Pengertian Pengelolaan Kelas
Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola
kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang
optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Menurut Amatembun (dalam
Supriyanto, 1991) “Pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh
guru dalam menciptakan dan mempertahankan serta mengembang
tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”.
Sedangkan menurut Usman (2003) “Pengelolaan kelas yang efektif
merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang
efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek
penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian
macam tugas guru di dalam kelas.
Berbagai definisi tentang pengelolaan
kelas yang dapat diterima oleh para ahli pendidikan, yaitu :Pengelolaan
kelas didefinisikan sebagai:
- Perangkat kegiatan guru untuk
mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan dan
mengurangkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
- Seperangkat
kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik
dan iklim sosio emosional kelas yang positif.
- Seperangkat kegiatan guru
untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Pengelolaan Kelas diterjemahkan secara singkat sebagai suatu
proses penyelenggaraan atau pengurusan ruang dimana dilakukan
kegiatan belajar mengajar, dan untuk lebih jelasnya berikut pengertian
pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Usman, bahwa "pengelolaan
kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara
kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan
dalam proses belajar mengajar". Sedangkan menurut Wina Sanjaya
bahwa pengelolaan kelas adalah : Pengelolaan kelas merupakan
keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang
optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal yang dapat
mengganggu suasana pembelajaran .
Beberapa pengertian pengelolaan kelas yang telah dikemukakan
oleh para ahli di atas, dapatlah memberi suatu gambaran serta
pemahaman yang jelas bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu usaha
menyiapkan kondisi yang optimal agar proses atau kegiatan belajar
mengajar dapat berlangsung secara lancar. Pengelolaan kelas merupakan
masalah yang amat kompleks dan seorang guru menggunakannya untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa
sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan
secara efektif dan efisien.
Pandangan mengenai pengelolaan kelas sebagaimana telah
dikemukakan di atas intinya memiliki karakteristik yang sama, yaitu bahwa
pengelolaan kelas merupakan sebuah upaya yang real untuk mewujudkan
suatu kondisi proses atau kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Dengan
pengelolaan kelas yang baik diharapkan dapat mendukung tercapainya
tujuan pembelajaran di mana proses tersebut memberikan pengaruh
positif yang secara langsung menunjang terselenggaranya proses belajar
mengajar di kelas.
Dari beberapa definisi diatas, masing-masing mempunyai asumsi
yang berbeda-beda. Para ahli menggabungkan beberapa dimensi itu
menjadi definisi yang bersifat pluralistik, yaitu bahwa pengelolaan kelas
sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku
peserta didik yang diinginkan, menghubungkan interpersonal dan iklim
sosio emosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan
organisasi kelas yang efektif.
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pengelolaan kelas sangat
mendasar sekali karena kegiatan guru dalam mengelola kelas meliputi
kegiatan mengelola tingkah laku peserta didik dalam kelas, menciptakan
iklim sosio emosional dan mengelola proses kelompok, sehingga
keberhasilan guru dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan,
indikatornya proses belajar mengajar berlangsung secara efektif. Inti
kegiatan suatu sekolah atau kelas adalah proses belajar mengajar (PBM).
Kualitas belajar peserta didik serta para lulusan banyak ditentukan oleh
keberhasilan pelaksanaan PBM tersebut atau dengan kata lain banyak
ditentukan oleh fungsi dan peran guru.
Berdasarkan beberapa definisi di atas bahwa efektivitas pengelolaan
kelas adalah tingkat tercapainya tujuan dari pengelolaan kelas.
Pengelolaan kelas didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang
dilakukan guru dalam upaya menciptakan kondisi kelas agar proses
belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Tindakantindakan
yang perlu dilakukan guru dalam menciptakan kondisi kelas
adalah melakukan komunikasi dan hubungan interpersonal antara guru
peserta didik secara timbal balik dan efektif, selain melakukan
perencanaan atau persiapan mengajar.
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai
peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan
kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek peserta didik, orang
menentukan dan mengambil keputusan dengan strategi yang akan
digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pula yang akan
menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan
yang muncul; maka dengan beberapa pendekatan-pendekatan yang
dikemukakan, akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya.
Guru dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas, perlu
merencanakan dan menentukan pengelolaan kelas yang bagaimana yang
perlu dilakukan dengan memperhatikan kondisi kemampuan belajar
peserta didik serta materi pelajaran yang akan diajarkan di kelas tersebut.
