Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Dari sejumlah besar pajak yang berlaku dan dipungut bagi Daerah, salah satu diantaranya Pajak Kendaraan Bermotor (sering disingkat dengan PKB). Mengenai Pajak Kendaraan Bermotor dapat dikemukakan sebagai berikut :
Pajak Kendaraan Bermotor, termasuk golongan pajak langsung dan merupakan pajak lokal (daerah). Dipungut dari pemegang-pemegang kendaraan bermotor yang a) dihidupkan dengan generator gas arang atau b) memakai bahan baker minyak tanah atau campuran minyak tanah dan c) bensin atau juga d)yang tidak semata-mata menggunakan bensin sebagai bahan baker. Kereta gandengan aanhangwagen (pada truk mis.) juga dikenakan pajak ini.
Selanjutnya dalam Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934 pasal 1 dikutipkan : Dengan nama Pajak Kendaraan Bermotor, dipungut pajak karena memegang :
(1) Kendaraan bermotor, yang digerakkan dangan motor yang dihidupkan dengan generator gas arang atau oleh yang memakai bahan baker minyak tanah atau campuran minyak tanah dan bensin, terlepas dari hal apakah motor itu khusus diperuntukkan guna dipakai dengan minyak tanah atau dengan campuran minyak tanah dan bensin;
(2) Segala kendaraan bermotor lainnya, yang tidak digerakkan oleh motor yang semata-mata memakai bensin sebagai bahan pembakar;
(3) Kendaraan bermotor yang digerakkan oleh motor yang semata-mata memakai bensin sebagai bahan pembakar tetapi mempunyai berat total yang diizinkan 5.500 kg. atau lebih; .........kendaraan bermotor yang digerakkan oleh motor dengan semata-mata menggunakan bensin sebagai bahan pembakar, yang mempunyai berat total yang diizinkan 3.500 kg. atau lebih.
(4) Kereta tambahan (kereta gandengan) dari kendaraan bermotor.
(5) Kendaraan bermotor seperti dimaksudkan dibawah c yang mempunyai berat total yang diperkenankan kurang dari 3.500 kg, kecuali yang telah dikenakan pajak rumah tangga atau yang dibebaskan dari pajak rumah tangga.
Memperhatikan tentang Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dijelaskan oleh kedua kutipan diatas, maka dapat ditarik beberapa patokan pokok, antara lain :
(1) pajak ini ditimbulkan oleh adanya kendaraan bermotor yang dimiliki;
(2) pajak dipungut dari pemilik kendaraan bermotor sebagai wajib pajak;
(3) penentuan besarnya beban pajak didasarkan kepada ukuran yang digariskan;
(4) kendaraan bermotor dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulan dan utuh;
(5) tahun pajak ialah tahun takwim. (pasal 8 ayat 1)
Dalam pasal 1 angka (6) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air menyebutkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas kepemilikan dan / atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak (pasal 1 angka 7).
1. Dasar Hukum
Republik Indonesia sebagai negara hukum menekankan ketentuan tentang keharusan adanya dasar hukum yang mengatur setiap tindakan kebijaksanaan yang berhubungan kehidupan bernegara. Pengaturan tentang Pajak Kendaraan Bermotor diadakan untuk pertama kali dengan Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934. (Staatsblad tahun 1934 Nomor 718). Peninjauan-peninjauan dan penyernpurnaan haruslah selalu dilakukan terhadap setiap peraturan perundang-undangan. Langkah tersebut perlu dilakukan mengingat bahwa ketentuan-ketentuan itu berhadapan dengan masa dan manusia yang selalu berkembang. Begitupun dengan bidang pengetahuan dan teknologi bertumbuh dengan pesat.
Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934 sebagai peraturan perundang-undangan semenjak ditetapkan telah mengalami peninjauan-peninjauan berupa penambahan dan perubahan sebagai berikut :
a. Staatsblad Tahun 1935 Nomor 551;
a. Staatsblad Tahun 1937 Nomor 33;
b. Staatsblad Tahun 1939 Nomor 603;
c. Staatsblad Tahun 1940 Nomor 226;
d. Staatsblad Tahun 1949'Nomor 376;
e. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1959 dalam Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 101.
