Pengertian Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
PLH merupakan upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai
pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan kesadaran mayarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan
lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif
dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang
dan yang akan datang.
Pendidikan lingkungan hidup mempelajari permasalahan lingkungan
khususnya masalah dan pengelolaan pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya
dan konservasi.
Perubahan lingkungan semakin cepat terjadi, berbagai bencana datang silih berganti,
sungguh merupakan fenomena yang menyentak pemikiran kita. Beberapa musibah bencana
disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan, menjadikan kita berpikir kebelakang dan
menghubungkan kejadian tersebut dengan proses pendidikan yang diterapkan.
Musibah
hutan gundul yang menyebabkan erosi dan longsor mengakibatkan banyak korban
dikarenakan longsoran menimpa kawasan permukiman padat, permasalahan polusi udara di
kota besar dikarenakan banyaknya penggunaan kendaraan bermotor, sikap penduduk yang
masih membuang sampah sembarangan, dan masih banyak penyimpangan perilaku yang
dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Permasalahan diatas membuat kita berpikir apakah kepedulian masyarakat akan
lingkungan sedang mengalami krisis, apakah selama ini pendidikan yang mengupayakan
peningkatan kepedulian masyakat masih kurang atau kurang optimum.
Hal tersebut yang
menyebabkan kita harus berpikir bagaimana upaya-upaya yang perlu di tempuh agar
masyarakat dapat meningkat kepeduliaannya terhadap lingkungan.
Pernyataan yang sampai saat ini masih terngiang dari Sumarwoto (1997) adalah
pembangunan dapat dan telah merusak lingkungan, tetapi pembangunan juga diperlukan
untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Kita semua memang menginginkan keadaan
lingkungan yang lestari, yaitu kondisi lingkungan yang secara terus menerus dapat
menjamin kesejahteraan hidup manusia dan juga mahluk hidup lainnya. Untuk memelihara
kelestarian lingkungan ini setiap pengelolaan harus dilakukan secara bijaksana. Pengelolaan
yang bijaksana menuntut adanya pengetahuan yang cukup tentang lingkungan dan akibat
yang dapat timbul karena gangguan manusia.
Pengelolaan yang bijaksana juga menuntut
kesadaran akan tanggung jawab manusia terhadap kelangsungan generasi mendatang.
Pengetahuan dan kesadaran akan pengelolaan lingkungan ini dapat diperoleh melalui
pendidikan dan sejenisnya.
Bagaimana perkembangan dan pendidikan lingkungan di Indonesia? Indonesia ikut
serta dalam berbagai kegiatan internasional. Bahkan sebelum diselenggarakan konferensi di
Stockholm 5-11 Juni 1972, Indonesia menurut Soemarwoto (1997) telah menyelenggarakan pertemuan untuk pertama kalinya mengenai lingkungan ini 15-18 Mei 1972.
Kemajuan
berikutnya adalah dengan dibentuknya Kementrian Kependudukan dan Lingkungan Hidup
yang menghasilkan UURI No.4 Th 1982 kemudian diperbaiki dengan UURI No.23 Th
1997. Selanjutnya Depdiknas telah memasukkan pendidikan lingkungan ini, baik
terintegrasi dengan mata pelajaran lain maupun dalam muatan lokal. Pembukaan
konferensi Stockholm pada tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari lingkungan hidup.
Pendidikan lingkungan hidup di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1975,
dimulai oleh IKIP Jakarta dengan membuat GBPP bidang lingkungan hidup untuk
pendidikan dasar yang kemudian pada tahun ajaran 1977/1978 dilakukan uji coba di 15
sekolah dasar.
Perkembangan selanjutnya PLH pada tahun 1996 ditetapkan Memorandum
Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan
dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan
itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga
terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan
hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti
lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri,
dan lain-lain.
LSM dan perguruan tinggi terus mendukung dan membantu dalam dalam
mengembangkan PLH melalui kegiatan seminar, sarasehan, lokakarya, penataran guru,
pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku
bacaan dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan
Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk
pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama
ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi
dengan mata ajaran yang telah ada.Selanjutnya dibuat surat Edaran Direktur Jendral
Manajemen Dasar dan Menengah No.5555/C/C5/TU/2005 tentang pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan surat ini
diharapkan jajaran pendidikan di tingkat provinsi, kota dan kabupaten dapat segera
menindaklanjuti dengan menyusun program, strategi dan materi PLH untuk diaplikasikan
sejak SD.
Berbagai permasalahan memang banyak dihadapi, mulai dari padatnya
kurikulum, pelatihan yang belum merata, SDM belum siap untuk menyediakan materi/
bahan ajar dan alat.
Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup, sejak 2004, telah mengadakan sosialisasi dan pelatihan (TOT) tingkat
nasional tentang konsep pendidikan lingkungan pada pendidikan dasar dan menengah. Jika
pada tingkat satuan pendidikan SD, SMP segerajat, SMA sederajat sudah memulai
pendidikan lingkungan hidup, maka di tingkat perguruan tinggi, apalagi Universitas Negeri
Semarang, mahasiswa diseluruh program studi diwajibkan untuk mengambil mata kuliah
PLH ini. Apalagi jika diperhatikan di Perancis pendidikan berbasis lingkungan
(ekopedagodi) ini telah dikembangkan sejak awal tahun 60-an.
