Pengertian Leverage Menurut Para Ahli
Perusahaan dalam beroperasi selain menggunakan modal kerja, juga menggunakan aktiva tetap, seperti tanah, bangunan, pabrik, mesin, kendaraan dan berbagai peralatan yang mempunyai masa manfaat jangka panjang. Perusahaan menggunakan aktiva tetap tersebut, harus menanggung biaya tetap atau fixed cost. Di samping itu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana, dapat menggunakan modal sendiri dan juga dari hutang atau modal pinjaman. Menggunakan modal dari pinjaman harus membayar bunga secara rutin yang merupakan beban tetap. Leverage timbul karena perusahaan menggunakan aktiva tetap yang menyebabkan harus membayar biaya tetap dan menggunakan hutang yang harus membayar biaya bunga atau beban tetap. Dengan demikian leverage merupakan penggunaan asset atau aktiva tetap dan sumber dana (sources of funds) di mana untuk penggunaan aktiva tetap dan dana pinjaman tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap dan beban bunga. Penggunaan aktiva tetap dan modal dari pinjaman (hutang) tersebut pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham.
Dalam suatu perusahaan ada dua macam leverage, yaitu leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage). Operating leverage berkaitan dengan penggunaan aktiva yang menyebabkan harus membayar biaya tetap, sedangkan financial leverage berkaitan dengan penggunaan hutang yang harus membayar beban bunga. Perusahaan menggunakan kedua macam leverage tersebut dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya aktiva dan biaya sumber dananya. Dengan demikian penggunaan leverage dapat meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Sebaliknya leverage juga dapat meningkatkan risiko keuntungan. Jika perusahaan mendapat keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi risiko yang dihadapi perusahaan dan semakin besar tingkat return atau penghasilan yang diharapkan.
Leverage Operasi (Operating Leverage)
Leverage operasi timbul pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang memiliki biaya operasi tetap. Leverage operasi terjadi, karena perusahaan dalam operasinya menggunakan aktiva tetap, sehingga harus menanggung biaya tetap. Biaya tetap tersebut misalnya biaya penyusutan gedung, mesin dan peralatan kantor, biaya asuransi dan biaya lain yang muncul dari penggunaan fasilitas maupun biaya manajemen. Dalam jangka panjang, semua biaya bersifat variabel, artinya dapat berubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam analisis leverage diasumsikan dalam jangka pendek. Biaya operasi tetap, dikeluarkan agar volume penjualan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar daripada seluruh biaya operasi tetap dan variabel. Pengaruh yang timbul dengan adanya biaya operasi tetap yaitu adanya perubahan dalam volume penjualan yang menghasilkan perubahan keuntungan atau kerugian operasi yang lebih besar dari proporsi yang telah ditetapkan.
Leverage operasi mengukur perubahan pendapatan atau penjualan terhadap laba operasi yang diperoleh. Leverage operasi memperlihatkan pengaruh penjualan terhadap laba operasi atau laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax atau EBIT). Pengaruh tersebut dapat dicari dengan menghitung besarnya tingkat leverage operasinya (degree of operating leverage) yang disingkat DOL. Semakin tinggi DOL berarti perusahaan semakin berisiko, karena menanggung biaya tetap semakin besar.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan tabel yang menggambarkan pengaruh leverage pada 3 perusahaan yang berbeda dengan berbagai jumlah leverage operasi.
Tabel Laporan Laba-Rugi Perusahaan A, B dan C
Keterangan
|
Perusahaan A (Rp)
|
Perusahaan B (Rp)
|
Perusahaan C (Rp)
|
Penjualan
|
80.000.000
|
88.000.000
|
156.000.000
|
Biaya Operasi:
|
|
Biaya Tetap
|
56.000.000
|
16.000.000
|
112.000.000
|
Biaya
Variabel
|
16.000.000
|
56.000.000
|
24.000.000
|
Laba Operasi (EBIT)
|
8.000.000
|
16.000.000
|
20.000.000
|
Rasio Biaya Operasi:
|
|
Biaya Tetap / Biaya Total
|
0,78
|
0,22
|
0,82
|
Biaya
Tetap/Penjualan
|
0,70
|
0,18
|
0,72
|
Biaya
Variabel/Penjualan
|
0,20
|
0,64
|
0,15
|
Berdasarkan Tabel dapat dijelaskan bahwa, perusahaan A mempunyai biaya operasi tetap yang lebih besar dibanding biaya variabelnya. Pada perusahaan B mempunyai biaya variabel yang lebih besar daripada biaya tetapnya. Perusahaan C mempunyai biaya operasi tetap dua kali lipat perusahaan A. Dari ketiga perusahaan tersebut, dapat dilihat bahwa perusahaan C mempunyai: (1) jumlah rupiah absolut biaya tetap terbesar dan (2) jumlah relatif biaya tetap terbesar, yaitu diukur dengan menggunakan rasio antara biaya tetap dibagi biaya totalnya dan rasio antara biaya tetap dibagi dengan penjualannya.