Dalam semua ketentuan diatas penyempurnaan terhadap pajak ini telah dilakukan. Pemerintah Indonesia yang menganut otonomi, menyebabkan dalam penyerahan urusan yang akan diselenggarakan oleh Daerah diiringi dengan pemberian sumber pendapatan yang diperlukan dalam pembiayaan.
Pajak Kendaraan Bermotor yang selama ini dikelola oleh pemerintah sebagai pajak negara termasuk dalam sumber pendapatan yang diserahkan pada daerah. Penyerahan ini dilakukan dengan Poraturan Pcmerintah Nomor 3 Tahun 1957 tentang Penyerahan Pajak Negara kepada Daerah. Untuk berlakunya suatu pajak yang diserahkan kepada Daerah diterbitkanlah Peraturan Daerah. Adapun dasar hukum pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor saat ini berdasar kepada Peraturan Daerah Nornor 4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
2. Obyek Pajak
Pelaksanaan pajak didasarkan pada adanya obyek yang dikenakan beban pajak. Pajak Kendaraan Bermotor sebagai pajak mempunyai obyek berupa kendaraan bermotor yang terdaftar. Keberadaan kendaraan bermotor sebagai obyek yang terdaftar, adalah melalui proses yang akan dibicarakan tersendiri. Dalam pasal 1 ayat (2) huruf a Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor 1934 dikutip sebagai berikut :
Kendaraan bermotor; setiap kendaraan (elkrij of Voertig), yang diperuntukkan guna semata-mata digerakkan atau juga turut digerakkan, selain atas ril, oleh suatu kekuatan mekanik yang ada di atau pada kendaraan itu, begitu pula kereta-kereta tambahan dari kendaraankendafaan itu.
Sedangkan di dalam Peraturan paerah Nomor 4 Tahun 2003 Pasal 3 angka (1) menyebutkan : Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan / atau penguasaan kendaraan bermotor, termasuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.
3. Subyek Tanggung Pajak dan Beban Pajak
Pengenaan beban pajak didasarkan kepada adanya kendaraan bermotor. Keberadaannya secara sah dibuktikan oleh berbagai hal yang harus dipenuhi dan terutama bukti bahwa kendaraan sudah terdaftar sesuai dengan ketentuan administrasi yang ditentukan. Dalam pasal 5 angka 1, menyebutkan bahwa Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor dan atau kendaraan di atas air. Jadi tertanggung beban pajak adalah pemilik kendaraan, yaitu orang seorang atau kelembagaan/badan hukum. "Pajak terhutang oleh orang yang memegang kendaraan bermotor".
Pengertian "yang memegang" adalah dikaitkan kepada siapa yang memiliki dan atau yang berhak penuh atas kendaraan tersebut. Jadi subyek tanggung pajak adalah pemilik kendaraan orang seorang dan badan hukum.
Setiap wajib pajak akan dikenakan penagihan sebesar beban pajak yang ditentukan terhadap pemilikan atas kendaraan bermotor. Beban pajak akan dapat diketahui melalui surat penagihan yang dicantumkan berdasarkan penentuan beban yang ditetapkan dengan peraturan perundangan.
Dalam pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 ditentukan Dasar Pengenaan, Tarif dan Penghitungan Pajak adalah :
a. Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua) unsur pokok
(1) Nilai jual kendaraan bermotor;
(2) Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemar lingkungan akibat penggunaan kndaraan bermotor.
b. Nilai jual kendaraan bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor.
c. Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan faktor-faktor :
(1) Isi silinder dan/atau satuan daya;
(2) Penggunaan kendaraan bermotor;
(3) Jenis kendaraan bermotor;
(4) Merek kendaraan bermotor;
5) Tahun pembuatan kendaraan bermotor;
(6) Berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang diizinkan;
(7) Dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor.
d. Bobot sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan faktor-faktor :
1) Tekanan ganda;
2) Jenis bahan baker kendaraan bermotor;
3) Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin dari kendaraan bermotor.
e. Penghitungan dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dinyatakan dalam suatu table yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
f. Dalam hal dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor yang belum tercantum dalam table sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diberitahukan kepada DPRD dan Menteri Dalam Negeri.
g. Tabel sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) ditinjau kembali setiap tahun.
