Pengertian PAIKEM
PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Selanjutnya, PAIKEM dapat didefinisikan sebagai: pendekatan mengajar (approach to teaching) yang digunakan bersama metode tertentu dan pelbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata “disuapi” guru. Di antara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk mengimple- mentasikan PAIKEM, ialah: 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi; 3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode simulasi.
Peralihan yang mendasari PAIKEM
PAIKEM dikembangkan berdasarkan beberapa perubahan/peralihan:
- Peralihan dari belajar perorangan (individual learning) ke belajar bersama (cooperative learning);
- Peralihan dari belajar dengan cara menghafal (rote learning) ke belajar untuk memahami (learning for understanding);
- Peralihan dari teori pemindahan pengetahuan (knowledge-transmitted) ke bentuk interaktif, keterampilan proses dan pemecahan masalah;
- Peralihan paradigma dari guru mengajar ke siswa belajar;
- Beralihnya bentuk evaluasi tradisional ke bentuk authentic assessment seperti portofolio, proyek, laporan siswa, atau penampilan siswa (Shadiq dalam Setiawan, 2004)
Dasar peralihan tersebut di atas sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19, ayat (1) yang berbunyi:
“ Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpar- tisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Karakteristik PAIKEM
- Berpusat pada siswa (student-centered );
- Belajar yang menyenangkan (joyfull learning);
- Belajar yang berorientasi pada tercapainya kemampuan tertentu (competency-based learning);
- Belajar secara tuntas (mastery learning);
- Belajar secara berkesinambungan (continuous learning);
- Belajar sesuai dengan ke-kini-an dan ke-disini-an (contextual learning).
Sementara itu, pembelajaran saat ini masih lebih cenderung berpusat pada guru.
Arti Penting PAIKEM
Mengapa pendekatan PAIKEM perlu diterapkan? Sekurang-kurangnya ada dua alasan perlunya pendekatan PAIKEM diterapkan di sekolah/madrasah kita, yakni:
- PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama ini kita lebih banyak mengenal pendekatan pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif (monologis), sementara para siswanya pasif, sehingga pembelajaran menjemukan, tidak menarik, tidak menyenangkan, bahkan kadang-kadang menakutkan siswa.
- PAIKEM lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara secara kreatif untuk melibatkan semua siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peserta didik juga didorong agar kreatif dalam berinteraksi dengan sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat meningkat.
PAIKEM dilandasi oleh falsafah konstruktivisme yang menekankan agar peserta didik mampu mengintegrasikan gagasan baru dengan gagasan atau pengetahuan awal yang telah dimilikinya, sehingga mereka mampu membangun makna bagi fenomena yang berbeda. Falsafah pragmatisme yang berorientasi pada tercapainya tujuan secara mudah dan langsung juga menjadi landasan PAIKEM, sehingga dalam pembelajaran peserta didik selalu menjadi subjek aktif sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing belajar mereka.
HAL-HAL PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN PAIKEM
Dalam melaksanakan PAIKEM, guru perlu memper- hatikan beberapa hal sebagai berikut:
Memahami sifat yang dimiliki siswa
Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin tahu. Semua anak terlahir dengan membawa dua potensi ini. Keduanya merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/pikiran kritis dan kreatif. Oleh karenanya, kegiatan pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita olah agar menjadi tempat yang subur bagi perkembangan kedua potensi anugerah Tuhan itu. Suasana pembelajaran yang diiringi dengan pujian guru terhadap hasil karya siswa, yang disertai pertanyaan guru yang menantang dan dorongan agar siswa melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang baik untuk mengembangkan potensi siswa.
Memahami perkembangan kecerdasan siswa
Menurut Jean Piaget dalam Syah (2008: 29-33), perkembangan kecerdasan akal/perkembangan kognitif manusia berlangsung dalam empat tahap, yakni: Sensory-motor (Sensori-motor/0-2 tahun) Pre-operational (Pra-operasional / 2-7 tahun) Concrete-operational (Konkret-operasional / 7-11tahun) Formal-operational (Formal- operasional / 11 tahun ke atas). Selama kurun waktu pendidikan dasar dan menengah, siswa mengalami tahap Concrete-operational dan Formal-operational.
Dalam periode konkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak memeroleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri.
Selanjutnya, dalam perkembangan kognitif tahap Formal-operational seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1) kapasitas menggunakan hipotesis; 2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berpikir hipotetis, yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respons. Selanjutnya, dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak, misalnya ilmu tauhid, ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan mendalam.
Sebagai bukti bahwa seorang remaja pelajar telah memiliki kedewasaan berpikir, dapat dicontohkan ketika ia menggunakan pikiran hipotesisnya sewaktu mendengar pernyataan seorang kawannya, seperti: "Kemarin seorang penggali peninggalan purbakala menemukan kerangka manusia berkepala domba dan berkaki empat yang telah berusia sejuta tahun". Apa yang salah dalam pernyataan ini? Remaja pelajar tadi, setelah berpikir sejenak dengan serta-merta berkomentar: "Omong kosong!" Ungkapan "omong kosong" ini merupakan hasil berpikir hipotetis remaja pelajar tersebut, karena mustahil ada manusia berkepala domba dan berkaki empat betapapun tuanya umur kerangka yang ditemukan penggali benda purbakala itu (Syah, 2008: 33).
Mengenal siswa secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tecermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah dengan cara ”tutor sebaya”. Dengan mengenal kemampuan siswa, apabila ia mendapat kesulitan kita dapat membantunya sehingga belajar siswa tersebut menjadi optimal.
Memanfaatkan perilaku siswa dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, siswa dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, siswa akan menyelesaikan tugas dengan baik apabila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, siswa perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya belajar yang baik adalah memecahkan masalah karena dalam belajar sesungguhnya kita menghadapkan siswa pada masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Berpikir kritis dan kreatif berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan terbuka dan memungkinkan siswa berpikir mencari alasan dan membuat analisis yang kritis. Pertanyaan dengan kata-kata ”Mengapa?”, ”Bagaimana kalau...” dan “Apa yang terjadi jika…” lebih baik daripada pertanyaan dengan kata-kata yang hanya berbunyi “Apa?”, ”Di mana?”.
Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Materi yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, pasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam kegiatan pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas sebuah masalah.
Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, dan budaya) merupakan sumber yang sarat dengan bahan belajar siswa. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat siswa merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar / diagram.
Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat apabila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik (feedback) dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih banyak mengungkapkan kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental
Banyak guru yang cepat merasa puas saat menyaksikan para siswa sibuk bekerja dan bergerak, apalagi jika bangku diatur berkelompok dan para siswa duduk berhadapan. Situasi yang mencerminkan aktifitas fisik seperti ini bukan ciri berlangsungnya PAIKEM yang sebenarnya, karena aktif secara mental (mentally active) lebih berarti daripada aktif secara fisik (phisically active). Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif secara mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut, seperti: takut ditertawakan, takut disepelekan, dan takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang muncul dari temannya maupun dari guru itu sendiri. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan prinsip PAIKEM.
PENJABARAN PAIKEM
Pembelajaran Aktif
Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat segala hal dengan menggunakan segala daya. Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang memerlukan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan moral dan spiritual. Guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, siswa didorong untuk bertanggung jawab terhaap proses belajarnya sendiri.
Dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tentang sunnatullah atas alam semesta misalnya, siswa dapat melakukan pengamatan tentang fenomena alam. Siswa mengamati matahari bersinar di siang hari dan berjalan pada porosnya, terbit di ufuk timur dan terbenam di ufuk barat, bulan bersinar di malam hari dan beredar pada porosnya. Siswa mengamati bintang-bintang berkelip di malam hari dengan jarak yang sangat jauh dari bumi. Siswa mengamati adanya laki-laki dan perempuan, adanya siang dan malam, dan adanya panas dan dingin. Semua ini merupakan sunnatullah. Dengan adanya sunnatullah, manusia akan dapat mendorong dirinya untuk melakukan penelitian terhadap benda-benda ciptaan Allah. Sehingga secara fisik semua indera aktif terlibat, berpikir, menganalisis, dan menyimpulkan bahwa semua benda dan fenomena itu terjadi karena kehendak Allah SWT.
Menurut Taslimuharrom (2008) sebuah proses belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:
1) Keterlekatan pada tugas (Commitment)
Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran hendaknya bermanfaat bagi siswa (meaningful), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevant), dan bersifat/memiliki keterkaitan dengan kepentingan pribadi (personal);
2) Tanggung jawab (Responsibility)
Dalam hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan wewenang kepada siswa untuk berpikir kritis secara bertanggung jawab, sedangkan guru lebih banyak mendengar dan menghormati ide-ide siswa, serta memberikan pilihan dan peluang kepada siswa untuk mengambil keputusan sendiri.
3) Motivasi (Motivation)
Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan motivasi intrinsic siswa. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik) karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar siswa akan meningkat apabila ditunjang oleh pendekatan yang lebih berpusat pada siswa (student centered learning). Guru mendorong siswa untuk aktif mencari, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri. Ia tidak hanya menyuapi murid, juga tidak seperti orang yang menuangkan air ke dalam ember.
Alhasil, di satu sisi guru aktif:
- memberikan umpan balik;
- mengajukan pertanyaan yang menantang; dan
- mendiskusikan gagasan siswa.
Di sisi lain, siswa aktif antara lain dalam hal:
- bertanya / meminta penjelasan;
- mengemukakan gagasan; dan
- mendiskusikan gagasan orang lain dan gagasannya sendiri.
Pembelajaran Inovatif
McLeod (1989:520) mengartikan inovasi sebagai: “something newly introduced such as method or device”. Berdasarkan takrif ini, segala aspek (metode, bahan, perangkat dan sebagainya) dipandang baru atau bersifat inovatif apabila metode dan sebagainya itu berbeda atau belum dilaksanakan oleh seorang guru meskipun semua itu bukan barang baru bagi guru lain.
Pembelajaran inovatif dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara meng- integrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran tersebut. Sehingga, terjadi proses renovasi mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri siswa. Penggunaan bahan pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu alternatif.
Pelajaran bahasa Inggris di sekolah dan madrasah misalnya, tidak perlu memakai materi asli yang cenderung sekuler. Bahasa Inggris untuk MTs bisa dikembangkan sendiri, misalnya dengan menggunakan wacana-wacana ke-Islam-an tentang salat, puasa, zakat/sedekah, dan pergi haji. Penggunaan wacana-wacana khas ini tidak berarti harus mengabaikan wacana-wacana umum yang lazim misalnya tentang interpersonal interaction, tentang daily life dan tentang hospitality.
Namun, wacana-wacana umum itu disajikan secara inovatif dalam arti menggunakan metode dan bahan serta kosa kata yang berbeda dan dapat dipandang Islami. Ketika menjelaskan struktur kalimat the simple present tense yang menceritakan kegiatan sehari-hari/kebiasaan misalnya, seorang guru bahasa Inggris bisa menggunakan contoh kalimat: “I do the Jumah prayer in the grand mosque every Friday” (Setiap hari Jumat saya salat Jumat di masjid agung) atau “Laila always helps her mother in the kitchen after praying the maghrib” (Setelah salat magrib, Laila selalu membantu ibunya di dapur), dan sebagainya. Kalimat seperti ini tidak hanya Islami, tetapi juga bersifat inovatif dan lebih bermanfaat daripada kalimat yang bunyinya sekedar “Birds fly in the sky” (Burung-burung terbang di angkasa) apalagi kalimat yang berbunyi “John goes to the beach with Jane every Sunday” (Setiap hari Ahad John pergi ke pantai bersama Jane). Cobalah Anda pikirkan, apa signifikansi kedua kalimat tadi? Tidak ada, karena semua orang sudah tahu setiap burung kalau terbang pasti di angkasa, dan kebiasaan John ke pantai berduaan dengan Jane itu tidak Islami bahkan tidak Indonesiani.
Membangun sebuah pembelajaran inovatif bisa dilakukan dengan cara-cara yang di antaranya menampung setiap karakteristik siswa dan mengukur kemampuan/daya serap setiap siswa. Sebagian siswa ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dan keterampilan dengan menggunakan daya visual (penglihatan) dan auditory (pendengaran), sedang sebagian lainnya menyerap ilmu dan keterampilan secara kinestetik (rangsangan/gerakan otot dan raga). Dalam hal ini, penggunaan alat/perlengkapan (tools) dan metode yang relevan dan alat bantu langsung dalam proses pembelajaran merupakan kebutuhan dalam memba- ngun proses pembelajaran inovatif.
Alhasil, di satu sisi guru bertindak inovatif dalam hal:
- menggunakan bahan/materi baru yang bermanfaat dan bermartabat;
- menerapkan pelbagai pendekatan pembelajaran dengan gaya baru;
- memodifikasi pendekatan pembelajaran konvensional menjadi pendekatan inovatif yang sesuai dengan keadaan siswa, sekolah dan lingkungan;
- melibatkan perangkat teknologi pembelajaran.
Di sisi lain, siswa pun bertindak inovatif dalam arti:
- merngikuti pembelajaran inoavtif dengan aturan yang berlaku;
- berupaya mencari bahan/materi sendiri dari sumber-sumber yang relevan;
- menggunakan perangkat tekonologi maju dalam proses belajar.
Selain itu, dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif diperlukan adanya beraneka ragam strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang studi. Adapun ragam strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran inovatif (Sukestyarno : 2007) meliputi:
1) Examples non-examples, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran;
- Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui power point;
- Guru memberikan petunjuk dan peluang kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisis gambar ;
- Kelompok yang terdiri atas 2-3 siswa melakukan diskusi dan analisis mengenai bagian yang merupakan contoh dan bukan contoh, lalu mencatat hasilnya;
- Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya;
- Guru mengomentari dan memberi penjelasan mengenai materi sesuai dengan sesuai tujuan yang ingin dicapai;
- Simpulan.
2) Numbered heads together, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor;
- Guru memberi tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya;
- Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya;
- Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka;
- Tanggapan dari teman yang lain ditampung, kemudian guru menunjuk nomor yang lain;
- Simpulan.
3) Cooperative script, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Guru membagi siswa ke dalam sejumlah pasangan;
- Guru membagikan wacana/materi dan siswa membaca dan membuat ringkasannya;
- Guru dan siswa menetapkan siswa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siswa-siswa lain yang berperan sebagai pendengar;
- Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara itu, para siswa pendengar: 1) menyimak/mengoreksi/ menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; 2) membantu mengingat / menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
- Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya;
- Simpulan dibuat oleh siswa bersama guru;
- Penutup
4) Kepala bernomor struktur, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Siswa dibagi ke dalam sejumlah kelompok, dan setiap siswa anggota kelompok mendapat nomor;
- Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai misalnya: siswa No.1 bertugas mencatat soal, siswa No. 2 mengerjakan soal, dan siswa No. 3 melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya;
- Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar-kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka;
- Melaporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain;
- Simpulan.
5) Student teams-achievement divisions (STAD), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri atas 4-5 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll);
- Guru menyajikan pelajaran;
- Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang sudah paham dapat menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu paham;
- Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis para siswa tidak diperbolehkan saling membantu;
- Memberi evaluasi;
- Simpulan.
6) Jigsaw (Model Tim Ahli), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim yang terdiri atas 4 siswa;
- Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda;
- Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan;
- Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka;
- Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh;
- Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
- Guru memberi evaluasi;
- Penutup.
7) Problem-based instructions (PBI), dengan langkah- langkah sebagai berikut:
- Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih;
- Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhu- bungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadual, dll.) ;
- Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masa- lah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah ;
- Guru membantu siswa dalam merencanakan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya ;
- Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
DAFTAR PUSTAKA
- Arends,S. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill.
- Depdiknas. 2005. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat. Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidik- an Anak. Program Manajemen Berbasis Sekolah. Ja- karta: Ditjen Dikdasmen–Depdiknas.
- _________. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
- Heinich, R., dkk. 1996. Instructional Media and Technology for Learning. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
- Lie, A. 2002. Cooperative Learning : Mempraktikkan Co-operative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
- Munir. 2001. Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses
- Belajar Mengajar. Mimbar Pendidikan, 3 (21).
- Petty, Geoff. 2004. Teaching Today: A Practical Guide. 3rd edition. Cheltenham U.K.: Nelson Thomes Ltd.
- Setiawan. 2004. Strategi Pembelajaran Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur Pengem- bang Matematika SMA Jenjang Dasar. Di PPPG Mate- matika Yogyakarta pada tanggal 6 – 19 Agustus 2004.
- Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Second Edition. Boston:Allyin and Bacon.
- Sternberg, Robert J. 2006. Cognitive Psychology. 4th editon. Belmont CA, USA: Thomson Higher Education.
- Suhada, B. 2003. Pembelajaran Biologi dengan Menggunakan Media Interaktif CD GCSE Biologi Kelas 2 SMU Negeri 1 Bandung sebagai Computer Based Learning dalam Rangka Antisipasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Proceedings The 6th National Seminar on Science and Mathematics Education, The rule of IT/ICT in Supporting the Implementation of Competency-Based Curriculum. JICA-IMSTEP.
- Supriadi, D. 2002. Internet Masuk Sekolah : Pemberdayaan Guru dan Siswa dalam Era Sekolah Berbasis E-Learning Makalah disajikan dalam seminar “Implementasi E-Learning untuk Sekolah Menengah.” Diselenggarakan oleh Telkom Learning / Sinapsis Indonesia, Oktober 2002 . Bandung: PT Telkom.
- Syah, Muhibbin. 2006. Islamic English: A Competency-based Reading Comprehension. Cetakan ke-2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- ____________. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cetakan ke-14 (Edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- ____________. 2008. Psikologi Belajar. Cetakan ke-8. Jakarta: PT Rajawali Pers.
- Taslimuharrom. 2008. Metodologi PAKEM. Artikel Pendidikan [On-line] htttp://id.wordpress.com/tag/artikel-pendidikan / di akses tanggal 15 April 2008.
- Warta MBS UNICEF. 2006. Paket Pelatihan Program Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas