sempit dengan ragam yang banyak dengan lini
tersebut, seperti toko pakaian, toko buku, dan lain sebagainya.
Toko Serba Ada ( Department Store)
Menjual berbagai lini produk, biasanya pakaian, perlengkapan rumah dan
barang kebutuhan rumah tangga dan lini beroperasi sebagai suatu
departemen tersendiri yang dikelola oleh pembeli atau pedagang khusus.
3. Pasar Swalayan (Supermarket)
Operasi yang relatif besar, biaya rendah, margin rendah tetapi dengan
volume tinggi. Supermarket dirancang untuk melayani semua kebutuhan
konsumen.
4. Toko Kebutuhan Sehari-hari (Convenience Store)
Merupakan toko yang relatif kecil dan terletak di daerah pemukiman dan
menjual lini produk convenience yang terbatas dengan tingkat perputaran
yang tinggi.
5. Toko Diskon (Discount Store)
Menjual barang-barang standar dengan harga yang lebih murah karena
mengambil margin yang lebih rendah dan menjual dengan volume yang
lebih tinggi.
6. Pengecer Potongan Harga (Off Price Retail)
Membeli dengan harga yang lebih rendah daripada harga grosir dan
menetapkan harga path konsumen lebih rendah dan pada eceran.
7. Toko Super (Super Store)
Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen untuk produk makanan
yang dibeli rutin maupun bukan makanan.
8. Ruang Pamer Retailing (Catalog Showrooms)
Memberi banyak pilihan produk yang bermerek, mark up tinggi,
perputaran cepat dengan harga diskon. Pelanggan memesan barang dan
katalog di ruang pamer, lalu mengambil barang tersebut dan suatu area
pengambilan barang di toko.
Retail Mix
Untuk mendukung usaha eceran dibutuhkan strategi-strategi yang
terpadu, agar di dalam mengambil suatu keputusan tidak menyebabkan
kerugian bagi perusahaan. Beberapa pakar ekonomi menyebut strategi ritel
sebagai dengan istilah retailing mix (bauran penjualan eceran) yang pada
dasarnya bauran penjualan eceran ini mempunyai cirri-ciri yang sama dengan
bauran pemasaran (marketing mix).
Menurut Kotler dan Amstrong (2004:442) keputusan pemasaran
pedagang ritel terdiri dari keputusan pasar sasaran, keputusan ragam produk
dan perolehan, keputusan pelayanan dan suasana took, keputusan harga,
keputusan promosi, dan keputusan tempat.
Dunne, lusch dan Griffith (2002:53) mengemukakan pengertian bauran
penjualan eceran sebagai berikut; bauran penjualan eceran adalah kombinasi
dari merchandise, harga, periklanan dan promosi, pelayanan konsumen dan
penjualan, serta suasana toko dan desain toko yang digunakan untuk
memuaskan konsumen.
Masson, Mayer, F. Ezeel (1998:49) mengemukakan, bauran penjualan
eceran adalah semua variable yang dapat digunakan sebagai strategi
pemasaran untuk berkompetisi pada pasar yang dipilih. Dalam variable
penjualan eceran termasuk produk, harga, pajangan, promosi, penjualan secara
pribadi, dan pelayanan kepada konsumen (customer service).
Menurut Berman dan Evans (2004:105), untuk bentuk toko yang
berdasarkan store based retail terdapat strategi bauran penjualan eceran yang
19
terdiri dari lokasi department store (store location), prosedur
pembelian/pelayanan (operating procedures), produk barang yang ditawarkan
(goods offered), harga barang (pricing tactics), suasana department store
(store atmosphere), karyawan (customer service), dan metode promosi
(promotional methods).
Suasana Toko (Store atmosphere)
Store atmosphere merupakan salah satu faktor yang dimiliki toko
untuk menarik konsumen. Setiap toko mempunyai tata letak fisik yang
memudahkan atau menyulitkan pembeli untuk berputar-putar di dalamnya.
Setiap toko mempunyai penampilan toko yang harus membentuk suasana
terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan yang dapat menarik
konsumen untuk membeli. Penampilan eceran toko memposisikan eceran toko
dalam benak konsumen. Agar dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai pengertian store atmosphere. Menurut Berman dan Evans
(2001:602), mendefenisikan store atmosphere sebagai berikut:
Atmosphere refers to the store ‘s physical characteristics that are used
to developed an image and draw customers.
Dari defenisi tersebut di atas dapat diartikan untuk toko yang basic
retailer atau eceran bahwa suasana Lingkungan toko itu berdasarkan pada
karakteristik fisik yang biasanya digunakan untuk membangun kesan dan
menarik pelanggan.
20
Menurut Levy dan Weitz (2001:576) yaitu:
Atmosphere refers to the design of an environment via visual
communication, lighting, colors, music, and scent to stimulate
costumers, perceptual and emotional responses and ultimately to affect
their purchase behavior.
Berdasarkan defenisi tersebut di atas dapat diartikan atmosfir adalah
rancangan dan suatu desain lingkungan melalui komunikasi visual,
pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang persepsi dan
emosi dan pelanggan dan akhirnya untuk mempengaruhi perilaku
pembelanjaan mereka..
Sedangkan pengertian Store atmosphere menurut Lamb, Hair dan
McDaniel (2001:105) adalah Store atmosphere (suasana toko) yaitu suatu
keseluruhan yang disampaikan oleh tata letak fisik, dekorasi dan lingkungan
sekitarnya.
Gilbert (2003:129) menjelaskan bahwa store atmosphere merupakan
kombinasi dari pesan secara fisik yang telah direncanakan. Store atmosphere
dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap perencanaan lingkungan
pembelian yang menghasilkan efek emosional khusus yang dapat
menyebabkan konsumen melakukan tindakan pembelian.
Berdasarkan beberapa defenisi di atas bahwa proses penciptaan store
atmosphere adalah kegiatan merancang lingkungan pembelian dalam suatu
toko dengan menentukan karakteristik toko tersebut melalui pengaturan dan
pemilihan fasilitas fisik toko dan aktivitas barang dagangan. Lingkungan
pembelian yang terbentuk pada akhirnya akan menciptakan image toko, menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan bagi konsumen untuk
melakukan pembelian.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam menciptakan suasana toko
menurut Lamb, Hair dan McDaniel (2001:108), yaitu:
1. Jenis karyawan,
Karakteristik umum karyawan, sebagai contoh; rapi,
ramah, berwawasan luas, atau berorientasi pada pelayanan.
