Pengertian Analisis Trend Menurut Para Ahli
Abdullah (2005) mendefinisikan analisis trend sebagai berikut: “Analisis trend (tendensi posisi) merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan perubahan naik atau mengalami penurunan”.
Dalam analisis trend perbandingan analisis dapat dilakukan dengan menggunakan analisis horizontal atau dinamis. Data yang digunakan umumnya dua atau tiga periode, karena jika hanya satu periode mengakibatkan data sulit untuk di analisis. Jika data yang digunakan lebih dari dua atau tiga periode, metode yang digunakan adalah angka indeks. Dengan menggunakan angka indeks akan dapat diketahui kecenderungan atau trend dari posisi keuangan, apakah meningkat, menurun atau tetap. Hasil analisis trend biasanya dihitung dalam persentase.
Pengertian Kinerja Keuangan
Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Menurut Sukhemi (2007, h23) mengemukakan bahwa “kinerja dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut”. Kinerja menjadi hal penting yang harus dicapai setiap perusahaan karena mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Untuk itu perlunya kita mengetahui pengertian dari kinerja itu sendiri.
Menurut Jumingan (2006, h239), Kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek kuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya.
Sementara itu, Fahmi (2006, h63) memberikan definisi sebagai berikut: “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi strategic planning”.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah suatu bentuk prestasi pencapaian perusahaan dalam kegiatan operasional di berbagai aspek sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pengertian kinerja keuangan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Jumingan (2006, h239) menyatakan kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas.
Sedangkan menurut Fahmi (2006, h64) kinerja keuangan diartikan sebagai refleksi gambaran dari pencapaian keberhasilan perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah dilakukan”.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan pencapaian prestasi perusahaan pada suatu periode yang menggambarkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas.
Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan, karena pengukuran tersebut dapat mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan bergantung pada sudut pandang yang diambil dan tujuan analisis. Oleh sebab itu, manajemen perusahaan perlu menyesuaikan kondisi perusahaan dengan alat ukur penilaian kinerja serta tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan itu sendiri.
Menurut Munawir (2004, h31) tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah:
Mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
Mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
Mengetahui tingkat profitabilitas atau rentabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu dengan menggunakan aktiva atau modal secara produktif.
Mengetahui tingkat stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan usahanya agar tetap stabil, hal tersebut diukur dari kemampuan perusahaan membayar pokok hutang dan beban bunga tepat pada waktunya.
Salah satu tujuan terpenting dalan pengukuran kinerja selain yang disebutkan di atas adalah untuk menilai apakah tujuan yang ditetapkan perusahaan telah tercapai, sehingga kepentingan investor, kreditor dan pemegang saham dapat terpenuhi. Untuk itu, analisis laporan keuangan umumnya dilakukan sebagai pengukur kinerja keuangan perusahaan.
Laporan Keuangan
Laporan keuangan dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan suatu perusahaan yang secara periodik dilakukan pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Berikut ini pengertian laporan keuangan dari beberapa ahli dan pakar akuntansi:
Menurut Harahap (2008, h201) mengemukakan bahwa “Laporan Keuangan merupakan output dan hasil dari proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan.”
Sementara itu, Kieso, Weygandt dan Warfield (2007, h2) memberikan definisi sebagai berikut: “Financial statements are the principal means through which a company communicates its financial information to those outside it. These statements provide a company’s history quantified in money terms ”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan informasi keuangan yang menggambarkan posisi atau keadaan keuangan perusahaan pada periode tertentu yang berguna bagi para pemakainya dalam hal pengambilan keputusan.
Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2007), antara lain:
Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor dan pengguna potensial lainnya dalam membantu proses pengambilan keputusan yang rasional atas investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis.
Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya yang membantu menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian proses penerimaan kas dari dividen atau bunga dan pendapatan dari penjualan, penebusan, atau jatuh tempo sekuritas, dan pinjaman. Menaksir aliran kas masuk (future cash flow) pada perusahaan.
Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim atas sumber daya tersebut dan perubahannya.