Apakah ekopedagogi itu?
- Alam jangan dipandang sebagai lingkungan hidup (environment) semata tetapi sebagai
ruang pemberi dan pemakna kehidupan (lebenstraum).
- Pendidikan yang dapat mengubah paragidma ilmu dan bersifat mekanistik, reduksionis,
parsial dan bebas nilai menjadi ekologis, holistik dan terikat nilai sehingga dapat
tumbuh kearifan (wisdom), misalnya dengan: membangun watak dan menghargai hak
hidup mahluk hidup lainnya.
- Pendidikan lebih menekankan pendekatan biosentrisme dan ekosentrisme, bukan lagi
antroposentrisme.
- Pendidikan untuk mengenali alam, sehingga tumbuh rasa cinta/ respek terhadap alam
beserta isinya.
Ruang Lingkup PLH
Dengan melihat masih banyaknya sampah (domestik, industri, transportasi) di sungai,
pantai; penebangan liar pohon tanpa penanaman kembali; pengambilan secara berlebihan
sumber daya tak terbarukan, mengingatkan kepada kita bahwa pendidikan lingkungan
hidup (PLH) masih sangat diperlukan. Bahkan harus secara terus menerus disampaikan
kepada semua lapisan, sampai kesadaran akan pentingnya kualitas yang baik dari
lingkungan telah dimiliki oleh sebagian besar bangsa ini.
Materi PLH harus diberikan sebagai materi yang harus diketahui dan dipahami oleh
mahasiswa, selanjutnya dikembangkan sendiri oleh mahasiswa. Aspek afektif yang dapat
diterapkan dalam PLH meliputi tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk
membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Dalam PLH perlu diberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk
memecahkan masalah adalah sebagai berikut.
- Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive,
desain grafis
- Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara,
menganalisa data;
- Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan
keputusan dan kerjasama.
Unnes menerapkan tujuh pilar unnes konservasi meliputi: biodiversity conservation,
paperless policy, green architecture & internal transportation, waste management, clean
energy, etika seni dan budaya, kader konservasi. Ketujuh pilar tersebut akan diterapkan
pada Unnes secara bertahap. Berikut ini disajikan gambar tentang kedudukan pilar
unneskonservasi.
Gambar Tujuh Pilar Unnes Konservasi
Ketujuh pilar tersebut diatas diharapkan dapat mempersiapkan mahasiswa UNNES
untuk dapat menjaga keselarasan,keserasian,keseimbangan terhadap lingkungan hidup.
4. Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup
Selain ada tujuan perkuliahan PLH, maka secara global ada 5 tujuan pendidikan
lingkungan yang disepakati usai pertemuan di Tbilisi 1977 oleh dunia internasional.
Fien
dalam Miyake, dkk. (2003) mengemukakan kelima tujuan yaitu sebagai berikut.
- Bidang pengetahuan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk
mendapatkan berbagai pengalaman dan mendapat pengetahuan tentang apa yang
diperlukan untuk menciptakan dan menjaga lingkungan yang berkelanjutan.
- Bidang kesadaran: membantu kelompok sosial dan individu untuk mendapatkan
kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan secara keseluruhan beserta isu-isu yang
menyertainya, pertanyaan, dan permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan
dan pembangunan.
- Bidang perilaku: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk memperoleh
serangkaian nilai perasaan peduli terhadap lingkungan dan motivasi untuk
berpartisipasi aktif dalam perbaikan dan perlindungan lingkungan.
- Bidang ketrampilan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk
mendapatkan ketrampilan untuk megidentifikasi, mengantisipasi, mencegah, dan
memecahkan permasalahan lingkungan.
- Bidang partisipasi: memberikan kesempatan dan motivasi terhadap individu,
kelompok dan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam menciptakan lingkungan
yang berkelanjutan.
Jadi pendidikan lingkungan hidup diperlukan untuk dapat mengelola secara bijaksana
sumber daya kita dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan generasi
yang akan datang diperlukan pengetahuan, sikap dan ketrampilan atau perilaku yang
membuat sumber daya kita tetap dapat dimanfaatkan secara lestari atau dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan (sutainable used).
Tentu tidak kalah penting adalah peranan pendidikan baik di tingkat sekolah dasar,
menengah maupun pendidikan tinggi. Di Jawa Tengah, sampai tahun 2007, pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup baru dalam taraf sosialisasi. Masih sedikit sekolah yang telah
melaksanakannya. Padahal jika baru dimulai sejak sekarang setidaknya akan terasa dalam
pengelolaan lingkungan setelah 12-16 tahun kemudian. Setelah peserta didik lulus dari
bangku SMA atau Perguruan Tinggi dan memasuki dunia kerja, mereka baru dapat
menerapkan pengelolaan berwawasan lingkungan. Harapan ini baru berhasil bila pilar
lainnya juga menerapkan pendidikan lingkungan hidup pada wilayahnya masing-masing.
Semoga berhasil, karena pendidikan lingkungan hidup merupakan tumpuan bagi
pengelolaan sumber daya sebagai sumber bagi kehidupan sekarang dan di masa yang akan
datang.