2. Jenis barang dagangan dan kepadatan,
Jenis barang dagangan yang dijual
bagaimana barang tersebut dipajang menentukan suasana yang ingin
diciptakan oleh pengecer.
3. Jenis perlengkapan tetap (fixute) dan kepadatan,
Perlengkapan tetap bisa
elegan (terbuat dari kayu jati), trendi (dari logam dan kaca tidak tembus
pandang). Perlengkapan tetap harus konsisten dengan suasana umum yang
ingin diciptakan. Contoh; the gap menciptakan suasana santai dan teratur
dengan meja dan rak, memungkinkan pelanggan lebih mudah melihat dan
menyentuh barang dagangan dengan mudah.
4. Bunyi suara,
Bunyi suara bisa menyenangkan atau menjengkelkan bagi
seorang pelanggan. Musik juga bisa membuat konsumen tinggal lebih
lama di toko. Musik dapat mengontrol lain lintas di toko, menciptakan
suasana citra, dan menarik atau mengarahkan perhatian pembelinya.
5. Aroma,
Bau bisa merangsang maupun mengganggu penjualan. Penelitian
menyatakan bahwa orang-orang menilai barang dagangan secara lebih
positif, menghabiskan waktu yang lebih untuk berbelanja. dan umumnya
bersuasana hati lebih baik bila ada aroma yang dapat disetujui. Para pengecer menggunakan wangi antara lain sebagai perluasan dan strategi
eceran.
6. Faktor visual,
Warna dapat menciptakan suasana hati atau memfokuskan
perhatian, warna merah kuning atau oranges dianggap sebagai warna yang
hangat dan kedekatan yang diinginkan. Warna-warna yang menyejukkan
seperti bins hijau, dan violet digunakan untuk membuka tempat yang
tertutup, dan menciptakan suasana yang elegan dan bersih. Pencahayaan
juga dapat mempunyai pengaruh penting pada suasana toko. Konsumen
takut untuk berbelanja pada malam hari di daerah tertentu dan lebih
merasa senang bila tempat itu memiliki pencahayaan yang kuat untuk
alasan keselamatan. Tampak luar .suatu toko juga mempunyai pengaruh
pada suasana yang diinginkan dan hendaknya tidak menerbitkan kesan
pertama yang mengkwatirkan bagi pembelanja.
Store atmosphere mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Lamb, Hair dan
McDaniel (2001:105-109), dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Penampilan eceran toko membantu menentukan citra toko, dan
memposisikan eceran toko dalam benak konsumen
- Tata letak yang efektif tidak hanya akan menjamin kenyamanan dan
kemudahan melainkan juga mempunyai pengaruh yang besar pada pola
lalu lintas pelanggan dan perilaku belanja
Berman dan Evans (2001:604), mengemukakan bahwa Store
atmosphere terdiri dan 4 elemen sebagai berikut:
1. Exterior (Bagian Luar)
Karakteristik eksterior mempunyai pengaruh yang kuat pada citra toko
tersebut, sehingga harus direncanakan sebaik mungkin, kombinasi dari
eksterior ini dapat membuat bagian luar toko menjadi terlihat unik, menarik,
menonjol dan mengundang orang untuk masuk ke dalam toko, elemen untuk
eksterior ini terdiri dan sub elemen-elemen sebagai berikut:
a. Store front (tampak muka)
Bagian depan toko meliputi kombinasi dari marquee pintu
masuk jendela pencahayaan dan konstruksi gedung. Store front harus
mencerminkan keunikan, kematangan, dan kekokohan atau hal-hal lain
yang sesuai dengan citra toko tersebut. Konsumen akan menilai toko
dari penampilan warna terlebih dahulu sehingga eksterior merupakan
faktor penting untuk mempengaruhi konsumen untuk mengunjungi
toko. Ada banyak alternatif bagi retailer untuk dipertimbangkan
sebagai dasar perencanaan store front diantaranya:
- Modular structure, struktur bangunan yang berbentuk persegi.
Atau lingkaran yang menghubungkan beberapa toko
- Prefabricated structure, kerangka bangunan telah dibuat
sebelumnya di sebelum di pabrik dan kemudian di rakit kembali di
lokasi toko berada
- Prototype store; digunakan oleh franchisor dan toko jaringan
sehingga bagian store front dibangun seragam
- Unique building design; store front mempunyai desain rancangan
yang unik daripada yang lain
Store front dapat ditambahkan dengan pepohonan air mancur
dan kursi-kursi yang ditempatkan di sekitar toko. Hal ini dapat
menciptakan lingkungan yang santai di sekitar toko.
b. Marquee.
Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang
nama atau logo suatu toko. Marquee dapat dibuat dengan teknik
pewarnaan, penulisan huruf atau penggunaan lampu neon. Marquee
dapat terdiri dari nama atau logo saja atau dikombinasikan dengan
slogan dan informasi lainnya. Supaya efektif, Marquee harus
diletakkan di luar, terlihat berbeda dan lebih menarik atau Mencolok
dari pada toko lain.
c. Entrances (Pintu Masuk)
Pintu masuk harus direncanakan sebaik mungkin sehingga
dapat mengundang konsumen untuk masuk dan melihat ke dalam toko.
Serta harus dapat mengurangi lalu lintas kemacetan keluar masuk
konsumen. Pintu masuk mempunyai tiga masalah utama yang harus
diputuskan yaitu:
- Jumlah pintu masuk disesuaikan dengan besar kecilnya bangunan.
Salah satu faktor yang membatasi jumlah pintu masuk adalah
masalah keamanan.