Apabila setiap perusahaan mengalami peningkatan penjualan tahun depan sebesar 50%, maka laba perusahaan (EBIT) akan terpengaruh. Hasil pengaruh tersebut ditunjukkan pada Tabel 2, di mana biaya variabel dan penjualan tiap perusahaan meningkat sebesar 50%, tetapi biaya tetap ketiga perusahaan tersebut tidak berubah. Seluruh perusahaan menunjukkan pengaruh dari leverage operasi (yaitu perubahan penjualan yang menghasilkan perubahan laba operasi). Dari perubahan tersebut perusahaan A terbukti sebagai perusahaan yang paling sensitif dengan peningkatan penjualan 50% dan menyebabkan peningkatan laba operasi sebesar 400%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan jumlah biaya tetap absolut atau relatif terbesar belum tentu memiliki pengaruh leverage operasi terbesar. Misalnya masing-masing perusahaan mengalami peningkatan penjualan sebesar 50%, maka tabel diatas menjadi tabel sebagai berikut:
Tabel Perubahan Laporan Laba-Rugi Karena Perubahan Penjualan
Keterangan
|
Perusahaan A (Rp)
|
Perusahaan B (Rp)
|
Perusahaan C (Rp)
|
Penjualan
|
120.000.000
|
132.000.000
|
234.000.000
|
Biaya Operasi:
|
|
Biaya Tetap
|
56.000.000
|
16.000.000
|
112.000.000
|
Biaya
Variabel
|
24.000.000
|
84.000.000
|
36.000.000
|
Keuntungan Operasi (EBIT)
|
40.000.000
|
32.000.000
|
86.000.000
|
Persentase
Perubahan EBIT = {(EBITt – EBITt-1) / EBITt-1)}
|
400%
|
100%
|
330%
|
Selanjutnya, dibahas cara sederhana untuk menentukan leverage operasi perusahaan, namun sebelumnya, perlu juga mempelajari kembali analisis impas (break even analysis) karena analisis BEP mempelajari perimbangan antara pendapatan dan biaya variabel serta biaya tetap, maka analisis BEP ini juga merupakan salah satu alat untuk mempelajari operating leverage.
TINGKAT LEVERAGE OPERASI (DEGREE OF OPERATING LEVERAGE) atau DOL
Tingkat leverage operasi atau degree of operating leverage (DOL) adalah persentase perubahan dalam laba operasi (EBIT) yang disebabkan perubahan satu persen dalam output (penjualan). Leverage operasi terjadi karena perusahaan dalam beroperasi menggunakan aktiva tetap, sehingga harus menanggung biaya tetap. Leverage operasi mengukur perubahan pendapatan atau penjualan terhadap laba operasi (EBIT). Dengan mengetahui DOL maka manajemen perusahaan bisa menaksir atau memprediksi perubahan EBIT sebagai akibat dari perubahan penjualan. DOL merupakan ukuran dari leverage operasi, misalnya DOL sebesar 2 artinya apabila penjualan meningkat atau turun sebesar 10 % maka EBIT bisa diprediksikan akan naik atau turun sebesar 2 kali kenaikan atau penurunan penjualan, berarti 2 x 10 % = 20 %. Semakin besar DOL, perusahaan semakin berisiko, karena menanggung biaya tetap semakin besar.
Leverage Keuangan (Financial Leverage)
Leverage keuangan merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (earning per share, EPS). Masalah leverage keuangan baru timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap atau modal dari pinjaman dengan bunga tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) atau dampak yang positif apabila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap atas penggunaan dana tersebut. Beban tetap (bunga) yang dikeluarkan dari penggunaan dana misalnya hutang obligasi harus mengeluarkan beban tetap berupa bunga, sedangkan penggunaan dana yang berasal dari saham preferen harus mengeluarkan beban tetap berupa dividen saham preferen.
Dampak yang menguntungkan dari leverage keuangan sering disebut “trading in equity”. Leverage keuangan itu merugikan (unfavorable leverage) apabila perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap yang harus dibayar. Nilai leverage keuangan positif atau negatif dinilai berdasarkan pengaruh leverage yang dimiliki terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). Artinya bagaimana pengaruh alternatif pendanaan yang akan dipilih terhadap pendapatan per lembar saham. Alternatif kombinasi pendanaan tersebut misalnya alternatif pendanaan hutang obligasi dengan saham biasa, obligasi dengan saham preferen, obligasi dengan saham biasa atau saham preferen dengan saham biasa. Dari alternatif-alternatif pendanaan tersebut perlu dicari berapa jumlah biaya pendanaan yang harus dikeluarkan agar dengan pendanaan tersebut menyebabkan nilai laba operasi (EBIT) yang dapat menghasilkan EPS yang sama atau tercapai titik indifferen (indifferent point). Dengan demikian indifferent point adalah suatu keadaan di mana pada keadaan tersebut tercapai tingkat EBIT yang dapat menghasilkan EPS yang sama pada berbagai alternatif pendanaan. Untuk itu perlu dibahas hubungan antara EBIT dan EPS dengan berbagai alternatif pendanaan dan titik indifferen di antara alternatif-alternatif tersebut.
Analisis Titik Indifferen atau Analisis Hubungan EBIT - EPS
Analisis titik indifferen (merupakan analisis break even dalam financial leverage) adalah analisis untuk menentukan titik yang menunjukkan tingkat laba operasi (EBIT) yang menghasilkan laba per lembar saham (EPS) yang sama untuk dua pilihan struktur modal.
Tingkat Leverage Keuangan (Degree Of Financial Leverage)
Tingkat leverage keuangan atau degree of financial leverage (DFL) merupakan persentase perubahan laba per lembar saham (EPS) yang diakibatkan adanya perubahan dalam laba operasi (EBIT). Dengan kata lain, DFL merupakan persentase perubahan EBIT yang menyebabkan perubahan pada EPS. Dengan demikian DFL merupakan ukuran kuantitatif dari sensitivitas EPS perusahaan akibat perubahan dalam laba operasi perusahaan| (EBIT)
Leverage Total (Total Leverage)
Leverage total atau sering disebut leverage kombinasi merupakan gabungan atau kombinasi antara leverage operasi dan leverage keuangan. Artinya kita melakukan dua langkah pengaruh perubahan penjualan terhadap perubahan EPS. Langkah pertama melihat pengaruh penjualan terhadap EBIT yang dianalisis dengan DOL. Sedangkan langkah kedua adalah pengaruh EBIT terhadap EPS yang dianalisis dengan DFL. Dalam leverage total ini kita langsung melihat pengaruh perubahan penjualan terhadap EPS. Dengan demikian ukuran kuantitatif dari sensitivitas total perubahan EPS perusahaan sebagai akibat perubahan penjualan perusahaan disebut “tingkat leverage total” (degree of total leverage atau DTL).
Rasio Coverage (Coverage Ratio)
Salah satu cara untuk mengetahui kapasitas hutang perusahaan adalah melalui analisis rasio cakupan (coverage ratio). Kapasitas hutang adalah jumlah maksimum hutang di mana perusahaan mampu melunasi secara memadai. Rasio ini sebagaimana diketahui didesain untuk menghubungkan biaya-biaya keuangan perusahaan dengan kemampuan perusahaan untuk membayarnya. Dalam perhitungan rasio tersebut, salah satu cara yang digunakan secara mudah adalah EBIT sebagai ukuran kasar aliran kas yang tersedia untuk membayar biaya tetap pendanaan perusahaan. Rasio coverage yang sering digunakan adalah interest coverage ratio (times interest earned).
Rasio interest coverage hanya menunjukkan bahwa penghasilan perusahaan sudah mencukupi untuk membayar bunganya. Untuk itu sangat berguna apabila kita menghitung rasio kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh hutang pokok dan bunganya. Rasio ini dikenal sebagai rasio coverage untuk seluruh hutang (debt service coverage).
Di sini, pembayaran pinjaman pokok atau angsuran pinjaman disesuaikan dengan pengaruh pajak. Alasannya, bahwa EBIT adalah laba sebelum pajak. Oleh karena pembayaran pinjaman pokok tidak mengurangi untuk tujuan pajak, maka harus dibayar dari laba setelah pajak. Jadi, pembayaran pinjaman pokok harus disesuaikan sehingga konsisten dengan EBIT. Sebagai contoh, perusahaan “A” mempunyai EBIT Rp. 320.000.000,- dan pembayaran bunga tahunan untuk semua hutang adalah Rp. 120.000.000,-. Seandainya pembayaran pinjaman pokok adalah Rp. 80.000.000,- per tahun dan tarif pajak 40%, maka:
Rasio coverage 1,26 menunjukkan bahwa EBIT hanya dapat turun 26% agar masih dapat digunakan untuk membayar hutang tersebut. Jadi, semakin dekat rasio debt service coverage dengan angka satu, berarti rasio tersebut semakin tidak baik. Baik buruknya rasio tersebut beragam sesuai dengan risiko bisnis perusahaan. Kenyataan tersebut dapat digambarkan pada grafik di bawah ini, yang menunjukkan distribusi probabilitas EBIT dari dua perusahaan A dan B.
Grafik Probabilitas EBIT Perusahaan A dan B (Berkaitan dengan Batas Kemampuan Membayar Hutang)
Nilai EBIT yang diharapkan kedua perusahaan tersebut adalah sama. Jadi, rasio debt service coverage-nya juga sama yakni = Rp. (8.000.000 / 4.800.000) = 1,67. Bagaimanapun Perusahaan A mempunyai risiko bisnis yang lebih besar seperti ditunjukkan oleh variabilitas EBIT nya yang lebih besar. Probabilitas bahwa EBIT akan menurun di bawah kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan pinjaman pokoknya ditunjukkan oleh daerah yang diarsir. Terlihat bahwa probabilitas ini lebih besar untuk Perusahaan A daripada Perusahaan B, jadi debt service ratio 1,67 lebih sesuai bagi Perusahaan B dan tidak sesuai bagi Perusahaan A. Perusahaan dengan aliran kas yang stabil akan mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk membayar biaya tetap pendanaannya.