Pengertian Partisipatif
Definisi Partisipatif
Menurut Perencanaan Partisipatif Masyarakat Untuk Pelayanan Sarana (Depkes, 2004), ada dua alternatif utama dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi sebagai tujuan pada dirinya sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri. Logikanya, kedua interpretasi itu merupakan satu kesatuan. Keduanya mewakili partisipasi yang bersifat instrumental dan transformasional. Partisipasi instrumental terjadi ketika partisipasi dilihat sebagai suatu cara untuk mencapai sasaran tertentu. Partisipasi transformasional terjadi ketika partisipasi itu pada dirinya sendiri, dipandang sebagai tujuan yang lebih tinggi, misalnya dalam operasional dan pemeliharaan sarana air bersih adalah keswadayaan dan dapat berkelanjutan.
Sebagai suatu tujuan, partisipasi menghasilkan pemberdayaan yaitu setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Partisipasi ditafsirkan sebagai alat untuk mencapai efisiensi dalam manajemen untuk melaksanakan kebijakan.
Paradigma Pembangunan Partisipatif
Dalam rangka pencapaian hasil-hasil pembangunan yang dapat berkelanjutan, banyak kalangan sepakat bahwa suatu pendekatan partisipatif perlu diambil. J Pretty dan Gujit (Mikkelsen, Britha, Methods for Development Work and Research : A Guide for Practitioners, 1995) menjelaskan implikasi praktis dari pendekatan ini yaitu pendekatan pembangunan partisipatoris harus mulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Pendekatan ini harus menilai dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan mereka dan memberikan sarana yang perlu bagi mereka supaya dapat mengembangkan diri. Ini memerlukan perombakan dalam seluruh praktik dan pemikiran, disamping bantuan pembangunan. Ringkasnya diperlukan suatu paradigma baru. Munculnya paradigma pembangunan partisipatif mengindikasikan adanya dua prespektif :
- Munculnya pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan serta operasional dan pemeliharaan program yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap dan pola pikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh.
- Membuat umpan balik (feedback) yang pada hakekatnya merupakan bagian tak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sarana
Pengertian metode partisipatif yaitu mendorong keikutsertaan setiap individu didalam suatu proses kelompok tanpa memandang usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang pendidikan yang tumbuh dari rasa kesadaran dan tanggung jawabnya (Perencanaan Partisipatif Masyarakat Untuk Pelayanan Sarana Air Bersih Dan Sanitasi, Ditjen PPM & PL Depkes 2004). Metode ini terbukti sangat berguna untuk mendorong keikutsertaan perempuan (yang menurut adat setempat biasanya dianggap kurang baik kalau perempuan terlalu banyak bicara atau karena tidak bisa baca tulis). Metode partisipatif dirancang untuk membangun rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Metode partisipatif mencoba membuat proses pengambilan atas keputusan yang diambilnya. Metode partisipatif mencoba membuat proses pengambilan keputusan sebagai pekerjaan yang mudah dan menyenangkan hati. Para pesertanya belajar antar sesamanya dan mengembangkan rasa saling menghargai atas pengetahuan dan keterampilan sejawatnya.
Metode partisipatif telah terbukti membuahkan keberhasilan. Azas-azas yang mendasarinya adalah azas pendidikan orang dewasa yang telah mengalami pengujian lapangan di banyak tempat. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa metode partisipatif dapat menuntun pekerja sosial ke pengalaman yang jauh lebih mengesankan. Jika telah sekali mencoba metode ini dan hasilnya menggembirakan, para pekerja sosial biasanya tidak lagi akan kembali ke metode yang lama.
Jenis-jenis Partisipasi Masyarakat
Berbagai bentuk keterlibatan masyarakat dapat berupa :
1. Sumbangan pikiran/ gagasan/ ide yang disampaikan sewaktu rapat-rapat atau pertemuan desa, pertemuan kelompok pemakai sarana didalam membahas tentang operasional dan pemeliharaan termasuk pengembangan air bersih.
2. Sumbangan keterampilan dan tenaga, dapat diwujudkan didalam kegiatan gotong royong untuk pemeliharaan sarana, perbaikan sarana maupun perlindungan dari pencemaran, contoh membuat saluran pembuang air limbah. Juga pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas hidup hygienis di masyarakat dan sekolah.
3. Sumbangan material, wujudnya adalah ikut serta mengusahakan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan, perbaikan maupun pengembangan sarana air bersih. Contoh : pasir, batu kali, kerikil, sikat lantai, sapu lidi dan sebagainya.