Pasal 7 menyebutkan :
1) Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar : 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2) 1 % (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum; 0,5 % (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
Pasal 8 menyebutkan :
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (7) dan ayat (8).
Selanjutnya pasal 9 menyebutkan :
a) Pajak kendaraan bermotor dikenakan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut dihitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor,
b) Pajak kendaraan bermotor dibayar sekaligus di muka.
Berdasarkan patokan-patokan diatas ditetapkan-lah beban pajak atas kendaraan bermotor yang dimiliki oleh wajib pajak. Beban pajak ditetapkan untuk masa satu tahun yang mempedomani tahun takwim. Terhadap pemilikan kendaraan bermotor yang berada dalam tahun yang sedang berjalan, maka beban pajak yang dikenakan kepada wajib pajak adalah dengan memperhatikan sisa waktu tahun yang tersisa. Dalam hal penghitungan beban pajak diberlakukan pembulatan ke atas.
4. Pengecualian dan atau Pembebasan
Walaupun dalam ketentuan mengenai perpajakan umurnnya dinyatakan bahwa pemungutan pajak harus dilakukan dengan memperhatikan sifat umum dan merata, namun Pajak Kendaraan Bermotor tidaklah dapat dilaksanakan sepenuhnya demikian. Pengenaan beban pajak dilaksanakan dengan mengadakan pengecualian dan atau pembebasan. Kebijaksanaan ini dilatar belakangi dan didasarkan kepada peranan atau pemanfaatannya.
Pasal 2 mengatur tentang pengecualian atau pembebasan terhadap beban pajak atas kendaraan bermotor dilakukan atas :
a) kendaraan bermotor oleh Negara atau Daerah yang dimaksud, dalam pasal-pasal 119, 121 dan 123 IS. Inipun jika kendaraan itu sematamata dipergunakan untuk dinas umum;
b) kendaraan bermotor yang menurut atau berdasarkan peraturan-peraturan Ordonansi Lalu Lintas yang diizinkan berjalan dengan nomor percobaan;
c) kendaraan bermotor yang menurut sifatnya semata-mata diperuntukkan guna dipakai dilain tempat dari pada dijalanan;
d) kendaraan bermotor oleh para konsul dan lain-lain skill Negara Asing oleh orang-orang yang diperbantukan dan yang bekerja serta bertempat tinggal padanya selanjutnya tidak melakukan perusahaan atau pekerjaan bebas dan dengan syarat timbale balik, jika oleh Negara yang wakil-wakilnya diizinkan, dikenakan pajak karena memegang kendaraan bermotor;
e) kendaraan bermotor pemadam kebakaran;
f) kendaraan bermotor oleh para pelancong dan lain-lain orang yang berada di Indonesia untuk waktu yang tidak lebih lama dari sembilan puluh hari berturut-turut.
Pada pasal 4 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 menyebutkan : Dikecualikan dari objek pajak adalah kepemilikan dan/ atau penguasaan kendaraan bermotor dan/atau kendara-an diatas air oleh :
a) Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa/Nagari;
b) Kedutaan, Konsutat, Perwakilan Negara P.sing, dan Perwakilan Lembaga-lembaga Internasional dengan azas timbal balik,
c) Pabrikan atau importer kendaraan bermotor baru yang semata-mata untuk dipamerkan, untuk dijual dan tidak dipergunakan dalam lalu lintas bebas;
d) Wisatawan asing yang berada di daerah untuk jangka waktu sampai dengan 60 (enam puluh) hari;
e) Penguasaan kendaraan bermotor yang disegel atau disita oleh Negara;
f) Orang Pribadi atau Badan atas kendaraan di atas air perintis;
g) Orang Pribadi atau Badan atas kendaraan di atas air yang digunakan untuk keperluan keselamatan seperti kapal pandu dan kapal tunda;
h) Orang Pribadi atau Badan atas Kendaraan di atas air yang khusus digunakan untuk penelitian, SAR, kepentingan social dan keagamaan.