- Jenis pintu masuk yang akan digunakan Apakah akan
menggunakan pintu otomatis atau tank dorong
- Lebar pintu masuk, pintu masuk yang lebar akan menciptakan
suasana dan kesan yang berbeda dibandingkan dengan pintu masuk
yang sempit, kecil dan berdesakan-desakan. Lebar pintu masuk
ditujukan untuk menghindari masalah kemacetan lalu lintas orang
yang keluar masuk toko
d. Display Window (Jendela Panjang / etalase)
Mempunyai dua tujuan, yaitu pertama adalah untuk
mengidentifikasikan suatu toko dengan memajang barang-barang yang
ditawarkan, misalnya toko sepatu. Tujuan kedua adalah menarik
konsumen untuk masuk. Dalam membuat pajangan yang baik harus
dipertimbangkan mengelola ukuran jendela. Jumlah barang yang akan
dipajang karena bentuk, tema dan frekuensi penggantiannya.
e. Height and Size of Building (Tinggi dan Luas Bangunan)
Dapat mempengaruhi kesan tertentu terhadap toko tersebut,
misalnya tingginya. Langit-langit toko dapat membuat ruangan seolaholah
terlihat lebih luas.
f. Visibility (Jarak Pandang)
Orang harus melihat bagian depan marquee suatu toko dengan
jelas. Jika suatu toko mempunyai jarak yang jauh dan jalan raya, maka
toko dapat membuat billboard yang menarik agar para pengendara
yang lewat dengan cepat dapat melihat toko tersebut.
g. Uniqueness (Keunikan)
Dapat mempengaruhi kesan tertentu terhadap toko tersebut, dan
dapat melalui desain toko yang lain daripada yang lain, seperti
marquee yang mencolok, etalasi yang dekoratif, tinggi dan ukuran
gedung yang berbeda dan sekitarnya.
h. Surrounding Area (Lingkungan Sekitar)
Citra toko dipengaruhi oleh keadaan lingkungan masyarakat di
mana toko itu berada. Atmosphere suatu toko akan memperjelas nilai
yang negatif jika lingkungan sekitar toko mempunyai nilai yang
negatif jika lingkungan sekitar toko mempunyai tingkat kejahatan yang
tinggi yang akan mempengaruhi citra toko itu sendiri.
i. Surrounding Stores (Toko Sekitar)
Toko-toko lain sekitar toko itu berada juga dapat
mempengaruhi citra suatu toko. Toko tersebut bisa berada di dalam
gedung yang sama atau gedung lain yang berdekatan dengan toko.
j. Parking (Tempat Parkir)
Tempat parkir merupakan hal yang sangat penting bagi
konsumen. Konsumen biasanya bekerja untuk kebutuhan akan fashion,
sehingga mereka pada umumnya selalu membawa kendaraan. Tempat
parkir yang luas, aman, gratis dan mempunyai jarak yang dekat dengan
toko akan menciptakan atmosphere yang positif bagi toko.
2. General Interior (Interior Umum)
General interior dari suatu toko harus dirancang untuk
memaksimalkan visual merchandising. Seperti yang kita ketahui hal ini akan
dapat menarik pembeli untuk datang ke toko. Namun yang paling utama yang
dapat membuat penjual menarik pembeli setelah berada di toko adalah
display.
Display yang baik yaitu display yang dapat menarik perhatian
pengunjung dan membantu mereka agar mudah mengatasi, memeriksa dan
memilih barang-barang dan akhirnya melakukan pembelian Ketika konsumen
masuk ke dalam toko ada banyak yang akan mempengaruhi persepsi mereka
pada toko tersebut.
Elemen-elemen dari general interior terdiri dari:
a. Flooring (Tata Letak Lantai)
Penentuan jenis lantai (kayu, keramik, karpet), ukiran, desain dan
warna lantai penting karena konsumen dapat mengembangkan persepsi
mereka berdasarkan apa yang mereka lihat.
b. Colors and lighting (Pewarnaan dan Pencahayaan)
Setiap toko harus mempunyai pencahayaan yang cukup dan
mengarahkan atau menarik perhatian konsumen ke daerah tertentu dan
toko konsumen yang berbelanja akan tertarik pada sesuatu yang paling
terang yang berada dalam pandangan mereka. Tata cahaya yang baik
mempunyai kualitas dan warna yang dapat membuat produk-produk yang ditawarkan terlihat lebih menarik, dan berbeda bila dibandingkan dengan
keadaan yang sebenarnya.
c. Scent and Sound (Aroma dan Suara)
Tidak semua toko memberikan layanan ini, tetapi jika layanan ini
dilakukan akan memberikan suasana yang lebih santai pada konsumen,
khususnya konsumen yang ingin menikmati suasana yang santai dengan
menghilangkan kejenuhan, kebosanan maupun stress. Sambil berbelanja
konsumen yang dihadapkan pada musik yang keras akan menghabiskan
lebih sedikit waktu berbelanja. Lain halnya apabila mereka dihadapkan
pada musik yang lembut.
d. Fixtures (Perabot Toko)
Memilih peralatan penunjang dan cara penyusunan barang harus
dilakukan dengan baik agar didapat hasil yang sesuai dengan keinginan.
Karena barang-barang tersebut berbeda bentuk, karakter, maupun
harganya, sehingga penempatannya pun berbeda. Dengan bantuan
peralatan penunjang dan cara penyusunan yang berbeda dapat diciptakan
kesan atau image yang berbeda pula.
e. Wall Texture (Tekstur Dinding)
Tekstur dinding dapat menimbulkan kesan tertentu pada konsumen
dan dapat membuat dinding terlihat lebih menarik.
f. Temperature (Suhu Udara)
Pengelola toko harus mengatur suhu udara di dalam ruangan.
Jangan terlalu panas atau dingin. Jika memasang AC mereka harus mengatur jumlah AC yang dipasang yang mana harus disesuaikan dengan
luas atau ukuran toko. Mereka juga harus mengatur di bagian toko mana
saja AC dipasang. Jika tidak memasang AC, maka mereka perlu
memperhatikan masalah penggunaan jendela untuk pertukaran udara.
g. Width of Aisles (Lebar Jalan)
Jarak antara rak barang harus diatur sedemikian rupa agar cukup
lebar dan membuat konsumen merasa nyaman dan betah berada di dalam
toko.
h. Dressing Facilities (Kamar Ganti)
Fasilitas kamar ganti dengan warna, desain serta tata cahaya dan
privasi yang baik perlu diperhatikan dan dibuat sedemikian rupa
memberikan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen
i. Vertical Transportation (Alat Transportasi Vertikal)
Suatu toko yang terdiri dan beberapa tingkat atau lantai, harus
memperhatikan sarana transportasi ini seperti escalator, lift, tangga
penempatan sarana berpengaruh pada suasana toko yang diinginkan.