4. Sumbangan dana/ uang, ini mutlak harus ada, karena kegiatan air bersih sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab masyarakat termasuk pembiayaannya untuk operasional dan pemeliharaan (100 %). Dalam hal ini, jika kesulitan mengumpulkan iuran dalam bentuk uang maka dapat digantikan dengan barang-barang (natura) hasil setempat. Contoh : kelapa, jagung, beras, daun tembakau dan sebagainya. Dikumpulkan oleh pengurus KPS atau petugas yang ditunjuk, setelah terkumpul kemudian dijual, uang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
Strategi Dalam Menghimpun Partisipasi Masyarakat
Guna menghimpun peran serta (partisipasi) masyarakat diperlukan adanya langkah-langkah pendekatan dan manajemen pengelolaan terhadap apa yang sudah disumbangkan secara baik. Sekaligus untuk menumbuhkan rasa memiliki nantinya. Langkah-langkah pendekatan yang perlu ditempuh :
1. Memberikan informasi dan penjelasan tentang untuk apa sarana tersebut dipelihara dan dikembangkan, sehingga akan dapat diketahui adanya tujuan dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui pertemuan-pertemuan informal (arisan, pengajian, kenduri dan sebagainya) dan rapat formal (musyawarah desa dan sebagainya).
2. Memberikan penjelasan tentang siapa saja yang harus bertanggung jawab atas kesinambungan pembangunan sarana tersebut. Tanggung jawab dari masyarakat harus diberi penekanan yang jelas.
3. Menerangkan tentang dari mana biaya untuk mengoperasionalkan, memperbaiki dan merawat sarana tersebut dan juga biaya untuk kegiatan peningkatan kualitas hidup hygienis dan sebagainya.
4. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut jenis kegiatan, sehingga partisipasi dalam semua jenisnya dapat terwujud untuk operasional, pemeliharaan dan pengembangan sarana.
Langkah-langkah Mengorganisasikan Gotong Royong Pemeliharaan Sarana
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam mengorganisasikan gotong royong didalam pemeliharaan sarana air bersih, urutannya meliputi :
1. Menginventarisir dan menyepakati jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan secara gotong royong.
2. Memberikan penjelasan secara rinci kepada masyarakat, baik melalui kunjungan rumah ke rumah maupun dalam pertemuan-pertemuan (tingkat RT, RW, Dusun dan Desa), tentang arti pentingnya air bersih bagi kesehatan masyarakat serta memberikan pemahaman bahwa pembangunan tidak sinambung apabila tanpa didukung kesediaan masyarakat untuk bergotong royong secara sukarela.
3. Mengadakan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memobilisasikan masyarakat dalam pelaksanaan gotong royong, baik waktu kunjungan rumah ke rumah maupun dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri para warganya.
4. Mengorganisasikan kegiatan gotong royong secara baik dengan membuat jadwal kerja yang sebelumnya terlebih dahulu disepakati masyarakat maupun pekerjaan yang sifatnya sukarela, tetapi harus diatur secara rapi pembagian tugasnya agar tidak saling berbenturan/ berebut antara satu dengan yang lainnya dan pemerataan pekerjaan sehingga akan jelas siapa melakukan apa dan kapan.
5. Ikut ambil bagian didalam pelaksanaan gotong royong baik tokoh masyarakat, tokoh agama maupun aparat desa diharapkan dapat memberi contoh/ menggerakkan kegiatan ini sehingga bisa tumbuh motivasi pada masyarakat untuk melakukan gotong royong.
Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP)
Prinsip Pembentukan KPP
Menurut panduan teknis Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (Ditjen Cipta Karya Kementrian PU, 2010), sebagaimana prinsip pengorganisasian masyarakat, KPP tetap mengacu pada prinsip :
§ Partisipatif : pembentukan lembaga harus melibatkan seluruh warga masyarakat (perempuan, laki-laki, miskin, kaya) yang didasari filosofi : dari-oleh-untuk masyarakat.
§ Demokrasi : pengambilan keputusan pembentukan lembaga mempertimbangkan suara seluruh warga masyarakat (perempuan, laki-laki, miskin, kaya).
§ Sensitive gender : pembentukan lembaga mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat (perempuan, laki-laki).
§ Sensitive kemiskinan : kelembagaan yang dibentuk harus memperhatikan kepentingan dan kemampuan masyarakat golongan bawah (miskin).
Langkah-langkah Pembentukan KPP
Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) dilakukan pada waktu proses perencanaan atau setelah penandatanganan kontrak pekerjaan dan paling lambat sebelum serah terima pekerjaan dari Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Untuk mengefektifkan kinerja KPP, maka dalam pembentukannya perlu dilakukan pendekatan sebagai berikut :
1. Memanfaatkan kelompok yang sudah ada, baik yang telah dibentuk program lain maupun oleh program PNPM-PISEW tahun sebelumnya.