Dari ketentuan di atas terlihat bahwa kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pajak adalah kendaraan dinas, kendaraan yang berada dalam status percobaan, kendaraan yang bukan dipergunakan dijalanan, kendaraan yang dipergunakan oleh perwakilan asing dan tenaga kerja diperbantukan dalam kerja sama dansebagainya, kendaraan pemadam kebakaran dan kendaraan yang dibawa sendiri oleh wisatawan untuk waktu yang terbatas, kendaraan bermotor yang disegel atau disita Negara, kapal pandu dan kapal tunda yang digunakan untuk keperluan keselamatan serta kendaran penelitian SAR.
5. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB)
Di samping Pajak Kendaraan Bermotor terdapat sumber pendapatan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Sumber pendapatan tersebut disebut Bea Balik Nama Kendaraan Berrnotor yang popular disingkat dengan BBN.KB. Jenis sumber pendapatan ini dalam bentuk pajak juga yang dipungut atas dasar pengalihan hak milik atas kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi jual beli, tukar menukar, hibah termasuk hibah wasiat dan hadiah, warisan atau pemasukan kedalam badan usaha.
Dasar hukum dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Undang Undang Nomor 10 Tahun 1968 tentang Penyerahan Pajak Negara Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB), Pajak Bangsa Asing dan Pajak Radio kepada Daerah. Dasar hukum tersebut oleh Daerah dilanjutkan pengaturannya dengan menerbitkan Peraturan Daerah.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan Obyek daripada Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan Kendaraan Berrnotor, termasuk penyerahan kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.
Dalam pasal 4 diatur tentang pengecualian dalam pemungutan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang diserahkan kepada :
- Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi , Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa/Nagari;
- Kedutaan, Konsulat, Perwakilan Asing, dan Lembaga-lembaga Internasional dengan azaz timbal balik;
- Pabrikan atau importer kendaraan bermotor baru yang semata-mata untuk dipamerkan, untuk dijual dan tidak dipergunakan dalam lalu lintas bebas;
- Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air perintis.
Dalam pasal 6 diatur subyek pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ;
1) Subyek pajak Bea Balik Nama adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor dan atau kendaraan di atas air.
2) Wajib Pajak Bea Balik Nama adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan atau kendaraan di atas air.
3) Yang bertanggung jawab atas pembayaran Bea Balik Nama adalah:
(a) untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya atau ahli warisnya.
(b) Untuk badan adalah pengurusnya.
Dasar Pengenaan Bea Balik Nama diatur dalam pasal 7 :
1) Dasar pengenaan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor dan Nilai Jual Kendaraan di Atas Air.
2) Nilai Jual Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air yang tercantum dalam ketetapan Menteri Dalam Negeri atau Gubernur.
Dalam hal dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air belum tercantum dalam tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Gubernur, dan diberitahukan kepada DPRD dan Menteri Dalam Negeri.
Pemungutan kedua sumber pendapatan tersebut diatas (Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), pelaksanaan operaionalnya bergabung dengan instansi lain Kepolisian Republik Indonesia melalui Direktorat Lalu Lintas dan PT (Persero) A.K. Jasaraharja melalui mekanisme Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap, yang lebih populer disebut SAMSAT.
Ketentuan pendukung tentang mekanisme ini diatur dalam Surat Keputusan Bersama Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, dan Direktur Utama PT. Jasa Raharja (Persero) Nomor : Skep/06/X/1999, Nomor : 973 - 1228, Nomor : SKEP/02/X/1999 tentang Pedoman Tata laksana Sistem Administrasi Manunggal Di Bawah Satu Atap dalam Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sera Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Dalam Surat Keputusan Bersama tersebut ditegaskan bahwa dalam pelaksanaan tugas, seluruh instansi tersebut harus bekerja sama, mempunyai otonomi masing-masing instansi dan saling hormat menghormati serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing.