Pengertian Kinerja Pegawai
Setiap pegawai dalam organisasi dituntut untuk memberikan kontribusi positif melalui kinerja yang baik, mengingat kinerja organisasi tergantung pada kinerja pegawainya (Gibson, et all, 1995:364). Kinerja adalah tingkat terhadapnya para pegawai mencapai persyaratan pekerjaan secara efisien dan efektif (Simamora, 2006:34). kinerja pegawai merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang dapat dilihat secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi. Kemudian Robbins (2008) mendefinisikan kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.
Lalu Mangkunegara (2005:67) kinerja ialah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Rivai (2009:532) kinerja diartikan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, dan menyempurnakannya sesuai tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan organisasi, dan hasil kerjanya tersebut disesuaikan dengan hasil kerja yang diharapkan organisasi, melalui kriteria-kriteria atau standar kinerja pegawai yang berlaku dalam organisasi.
Adapun tujuan kinerja pegawai menurut Rivai (2009:549):
- Untuk perbaikan hasil kinerja pegawai, baik secara kualitas ataupun kuantitas.
- Memberikan pengetahuan baru dimana akan membantu pegawai dalam memecahan masalah yang kompleks, dengan serangkaian aktifitas yang terbatas dan teratur, melalui tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan organisasi.
- Memperbaiki hubungan antar personal pegawai dalam aktivitas kerja dalam organisasi.
Kinerja pegawai dipengaruhi oleh berbagai faktor (Gibson, et all, 1995:375), antara lain:
- Faktor individu, yaitu kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (pengalaman, keluarga, dst), dan demografis (umur, asal usul, dll).
- Faktor organisasi, adalah sumber daya, kepemimpinan, imbalan (kompensasi), struktur organisasi, dan diskripsi pekerjaan (job description).
- Faktor psikologis, ialah persepsi, sikap, kepribadian, pola belajar, dan motivasi.
Dalam suatu organisasi pegawai dituntut untuk mampu menunjukkan kinerja yang produktif, untuk itu pegawai harus memiliki ciri individu yang produktif. Ciri ini menurut Sedarmayanti (2001:51) harus ditumbuhkan dalam diri pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
Adapun ciri-ciri atau karakteristik dari individu yang produktif antara lain:
- Kepercayaan diri
- Rasa tanggung jawab
- Rasa cinta terhadap pekerjaan
- Pandangan ke depan
- Mampu menyelesaikan persoalan
- Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang berubah
- Memberi kontribusi yang positif terhadap lingkungan
- Kekuatan untuk menunjukkan potensi diri.
Indikator Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai secara objektif dan akurat dapat dievaluasi melalui tolak ukur tingkat kinerja. Pengukuran tersebut berarti memberi kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat kinerja mereka. Memudahkan pengkajian kinerja pegawai, lebih lanjut Mitchel dalam buku Sedarmayanti (2001:51) yangberjudul Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja,mengemukakan indikator-indikator kinerja yaitu sebagai berikut :
- Kualitas Kerja (Quality of work)
- Ketetapan Waktu (Pomptnees)
- Inisiatif (Initiative)
- Kemampuan (Capability)
- Komunikasi (Communication)
Indikator kinerja pegawai di atas akan dibahas di bawah untuk lebihmempermudah dalam memahami kinerja pegawai, yaitu sebagai berikut :
- Kualitas Kerja (Quality of work) adalah kualitas kerja yang dicapaiberdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya yang tinggi pada gilirannya akan melahirkan penghargaan dan kemajuan serta perkembangan organisasi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara sistematis sesuai tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat.
- Ketetapan Waktu (Pomptnees) yaitu berkaitan dengan sesuai atau tidaknya waktu penyelesaian pekerjaan dengan target waktu yang direncanakan. Setiap pekerjaan diusahakan untuk selesai sesuai dengan rencana agar tidak mengganggu pada pekerjaan yang lain.
- Inisiatif (Initiative) yaitu mempunyai kesadaran diri untuk melakukan sesuatu dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab. Bawahan atau pegawai dapat melaksanakan tugas tanpa harus bergantung terus menerus kepada atasan.