Menyusun strategi untuk mengantisipasi apabila hambatan dan tantangan
muncul agar proses belajar mengajar tetap dapat berjalan dan tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Pengelolaan kelas
akan menjadi sederhana untuk dilakukan apabila guru memiliki motivasi
kerja yang tinggi, dan guru mengetahui bahwa gaya kepemimpinan
situasional akan sangat bermanfaat bagi guru dalam melakukan tugas
mengajarnya.
Dengan demikian pengelolaan kelas tidak dapat terlepas dari
motivasi kerja guru, karena dengan motivasi kerja guru ini akan terlihat
sejauhmana motif dan motivasi guru untuk melakukan pengelolaan kelas,
sedangkan dengan gaya kepemimpinan guru yang tepat yang digunakan dalam pengelolaan kelas akan mengoptimalkan dan memaksimalkan
keberhasilan pengelolaan kelas tersebut.
1. Motivasi
Abraham H. Maslow dengan teori motivasi-nya mengemukakan ada
lima tingkatan kebutuhan manusia secara berjenjang :
- phisik :
sandang, pangan, dan papan;
- rasa aman dan jaminan : tidak ada
kekawatiran akan dikeluarkan dari tempat kerja sewaktu-waktu; 3)
kasih sayang dan kebersamaan;
- penghargaan dan pengakuan; dan
- aktualisasi diri.
(David & Newstorm, 1990:68-71; Hersey &
Blanchard, 1993:33-38; French, 1986:113-114). Dikatakan bahwa pada
umumnya kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya akan muncul
setelah kebutuhan pada tingkatan sebelumnya terpenuhi/ terpuaskan.
David Mc. Clelland (French, 1986:115-116; Wexley, 1991:227-231)
dengan Three N yaitu :
- needs for achievement;
- needs for power;
- needs for afiliation.
Orang butuh berprestasi, kekuasaan dan afiliasi.
Hasil penelitian David Mc. Clelland menunjukkan bahwa kebutuhan
berprestasi merupakan kebutuhan manusia yang nyata, yang dapat
dibedakan dengan yang lain, dan memerlukan motivasi yang cukup
tinggi. Frederik Herzberg (French, 1986:116-117; Hersey & Blanchard,
1993:69-74) menjelaskan bahwa ada faktor motivator yang bersifat
langsung dan ada faktor hygiene yang bersifat tidak langsung, yang
berkaitan dengan motivasi.
Faktor-faktor motivator : prestasi, pengakuan, tanggungjawab.
Faktor-faktor hygiene : kebijakan organisasi, pengawasan, gaji,
hubungan interpersonal, dan kondisi kerja. Hersey & Blanchard (1986,
69-74) kaitannya dengan kerangka motivasi dan tujuan menjelaskan
keterkaitan teori Maslow dengan Herzberg. Maslow mengidentifikasi
kebutuhan atau motif yang ada pada seseorang dalam melakukan
kegiatan, sedangkan Herzberg menitik beratkan pada kepuasan
kegiatan (prestasi) yang akan memotivasi seseorang dalam melakukan
kegiatannya.
Kebutuhan penghargaan, pengakuan, aktualisasi diri
pada hiarki Maslow merupakan faktor motivator-nya Herzberg,
sedangkan kebutuhan fisiologi, rasa aman dan jaminan, cinta kasih
dan kerbersamaan, serta sebagian kebutuhan penghargaan dan pengakuan pada hiarki Maslow, identik dengan faktor hygiene-nya
Herzberg.
Berdasarkan kajian teori yang berkaitan dengan motivasi,
peneliti mendefinisikan motivasi adalah dorongan yang muncul dalam
diri seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Dorongan ini muncul dikarenakan
adanya kebutuhan, dan peneliti sependapat dengan kebutuhan dan
tingkatan kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow,
David Mc. Clelland yaitu kebutuhan untuk berprestasi, faktor internal
ataupun faktor eksternal.
Keberhasilan pengelolaan kelas bergantung pada motivasi guru,
artinya guru yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat mengelola
kelas dengan baik dan tepat.
Mengelola kelas itu sendiri bukanlah
tujuan utama dari setiap guru, akan tetapi apabila guru dapat
mengelola kelas dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar-nya
akan berjalan baik dan peserta didik-peserta didiknya akan berprestasi
tinggi. Mengelola kelas merupakan sarana/alat untuk mencapai tujuan
yang ingin dicapai dari kegiatan belajar mengajar. Tujuan guru pada
dasarnya adalah bagaimana guru dapat mentransfer materi pelajaran
dengan baik, sehingga peserta didik dapat mengerti dan menerima
materi pelajaran yang diajarkan.