2. KPP dibentuk di tingkat Desa dengan mengelola seluruh prasarana yang dibangun di desa tersebut dan memiliki unit pengelola untuk masing-masing prasarana. Satu KPP tidak bisa melintasi 2 desa, mengingat pengesahan pembentukannya oleh kepala desa.
3. KPP dibentuk berdasarkan jenis prasarana yang memiliki satu kesatuan fungsi struktur bangunan yang sama (prasarana umum), contoh Jalan dan Drainase dalam 1 wilayah (desa) menjadi 1 KPP atau Jalan, Jembatan dan Gorong-gorong dalam 1 wilayah (desa) menjadi 1 KPP.
4. KPP dibentuk berdasarkan jenis prasarana yang hanya memiliki satu fungsi struktur bangunan (prasarana kelompok), contoh Air Bersih, MCK, Saluran Irigasi, Posyandu dll sehingga dalam 1 wilayah (desa) bisa lebih dari 1 KPP
5. Khusus untuk prasarana yang berada atau melekat di instansi terkait maka pemeliharaan diserahkan pada instansi bersangkutan (contoh : Meubeller, Rehab Sekolah, Posyandu, Polindes, dan lain-lain).
Dalam hal prasarana yang dibangun lintas desa, maka KPP tetap dibentuk di masing-masing desa. Untuk kepentingan pemeliharaan dan pembiayaannya, maka harus dibentuk wadah kerja sama antar KPP tersebut. Pada dasarnya yang membentuk KPP adalah warga pemanfaat. Dalam pelaksanaannya, pembentukan KPP difasilitasi oleh Kepala Desa, dibantu oleh Fasilitator Desa (FD), Fasilitator Kecamatan (FK) dan Pokja Kecamatan melalui Musyawarah Desa. Untuk keberlanjutan KPP, aparat kecamatan perlu mendukung terwujudnya suasana pembinaan yang kondusif guna mengembangkan keberadaan KPP di wilayah tersebut.
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam proses fasilitasi pembentukan KPP sebagai berikut :
1. Melakukan Identifikasi terhadap hal-hal berikut :
a. Prasarana yang telah ada
b. KPP yang telah terbentuk, baik oleh PNPM-PISEW maupun dalam program lain
c. Pemanfaat (jumlah, tempat tinggal, nama, jenis kelamin)
2. Warga yang akan memanfaatkan dikumpulkan, pertemuan ini diisi dengan agenda :
a. Penjelasan tentang perlunya dibentuk pengelola prasarana.
b. Penjelasan untung ruginya bila dibentuk dan bila tidak dibentuk.
c. Mengambil kesepakatan tentang persetujuan pembentukan KPP
3. Setelah warga sepakat melakukan pembentukan, maka dilakukan musyawarah pembentukan KPP dengan agenda :
a. Pemilihan pengurus
b. Pembahasan aturan KPP, meliputi bidang organisasi, administrasi, pembiayaan, kegiatan serta usaha, dan mekanisme pemeliharaan, yang selanjutnya akan dijadikan AD/ART KPP
c. Penyusunan Rencana Kerja, baik rencana terkait pengelolaan kelembagaan kelompok maupun pemeliharaan infrastrukur.
4. Pengesahan berita acara pembentukan oleh kepala desa
5. Lakukan peresmian KPP, bisa mengundang Camat, Tim Teknis Lapangan (FK, TtL), Kepala Desa, Aparat atau Tokoh Masyarakat, agar keberadaannya dapat diakui dan diperhatikan.
Identifikasi yang dilakukan sebelum pembentukan KPP meliputi : prasarana, Kelompok pemanfaat yang sudah ada dan jumlah warga pemanfaat. Identifikasi ini dilakukan oleh Kepala Desa dibantu oleh FD. Sumber data yang digunakan adalah data-data yang ada di Kantor Kepala desa, kemudian FD melakukan pengecekan kembali sesuai dengan kondisi terakhir di lapangan. Untuk memudahkan identifikasi, maka prasarana yang diidentifikasi difokuskan pada prasarana dasar saja yang sesuai dengan 6 kategori PNPM PISEW.
Peran Serta Masyarakat Dalam Mendukung Pengelolaan Sarana
Peran serta masyarakat yaitu pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan, konstruksi dan pengoperasian program. Ini termasuk melibatkan masyarakat dalam menentukan tujuan program, pengumpulan sumber daya, mendapatkan keuntungan program, menilai apakah program mencapai tujuannya dan mengelola kelanjutan program dengan swadaya masyarakat.