- Kemampuan (Capability) yaitu diantara beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, ternyata yang dapat diintervensi atau diterapi melalui pendidikan dan latihan adalah faktor kemampuan yangdapat dikembangkan.
- Komunikasi (Communication) merupakan interaksi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan untuk mengemukakan saran dan pendapatnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Komunikasi akan menimbulkan kerjasama yang lebih baik dan akan terjadi hubunganhubungan yang semangkin harmonis diantara para pegawai dan para atasan, yang juga dapat menimbulkan perasaan senasib sepenanggungan.
Pendapat tersebut mengatakan bahwa untuk mendapatkan kinerja pegawai yang optimal yang menjadi tujuan organisasi harus memperhatikan aspek-aspek kualitas pekerjaan, ketetapan waktu, inisiatif, kemampuan serta komunikasi.
Gaya Kepemimpinan
Menurut Robbins (2011:410), kepemimpinan adalah “Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian suatu visi atau tujuan”.
Kepemimpinan merupakan salah satu dari tiga aktivitas dalam tindakan supervisi. Supervisi merupakan salah satu unsur pengendalian mutu. Supervisi terdapat dalam standar pekerjaan lapangan poin pertama yang berbunyi “Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya” (Agoes, 2008:36). Standar ini berisi pedoman bagi auditor dalam melakukan perencanaan dan supervisi. Supervisi terdiri atas tiga aspek yaitu:aspek kepemimpinan dan mentoring ,aspek kondisi kerja, dan aspek penugasan . Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi seseorang, sehingga mereka bertindak dan berperilaku sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemimpin tersebut.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan organisasi, hal ini terjadi karena menurut Oemar (2001:166) dalam Indrasari “Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dalam manajerial suatu
organisasi mempunyai peranan penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan akan tetapi juga dalam menghadapi pihak luar organisasi”. Peran-peran tersebut yaitu : peran sebagai katalisator, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pemecah masalah, peran sebagai penghubung sumber, dan peran sebagai komunikator. Gaya kepemimpinan merupakan salah satu hal yang dapat membuat perusahaan dapat berhasil dalam mencapai tujuannya.
Salah satu pendekatan kepemimpinan yang paling banyak diteliti adalah teori jalur sasaran (Path-goal theory). Dasar dari teori ini adalah bahwa tugas seorang pemimpin adalah membantu anggotanya dalam memberi informasi, dukungan, dan sumber daya lain yang penting dalam mencapai tujuan mereka
(Robbins, 2011:418). Menurut teori ini, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sumber kepuasan saat itu atau masa datang (Robbins, 2002:173).
Beberapa jenis gaya kepemimpinan menurut House (1971; dalam Engko dan Gudono, 2007) adalah sebagai berikut: kepemimpinan yang direktif (mengarahkan), memberikan panduan kepada para karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar kinerja (Robbins, 2008:52), kepemimpinan yang suportif (mendukung), menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan karyawan, bersikap ramah dan dapat didekati, serta memperlakukan para pekerja sebagai orang yang setara dengan dirinya (Robbins, 2008:52), kepemimpinan partisipatif, berkonsultasi dengan para karyawan dan secara serius memepertimbangkan gagasan mereka
pada saat mengambil keputusan (Robbins, 2008:52), kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian, mendorong para karyawan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka dengan menetapkan tujuan yang menantang, menekankan kepada kesempurnaan, dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan (Robbins, 2008:52).
House juga mengemukan bahwa dalam model yang dikembangkannya, yaitu path-goal theory terdapat dua kelompok variabel situasional yaitu variabel bawahan dan variabel lingkungan. Variabel bawahan berupa locus of control, pengalaman dan kemampuan yang dirasakan, sedangkan variabel lingkungan berupa struktur tugas, sistem otoritas formal dan kelompok kerja meliputi tingkat pendidikan dan kualitas hubungan diantara pemimpin dan bawahan (Robbins, 2008:53).