Mencermati teori kebutuhan Abraham Maslow, teori kebutuhan
berprestasi David Mc. Clelland, teori ekspektansi Victor H. Vroom,
maka motivasi guru menjadi dasar pertama untuk keberhasilan guru
dalam mengelola kelas. Guru yang puas dengan apa yang diperoleh
atau apa yang dapat dicapai dari hasil dan lingkungan kerja akan dapat
berperan banyak dibandingkan dengan guru yang memiliki motivasi
rendah.
Disadari atau tidak, motivasi kerja guru akan mempengaruhi perilaku
guru dalam melakukan tugas pekerjaannya. Guru yang pertama-tama
memikirkan mengenai penghasilan/gaji akan memandang
pekerjaannya sebagai sarana untuk mendapatkan uang, dan sekolah
merupakan organisasi yang menjamin kesejahteraan guru. Guru akan
cenderung agar sekolah menerima peserta didik baru dengan memperhatikan kemampuan ekonomi peserta didik/orang tua peserta
didik.
Guru akan berupaya untuk memberikan pelajaran tambahan
sebanyak mungkin pada peserta didik agar mendapatkan tambahan
honor sebagaimana diharapkan. Guru juga akan mengajar di banyak
sekolah agar mendapat penghasilan tambahan. Akibat perilaku guru
seperti itu, guru tidak akan sempat mempersiapkan pelajarannya
dengan baik atau memeriksa tugas peserta didik satu per satu; guru
hanya akan mengajar dengan metode mengajar yang mudah dilakukan
baginya tanpa memperhatikan apakah peserta didik-peserta didiknya
dapat mengerti materi pelajaran yang diajarkannya.
Sebaliknya guru yang menaruh perhatian pada perkembangan
peserta didik, akan berupaya menyumbangkan segala kemampuannya
untuk kepentingan peserta didik. Guru berupaya membantu peserta
didik yang mempunyai kemapuan belajar yang rendah. Guru akan
enggunakan berbagai metoda mengajar agar peserta didik dapat
mengerti materi pelajaran yang diajarkannya.
Guru tersebut akan
mempunyai kreativitas yang tinggi; mau mengorbankan waktunya agar
peserta didik bisa berprestasi. Guru akan merasa puas apabila peserta
didik berhasil dengan baik. Kedua perilaku guru yang digambarkan di
atas tidak terlepas dari motivasi yang dimiliki guru. Guru yang satu
mempunyai motivasi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup,
sedangkan guru yang lain mempunyai motivasi yang tinggi, bukan
untuk kepentingan diri guru itu sendiri, melainkan untuk kepentingan
peserta didik, untuk kepentingan proses belajar mengajar yang
dilakukannya agar peserta didik dapat menerima materi pelajaran yang
diajarkannya, dapat mengembangkan potensi dirinya, dapat
mempunyai wawasan yang luas dan berprestasi tinggi.
Guru yang memiliki motivasi yang tinggi dan tidak hanya untuk
kepentingan dirinya, akan dapat melakukan pengelolaan kelas dengan
tepat. Guru tersebut akan menaruh perhatian bagi peserta didik dan
kelasnya. Guru akan melakukan yang terbaik bagi peserta didik. Dalam
mentransfer materi pelajaran pada peserta didik, guru akan
mempelajari dan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik.
Guru akan mencermati kemampuan para peserta didik satu per satu,
sehingga guru mengetahui kemampuan peserta didik pada tingkatan
rendah, sedang atau tinggi.
Dengan demikian guru akan menentukan peserta didik-peserta
didik yang mana, yang perlu mendapat bimbingan yang banyak; guru
dapat menentukan metoda mengajar atau media pembelajaran yang
harus digunakan. Guru akan menentukan berapa banyak tugas yang
perlu diberikan.
Hubungan yang bagaimana yang perlu dilakukan guru
dengan peserta didik, agar kesulitan belajar peserta didik dapat
teratasi; motivasi belajar peserta didik terus meningkat.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja guru ada
hubungan dengan efektivitas pengelolaan kelas. Makin tinggi motivasi
kerja guru, makin tinggi efektivitas pengelolaan kelas yang dapat
dicapai. Demikian pula motivasi kerja guru ada hubungannya dengan
gaya kepemimpinan guru dalam arti guru yang memiliki motivasi kerja
tinggi, akan berupaya untuk melakukan berbagai strategi untuk
keberhasilan PBM-nya termasuk untuk menggunakan gaya
kepemimpinan yang tepat.