j. Dead Areas
Dead area merupakan ruangan di dalam toko di mana display yang
normal tidak bisa diterapkan karena akan terasa janggal, misalnya pintu
masuk toilet vertikal transportation dan sudut pandang ruangan. Pengelola
toko harus dapat menempatkan barang-barang pajangan yang bisa
memperindah ruangan seperti tanaman, cermin, dan lain-lain.
k. Personal (Karyawan)
Karyawan yang sopan ramah berpenampilan menarik dan
mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai produk yang dijual akan
meningkatkan citra perusahaan dan loyalitas konsumen dalam memilih
toko itu sebagai tempat untuk berbelanja.
l. Merchandise ( Barang Dagangan)
Pengelola toko harus memutuskan variasi warna ukuran, kualitas,
lebar dan variasi pada produk yang akan dijual. Mereka harus memilih
produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen hal ini
sangat penting, karena dengan pemilihan merchandise kesukaan konsumen
yang tepat akan menyebabkan waktu yang dibutuhkan konsumen untuk
berbelanja sedikit.
m. Prices Levels and Display (Tingkat Harga dan Etalase Label)
Label harga dicantumkan pada kemasan produk tersebut pada rak
tempat produk tersebut dipajang atau kombinasi dari keuangan. Pengelola
toko harus selalu memastikan agar label itu selalu jelas dan benar,
sehingga memudahkan konsumen untuk mengetahui harga produk yang
ditawarkan.
n. Cash Register (Kasir)
Pengelola toko harus memutuskan dua hal yang berkenaan dengan
kasir. Pertama adalah penentuan jumlah kasir yang memadai agar
konsumen tak terlalu lama antri atau menunggu untuk melakukan proses
pembayaran. Kedua adalah penentuan lokasi kasir, kasir harus ditempatkan di lokasi yang strategis dan sedapat mungkin menghindari
kemacetan/antrian antara konsumen yang keluar masuk toko.
o. Techno1ogy / modernization;
Pengelola toko harus dapat melayani konsumen secanggih
mungkin. Misalnya dalam proses pembayaran harus dibuat secanggih
mungkin dan cepat baik pembayaran secara tunai atau menggunakan
pembayaran dengan cara lain seperti kartu kredit atau debet, diskon
voucher, toko dengan gedung yang modern, store front, marquee dan
perabot yang baru akan menciptakan atmosphere yang jauh lebih
menguntungkan dari pada fasilitas yang sudah lama atau tua.
p. Cleanliness (Kebersihan)
Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen
untuk berbelanja di toko. Pengelola toko harus mempunyai rencana yang
baik dalam pemeliharaan kebersihan toko walaupun eksterior dan interior
baik apabila tidak dirawat kebersihannya akan menimbulkan penilaian
yang negatif dari konsumen.
3. Store Layout (Tata Letak)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan
penyusunan letak dari fixtures (perabotan toko), merchandise, width of aisles
dan fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang
ada seefektif mungkin.
Layout toko yang baik akan mampu mengundang
konsumen untuk betah berkeliling lebih lama dan membelanjakan uangnya
lebih banyak dalam merancang layout diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Allocation of floor space for selling, merchandise, personnel and
customers
Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dialokasikan untuk:
1. Selling Space (Wilayah Penjualan)
Tempat untuk memajang barang dagangan, tempat untuk
berinteraksi antara wiraniaga dan konsumen, tempat untuk
mendemonstrasikan produk dan sebagainya.
2. Merchandise Space (Tempat Barang Dagangan)
Tempat di mana barang-barang yang tidak dipajang disimpan
atau bisa disebut gudang.
3. Personnel Space (Ruangan Untuk Karyawan)
Ruangan yang disediakan untuk meminimalisasi luas ruangan
ini harus diminimalisir karena luas lantai sangat berharga. Oleh sebab
itu biasanya ruangan karyawan diawasi dengan ketat, sehingga
perusahaan juga harus mempertimbangkan moral karyawan sebelum
menetapkan luas ruangan untuk karyawan.
4. Customer Space (Wilayah Untuk Konsumen)
Dirancang untuk meningkatkan minat belanja konsumen
biasanya meliputi ruang tunggu, bangku dan kursi, kamar pas, toilet,
tempat parkir, restoran, lift atau elevator, lorong yang lebar dan lain
sebagainya.
b) Product Groupings (Pengelompokkan Barang)
Barang yang dipajang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Functional product grouping (pengelompokkan produk berdasarkan
fungsinya); pengelompokkan barang berdasarkan penggunaan akhir
yang sama
- Purchase motivation produk groupings (pengelompokkan produk
berdasarkan motif pembelian); pengelompokkan produk dirancang
untuk menarik minat konsumen berbelanja dalam jumlah dan waktu
tertentu yang dimiliki konsumen
- Market segment product groupings (pengelompokkan produk
berdasarkan segmen pasar); pengelompokkan atas barang-barang yang
berbeda secara bersama-sama untuk menarik minat dan target pasar
yang telah ditentukan
- Storability product groupings (pengelompokkan produk berdasarkan
kemampuan toko pengelompokkan barang) berdasarkan cara
penanganan yang khusus
- Traffic Flow (arus lalu lintas),
a. Straight (gridiron traffic flow) (Arus lalu lintas berbentuk lurus).
yaitu
Barang-barang yang dipajang dan lorong-lorong atau gang
ditempatkan dalam bentuk persegi.
Manfaat dari straight traffic:
- Penciptaan store atmosphere yang efisien
- Luas lantai yang dapat digunakan untuk memajang produk
lebih banyak.
- Konsumen dapat berbelanja dengan cepat
- Pengendalian atas persediaan dan keamanan lebih mudah
- Kemudahan toko sehingga biaya tenaga kerja dapat ditekan.
b. Curving (free-flowing) traffic flow (Arus lalu lintas bebas)
Pengaturan ini memungkinkan pelanggan membentuk pola lalu
lintasnya sendiri.
c. Space /Merchandise category
Menentukan kebutuhan akan kebutuhan luas lantai. Setiap kategori
produk telah ditentukan tempatnya. Pendekatan model persediaan
juga dapat menentukan jumlah luas lantai yang diperlukan untuk
memajang barang dagangan yang dibutuhkan.
d. Department Location (Lokasi departemen)
Lokasi tiap departemen harus dipetakan. Untuk toko yang
bertingkat harus dapat diberi tanda ke setiap lantai di mana letak
setiap departemen berada. Produk apa saja yang harus berada di
setiap lantai dan bagaimana tata letak setiap lantai. Untuk toko
dengan satu luas lantai harus menentukan bagaimana tata letak
setiap lantainya.
e. Arrangement within Department (Pengaturan di departemen)
Penyusunan barang dalam departemen berdasarkan ukuran, harga,
warna pengguna barang dan minat konsumen. Merek barang yang
paling banyak memberi keuntungan mempunyai tempat yang
paling banyak dilalui konsumen.
