Pengertian dan Sejarah Desain Komunikasi Visual
Desain Grafis sering disebut dengan Grafis Komunikasi atau Desain
Komunikasi Visual. Beberapa istilah tersebut sering menjadi pertanyaan
bahkan perdebatan, karena pada perguruan tinggi sering menggunakan
istilah Desain Komunikasi Visual (DKV), sedangkan kursus-kursus sering
menggunakan istilah Desain Grafis, dan di SMK Seni Rupa (dahulu SMSR)
menggunakan istilah Grafis Komunikasi.
Graphic Design atau Desain Grafis adalah suatu istilah penamaan
yang mengacu pada latar dua matra atau dua dimensi yang bervariasi baik
format dan kompleksitasnya ( Preble, Duane and Sarah,1985:211).
Sedangkan Graphic Communication atau Grafis Komunikasi lebih
menekankan pada aspek komunikasi yang terkandung di dalamnya
(Feldman, Edmund Burke,1987:62). Sedangkan dari sudut media karena
sifat keberadaannya yang kasat mata maka hal ini sering diistilahkan
dengan Visual Communication Design atau Desain Komunikasi Visual
(Freddy Adiono Basuki, 2000:1).
Sebenarnya masalah perubahan nama dari Desain Grafis menjadi
Desain Komunikasi Visual di Indonesia lebih disebabkan oleh tuntutan
industri saja.
Cakupan materinya ditambah dan targetnya diperluas. Desain
Grafis lebih mengacu pada profesi yang lebih dulu ada, pada saat ruang
lingkup desainer grafis lebih banyak menggunakan media cetak. Seiring
berkembangnya zaman, muncul media baru sehingga pesan visual tidak
lagi hadir sebagai media cetak saja tetapi juga hadir di media elektronik
seperti film dan TV dan akhirnya di media interaktif seperti web di internet.
Media-media baru tersebut tentunya membutuhkan desain yang berbeda
dibanding dengan media cetak karena posisi media elektronik dan interaktif
di masyarakat untuk waktu-waktu sekarang sedang “hot”, sehingga
sebetulnya untuk pengistilahannya akan lebih tepat jika menggunakan
istilah Desain Komunikasi Visual.
Sejatinya, desain grafis erat hubungannya dengan proses cetakmencetak.
Melalui media cetakan ini, desain grafis berfungsi sebagai media
penghubung antara pihak yang berkepentingan guna mengantisipasi
kebutuhan-kebutuhan baik yang datangnya dari dunia usaha/bisnis
maupun bidang sosial dan hal-hal yang berkaitan dengan media
komunikasi. Tujuan desain grafis di sini bersifat komersil dan sosial. Tujuan
komersil jelas berfungsi untuk menciptakan karya desain grafis yang
mampu memberikan propaganda kepada masyarakat untuk membeli
produk komersil guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Sedangkan desain grafis yang memiliki tujuan sosial lebih menitikberatkan
pada penyampaian informasi dan pesan sosial kepada masyarakat atau
yang lebih sering disebut dengan Iklan Layanan Masyarakat.
Manusia Sebagai Komunikator Grafis
Manusia dilahirkan sebagai “Komunikator Grafis”. Kenapa? Kok bisa?
Komunikasi Grafis merupakan salah satu bagian yang paling natural atau
alami dalam informasi komunikasi karena merupakan hal yang alami seperti
halnya kita berbicara atau berjalan yang tentunya melalui proses
pembelajaran dan adaptasi. Sebagai contoh seorang anak balita yang
sedang menggoreskan pensil atau pastel di atas kertas, dari sekedar
coretan yang tidak berbentuk, lama kelamaan menjadi mirip sesuatu , entah
berupa gambar sosok orang, binatang, bunga atau sesuatu yang lain.
Kemudian seiring bertambahnya usia, manusia akan semakin dapat
mengorganisir dan kemudian membentuk sesuatu hal yang lebih dapat
dimengerti oleh orang lain, maka dari sinilah diketahui bahwa seorang
manusia sudah menjadi “Komunikator Grafis” yang kemudian apabila
dikembangkan akan menjadi suatu bentuk komunikasi yang lebih kompleks
lagi yaitu yang sering disebut dengan “Desain Grafis”, yaitu usaha
penyampaian komunikasi atau informasi melalui bahasa gambar atau
visual maupun tulisan.
Desain grafis sebagai salah satu cabang dari disiplin desain hakikat
keberadaannya merupakan hasil upaya pengungkapan pemecahan
masalah yang di dalamnya terdapat dua hal penting yaitu proses dan
konsep. Proses merupakan proses berfikir akan membentuk sesuatu dengan menggabungkan antara fakta, konstruksi, fungsi, dan estetika,
sedangkan konsep adalah untuk memecahkan fenomena bentuk, bahan,
teknik, rupa, fungsi guna yang dinyatakan dalam bentuk gambar. Jadi, pada
hakikatnya sebuah desain adalah merupakan sebuah proses yang dimulai
dari penggalian ide, memilih dan menyusun elemen desain, bentuk, bahan,
sampai pada tahap pemecahan masalah yang dicipta menjadi suatu tatanan
atau susunan bentuk yang harmonis, estetis, dan komunikatif.
Jadi, Desain Grafis merupakan karya yang padat teknologi, karena
memiliki dampak komprehensif kepada khalayak sasaran, sebab
keberadaannya mampu menginformasikan produk baru kepada konsumen,
memiliki kharisma untuk mengajak konsumen membeli dan menggunakan
barang jasa yang ditawarkan, dan mampu merangsang khalayak untuk
berfikir perihal yang selama ini tidak terpikirkan.
C. Fungsi Desain Grafis pada Perjalanannya
1. Masyarakat Prasejarah
Desain grafis sebagai media komunikasi melalui gambar atau gambar yang
memiliki pesan tertentu telah dikenal sejak zaman prasejarah. Desain grafis
hampir setua peradaban manusia. Hal ini dapat dilihat pada zaman
Palaeolithicum di Gua Lascaux Prancis Selatan telah ditemukan gambargambar
binatang dari manusia pra sejarah. Gambar itu berupa goresan
dengan pigmen hitam kemerahan yang dicampur dengan arang dan bahan
pencampurnya adalah lemak binatang.
Goresan pada dinding tersebut
memang bukan dibuat untuk tujuan seni atau keindahan, tetapi hanyalah
sebagai komunikasi visual untuk tujuan ritual dan praktis demi kelangsungan
hidup mereka. Meski demikian pada saat manusia prasejarah tersebut
memilih media, menentukan awal goresan, dan memperhitungkan ukuran
gambar, sebenarnya mereka telah mendesain (Mawardi Rahimin, 1996:1).
Lukisan dinding gua lainnya yang ada di Indonesia, ditemukan di
dinding Gua Pattae Kere di dekat Maros, Sulawesi Selatan berupa lukisan
babi hutan yang fungsinya sama seperti yang terdapat di Gua Lascaux
(Soedarso Sp, 2006:3).
Masyarakat pada masa itu meninggalkan pesan melalui gambargambar.
Mereka dapat bercerita dan memberikan catatan bagaimana
berburu dan di daerah mana padang perburuannya yang terbaik melalui
bahasa gambar. Pada masa ini para ahli sejarah dapat belajar banyak
tentang tatacara berburu pada masyarakat zaman prasejarah, struktur
kelompok dan kepercayaannya dengan “membaca” gambar-gambar yang
terdapat pada gua dan situs-situs lainnya.
2. Bangsa Mesir
Bangsa
Mesir termasuk salah satu di antara masyarakat yang pertama
kali menciptakan bentuk tulisan menggunakan gambar-gambar. Gambar
tulisan tersebut yang dikenal dengan sebutan Huruf Hieroglyphe. Bangsa
Mesir menggunakan gambar-gambar tersebut untuk menceritakan peristiwa
besar yang terjadi pada masa itu, yang biasanya digoreskan pada dinding
piramid. Gambar-gambar pada dinding piramid berbentuk seperti lembaranlembaran
komik yang dalam gambar adegan terdapat huruf hieroglyphe
tersebut.
3. Bangsa Yunani dan Romawi
Bangsa Yunani dan Romawi mengembangkan sistem komunikasi yang
disebut tulisan. Mereka mengembangkan abjad dan menciptakan bukubuku
dalam bentuk gulungan. Pada awalnya alfabet latin hanya terdiri dari
21 huruf saja, yaitu A, B, C, D, E, F, G, H, I, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, V,
dan X, kemudian huruf Y dan Z ditambahkan dalam alfabet latin untuk
mengakomodasi kata yang berasal dari Yunani. Tiga huruf tambahan yaitu
J, U, dan W dimasukkan pada abad pertengahan sehingga jumlah
keseluruhan huruf alfabet latin menjadi 26 (http//www.desaingrafis
indonesia.com).
Penggunaan alfabet dalam penulisan buku-buku
menggunakan huruf latin dan gambar-gambar untuk memaparkan dan
meninggalkan sejarah tentang mereka kepada generasi yang akan datang.
Hanya saja permasalahannya untuk bahasa tulis biasanya hanya dimengerti
oleh kaum terpelajar saja, sehingga gambar-gambar masih merupakan
perwujudan dalam berkomunikasi untuk menyampaikan sebuah pesan.
Monumen yang memberikan catatan dan informasi tentang kejayaan
bangsa Romawi pada saat itu adalah Triumphal Arch, yang berupa gambar-gambar yang sederhana dan dipadu dengan tulisan terkait dengan
peristiwa kerajaan.
4. Abad Pertengahan
Pada abad ini permasalahan terkait dengan keagamaan sangat
populer. Catatan tulisan yang dibuat oleh para ahli filosofi hanya dapat
dibaca dan dipelajari oleh dewan gereja maupun orang kaya. Sedangkan
orang miskin cara menyampaikan pesan adalah menggunakan media
gambar yang dilukiskan pada dinding dan langit-langit atap gereja. Hal ini
memiliki maksud bahwa dengan diletakkan di sana orang-orang akan dapat
membaca cerita-cerita kitab suci. Lukisan dinding karya Michellangelo yang
berjudul “Pengadilan Terakhir/Hari Kiamat” menceritakan tentang pesan
yang akan terjadi pada manusia di akhir dunia.
5. Abad ke-15
Perkembangan proses cetak-mencetak dimulai pada abad ke-15
dengan diketemukannya mesin alat cetak oleh Johannes Gutenberg (1398-
1468) di Jerman. Pada tahun 1455 di Mainz Jerman untuk pertama kalinya
hasil cetakan yang dibuat adalah 42 baris kalimat yang diambil dari Bible
menggunakan jenis huruf Textura Blackletter (Hill, Will, 2005:10-11).
Gambar Jenis huruf Textura Blackletter
Gambar Johannes Gutenberg
(Penemu Mesin Cetak)
Selain sebagai penemu mesin cetak tinggi (hand press), Johannes
Gutenberg merupakan inspirator yang luar biasa bagi perkembangan seni
menyusun huruf (tipografi) dan seni ilustrasi untuk menghiasi sampul dan
halaman buku. Temuan teknologi cetak inilah yang membuka peluang akan
pemenuhan hasrat seni visual terhadap huruf dan gambar (ilustrasi) untuk
meningkatkan kualitas layanan manusia di bidang informasi grafis semakin
terbuka.
6. Revolusi Industri
Setelah periode cetak tinggi pada masa Johannes Gutenberg adalah
Revolusi Industri yang berlangsung sekitar abad ke-18. Pada masa ini
peradaban manusia mulia bergeser ke arah teknologi baru yang lebih
revolusioner, yaitu perubahan dari kerja tangan menjadi kerja mesin karena
banyak ditemukan sumber- sumber baru, yaitu mesin uap dan listrik. Mesinmesin
yang tercipta telah memiliki kaidah-kaidah estetika tersendiri sebagai
estetika mesin yang tentunya berbeda dengan kaidah estetika manual atau
kerja tangan. Mesin lebih memiliki daya akurat dibading dengan kerja
tangan. Hal tersebut menjadikan konsekuensi sikap dan perilaku yang
berbeda, sebagai tantangan desain grafis untuk dapat menangkap dan
memanfaatkan perubahan yang terjadi akibat revolusi industri untuk
melahirkan konsep-konsep beriklan yang efektif.
Tema-tema yang diangkat dalam karya desain grafis terutama poster
lebih beragam. Seniman Henri de Toulouse-Lautrec melukiskan banyak sisi
Paris pada abad ke-19, dengan posternya yang menggambarkan simpati
terhadap ras manusia, poster tentang pertunjukan. Pada masa inilah
Toulouse-Lautrec berhasil membantu tercapainya peleburan industri dan
seni.
Gambar Poster karya Henri de Toulouse-Lautrec
yang berjudul Aristide Bruant
Menjelang abad ke-20 era modernisme terbentuk oleh urbanisasi dan
industrialisasi dari masyarakat Barat (1908-1933) , di mana sebuah dogma
yang menjadi nafas desain modern, yaitu “Form Follows Function” yang
dilontarkan oleh Louis Sullivan merupakan ungkapan penentangan terhadap
karya-karya tradisi yang bersifat ornamental dianggap tidak sesuai dengan
‘estetika mesin’, karena desain tanpa dekorasi akan lebih cocok dengan
‘bahasa mesin’ (Arnston, Amy E., 2007:26).
Pergerakan-pergerakan desain banyak bermunculan sebagai akibat
dari revolusi industri antara lain adalah Dadaisme (1916-1923) yaitu
pergerakan seni dan kesusastraan yang berusaha menemukan suatu
kenyataan asli hingga penghapusan kultur tradisional dan bentuk estetik
yang membawa gagasan baru cenderung tidak rasional yang disengaja,
sinis dan anarki, penolakan terhadap hukum keindahan. Selanjutnya berkembang pada masa De Stijl (1916) sebagai sebuah gaya yang
berkembang di Belanda yang merupakan seni dan pergerakan desain yang
dikembangkan sebuah majalah dari nama yang sama yang ditemukan oleh
Theo Van Doesburg. De Stijl menggunakan bentuk segi empat kuat
menggunakan warna-warna dasar dan komposisi asimetris.
Constructivism
(1918) sebagai pergerakan seni modern yang dimulai di Moscow yang
ditandai dengan metode industri untuk menciptakan objek geometris, dan
pandangan konstruktivisme Rusia berpengaruh pada pandangan yang
sifatnya modern dengan penggunaan huruf Sans Serif berwarna merah dan
hitam yang diatur dalam blok asimetris. Bauhaus (1919) memulai suatu
pendekatan yang segar dalam mendesain mengikuti Perang Dunia Pertama
dengan suatu gaya yang dipusatkan pada fungsi bukannya hiasan
(http//www.desaingrafisindonesia.com).
Gambar The Red and Blue Chair
Rancangan Gerrit Rietveld
Gambar Model Menara Tatlin
(Monumen untuk Komunis Internasional)