Pengertian Imbal Jasa Menurut Para Ahli
Pada modul Psikologi Industri dan Organisasi, masalah imbal jasa telah dibahas dan diartikan sebagai suatu paket balas jasa yang diberikan kepada seseorang atas tanggung jawab dan perannya dalam suatu pekerjaan. Menurut Hasibuan (1994), dalam Irawan dkk (2000) kompensasi adalah semua pendapatan pegawai yang berbentuk uang atau barang langsung/tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan pada perusahaan. Nitisesmito (1982) dalam Irawan dkk (2000) berpendapat bahwa kompensasi adalah balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Sedangkan Handoko (1994) dalam Irawan dkk (2000) berpendapat bahwa kompensasi adalah segala sesuatub yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Agus Tulus (1993) mendefiniskan kompensasi sebagai pemberian penghargaan langsung maupun tidak langsung, finansial maupun non-finansial yang adil dan layak kepada karyawan atas sumbangan mereka dalam pencapaian tujuan organisasi. Pengertian ini secara tegas menyebutkan bahwa salah satu pertimbangan utama dalam kompensasi atau imbal jasa adalah sumbangan karyawan atau pekerja terhadap pencapaian tujuan organisasi. Jadi jika seorang yang pekerja yang “kerjanya hanya duduk-duduk saja” tetapi “duduk-duduknya” itu memberikan dampak yang lebih besar terhadap pencapaian tujuan organisasi dibandingkan dengan pekerja yang “banting tulang dari pagi sampai petang”, maka wajar jika ia mendapat penghargaan lebih besar dari pekerja yang banting tulang tadi. Yang kemudian menjadi masalah adalah bagaimana menentukan bahwa bekerja “duduk-duduk saja” mempunyai kontribusi yang lebih tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi dibandingkan dengan bekerja “banting tulang”, sehingga kemudian penghargaannya juga menjadi lebih tinggi ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, berikut akan dijelaskan secara singkat masalah-masalah yang berkaitan dengan sistem imbal jasa.
Pertama-tama akan dibahas terlebih dahulu pengertian imbal jasa secara lebih khusus. Imbal jasa ini sering juga disebut sebagai gaji, penghasilan, kompensasi, upah, remunerasi dsb. Tetapi apapun istilah yang digunakan, secara umum imbal jasa merupakan hak seseorang atas hal-hal yang telah dilakukan atau dikerjakannya. Seberapa besar atau seberapa banyak imbalan yang diterima seseorang sangat tergantung dari apa yang telah atau akan dikerjakannya, atau sebagaimana disebutkan terdahulu bergantung pada sumbangan seseorang terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Imbalan biasanya diberikan dalam bentuk uang atau disebut sebagai imbalan innatura, dan dalam bentuk kenikmatan (benefits) atau disebut sebagai imbalan natura. Biasanya ke dua jenis imbalan tersebut merupakan suatu paket, artinya pekerja tidak hanya menerima imbalan uang saja atau menerima kenikmatan semata. Ada juga beberapa ahli yang menambahkan bahwa ada jenis imbalan lain, yaitu yang berupa fasilitas.
Imbalan yang berupa uang antara lain adalah : gaji pokok, upah lembur, bonus, tunjangan hari raya, tunjangan daerah tertentu, tunjangan kerja di daerah terpencil, tunjangan makan, tunjangan transportasi, tunjangan anak, tunjangan kesehatan., tunjangan pajak, dsb. Umumnya imbalan ini berupa uang cash, yang diberikan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan, tetapi beberapa tunjangan dari daftar tersebut dapat juga dianggap sebagai kenikmatan. Misalnya tunjangan makan dapat saja diberikan dalam bentuk makan siang ataupun tunjangan kesehatan dalam bentuk fasilitas klinik dan pemeriksaan oleh dokter perusahaan.
Ia juga berhak atas tunjangan pengobatan bagi diri dan keluarganya, tunjangan hari raya sebesar dua kali gaji pokok dan bonus tahunan sesuai dengan keuntungan perusahaan, mobil dinas serta bensin dari perusahaan dan asuransi kecelakaan yang preminya dibayar perusahaan. Pajak penghasilannya juga ditanggung oleh perusahaan dan langsung dibayarkan ke kantor pajak. Selain itu, ia juga mendapatkan fasilitas ruang kerja sendiri, keanggotaan klub golf dikotanya dan hak menggunakan rumah peristirahatan perusahaan. Jika kita bandingkan dengan paket gaji pegawai negeri, hal yang sangat membedakan adalah bahwa gaji pokok pegawai swasta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tunjangan-tunjangannya, sedangkan pada pegawai negeri seringkali justru tunjangan-tunjangannya yang jauh lebih tinggi dari gaji pokoknya.