2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan (Bahasa Inggris : Leadership Style) diartikan
sebagai pola tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri
kepemimpinannya.
Definisi kepemimpinan hampir sama banyaknya
dengan jumlah orang yang mencoba mendefinisikan konsep tersebut.
(Stodgill, 1974:259; Gary A. Yukl, 1994:2), antara lain : Kepemimpinan
adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitasaktivitasnya
suatu kelompok ke tujuan yang ingin dicapainya bersama
(Hemphill & Coons, 1957 : 7); Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi
ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984 : 46).
Gaya kepemimpinan akan menentukan sejauhmana efektivitas
kepemimpinan, karena seorang pemimpin yang memiliki gaya
kepemimpinan yang tepat, akan dapat mengoptimalkan dan
memaksimalkan kepemimpinannya.
Para pakar manajemen mendekati
konsep efektivitas kepemimpinan dari segi sikap perilaku pemimpin, dengan anggapan bahwa kemampuan untuk membangkitkan,
menggerakkan, dan mengarahkan orang-orang yang dipimpin, agar
mengikuti kemauan pemimpinnya tergantung pada gaya
kepemimpinan dari pemimpin tersebut (Didi B. Djajamihardja
dkk.1994 : 32). Lebih lanjut dikemukakan bahwa gaya kepemimpian
yang berdasarkan pada kewenangan yang dimiliki seorang pemimpin
dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu :
- Gaya kepemimpinan
autokratik (otoriter),
- Gaya kepemimpinan demokratik atau partisipatif,
dan
- Gaya kepemimpinan bebas (laissez faire atau free rein) (Didi B.
Djajamihardja dkk. 1994 : 32; Winkel, 1987 : 117; Owens, 1981 : 149).
Para ahli menyatakan bahwa tidak ada satu gaya pun yang paling
tepat yang dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam
berbagai situasi yang berbeda. Pendekatan situasional merupakan
alternatif untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berbedabeda.
Kepemimpinan situasional menjelaskan bagaimana seseorang
berperilaku.
Peneliti pada Ohio States Leadership Studies, Ralph
Stodgill mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku individu ketika
mengarahkan aktivitas suatu kelompok untuk mencapai tujuan, terdiri
dari :
- Initiating structure : perilaku pemimpin yang berorientasi tugas;
dan
- Consideration : perilaku pemimpin yang berorientasi hubungan.
Seorang pemimpin yang berorientasi tugas akan mempunyai
kecenderungan berperilaku untuk menginformasikan apa yang
diharapkan dari mereka; memberikan tugas-tugas secara khusus;
mengarahkan dan membantu pengikutnya menyelesaikan tugas-tugas
yang harus diselesaikan; minta anggota kelompoknya untuk mengikuti
standar peraturan dan ketentuan.
Secara sederhana perilaku tugas diartikan luasnya kesempatan atau
banyaknya waktu serta tindakan yang dipergunakan seorang pemimpin
sebagai dasar dalam melakukan aktivitasnya dengan melakukan
komunikasi satu arah dalam kerangka memberi penjelasan, instruksi
atau petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan, dimana, kapan,
dan bagaimana melakukannya serta dengan cara apa tugas-tugas
dapat diselesaikan.
Sedangkan perilaku hubungan diartikan luasnya
kesempatan atau banyaknya waktu serta tindakan yang dipergunakan pemimpin sebagai dasar melakukan komunikasi dua arah dalam
kerangka memberikan dukungan sosio-emosional, pengaruh-pengaruh
psikologis serta kesempatan yang diberikan kepada para anggota atau
pengikut untuk berpartisipasi dan berinisiatif.
Peserta didik sebagai subjek pendidikan dalam PBM, dapat
dipastikan mempunyai kemampuan dan karakter yang berbeda-beda,
karena mempunyai tingkat kematangan yang berbeda.
Peneliti
mendefinisikan gaya kepemimpinan guru adalah pola tindakan yang
dilakukan guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan peserta didik. Pola tindakan yang perlu dimiliki guru
adalah pola tindak yang berorientasi pada tugas, dan yang berorientasi
pada hubungan.
Pola tindakan yang berorientasi pada tugas bertujuan untuk
membantu peserta didik terutama yang mempunyai kemampuan
melakukan tugas rendah, agar dapat menyelesaikan tugas dengan
benar.
Pola tindak yang berorientasi pada hubungan bertujuan untuk
mengkondisikan situasi kelas/belajar mengajar (memotivasi atau
menstimulasi atau mempengaruhi), agar tugas/kegiatan guru dan
peserta didik dapat dilakukan dengan tepat.