Pengguna Laporan Keuangan
Kieso, Weygandt dan Kimmel (2005) mengklasifikasikan pengguna laporan keuangan sebagai berikut:
Pihak Internal, yaitu pihak-pihak di dalam perusahaan yang merencanakan, mengorganisasikan dan mengarahkan bisnis, antara lain:
Manajemen, yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan untuk mengetahui perkembangan bisnis perusahaan dan merencanakan bisnis untuk masa yang akan datang.
Karyawan, yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, dana pensiun dan kesempatan kerja.
Pihak Eksternal, yaitu pihak-pihak di luar perusahaan, antara lain:
Investor, menggunakan informasi dalam laporan keuangan untuk membuat keputusan investasi dalam hal membeli, menahan, atau menjual saham suatu perusahaan dengan membandingkan resiko dan keuntungan yang akan diperoleh.
Kreditor, pemasok dan bank, menggunakan laporan keuangan untuk melihat resiko dari pengembalian kredit yang diberikan pada perusahaan.
Lembaga perpajakan, menggunakan laporan keuangan untuk menentukan besar pajak yang harus dibayar perusahaan dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dilihat dari laba yang diperoleh perusahaan.
Pemerintah, dalam hal ini laporan keuangan membantu pemerintah mengetahui ketaatan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku selama menjalankan proses bisnis perusahaan.
Konsumen, memiliki kepentingan berkenaan dengan informasi yang menyangkut kelangsungan usaha perusahaan dalam jangka waktu yang lama.
Serikat pekerja, berkepentingan untuk melihat pemberian upah atau gaji serta cadangan dana pensiun oleh perusahaan dalam menjamin kesejahteraan karyawan.
Economic Planner, menggunakan informasi laporan keuangan untuk memprediksi aktivitas ekonomi di masa mendatang.
Bentuk Laporan Keuangan
Suatu laporan keuangan pada umumnya terdiri atas Neraca (Statement of Financial Position), Laporan Laba Rugi (Statement Of Earnings), Laporan Perubahan Modal (Statement of Changes in Owner’s Equity), Laporan arus kas (Statement of Cash Flow) dan Catatan atas laporan keuangan (Notes to Financial Statement) yang menyatakan kegiatan dan kondisi dari suatu perusahaan.
Neraca (Statement of Financial Position)
Menurut IAI (2009), Neraca menggambarkan posisi keuangan perusahaan yang terdiri dari aset, kewajiban dan modal perusahaan pada suatu tanggal tertentu.
Munawir (2004: 13) mendefinisikan Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa neraca terdiri dari tiga bagian utama, yaitu aset, kewajiban dan ekuitas.
Aset
Menurut IAI (2009, h9) mendefinisikan aset sebagai sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
Mengacu pada pendapat Munawir (2004) aset dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama, yaitu:
Aset lancar
Munawir (2004, h14) menyatakan aset adalah uang kas dan aktiva lainnya yang diharapkan dapat dicairkan, ditukarkan menjadi uang tunai, dijual, atau digunakan periode pada berikutnya paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal.
Aset tidak lancar (aset tetap)
Munawir (2004, h16) menyatakan aset tidak lancar adalah aktiva yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak akan ahabis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan.
Kewajiban
Menurut IAI (2009, h9) mendefinisikan kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
Kewajiban menurut Munawir (2004, h18-19) terbagi menjadi dua bagian, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.
Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasan atau pembayarannya dilakukan dalam jangka pendek yaitu satu tahun sejak tanggal neraca dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan.
Kewajiban jangka panjang Adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca yang meliputi hutang obligasi, hutang hipotek dan pinjaman jangka panjang yang lain.
Ekuitas
IAI (2009, h9) menyatakan ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaansetelah dikurangi semua kewajiban.
Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan laporan yang menyajikan pendapatan dan pengeluaran perusahaan selama satu periode akuntansi, yang biasanya setiap satu kuartal atau satu tahun.
Unsur-unsur dalam laporan laba rugi menurut Standar Akuntansi Keuangan paragraf 70 terdiri atas dua unsur yakni penghasilan (income) dan beban (expenses), yang dijelaskan sebagai berikut :
Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (IAI, 2009:13). Berdasarkan definisi diatas, penghasilan meliputi baik pendapatan maupun keuntungan yang akan dijelaskan berikut ini.