Kepemimpinan sangat diperlukan bagi suatu organisasi dalam menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi, serta tidak ada organisasi yang dapat maju tanpa kepemimpinan yang baik (Mas’ud, 2004:27). Tanpa kepemimpinan, organisasi hanyalah merupakan kumpulan orang-orang yang tidak teratur dan kacau balau. Kepemimpinan akan merubah sesuatu yang potensial menjadi kenyataan. Dengan demikian keberadaan kepemimpinan dalam organisasi adalah sangat penting dalam mencapai tujuan dan kemajuan organisasi.
Mulyadi dan Rivai (2009:465) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki budaya pengikut, serta proses mengarahkan ke dalam aktivitasaktivitas positif yang ada hubungannya dengan pekerjaan dalam organisasi.
Berdasarkan definisi-definisi kepemimpinan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah bagian yang dianggap penting dalam manajemen organisasi, yang dimana melekat pada diri seorang pemimpin dalam bentuk kemampuan dan atau proses untuk mempengaruhi orang lain atau bawahan perorangan atau kelompok, agar bawahan perorangan atau kelompok itu mau berperilaku seperti apa yang dikehendaki pemimpin, dan memperbaiki budayanya, serta memotivasi perilaku bawahan dan mengarahkan ke dalam aktivitas-aktivitas positif yang ada hubungannya dengan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut Mulyadi dan Rivai (2009:472) pemimpin dalam suatu organisasidalam memberikan pengaruh kepada bawahannya lebih bersifat formal, yaitu berdasarkan posisi yang dimiliki pemimpin dalam organisasi. Dengan demikian pemimpin dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh statusnya, yakni sebagai pimpinan formal. Pimpinan formal sendiri adalah seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin, atas dasar keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya.
Teori-teori Kepemimpinan
Dalam Mulyadi dan Rivai (2009:452) dikemukakan beberapa teori kepemimpinan, yaitu:
1. Teori Sifat,
Teori ini memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak dari pemimpin. Asumsi dasar dari teori ini adalah keberhasilan pemimpin disebabkan karena sifat atau karakteristik, dan kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang pemimpin, dan oleh sebab itu seseorang dirasa layak untuk memimpin. Adapun sifat atau karakteristik, dan kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang pemimpin, antara lain:
a. Inteligensia.
Seorang pemimpin memiliki kecerdasan diatas para bawahannya.
Pemimpin dengan kecerdasannya itulah dapat mengatasi masalah yang timbul dalam organisasi, dengan cepat mengetahui permasalahan apa yang timbul dalam organisasi, menganalisis setiap permasalahan, dan dapat memberikan solusi yang efektif, serta dapat diterima semua pihak.
b. Kepribadian.
Seorang pemimpin memiliki kepribadian yang menonjol yang dapat dilihat dan dirasakan bawahannya, seperti:
- Memiliki sifat percaya diri, dan rasa ingin tau yang besar.
- Memiliki daya ingat yang kuat.
- Sederhana, dan dapat berkomunikasi dengan baik kepada semua pihak.
- Mau mendengarkan masukan (ide), dan kritikan dari bawahan.
- Peka terhadap perubahan globalisasi, baik itu perubahan lingkungan, teknologi, dan prosedur kerja.
- Mampu ber adaptasi dengan perubahan-perubahan yang timbul.Berani dan tegas dalam melaksanakan tugas pokoknya, dan dalam mengambil sikap, serta mengambil keputusan bagi kepentingan organisasi dan pegawainya.
- Mampu menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada dalam organisasi.
c. Karakteristik fisik.
Seorang pemimpin dikatakan layak menjadi pemimpin dengan melihat karakteristik fisiknya, yaitu: usia, tinggi badan, berat badan, dan penampilan.
2. Teori perilaku,
Dalam teori ini perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang bisa dipelajari.
Jadi seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan meraih keefektifan dalam memimpin. Teori ini memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu: fungsi kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan.
Terdapat dua fungsi kepemimpinan, yaitu:
- Fungsi yang berorientasi tugas.
- Fungsi yang berorientasi orang atau pemeliharan kelompok (sosial).
Suprayetno dan Brahmasari (2008) menyebutkan beberapa tugas pemimpin adalah sebagai berikut:
- Peranan yang bersifat interpersonal. Maskudnya adalah seorang pemimpin dalam organisasi adalah simbol akan keberadaan organisasi, bertanggung jawab untuk memotivasi dan mengarahkan bawahannya.
- Peranan yang bersifat informasional. Maksudnya yaitu seorang pemimpin dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima, dan penganalisis informasi.
- Peranan pengambilan keputusan. Maksudnya ialah seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa startegi-strategi untuk mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan, dan bernegosiasi.
3. Teori situasional,
Merupakan suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ataupun teori ini mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia.
Macam macam Gaya Kepemimpinan
Menurut Robbins (2008:342) terdapat empat macam gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpianan Kharismatik.
Adalah gaya kepemimpinan yang memicu para pengikutnya dengan memperlihatkan kemampuan heroik atau luar biasa ketika mereka mengamati perilaku tertentu pemimpin mereka
2. Gaya kepemimpinan transaksional.
Yaitu gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para pengikutnya menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.
3. Gaya kepemimpinan transformasional.
Ialah gaya kepemimpinan yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak yang mendalam dan luar biasa pada pribadi para pengikut.
4. Gaya kepemimpinan visioner.
Merupakan gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik.
Stoner (1996) menyebutkan faktor-faktor motivasi kerja dalam organisasi ialah:
1. Karakteristik Individu yang berbeda .
Adanya perbedaan-perbedaan individu yang dibawa ke dalam dunia kerja mengakibatkan motivasi di dalam organisasi bervariasi. Untuk itu pimpinan organisasi harus bisa memahami perbedaan itu dan memahami pula karakteristik individu karayawan dalam motivasi kerjanya seperti: motivasi untuk memproleh uang yang banyak, dan motivasi untuk bekerja keras dan rajin karena resiko pekerjaanya tinggi dan penuh tantangan.
2. Karakteristik pekerjaan yang berbeda.
Karakteristik pekerjaan yang berbeda dapat memotivasi kerja pegawai dalam perusahaaan. Untuk itu pegawai harus mengetahui karakter-karakter pekerjaannya seperti : diperlukan kecakapan dalam pekerjaannya, identitas dalam pekerjaannya, dan tingkat besar kecilnya tanggung jawab dalam jenis pekerjaanya, sehingga akan timbul semangat dan tantangan sebagai bentuk motivasi kerja dalam diri pegawai.
3. Karakteristik organisasi.
Karakter ini mencakup kebijakan dan kultur yang berbeda dari masingmasing individu dalam organisasi, serta hubungan antar masing-masing individu dalam organisasi. Untuk itu dalam rangka meningkatkan motivasi kerja pegawai sebagai bentuk pencapaian kinerja pegawai yang optimal maka pemimpin organisasi harus bisa mempertimbangkan hubunganhubungan tersebut.
Motivasi Kerja
Terdapat banyak pengertian tentang motivasi, diantaranya adalah Robert Heller (1998:6) yang menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk bertindak. Ada pendapat bahwa motivasi harus diinjeksi dari luar, tetapi sekarang semakin dipahami bahwa setiap orang termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Di pekerjaan kita perlu mempengaruhi bawahan untuk menyelaraskan motivasinya dengan kebutuhan organisasi.
Motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada pencapaian tujuan atau goal-directed behavior (Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, 2001:205). Sedangkan Stephen P. Robbins (2003:156) menyatakan motivasi sebagai proses yang menyebabkan Intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Motivasi merupakan ukuran berapa lama seseorang dapat menjaga usaha mereka. Individu yang termotivasi akan menjalankan tugas cukup lama untuk mencapai tujuan mereka.
Sementara itu, Jerald Greenberg dan Robert A. Baroon (2003:190) berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), Mengarahkan (direct), dan menjaga (Maintain) perilaku manusia menuju pada pencapaian tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan atau energidi belakang tindakan.
Dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa motivasimerupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukan intensitas, bersifat terus-menerus dan adanya tujuan.