Jika pada sistem gaji pegawai negeri dikenal penggolongan gaji, seperti golongan gaji I A, II B, III C dan seterusnya yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, bagaimana halnya dengan pegawai swasta ?
Sebenarnya, di setiap organisasi juga dikenal penggolongan gaji, hanya bentuknya tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan. Satu hal yang hampir pasti adalah bahwa semakin rendah posisi seseorang dalam struktur hirarki perusahaan, akan semakin kecil pula gaji yang diterimanya. Sebagai contoh, kita lihat struktur organisasi perusahaan di bawah ini :
Secara umum dapat dipastikan bahwa gaji staf lebih kecil dari gaji supervisor, gaji supervisor lebih kecil dari gaji kepala bagian, gaji kepala bagian lebih kecil dari gaji manajer, gaji manajer lebih kecil dari gaji direktur dan yang paling besar adalah gaji direktur utama. Hal ini juga mencerminkan bahwa peran dan tanggung jawab direktur utama lebih besar daripada direktur, demikian seterusnya ke bawah dan itu berarti bahwa sumbangan yang diberikan oleh seorang direktur dalam mencapai tujuan perusahaan lebih besar daripada seorang manajer. Yang kemudian menjadi permasalahan adalah bagaimana menentukan besar kecilnya peran serta tanggung jawab posisi atau jabatan yang setara, misalnya antara direktur keuangan dengan direktur pemasaran, atau supervisor sumber daya manusia dengan supervisor penjualan? Siapa yang gajinya harus lebih besar? Bagaimana menjaga keadilan, padahal jelas tugas mereka berbeda satu sama lainnya?
Untuk itu, tentunya Anda sudah pernah mendengar tentang “job evalution” atau evaluasi jabatan/pekerjaan. Nah, dengan metode inilah penggolongan gaji disusun.
Apa yang dimaksud dengan evaluasi jabatan dan bagaimana cara melakukannya ?
Evaluasi jabatan.
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang evaluasi jabatan, tetapi umumnya semua definisi itu mengandung pengertian yang sama yaitu penentuan nilai relative atau harga relative dari suatu jabatan dalam organisasi tertentu, yang hasilnya kemudian dapat dijadikan sebagai patokan untuk menyusun skala atau skema penggajian. Harus ditekankan disini, bahwa evaluasi jabatan tidaklah bertujuan untuk mengukur atau menilai hasil kerja seseorang dan karenanya jika proses ini melibatkan pekerja dalam suatu jabatan tertentu, ia harus merasa bebas dari perasaan akan dinilai, sehingga didapatkan gambaran yang objektif tentang nilai relative pekerjaannya bagi perusahaan atau organisasi tertentu.
Untuk dapat melakukan evaluasi jabatan, organisasi atau perusahaan harus sudah mempunyai deskripsi dan spesifikasi jabatan yang diperoleh dari proses analisa jabatan. Karena itu dapat pula dikatakan bahwa evaluasi jabatan merupakan kelanjutan dari proses analisa jabatan/pekerjaan. Uraian lebih lengkap tentang analisa jabatan/pekerjaan dapat Anda baca pada modul 2, kegiatan belajar 5. Kemudian harus pula diingat bahwa evaluasi jabatan hanya menghasilkan harga atau nilai relative suatu jabatan, tidak menentukan berapa besar bayaran atau imbalan yang akan diberikan kepada pemegang jabatan tersebut. Penentuan besaran gaji ditentukan oleh kebijaksanaan serta kemampuan perusahaan yang tidak akan dibahas secara detil pada tulisan ini.
Ada berbagai metode evaluasi jabatan yang dikenal, tetapi dalam tulisan ini hanya akan di bahas tiga metode yang banyak digunakan dalam praktek sehari-hari, yaitu ranking method, paired comparison method dan point method.