4. Interior (Point-of-purchase)
Display
Setiap jenis point-of-purchase display menyediakan informasi kepada
pelanggan untuk mempengaruhi suasana lingkungan toko. Tujuan utama
interior display ialah untuk meningkatkan penjualan dan laba toko tersebut.
Interior (point-of-purchase) display terdiri dari:
- There-setting
Dalam satu musim atau peringatan tertentu retailer dapat
mendesain dekorasi toko tertentu untuk menarik perhatian konsumen.
- Rack and cases
Rack mempunyai fungsi utama untuk memajang dan meletakkan
barang dagangan secara rapi. Case berfungsi untuk memajang barang yang
lebih berat atau besar dari pada barang di rak.
- Cut cases and dump bins
Cut case adalah kotak yang digunakan untuk membawa atau
membungkus barang-barang yang berukuran kecil. Dump bins adalah
kotak yang berisi tumpukan barang yang telah diturunkan harganya. Dump
bins dapat menciptakan open assortments dengan penanganan yang tidak
rapi dan seadanya, keuntungan menciptakan kesan harga murah dan dapat
mengurangi biaya display.
- Posters, signs, and cards
Tanda-tanda yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang
lokasi barang di dalam toko. Iklan yang dapat mendorong konsumen untuk
berbelanja barang adalah iklan promosi barang baru atau diskon khusus untuk barang tertentu.
Tujuan dan tanda-tanda ini sendiri untuk
meningkatkan penjualan barang-barang melalui informasi yang diberikan
konsumen secara baik dan benar. Daerah belanja yang kurang diminati
biasanya dibuat menarik dengan tampilan tanda-tanda yang sifatnya
komunikatif pada konsumen.
Lokasi
Bagi bisnis ritel, penentuan lokasi sangat penting bahkan mutlak
diperhitungkan melalui studi atau riset. Penentuan lokasi bisnis sangat penting
dan menentukan bagi kesuksesan, bahkan menurut Triyono (2006:29),
mengatakan bahwa tiga kunci bisnis ritel, yaitu pertama lokasi, kedua lokasi
dan ketiga lokasi.
Menurut Tjiptono (1996:42), pemilihan tempat lokasi memerlukan
pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor berikut :
- Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana
transportasi umum.
- Visibilitas, misalnya lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan.
- Lalu lintas (traffics), di mana ada dua hal yang perlu dipertimbangkan,
yaitu :
- Banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan peluang besar
terjadinya impulse buying
- Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa pula menjadi hambatan,
misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran /
ambulans
- Tempat parkir yang luas dan aman.
- Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha
dikemudian hari.
- Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung usaha yang ditawarkan.
- Persaingan, yaitu lokasi pesaing.
- Peraturan Pemerintah.
Menurut Triyono (2006:30), ada empat faktor yang mempengaruhi
kepadatan pengunjung untuk membeli, yaitu:
a. Kemudahan transportasi untuk mencapai lokasi
Ada banyak bukti bahwa pebisnis ritel yang tidak memperhatikan
aspek kemudahan untuk mencapai lokasi akan ditinggalkan oleh
pelanggan. Kita bisa melihat bahwa hanya karena perubahan arus lalu
lintas dari dua arah menjadi satu arah, jumlah pelanggan yang datang
menjadi turun drastis.
Di samping aspek kendaraan umum, kemudahan jalan (tidak berbelitbelit)
menuju lokasi juga harus diperhatikan. Bisa dibayangkan kalau
lokasi ritel sama sekali asing dan orang jarang mengenal lokasi tersebut,
tentu akan sulit untuk sampai di sana. Apabila penentuan lokasi kurang
diperhatikan, di samping bisa membatalkan kunjungan pelanggan, juga
akan menjadi masalah bagi kelangsungan pengiriman barang dari pemasok. Pemasok akan menghitung ulang aspek biaya, apabila lokasi
terlalu sulit dijangkau (baik dengan kendaraan umum maupun dengan
kendaraan pribadi).
Kesulitan ini dapat menaikkan harga barang sehingga dapat
menurunkan margin pebisnis ritel. Oleh karena bisnis ritel sangat
bergantung pada pelanggan dan pemasok. Kedua pihak ini harus selalu
dipertimbangkan dalam menentukan lokasi.
b. Kenyamanan dan keamanan parkir kendaraan
Oleh karena kendaraan (roda dua atau empat) merupakan bagian tak
terpisahkan dari pelanggan, aspek kenyamanan dan keamanan parkir
kendaraan di lokasi toko juga harus diperhatikan.
c. Kelengkapan mal, plaza atau pusat perbelanjaan
Konsep one stop shopping yang secara sederhana dapat diperhatikan
“menyediakan segala kebutuhan pelanggan secara lengkap”, telah banyak
dipenuhi oleh mal, plaza dan pusat-pusat perbelanjaan. Dengan
kelengkapan ini, pelanggan akan sangat terbantu khususnya dalam hal
kemudahan dan efisiensi berbelanja.
d. Daur hidup lokasi
Daur hidup setiap lokasi dalam bentuk mal, plaza, atau pusat
perbelanjaan sama seperti tahapan hidup manusia dan produk. Daur hidup
lokasi secara sederhana mempengaruhi daur hidup pada umumnya yang
terdiri atas tahap-tahap lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua, uzur dan
mati. Kotler dan Armstrong (2002:412), menegaskan bahwa para pengecer
hendaknya mempertimbangkan enam keputusan dalam membuat strategi
pemasarannya, keputusan tersebut salah satunya adalah keputusan tempat.
Lokasi pengecer merupakan kunci bagaimana kemampuannya menarik
konsumen. Konsumen dapat memilih lokasi apakah di wilayah pusat bisnis,
pusat perbelanjaan daerah, pusat perbelanjaan komunitas atau jalur-jalur
perbelanjaan. Namun yang paling penting pengecer harus memutuskan bagi
tokonya dengan mempertimbangkan lalu lintas, biaya sewa parkir dan masalah
komunitas.
Lamb dan Carl (2001:96), menetapkan kombinasi enam variabel
sebagai bauran ritel / pengecer, yaitu salah satunya adalah lokasi yang baik.
Dalam pemilihan lokasi, pengecer perlu mempertimbangkan faktor
kemudahan akses, kemungkinan terlihat, tempat parkir (area parkir yang luas,
bebas parkir atau biaya rendah), lokasi masuk / keluar, arus lalu lintas,
keselamatan dan keamanan lokasi serta lokasi pesaing.
Keputusan lainnya adalah apakah memilih lokasi pada suatu pusat
perbelanjaan (mall), pusat perbelanjaan komunitas / toko yang berdiri sendiri
(freestanding stores) dan mempertimbangkan fasilitas penunjang atau fasilitas
umum yang ada di sekitar lokasi.
Menurut Syahrizal (2004:83), pemilihan lokasi berarti menghindari
sebanyak mungkin seluruh segi-segi negatif dan mendapatkan lokasi dengan
paling banyak faktor-faktor positif. Penentuan lokasi yang tepat akan meminimalkan beban biaya (investasi dan operasional) jangka pendek maupun
jangka panjang dan ini akan meningkatkan daya saing perusahaan.
Dalam sektor bisnis jasa seperti lokasi kantor cabang bank, toko
pengecer, pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat, memerlukan
pertimbangan yang lebih kompleks.
Bagi suatu perusahaan mungkin faktor
terpenting adalah dekat dengan pasar tetapi mungkin yang lebih penting bagi
perusahaan lain adalah dekat dengan sumber-sumber penyediaan bahan dan
komponen.
Menurut Kottler dan Armstrong (2002:603), para pengecer biasanya
mengatakan bahwa tiga kunci keberhasilan adalah lokasi, lokasi, lokasi.
Menurut Rander (2001:205), untuk keputusan lokasi industri, strategi yang
ditempuh biasanya adalah meminimasi biaya, sedangkan pada bisnis eceran
dan pelayanan jasa professional, strategi yang digunakan terfokus pada
maksimasi pendapatan. Secara umum, tujuan strategi lokasi adalah
memaksimalkan keuntungan dari lokasi tersebut.
Menurut Syahrizal (2004:83), secara umum faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi perusahaan adalah sebagai berikut:
- Lingkungan Masyarakat
Kesediaan masyarakat suatu daerah menerima segala konsekuensinya, baik
konsekuensi positif maupun negatif didirikannya lokasi di daerah tersebut
merupakan suatu sarat penting.Perusahaan memperhatikan nilai-nilai
lingkungan dan ekologi dimana perusahaan akan berlokasi. Dilain pihak masyarakat membutuhkan perusahaan karena menyediakan berbagai
lapangan pekerjaan yang dibawa industri ke masyarakat.
- Kedekatan dengan pasar
Dekat dengan pasar akan membuat perusahaan dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik pada para pelanggan dan sering mengulangi
biaya distribusi. Dalam sektor jasa, daerah pasar biasanya ditentukan oleh
waktu perjalanan para pembeli pelayanan jasa ke para pelanggan.
- Penyediaan Tenaga Kerja
Dimanapun lokasi perusahaan, harus mempunyai tenaga kerja. Karena itu,
cukup tersedianya tenaga kerja merupakan hal yang mendasar.
- Kedekatan dengan bahan mentah dan supplier
Apabila bahan mentah berat dan susut cukup besar dalam proses produksi
maka perusahaan lebih baik berlokasi dekat dengan bahan mentah. Begitu
pula bila bahan mentah cepat rusak seperti perusahaan pengalengan buahbuahan.
Dengan lebih dekatnya dengan bahan mentah dan para penyedia
(supplier) memungkinkan suatu perusahaan mendapatkan pelayanan
supplier yang lebih baik dan menghemat biaya pengadaan bahan.
- Fasilitas dan Biaya Transportasi
Tersedianya fasilitas transportasi akan melancarkan pengadaan faktorfaktor
produksi dan penyaluran produk perusahaan. Lokasi dekat dengan
pasar akan menghemat biaya pengangkutan produk jadi.
Menurut Lewinson (1994:325), masalah penentuan lokasi pedagang
eceran terdiri dari mengidentifikasikan, menggambarkan, mengevaluasikan
dan akhirnya memilih lokasi yang digambarkan sebagai berikut:
- Retailing market, yaitu lokasi pasar eceran
- Trading areas, yaitu daerah geografis di mana pedagang eceran
dekat atau berusaha mendekati sebagian besar pelanggan
sasarannya. Pada dasarnya luas dari trading areas yang ditawarkan,
termasuk macam harga, ketersediaan dari berbagai sumber, dan luas
yang mencerminkan selera dari pelanggan.
- Retail sites, yaitu posisi di mana dalam trading area tempat
pedagang eceran beroperasi. Posisi ini ditentukan oleh beberapa
factor seperti kemudahan mencapai lokasi, jalur lalu lintas, luas
populasi dan distribusi dari trading areas, tingkat pendapatan,
stabilitas ekonomi, dan persaingan.
Minat Beli
Minat beli (niat beli) merupakan keinginan yang muncul dalam diri
konsumen terhadap suatu produk sebagai dampak dari suatu proses
pengamatan dan pembelajaran konsumen atau individu tersebut terhadap suatu
produk. Durianto (2003:58), mengungkapkan bahwa “Minat beli adalah
keinginan untuk memiliki produk, minat beli akan timbul apabila seseorang
konsumen sudah terpengaruh terhadap mutu dan kualitas dari suatu produk, informasi seputar produk, ex: harga, cara membeli dan kelemahan serta
keunggulan produk dibanding merek lain.
