Pengertian dan tujuan subak
Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang melaksanakan pengairan tradisional serta menjadi bagian dari budaya yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat di Bali. Menurut Perda Provinsi Bali No. 9 tahun 2012, subak merupakan organisasi tradisional di bidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat Bali yang bersifat sosioagraris, religius, dan ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Menurut Sutawan, dkk (1986) dalam Windia, (2006), subak merupakan cerminan dari konsep Tri Hita Karana (THK) yang pada hakikatnya terdiri dari parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan, yang dimanifestasikan melalui bangunan suci subak dan ritual yang mengikutinya di lahan persawahan), pawongan (hubungan manusia dengan manusia, yang dimanifestasikan dalam kelembagaan subak dan interaksi sosial yang terjadi di subak) dan palemahan (hubungan manusia dengan alam, yang dimanifestasikan dalam wilayah atau lahan pertanian yang menjadi wilayah usahatani anggotanya). Lebih lanjut, Windia (2006) menyatakan bahwa sistem irigasi subak dapat dipandang sebagai sistem budaya masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem, yaitu: (i) subsistem budaya (termasuk pola pikir, norma dan nilai), (ii) subsistem sosial (termasuk ekonomi), dan (iii) subsistem kebendaan (termasuk teknologi).
Menurut Pitana (1993), subak merupakan organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura Bedugul, serta memiliki kebebasan dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun dalam berhubungan dengan pihak luar. Definisi ini mengandung aspek fisik dan sosial. Aspek fisik subak adalah hamparan persawahan dengan segenap fasilitas irigasinya, sedangkan aspek sosial subak adalah organisasi petani irigasi yang otonom.
Menurut Perda Provinsi Bali No. 9 tahun 2012, tujuan pokok dari subak sebagai berikut.
1. memelihara dan melestarikan organisasi subak
2. mensejahterakan kehidupan petani
3. mengatur pengairan dan tata tanaman
4. melindungi dan mengayomi petani
5. memelihara serta memperbaiki saluran air ke sawah.
Tugas dan fungsi subak
Menurut Coward, 1983 dan Sutawan, 1986 (dalam Pitana, 1993), terdapat lima tugas utama dari subak sebagai berikut.
1. Pencarian dan distribusi air irigasi
Subak membangun berbagai fasilitas irigasi seperti empelan, aungan, saluran, dan sebagainya. Air yang telah didapatkan oleh subak tersebut pada akhirnya harus di distribusikan kepada segenap anggota. Ada dua hal terpenting yang harus diperhatikan dalam distribusi air irigasi pada suatu subak sebagai berikut.
a. Dasar yang digunakan untuk menentukan hak atas air setiap anggota.
Untuk menentukan hak atas air bagi anggota, subak memiliki dua hak dasar yaitu hak dasar luas sawah dan hak atas dasar tektek. Jika hak atas air didasarkan pada luas sawah, maka volume air yang diterima oleh seorang petani yaitu proporsional dengan luas sawah petani lainnya. Sedangkan pada sistem tektek, debit air yang ditentukan oleh kontribusi petani dalam kegiatankegiatan subak, tanpa terlalu memperhatikan luas sawah.
b. Sistem distribusi air antar waktu.
Pada umumnya ada dua metode yang dikenal oleh subak alokasi air yaitu metode pengaliran kontinyu yaitu seluruh petani mendapatkan air secara serempak, baik pada musim hujan maupun musim kemarau, serta metode bergilir yaitu seluruh petani mendapatkan air secara tidak serempak, tetapi mendapatkan air pada waktu tertentu saja.
2. Operasi dan pemeliharaan fasilitas
Suatu subak harus mengoperasikan fasilitas irigasi yang dimiliki untuk menjamin adanya pembagian air sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Kegiatan pengoperasian yang sering terjadi adalah pengoperasian pintu-pintu air pada bangunan bagi yaitu seperti membuka, menutup dan mengatur. Selain itu, subak juga melakukan pemeliharaan secara berkala atas berbagai fasilitas irigasi yang dimiliki, sehingga dapat berjalan dan berfungsi dengan baik. Dengan adanya pemeliharaan tersebut, maka subak mengerahkan sumberdaya dari anggotanya, seperti tenaga kerja, bahan-bahan ataupun uang.
3. Penanganan konflik
Pada umumnya, konflik yang sering terjadi pada subak bersumber pada masalah pembagian air irigasi. Walau demikian, berbagai konflik yang sering terjadi pada subak dapat diatasi secara musyawarah mufakat atau kekeluargaan yang terdapat pekaseh didalamnya sebagai penengah.
4. Kegiatan upacara keagamaan
Hal yang menarik pada subak selain keindahan alamnya, kegiatan upacara keagamaan juga ada di dalamnya. Berbagai jenis kegiatan upacara keagamaan yang ada di subak yaitu pada tingkat petani individual, tingkat tempek, tingkat subak, tingkat subak-gede, sampai ke tingkat pasedahan agung.
Sudarta dan Dharma (2013) mengklasifikasikan fungsi subak menjadi fungsi internal dan eksternal sebagai berikut.
1. Fungsi internal
Fungsi internal merupakan fungsi yang berorientasi pada keperluan subak itu sendiri. Terdapat enam fungsi internal pokok subak sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kegiatan ritual
b. Pendistribusian air irigasi
c. Pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya.
d. Penanganan konflik
2. Fungsi eksternal
Fungsi eksternal subak adalah fungsi subak yang bermanfaat bagi keperluan masyarakat luas, di samping juga untuk keperluan subak dan anggotanya. Berikut ini diuraikan beberapa fungsi eksternal subak.
- Penyangga atau pendukung ketahanan pangan
- Pelestarian alam lingkungan
- Pelestari kebudayaan Bali dan agraris
- Penyangga nilai-nilai tradisional
- Pendukung pembangunan agrowisata
- Penunjang pembangunan koperasi unit desa (KUD)
Peraturan subak (Awig-awig dan pararem subak)
Subak merupakan suatu lembaga yang otonom dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur para anggotanya dalam melakukan kegiatan-kegiatan organisasi yang menjadi pedoman bagi seluruh anggota subak termasuk pengurus agar tidak adanya suatu penyimpangan. Aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi subak disebut dengan awig-awig maupun pararem. Awig-awig merupakan anggaran dasar dalam suatu organisasi, sedangkan pararem merupakan anggaran rumah tangga dalam suatu organisasi. Substansi pada awig-awig menyangkut mengenai hal-hal yang pokok saja, sebaliknya substansi pada pararem menyangkut mengenai hal-hal yang lebih rinci.
Jika pernyataan di awig-awig sudah jelas, maka di pararem akan dikatakan cukup jelas, serta jika di awig-awig ada yang tidak jelas, maka akan dibahas di pararem.
Awig-awig dan pararem digunakan sebagai pedoman bertingkah laku oleh anggota subak, sehingga awig-awig dan pararem dipatuhi.
Peran awig-awig dan pararem sangat penting bagi kelestarian dan keberlanjutan subak baik secara sekala (nyata dan kasat mata) maupun niskala (tidak kasat mata). Secara sekala, awig-awig dan pararem mengatur perilaku krama (anggota) subak menyangkut tata cara berinteraksi sosial dengan sesama anggotanya.
Hal-hal yang diatur biasanya menyangkut hak dan kewajiban anggota dan pengurus subak, larangan dan sanksi yang dikenakan jika terjadi pelanggaran, penanganan konflik antar anggota, pengaturan pola tanam, pengaturan pembagian air irigasi, dan pengerahan tenaga dan sumberdaya lainnya bagi kepentingan subak. Secara niskala, awig-awig dan pararem mengatur tatacara upacara agama yang berkaitan dengan siklus hidup tanaman padi di sawah dan di Pura subak baik menyangkut penentuan hari baik, tata urutan upacara, dan larangan-larangan perilaku yang melanggar. Peran awig-awig dan pararem sangat penting dalam mengendalikan perilaku sosial anggota subak, mengatur keharmonisan, ketentraman dan ketertiban dalam lingkungan subak.