Pendapatan, timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda, seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa.
Keuntungan yakni pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa (IAI, 2009:14).
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal (IAI, 2009:13). Definisi beban diatas mencakup:
Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas (dan setara kas), persediaan, dan aktiva tetap.
Kerugian yakni mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa (IAI, 2009:14).
Laporan Perubahan Modal (Statement of Changes in Owner’s Equity)
Laporan perubahan modal memberikan informasi tentang penyebab bertambah atau berkurangnya modal dalam periode tertentu. Menurut IAI (2009:1, h12-13), sebuah perusahaan harus menyajikan laporan perubahan modal sebagai salah satu komponen laporan keuangan yang di dalamnya mencantumkan:
Laba atau rugi suatu periode.
Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan SAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas.
Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam SAK terkait.
Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi modal kepada pemilik.
Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya.
Rekonsiliasi terhadap nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
Laporan arus kas (Statement of Cash Flow)
Mengacu pada IAI (2009), unsur-unsur laporan arus kas terdiri dari:
Aktivitas operasi
Arus kas dari kegiatan operasi antara lain dapat berupa arus kas dari transaksi penjualan, pembayaran ke pemasok, karyawan, bunga beban operasional lainnya dan pajak penghasilan.
Aktivitas investasi
Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan arus kas masa depan.
Aktivitas pendanaan
Arus kas aktivitas pendanaan, dapat berupa penerimaan kas dari saham dan obligasi, pembayaran deviden, serta pelunasan pinjaman.
Catatan atas laporan keuangan (Notes to Financial Statement)
Jenis laporan keuangan yang terakhir adalah catatan atas laporan keuangan yang menyajikan kebijakan akuntansi perusahaan, perubahan dan catatan mengenai akun-akun secara rinci.
IAI (2009:1, h13) mengemukakan beberapa hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan adalah sebagai berikut:
Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap transaksi yang penting.
Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas.
Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetap diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan
Metode dan teknik analisa digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan, sehingga perkembangan maupun perubahan laba dapat diketahui dan dibandingkan dengan beberapa periode laporan keuangan.
Metode Analisis Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2004, h36), terdapat dua metode analisis yang digunakan setiap para analisis laporan keuangan, yaitu:
Analisis Horizontal
Analisis horizontal dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode sehingga perkembangannya akan diketahui. Metode ini disebut juga sebagai metode analisis dinamis.
Analisis Vertikal
Analisis vertikal dilakukan apabila laporan keuangan yang dianalisis hanya meliputi satu periode, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dengan pos lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada periode itu saja. Analisis ini disebut juga sebagai metode analisis statis karena kesimpulan yang diperoleh hanya untuk periode itu saja tanpa mengetahui perkembangannnya.
Teknik Analisis Laporan Keuangan
Teknik analisis yang umum digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:
Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, merupakan metode dan teknik analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih.
Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam persentase (trend percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik, atau bahkan turun.
Laporan dengan persentase per komponen atau common size statement, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan penjualannya.
Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja adalah suatu analisis untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas, dan sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu.
Analisis rasio adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
Analisis Perubahan Laba Kotor adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan anggaran laba untuk periode tersebut.
Analisis Titik Impas adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga belum memperoleh keuntungan.
Analisis Rasio Keuangan
Menurut Arifin (2006, h95) analisis rasio keuangan merupakan alat analisis yang dinyatakan dalam arti relatif maupun absolute untuk menjelaskan hubungan tertentu antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam suatu laporan keuangan (financial statement). Analisis rasio keuangan memerlukan ukuran yang biasa disebut dengan istilah rasio. Rasio mempunyai pengertian alat yang dinyatakan dalam arithmetical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua macam data.
Dengan menggunakan teknik analisis rasio, analis dapat memberikan penilaian kinerja keuangan sebuah perusahaan. Hefert (2003) menjelaskan bahwa rasio keuangan dapat bermanfaat menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau kinerja perusahaan, dan dapat membantu menggambarkan kecenderungan serta pola perusahaan tersebut, sehingga dapat menunjukkan peluang ataupun resiko perusahaan yang sedang ditelaah analis.
Selain kelebihan dapat menganalisis secara cepat, menurut Sugiono dan Untung (2009) menyatakan kelemahan dari analisis rasio keuangan adalah objek analisa keuangan hanya berdasarkan pada laporan keuangan saja. Padahal tiap laporan keuangan menggunakan kebijakan dan metode akuntansi yang berbeda-beda sehingga dapat menghasilkan angka yang berbeda, contohnya metode pencatatan persediaan.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa pengadaaan analisis rasio keuangan menjadi sangat penting terutama bagi pihak-pihak berkepentingan terhadap perusahaan tersebut. Rasio dapat dihitung berdasarkan data laporan keuangan yang telah tersedia, yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi.
Penilaian menggunakan rasio keuangan ini juga memiliki keterbatasan dimana tidak memperhitungkan adanya biaya modal (cost of capital) yang dapat mengindikasikan seberapa jauh perusahaan telah menciptakan nilai bagi pemilik modal.
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek yang akan jatuh tempo dengan tepat waktu. Perusahaan dalam keadaan likuid berarti mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya, dan perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat waktu apabila perusahaan memiliki alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar dari hutang lancar (jangka pendek). Sedangkan perusahaan dalam keadaan illikuid berarti perusahaan tersebut tidak dapat segera memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
Current Ratio
Current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rasio ini dapat pula mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Selain itu, current ratio juga dapat menunjukkan sejauh mana tagihan jangka pendek dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversikan menjadi kas dalam waktu dekat.
Rumus current ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h224), dinyatakan sebagai berikut:
Acid-Test Ratio
Semakin tinggi nilai current ratio, maka akan semakin baik posisi pemberi pinjaman, sebaliknya current ratio yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas perusahaan yang bermasalah. Rasio ini berbentuk kali (x). Mengacu pada pendapat Munawir (2004), nilai current ratio yang memuaskan bagi suatu perusahaan adalah 200% atau 2 kali. Akan tetapi nilai rasio sebesar 200% dapat menjadi titik tolak untuk mengadakan analisa lebih lanjut. Ini dikarenakan current ratio yang tinggi belum menjamin hutang perusahaan dapat dibayar, misalnya:
Jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut.
Saldo piutang yang besar memungkinkan sulit untuk ditagih.
Rasio lancar yang terlalu tinggi kemungkinan menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan kebutuhan saat ini.
Sependapat dengan Munawir, Gibson (2011, h224) menyatakan “the guideline for the minimum current ratio has been 2,00”. Gibson juga menambahkan perusahaan yang tidak berhasil mempertahankan current ratio di atas 2,00 mengindikasikan penurunan likuiditas dan dapat pula mengindikasikan pengendalian yang baik atas pitang dan persediaan.
Acid-Test Ratio
Rasio ini sering juga disebut sebagai quick ratio, dimana rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk dikonversi menjadi uang kas, walaupun pada kenyataannya persediaan mungkin lebih likuid daripada piutang. Nilai current ratio yang tinggi tetapi quick ratio nya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini berbentuk kali (x).
Rumus acid-test ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h225), adalah sebagai berikut:
Semakin tinggi Acid-test ratio menunjukkan semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan. Akan tetapi, jika rasio ini terlalu tinggi maka hal ini tidak terlalu baik karena mengindikasikan adanya praktek manajemen yang kurang baik. Acid-test yang bernilai 2 kali menunjukkan bahwa perusahaan cukup melunasi kewajiban lancar dengan membayar setengah dari aset lancar tanpa persediaan yang dimiliki. Sedangkan rasio yang bernilai kurang dari 1 kali mengindikasikan terdapat kewajiban lancar yang tidak terbayarkan meskipun seluruh aset lancar tanpa persediaan telah dikonversi menjadi kas.
Menurut Prihadi (2008) angka 1,00 atau 1 kali dianggap cukup aman. Sependapat dengan Prihadi, Gibson (2011, h226) menyatakan “the guideline for the minimum acid-test ratio was 1,00”. Angka ini merupakan angka minimum yang perlu dipertahankan oleh perusahaan agar perusahaan tidak mengalami ketidakmampuan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya.
Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam membayar semua hutang-hutangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan kata lain, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang apabila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan. Gibson (2011) menyatakan sebaiknya jumlah dari kewajiban juga perlu untuk dianalisis. Dikarenakan dengan dianalisisnya jumlah kewajiban tersebut dapat menunjukkan berapa besar perusahaan menggunakan dana yang disediakan oleh kreditor dan besar dana yang disediakan oleh perusahaan sendiri.
Debt to Total Asset Ratio (Debt Ratio)
yaitu rasio yang menunjukkan posisi antara kewajiban perusahaan terhadap kekayaan perusahaan. Prihadi (2008) mendefinisikan “debt ratio adalah membandingkan seluruh total hutang atau kewajiban yang dimiliki perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dengan total aset sebagai sumber dana yang berasal dari hutang dan modal. Sependapat dengan Prihadi, Gibson (2011, h260) menyatakan “the debt ratio indicates the percentage of assets financed by creditors, and it helps to determine how well creditors are protected in case of solvency”.
Rumus debt ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h260), adalah sebagai berikut:
Semakin besar rasio ini, semakin besar pembelian aset perusahaan dengan menggunakan hutang dan semakin besar resiko keuangan yang dimiliki kreditor ataupun investor. Debt ratio yang tinggi menunjukkan proporsi peminjaman yang besar kepada pihak ketiga. Hal ini tidak terlalu baik untuk perusahaan karena secara struktur pendanaan, perusahaan lebih banyak berhutang dibandingkan dengan modal yang dimiliki perusahaan sendiri sehingga dapat menimbulkan resiko yang besar. Menurut Prihadi (2008) dengan struktur pendanaan lebih besar untuk hutang akan semakin besar resiko kebangkrutan dikarenakan semakin besar resiko kegagalan untuk membayar. Hal lain yang dapat terjadi yaitu menyebabkan jumlah bunga yang harus dibayarkan semakin besar. Ini dikarenakan perusahaan lebih banyak memiliki hutang daripada aktivanya sendiri. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini, menunjukkan posisi perusahaan yang semakin baik (Gibson, 2011).
Debt to Equity Ratio (DER)
DER adalah rasio keuangan yang menunjukkan proporsi relatif dari ekuitas dan hutang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. DER juga memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang-hutang perusahaan dijamin modal perusahaan sendiri yang digunakan sebagai pendanaan perusahaan.
Rumus debt to equity ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h263), dinyatakan sebagai berikut:
Semakin tinggi DER menggambarkan semakin buruk kondisi solvency perusahaan tersebut karena menandakan struktur pendanaan perusahaan lebih banyak berhutang dibandingkan modal yang dimiliki perusahaan sendiri. Sebaliknya, semakin rendah rasio ini, semakin baik posisi hutang perusahaan (Gibson, 2011) karena mengindikasikan semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar batas pengaman pemberi pinjaman jika terjadi kerugian.
Rasio Profitabilitas
yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuannya dalam menggunakan aktiva secara produktif. Darsono dan Ashari (2005) berpendapat bahwa profitabilitas merupakan kemampuan manajemen untuk memperoleh laba. Agar memperoleh laba di atas rata-rata, manajemen harus dapat meningkatkan pendapatan dan meminimalisir beban. Mengacu pada Sugiono dan Untung (2009, h70) rasio profitabilitas memiliki tujuan untuk “mengukur efektivitas manajemen yang tercermin pada imbalan hasil investasi melalui kegiatan perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan kewajiban dan modal”.
Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai penjualan yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya, termasuk bunga dan pajak. Rasio ini seringkali digunakan sebagai ukuran pengembalian laba bersih dari penjualan (Gibson, 2011). Jika perusahaan mempunyai rasio 6%, maka artinya laba yang diperoleh persentasenya 6% dari total penjualan keseluruhan.
Rumus net profit margin yang mengacu pada Gibson (2011) dinyatakan sebagai berikut:
Semakin besar NPM menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan tersebut dalam mendapatkan laba yang tinggi serta kinerja perusahaan yang semakin produktif. Hal ini tentu baik bagi perusahaan karena dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modal pada perusahaan tersebut.
Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Dimana hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor perlu mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba karena dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan tersebut profitable atau tidak.
Return On Assets
Gibson (2011, h303) menyatakan “return on assets measures the firm’s ability to utilize its assets to create profits by comparing profits with the assets that generate the profits”.
Sependapat dengan Gibson, Prihadi (2008) mengemukakan ROA bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aset untuk memperoleh laba dan mengukur hasil total untuk seluruh kreditor dan pemegang saham selaku penyedia sumber dana.
Dengan kata lain, Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian laba bersih terhadap penggunaan keseluruhan jumlah aset serta dinyatakan dalam bentuk persen (%).
Rumus return on assets yang mengacu pada Gibson (2011, h303) dinyatakan sebagai berikut:
sebagai berikut:
Dalam perhitungan rasio ini, total aset yang digunakan adalah rata-rata dari suatu total aset (awal tahun dan akhir tahun) selarna periode perhitungan. Ini dikarenakan penggunaan rata-rata total asset dapat rnemberi nilai tarnbah bagi investor untuk rnengetahui pertumbuhan, penurunan atau faktor signifikan lainnya dalam suatu bisnis.
Semakin tinggi persentase rasio ini semakin baik penggunaan aset secara efisien untuk memperoleh keuntungan bersih dalam kegiatan operasional perusahaan. Hal ini selanjutnya meningkatkan daya tarik perusahaan yang menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat perolehan pengembalian atas investasi aset akan semakin besar. Menurut Darsono dan Ashari (2005) untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dengan ROA, dapat dilakukan dengan membandingkan rasio ROA tersebut dengan tingkat pengembalian rata-rata pada industri yang sama. Jika perolehan persentase ROA perusahaan lebih tinggi dibanding rasio rata-rata maka perusahaan dianggap baik karena menandakan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari aset yang diinvestasikan. Sebaliknya, semakin rendah persentase rasio ini dari rasio rata-rata maka daya tarik investor semakin menurun karena membuat tingkat perolehan pengembalian atas investasi aset akan semakin kecil.
Return On Equity
Rasio ini merupakan rasio yang umum digunakan untuk mengukur hasil pengembalian atas investasi pemilik. Menurut Sugiono dan Untung (2009) return on equity merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja suatu perusahaan yang menggambarkan tingkat pengembalian laba atas seluruh modal yang ada.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Darsono dan Ashari (2005) yaitu melalui ROE para analis dapat mengetahui pengembalian yang diberikan perusahaan untuk setiap modal dari pemilik. Angka tersebut menunjukkan seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi para pemegang saham dalam menghasilkan laba.
Rumus rasio ini dinyatakan sebagai berikut:
ROE diukur dalam satuan persen. Sama seperti return on assets, return on equity juga menggunakan rata-rata total ekuitas dalam perhitungannya. Semakin tinggi persentase yang diperoleh perusahaan menunjukkan semakin tinggi pengelolaan modal perusahaan dalam mendapatkan laba atas modal tersebut.
Sama seperti ROA, menurut Darsono dan Ashari (2005), rasio ini juga dapat dibandingkan dengan rasio rata-rata untuk tingkat pengembalian pada industri yang sama. Suatu perusahaan dianggap baik jika perolehan ROE nya lebih tinggi dari rata-rata industri, ini dikarenakan tingkat pengembalian yang akan diperoleh pemegang saham menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, perusahaan dianggap kurang baik jika perolehan ROE nya lebih rendah dari rata-rata industri karena tingkat pengembalian yang akan diperoleh pemegang saham menjadi lebih rendah. ROE menunjukkan seberapa baik suatu perusahaan menggunakan dana investasi untuk menghasilkan pertumbuhan laba.
Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2008, h298), keterbatasan dalam analisa rasio antara lain:
Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.
Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini, seperti:
Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subjektif.
Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar.
Klasifikasi dalam laporan keuangan bias berdampak pada angka rasio.
Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bias diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio.
Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
Jika dua perusahaan yang dibandingkan bias teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bias menimbulkan kesalahan.