Sedangkan Simamora (2001:106), mengatakan bahwa ”Minat beli (niat
beli) terhadap suatu produk timbul karena adanya dasar kepercayaan terhadap
produk yang diiringi dengan kemampuan untuk membeli produk.” Selain itu,
niat beli terhadap suatu produk juga dapat terjadi dengan adanya pengaruh dari
orang lain yang dipercaya oleh calon konsumen. Niat beli juga dapat timbul
apabila seorang konsumen merasa sangat tertarik terhadap berbagai informasi
seputar produk yang diperoleh melalui iklan, pengalaman orang yang telah
menggunakannya, dan kebutuhan yang mendesak terhadap suatu produk.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa minat
beli timbul karena adanya ketertarikan dari individu tersebut terhadap produk
yang diamati dan diiringi dengan kemampuan untuk membeli produk tersebut.
Selain itu produk yang telah diamati dan dipelajari tersebut juga akan lebih
mudah untuk diperoleh.
Setiadi (2003:216), menyatakan bahwa “Minat beli (niat beli) dibentuk
dari sikap konsumen terhadap produk yang terdiri dari kepercayaan konsumen
terhadap merek dan evaluasi merek, sehingga dari dua tahap tersebut
muncullah minat untuk membeli”. Semakin rendah tingkat kepercayaan
konsumen terhadap suatu produk akan menyebabkan semakin menurunnya
minat beli konsumen.
Minat untuk membeli merupakan suatu yang berhubungan dengan
rencana konsumen untuk membeli produk tertentu pada waktu tertentu.
Pembelian nyata terjadi apabila konsumen telah mempunyai minat untuk
membeli suatu produk. Menurut Durianto (2003:59), yaitu: “Pembelian nyata
merupakan sasaran akhir konsumen di mana minat beli merupakan pernyataan
mental konsumen yang merefleksikan perencanaan untuk membeli sejumlah
produk dengan merek tertentu, pengetahuan akan produk yang akan dibeli
sangat diperlukan oleh konsumen”.
Sedangkan menurut Hurlock dalam Efnita (2005:17), minat adalah
suatu sumber motivasi yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan apa
yang diinginkannya.
Pada dasarnya minat merupakan bentuk penerimaan akan suatu
hubungan antara diri seseorang dengan sesuatu di luar dirinya, semakin kuat
atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minat. Berdasarkan hal
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa minat tidak dibawa dari lahir,
melainkan diperoleh kemudian sebagai akibat rangsangan adanya suatu hal
yang menarik.
Lebih lanjut Durianto (2003:58), mengungkapkan bahwa “Minat beli
timbul karena setiap konsep terhadap suatu objek atau produk, keyakinan
konsumen akan terhadap suatu produk, di mana semakin rendah keyakinan
konsumen terhadap suatu produk maka semakin rendah minat beli konsumen”.
Selain itu niat beli terhadap suatu produk juga dapat terjadi dengan
adanya pengaruh dari orang lain yang dipercaya oleh calon konsumen. Niat
beli juga dapat timbul apabila seorang konsumen merasa sangat tertarik
terhadap berbagai informasi seputar produk yang diperoleh melalui iklan, pengalaman orang yang telah menggunakannya, dan kebutuhan yang
mendesak terhadap suatu produk.
Menurut Kotler (2000:207),bahwa :
”Dalam tahap evaluasi proses
keputusan pembelian, konsumen membentuk kesukaan / minat atas merekmerek
dalam sekumpulan pilihan-pilihan, konsumen juga mungkin
membentuk minat untuk membeli produk yang paling disukai.”
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen
Menurut Kotler (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli
konsumen adalah :
a. Harga
Harga merupakan salah satu keputusan yang penting bagi manajemen.
Harga yang ditetapkan harus dapat menutup semua ongkos dan dapat
menghasilkan laba. Prinsipnya dalam penentuan harga ini adalah
menitikberatkan pada kemauan pembeli untuk harga yang telah ditentukan
dengan jumlah yang cukup untuk menutup ongkos-ongkos dan menghasilkan
laba. Penentuan harga ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Faktor Internal Perusahaan
- Keputusan harga disesuaikan dengan sasaran misalnya sasaran untuk
bertahan hidup, memaksimalkan laba jangka pendek, memaksimalkan
pangsa pasar, atau standar mutu suatu produk.
- Keputusan harga disesuaikan dengan strategi mix dimana manajemen
harus mempertimbangkan marketing mix sebagai satu keseluruhan, jika produk diposisikan atas faktor-faktor bukan harga maka
keputusan mengenai itu, promosi dan distribusi akan mempengaruhi
harga.
2. Faktor Eksternal Perusahaan
- Pasar dan permintaan konsumen merupakan harga “tertinggi”.
Konsumen akan membandingkan harga suatu produk atau jasa
dengan manfaat yang akan diperolehnya. Hubungan antara harga dan
permintaan terhadap produk atau jasa harus dipahami terlebih dahulu
dan dianalisa.
- Harga dan tawaran pesaing perlu diketahui untuk menentukan harga
serta reaksi mereka setelah keputusan diberlakukan.
- Kondisi ekonomi seperti inflasi, resesi, keputusan pemerintah dan
tingkat bunga dapat mempengaruhi efektifitas strategi penetapan
harga
b. Produk (Tingkat Efisiensi)
Produk menurut Kotler (2000) produk adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dibeli, dikonsumsi, dan dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan, produk mencakup obyek secara fisik,
jasa orang, tempat, organisasi, dan ide.
Tjiptono (2000) menjelaskan bahwa efesiensi produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari,
digunakan atau dikonsumsi pasar secara praktis, hemat dan efesien sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan .
Pada dasarnya produk merupakan satu ikatan jasa yang disediakan
untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Berbagai atribut yang melekat pada
produk hanya akan menghasilkan value jika atribut tersebut menghasilkan
manfaat bagi konsumen. Oleh karena itu, maka jasa yang dihasilkan oleh suatu
produk dimulai sejak saat pelanggan berusaha mencari produk sampai saat
pelanggan menghentikan pemakaian produk.
Atribut produk yang efesien adalah unsur-unsur produk yang
dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar dalam pengambilan
keputusan pembelian.
Atribut produk yang efesien tersebut terdiri dari:
1. Merek
Menurut Tjiptono (2000) merek digunakan untuk beberapa tujuan,
antara lain:
- Sebagai indentitas, yang bermanfaat dan membedakan dengan
produk lain.
- Alat promosi yang menjadi daya tarik produk.
- Untuk membina citra dan memberikan keyakinan, jaminan
kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen.
- Untuk mengendalikan pasar.
2. Kemasan (Packaging)
Tujuan penggunaan kemasan adalah:
- Sebagai pelindung isi (protection).