Berdasarkan paparan di atas, disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan yang perlu dimiliki guru adalah gaya kepemimpinan
situasional, artinya seorang guru perlu memiliki kemampuan untuk
menggunakan suatu gaya kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan
kelas dalam melaksanakan PBM.
Gaya kepemimpinan ini akan
menentukan efektivitas dan efisiensi kepemimpinan seseorang.
Pengelolaan kelas yang berhasil dengan baik akan ditentukan pula
oleh kepemimpinan dan gaya kepemimpinan guru yang mengelola
kelas tersebut. Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan merupakan
dua hal yang tidak terpisahkan. Selain faktor motivasi kerja guru, faktor
lain yang ada pada pribadi guru dan ikut menentukan efektivitas
pengelolaan kelas yaitu gaya kepemimpinan guru.
Gaya kepemimpinan adalah bagian dari kepemimpinan seorang
guru yang disadari atau tidak, dimiliki oleh guru tersebut.
Gaya
memimpin kelas memberikan bobot tersendiri bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, dalam mentransfer materi
pelajaran pada peserta didik. Kemampuan peserta didik akan
menentukan apa yang harus dilakukan guru agar materi pelajaran
yang diajarkan dapat diterima, dipahami peserta didik, serta tujuan
pengajaran dapat dicapai. Kesiapan/kondisi kemampuan peserta didik
yang tidak sama satu dengan yang lain merupakan faktor yang nyata
ada dalam kelas dan tidak bisa dihilangkan. Oleh karena itu
pengelolaan kelas yang harus dilakukan guru, salah satunya untuk
mengatasi hal tersebut, dan peserta didik tetap dapat menerima materi
pelajaran serta berprestasi. Pengelolaan kelas memiliki fungsi yang
jelas.
Tujuan Pengelolaan Kelas
Menurut Usman pengelolaan kelas mempunyai dua tujuan yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus.
- Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan
menggunakan fasilitas belajar untuk bermacam-macam kegiatan
belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik.
- Tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisikondisi
yang memungkinkan peserta didik bekerja dan belajar, serta
membantu peserta didik untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung pada
tujuan pendidikan dan secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah
penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar peserta didik
sehingga subjek didik terhindar dari permasalahan mengganggu seperti
peserta didik mengantuk, enggan mengerjakan tugas, terlambat masuk kelas,
mengajukan pertanyaan aneh dan lain sebagainya.
Menurut Ahmad (1995) bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai
berikut:
- Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar
maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik
untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
- Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya
interaksi belajar mengajar.
- Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung
dan memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial,
emosional, dan intelektual peserta didik dalam kelas.
- Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya serta sifat-sifat individunya.
Tujuan pengelolaan kelas menurut Sudirman (dalam Djamarah 2006)
pada hakikatnya terkandung dalam tujuan pendidikan. Tujuan pengelolaan
kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar
peserta didik dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas.
Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan peserta didik belajar dan bekerja.
Terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin,
perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada peserta
didik. Sedangkan Arikunto (dalam Djamarah 2006) berpendapat bahwa tujuan
pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan
tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisian.
Menurutnya sebagai sebuah indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah
apabila:
- Setiap peserta didik terus bekerja, tidak macet artinya tidak ada anak yang
terhenti karena tidak tahu ada tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat
melakukan tugas yang diberikan padanya.
- Setiap peserta didik terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu
artinya setiap peserta didik akan bekerja secepatnya supaya lekas
menyelesaikan tugas yang diberikan padanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan kelas
adalah menyediakan, menciptakan dan memelihara kondisi yang optimal di
dalam kelas sehingga peserta didik dapat belajar dan bekerja dengan baik.
Selain itu juga guru dapat mengembangkan dan menggunakan alat bantu
belajar yang digunakan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat
membantu peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang diinginkan.
Tujuan pengelolaan kelas yaitu menciptakan dan menjaga kondisi
kelas agar PBM dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan sasarannya.
Artinya upaya yang dilakukan oleh guru, agar peserta didik-peserta didik yang kemampuannya tidak semuanya sama, dapat mengikuti dan menguasai
materi pelajaran yang diajarkan guru. Kepemimpinan situasional dengan gaya
kepemimpinan situasionalnya yang dimiliki guru merupakan solusi untuk
keberhasilan pengelolaan kelas yang efektif.
Guru akan selalu mempelajari
kondisi peserta didik di kelas tempat guru tersebut mengajar, dan
menentukan apa yang harus dilakukan oleh guru, sehingga kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik dan tujuan pengajaran tercapai.
Menurut Hersey & Blanchard, perilaku tugas dan perilaku hubungan akan
mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar di kelas tersebut. Berdasarkan
pada ketiga paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas
yang efektif dapat dicapai dengan motivasi kerja guru yang tinggi, dan gaya
kepemimpinan situasional yang dianut oleh guru.
Pada dasarnya kegiatan guru dikelas mencakup dua aspek utama,
yaitu masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Berdasarkan
definisi didepan, maka seorang guru akan berhadapan masalah individu dan
masalah kelompok.
Untuk dapat menyelesaikan masalah pengelolaan kelas
yang efektif, maka guru harus mampu: mengidetifikasikan masalah yang
bersifat individu dan kelompok, memahami berbagai pendekatan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan dan memilih pendekatan yang paling
tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
- Masalah Individu Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa
tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap
individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya
berguna dan dibutuhkan. Jika individu gagal dalam mendapatkannya, maka
ia akan bertingkah laku secara berurutan dimulai dari yang paling ringan
sampai denga yang paling berat.
- Masalah Kelompok Terdapat tujuh masalah kelompok yang berkaitan
dngan pengelolaan kelas, yaitu:
- Hubungan tidak harmonis,
- Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok,
- Reaksi negatif
terhadap sesama anggota kelompok,
- Penerimaan kelompok atas
tingkah laku yang menyimpang,
- Penyimpangan anggota kelompok dari
ketentuan yang ditetapkan,
- Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja,
atau bertingkah laku yang negatif,
- Ketidakmampuan menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan.
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas
“Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas dibagi
menjadi dua golongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern peserta didik.”
(Djamarah 2006). Faktor intern peserta didik berhubungan dengan masalah
emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian peserta didik denga ciri-ciri khasnya
masing-masing menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik lainnya
sacara individual. Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi aspek yaitu
perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.
Faktor ekstern peserta didik
terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan peserta
didik, pengelompokan peserta didik, jumlah peserta didik, dan sebagainya.
Masalah jumlah peserta didik di kelas akan mewarnai dinamika kelas.
Semakin banyak jumlah peserta didik di kelas, misalnya dua puluh orang ke
atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit
jumlah peserta didik di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.
Djamarah (2006) menyebutkan “Dalam rangka memperkecil masalah
gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan.”
Prinsip-prinsip
pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut:
a. Hangat dan Antusias
Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru
yang hangat dan akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias
pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam
mengimplementasikan pengelolaan kelas.
b. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang
menantang akan meningkatkan gairah peserta didik untuk belajar
sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang
menyimpang.
c. Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi
antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan,
meningkatkan perhatian peserta didik. Kevariasian ini merupakan kunci
untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari
kejenuhan.
d. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya
dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan peserta didik
serta menciptakan iklim belajarmengajar yang efektif. Keluwesan
pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan
peserta didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan
sebagainya.
e. Penekanan pada Hal-Hal yang Positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus
menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan
perhatian pada hal-hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang
positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku
peserta didik yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang
negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari
kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
f. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat
mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya
menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab.
Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut
berdisiplin dalam segala hal.
Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
Komponen-komponen keterampilan pengelolaan kelas ini pada
umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu keterampilan yang
berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang
optimal (bersifat preventif) dan keterampilan yang berhubungan dengan
pengembangan kondisi belajar yang optimal.(Djamarah 2006).
Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar yang optimal terdiri dari keterampilan sikap
tanggap, membagi perhatian, pemusatan perhatian kelompok.
Keterampilan suka tanggap ini dapat dilakukan dengan cara memandang
secara seksama, gerakan mendekat, memberi pertanyaan, dan memberi reaksi terhadap gangguan dan kekacauan. Yang termasuk ke dalam
keterampilan memberi perhatian adalah visual dan verbal.
Tetapi memberi
tanda, penghentian jawaban, pengarahan dan petunjuk yang jelas,
penghentian penguatan, kelancaran dan percepatan, merupakan sub
bagian dari keterampilan pemusatan perhatian kelompok.
Masalah modifikasi tingkah laku, pendekatan pemecahan masalah
kelompok, dan menemukan serta memecahkan tingkah laku yang
menimbulkan masalah, adalah tiga buah strategi yang termasuk ke dalam
ruang lingkup keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan
kondisi belajar yang optimal.