Peran serta masyarakat tidak terjadi dengan sendirinya, karena masyarakat belum pernah merencanakan suatu program. Kadang-kadang tidak ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Salah satu contoh, air bersih yang mereka minum sehari-hari kebanyakan tidak memenuhi syarat. Demikian juga dengan fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya yang digunakan sehari-hari. Oleh karena itu masyarakat perlu diberi motivasi dan dorongan untuk dapat berperan aktif pada setiap proyek yang disediakan untuk mereka. Mereka akan turut bertanggung jawab karena merasa memiliki. Bila hasil suatu proyek penyediaan air bersih dan sanitasi kurang baik, tidak tepat sasaran atau tidak dapat berlanjut, perlu diketahui sebab-sebabnya.
Ada beberapa sebab yang perlu diperhatikan menurut Panduan Untuk Melaksanakan Pendekatan Jender (Depkes, 2004) di antaranya :
a. Perbedaan pandangan antara masyarakat dan pembuat rencana terhadap fasilitas yang akan dibangun.
b. Titik berat pada bantuan dan bukan pemakaian fasilitas yang berkesinambungan.
c. Bantuan penunjang yang efektif pada masyarakat sering kurang, terutama sesudah proyek selesai.
Agar dapat berpartisipasi aktif perlu diketahui hal-hal apa yang dapat menjadi pemicunya. Biasanya kebutuhan dan keadaan yang mendesak akan mendorong masyarakat berperan serta dalam berbagai proyek bantuan. Misalkan kebutuhan akan air bersih. Air bersih merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat penting dan diperlukan setiap hari. Pengertian sanitasi (J. Sugito, 2005) yaitu pengawasan secara fisik terhadap semua faktor lingkungan hidup manusia yang dapat menimbulkan efek merusak bagi perkembangan fisik kesehatan dan lingkungan manusia, sedangkan sumber air bersih disebut juga sebagai sumber air baku yaitu merupakan air baku yang dapat berasal dari sumber air permukaan, air cekungan dari dalam tanah (air tanah) dan air hujan yang memenuhi baku mutu sumber air baku sebagai sumber air bersih/ minum. Secara kualitas fisik air bersih harus tidak berasa, tidak berbau dan harus jernih, adapun secara kimia apakah telah memenuhi baku mutu air bersih menurut ketentuan Permenkes No. 416/ Menkes/Sk/XI/1990.
Masyarakat sangat mengharapkan kemudahan mengakses sumber air bersih dan mudah timbul kesadaran untuk membantu setiap usaha dalam membangun fasilitas-fasilitas air bersih. Demikian juga terhadap fasilitas-fasilitas sanitasi. Misalkan dengan terjadinya wabah penyakit menular karena kebiasaan yang buruk dari masyarakat, kebutuhan akan fasilitas-fasilitas kesehatan menjadi sangat mendesak. Kondisi-kondisi seperti itu perlu diperhatikan bagi perencana proyek-proyek bantuan untuk masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah telah menyediakan perbaikan kesehatan lingkungan, seperti air untuk minum, mandi, mencuci, kakus maupun perbaikan rumah telah dilaksanakan. Tetapi bagaimanakah pemakaiannya ? Apakah memuaskan penduduk ? Dapatkah mereka mengelola selanjutnya ? Maka penting kiranya memastikan kelangsungan tujuan proyek. Apakah berhenti setelah fasilitas fisik dibangun atau dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dan dapat dijadikan contoh bagi daerah lainnya. Setelah proyek selesai dan keperluan untuk laporan serta publikasi selesai biasanya fasilitas fisik diserahkan langsung kepada masyarakat untuk dikelola. Pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas-fasilitas tersebut sering timbul masalah mulai dari lembaga yang akan menangani, biaya operasional, cara pengoperasian alat, sampai kebutuhan akan suku cadang alat.
Dari awal masyarakat harus dilibatkan dalam pembentukan lembaga atau oganisasi yang akan mengelola fasilitas-fasilitas tersebut. Apakah diserahkan kepada perangkat kelurahan, karang taruna, RT setempat, atau dibentuk lembaga baru khusus untuk mengelola. Ini untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama. Setelah lembaga pengelola terbentuk, masyarakat juga harus dilibatkan untuk menanggung biaya operasional. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang telah tumbuh akan mempermudah menarik iuran dari masyarakat. Sebelum fasilitas fisik selesai dibangun masyarakat perlu diberi pengetahuan cara-cara untuk mengoperasikan alat-alat yang digunakan seperti pompa tangan, pompa listrik, tangki septik, jamban, dan lain-lain.