- Memberikan kemudahan dalam penggunaan ( operating).
- Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable).
- Memberikan daya tarik (promotion).
- Sebagai identitas (images) produk.
- Distribusi (shipping).
- Informasi (labelling).
3. Jaminan (Garansi)
Adalah janji yang menjadi kewajiban produsen atas produknya kepada
konsumen dimana para konsumen akan diberi ganti rugi bila produk
ternyata tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapkan atau
dijanjikan. Jaminan bisa berbentuk kualitas produk, reparasi, ganti rugi
(uang kembali atau produk ditukar), dan sebagainya.
4. Layanan Pelengkap (Supplementary Service)
Dapat diklasifikasikan ke dalam 8 kelompok:
- Informasi, misalnya jalan menuju tempat produsen, jadwal
penyampaian produk dan jasa.
- Konsultasi, seperti pemberian saran, auditing, konseling pribadi.
- Order Taking, meliputi membership (keanggotaan), order entry,
dan reservasi.
- Hospitallity, kenyamanan yang diberikan misalnya penyambutan,
transportasi, dll.
- Care Taking, terdiri dari perhatian dan perlindungan atas barang
milik pelanggan.
- Exceptions, meliputi permintaan khusus sebelumnya penyampaian
produk, penanganan komplain, dll.
- Billing, misalnya laporan rekening periodik.
- Pembayaran, misalnya berupa swalayan oleh konsumen.
Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka tingkat efisiensi produk akan
dapat memuaskan konsumen sehingga akan berpengaruh terhadap keputusan
pembelian.
c. Pelayanan
Kualitas layanan (service quality) sangat bergantung pada 3 (tiga) hal,
yaitu : sistem, teknologi, dan manusia. Faktor manusia memegang kontribusi
terbesar sehingga kualitas layanan lebih sulit ditiru dibandingkan dengan
kualitas produk dan harga. Salah satu konsep kualitas layanan yang popular
adalah ServQual. Berdasarkan konsep ini, kualitas layanan diyakini memiliki
lima dimensi, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy dan
tangible.
Dimensi reliability adalah dimensi yang mengukur kehandalan
perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dibandingkan
dengan empat dimensi kualitas layanan yang lain, dimensi ini dianggap paling
penting dari berbagai industri jasa. Dimensi ini memiliki dua aspek, yaitu
kemampuan perusahaan memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan dan
seberapa jauh perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat.
Dimensi responsiveness adalah harapan pelanggan terhadap kecepatan
pelayanan yang tidak dapat dipastikan akan berubah sesuai kecenderungannya
dari waktu ke waktu. Harga pada suatu waktu berbeda antara satu pelanggan
dan pelanggan yang lain.
Dimensi assurance adalah dimensi kualitas layanan yang berhubungan
dengan kemampuan perusahaan dan perilaku frontline staf dalam
menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada pelanggan. Berdasarkan
riset, terdapat empat aspek dimensi ini, yaitu keramahan, kompetensi,
kredibilitas dan keamanan (Sitinjak dkk, 2004).
Dimensi empathy dapat dijelaskan dengan gambaran bahwa pelanggan
dari kelompok menengah atas mempunyai harapan yang tinggi agar
perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi. Perusahaan harus
tahu nama mereka, kebutuhan mereka secara spesifik, dan bila perlu
mengetahui apa yang menjadi hobi dan karakter orang lainnya.
Dengan mempertimbangkan bahwa service tidak bisa dilhat, dicium
dan diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran pelayanan.
Dimensi ini umumnya lebih penting bagi karyawan baru.
Layanan yang diberikan oleh produsen merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi dalam keputusan pembelian konsumen.
Layanan yang diberikan bisa berupa sikap, kedisiplinan, profesionalisme, dan
juga ketersediaan produk. Namun disini layanan yang diberikan juga dapat
berupa pemberian bonus jika melewati tingkatan tertentu dalam pembelian.
d. Kelompok Acuan
Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki
pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap
seseorang dinamakan kelompok keanggotaan. (Kotler, 2000). Kelompok acuan (Engel, 1995) adalah orang yang mempengaruhi
secara bermakna perilaku individu dan memberikan standar norma serta nilai
yang dapat menjadi perspektif penentu bagaimana seorang berfikir atau
berperilaku.
Kelompok acuan mempengaruhi seseorang dalam tiga hal yaitu:
- Kelompok acuan menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya
hidup baru.
- Mempengaruhi perilaku dan konsep pribadi seseorang.
- Menciptakan tekanan untuk mematuhi apa yang mungkin
mempengaruhi pilihan produk dan merek aktual seseorang.
Jenis-jenis kelompok acuan antara lain:
1. Ascribed Group dan Acquired Group
Ascribed Group adalah kelompok dimana seseorang individu secara
otomatis menjadi anggota, misalnya anak baru lahir secara otomatis
akan jadi keluarga tersebut. Acquired Group adalah kelompok dimana
seseorang harus mencari anggotanya.
2. Primary Group dan Secondary Group
Kelompok primer biasanya ditandai dengan adanya interaksi tatap
muka dengan anggotanya. Kelompok primer yang penting adalah
keluarga dan kekerabatan. Kelompok sekunder adalah kelompok yang
cenderung lebih resmi dan kurang terjadi interaksi yang
berkeseimbangan, misalnya organisasi keagamaan.
3. Formal Group dan Informal Group
Kelompok formal biasanya memiliki tujuan dan sasaran yang jelas dan
mempunyai stuktur organisasi dan birokrasi yang jelas, sedangkan
lawannya adalah kelompok informal.
4. Membership Group, Aspirational Group dan Dissosiative Group
Membership Group adalah kelompok dimana dia tidak menjadi
anggota dari kelompok tetapi angin menjadi anggota dari kelompok
tersebut. Sedangkan Dissosiative Group adalah suatu kelompok
dimana nilai-nilai dan perilaku ditolak oleh seseorang. Kelompok
aspirasi memiliki suatu keinginan untuk menggunakan norma dan
perilaku orang lain.
5. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok sosial yang menjadi ukuran
seseorang yang bukan menjadi anggota kelompoknya untuk
membentuk kepribadian dan perilakunya. Kelompok referensi
mempengaruhi seseorang dalam hal selera dan hobi.