1. Ranking method.
Metode ini adalah yang paling sederhana dan tertua dalam melakukan evaluasi jabatan. Tahap awal dari metode ini adalah melakukan pemeringkatan jabatan atau pekerjaan untuk setiap divisi atau departemen. Pemeringkatan dapat dilakukan berdasarkan uraian dan spesifikasi serta persyaratan jabatan. Dalam hal ini harus ditetapkan apa jabatan atau pekerjaan yang paling sukar sampai yang paling mudah. Misalnya untuk divisi atau departemen penjualan, peringkat jabatannya adalah manajer penjualan, kepala cabang, supervisor penjualan, kepala bagian administrasi penjualan, salesman, staf administrsai penjualan. Divisi atau departemen lainnya juga harus menyusun pemeringkatan serupa untuk jabatan-jabatan atau pekerjaan di divisinya maing-masing. Setelah semua divisi menyerahkan pemeringkatan jabatannya, maka ditunjuk suatu komite untuk menentukan ranking atau peringkat jabatan untuk seluruh perusahaan. Biasanya komite ini terdiri dari perwakilan setiap divisi. Komite mempelajari serta membandingkan setiap jabatan dan kemudian menetapkan peringkatnya. Dalam hal ini bisa saja terjadi bahwa satu atau lebih jabatan berada dalam peringkat yang sama, misalnya supervisor administrsai penjualan, kepala bagian umum dan supervisor produksi memiliki peringkat jabatan yang sama. Hasil komite kemudian dijadikan dasar untuk menetapkan golongan penggajian.
Metode ini sangat sederhana dan hanya sesuai untuk organisasi kecil dengan jabatan yang tidak terlalu banyak. Dalam kondisi ini masih dimungkinkan adanya beberapa orang yang cukup mengetahui dan menguasai semua jenis pekerjaaan yang ada di organisasi tersebut. Sebaliknya, jika organisasi perusahaan cukup besar, akan sukar untuk mengetahui dan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang ada, sehingga dapat dipastikan hasilnya akan kurang teliti dan dapat menimbulkan keresahan di kalangan pekerja.
2. Paired comparison method
Metode ini merupakan bentuk lain dari ranking method, hanya pada metode ini telah dilakukan pembobotan secara sederhana untuk setiap pekerjaan dengan membandingkannya terhadap keseluruhan pekerjaan yang ada di suatu organisasi. Jadi pada metode ini setiap jabatan dibandingkan dengan seluruh jabatan lainnya yang ada dalam organisasi tersebut, kemudian diberi nilai atau bobot dengan ketentuan, nilai 0 jika jabatan tersebut lebih rendah bobotnya daripada jabatan yang diperbandingkan, nilai 1 jika jabatan tersebut sama bobotnya dengan jabatan yang diperbandingkan, dan nilai 2 jika jabatan tersebut lebih tinggi bobotnya dari jabatan yang diperbandingkan.
Seluruh nilai bobot yang diperoleh suatu jabatan di jumlahkan untuk mendapatkan nilai bobot akhirnya. Nantinya setelah seluruh jabatan mendapatkan nilai bobot akhir, maka di buat peringkat jabatan dari jabatan yang nilainya tertinggi sampai yang terendah.
Seperti halnya dengan ranking method, pada metode ini pemeringkatan juga dilakukan oleh suatu tim atau komite yang terdiri dari perwakilan setiap departemen atau divisi dan orang-orang yang mengetahui jenis-jenis pekerjaan yang ada di dalam perusahaan. Hasil analisa jabatan seperti uraian jabatan, spesifikasi jabatan serta persyaratan jabatan juga akan sangat membantu dalam menetapkan perbandingan antara satu jabatan dengan jabatan lainnya.
Metode ini cukup sederhana dan mudah dilakukan, tidak memerlukan keterampilan khusus bagi orang yang melakukannya. Tetapi dilain pihak, seperti halnya ranking method, hasilnya kurang tajam dan kurang memiliki derajat pembeda antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya.
3. Point method.
Salah satu metode yang paling sering digunakan untuk melakukan evaluasi jabatan adalah point method. Metode ini dipandang lebih teliti dan objektif dalam menentukan nilai suatu jabatan. Untuk dapat menggunakan metode ini organisasi sudah harus memiliki uraian jabatan yang lengkap disertai dengan spesifikasi dan persyaratan jabatan.
Pada awalnya, organisasi menetapkan faktor-faktor jabatan yang akan dijadikan landasan untuk melakukan evaluasi, kemudian untuk setiap faktor ditentukan tingkatannya dan kemudian setiap faktor atau gabungan beberapa faktor dibuat bobotnya sehingga pada akhirnya dapat diperoleh nilai (point) untuk setiap jabatan atau pekerjaan. Setelah semua jabatan mempunyai nilai, yang biasanya dilakukan melalui forum khusus antara komite dengan perwakilan setiap divisi atau departemen, akhirnya dapat ditetapkan penggolongan jabatan.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, berikut secara ringkas akan diuraikan proses evaluasi jabatan yang pernah dilakukan di salah satu perusahaan minyak asing di Indonesia.
Pada perusahaan tersebut, jabatan-jabatan yang ada dievaluasi berdasarkan 2 faktor utama yaitu skills dan responsibility. Skills terdiri dari tiga dimensi yaitu keahlian yang diperlukan (trade), tingkat pemecahan masalah (problem solving) dan kewenangan menetapkan keputusan (autonomy). Sedangkan responsibity terbagi atas dimensi dampak kesalahan (impact) dan aspek administrasi (administration aspect), serta peralatan yang digunakan (equipment) dan jumlah bawahan (personnel).
Setiap dimensi memiliki definisi khusus yang terdiri dari 5 tingkatan, semakin tinggi tingkatan menunjukkan semakin tinggi pula tingkat kesulitan pekerjaa/jabatan tersebut. Sebagai contoh dimensi tingkat pemecahan masalah terdiri dari :
- Tingkatan 1 : hubungan antara fakta dan konsep dalam memecahkan masalah sangat jelas, hampir tidak diperlukan kemampuan analisa dan pemikiran strategis.
- Tingkatan 2 : hubungan antara fakta dan konsep dalam pemecahan masalah cukup mudah dilihat dan dapat dipelajari melalui pengalaman atau pengetahuan sehari-hari
- Tingkatan 3 : masalah yang dihadapi cukup kompleks dan berhubungan satu sama lain. Pemegan jabatan harus mampu menemukan hubungan antara setiap elemen permasalahan
- Tingkatan 4 : masalah terdiri dari berbagai elemen t yang hubungannya satu sama lain tidak terlalu jelas. Kemampuan menetapkan pendekatan yang disertai alas an logis diperlukan untuk memecahkan masalah
- Tingkatan 5 : masalah sangat tidak jelas dan berubah dengan cepat. Elemen yang diketahui sangat terbatas dan pemangku jabatan harus mampu menangkap elemen-elemen baru untuk memecahkan masalah. Seringkali masalah merupakan hal yang baru dan belum pernah dialami sama sekali oleh organisasi.
Komite harus menentukan tingkatan dimensi untuk setiap jabatan, yang biasanya dilakukan melalui wawancara langsung dengan pemegang jabatan dan atasannya ataupun jika dipandang perlu dengan rekan-rekan kerjanya. Setelah didapatkan semua tingkatan dimensi, nilai tersebut dikonversikan menurut tabel yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga didapatkan nilai untuk skills dan responsibility setiap jabatan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, Anda dapat melihat contoh evaluasi jabatan dengan membuka file “Job Evaluation Form” dan “Tabel Matrix Point”.
Tahapan yang paling “krusial” dalam proses evaluasi jabatan adalah pada saat penentuan akhir golongan jabatan untuk setiap jabatan yang ada di organisasi tersebut. Setelah komite menghitung total point untuk setiap jabatan, hasil perhitungan serta penggolongan ini dibawa ke forum yang dihadiri oleh seluruh perwakilan divisi/departemen untuk mendapatkan pengesahan. Pada proses ini sering terjadi keberatan dari divisi atau departemen tertentu tentang golongan jabatan di divisi atau departemennya dan juga di divisi atau departemen lainnya. Biasanya, perwakilan divisi menganggap bahwa golongan jabatan di divisi lain terlalu tinggi sedangkan di divisinya sendiri terlalu rendah. Mereka beranggapan bahwa tugas dan tanggung jawab di divisinya merupakan tulang punggung organisasi dan karenanya harus mendapatkan golongan jabatan yang lebih tinggi. Hal ini sangat wajar karena pada akhirnya golongan jabatan akan berhubungan langsung dengan golongan penggajian dan mempengaruhi besar kecilnya gaji seseorang. Untuk itu, komite harus mampu memberikan alasan dan penjelasan-penjelasan yang logis tentang faktor-faktor yang ada pada setiap jabatan.
Survei Penggajian
Dengan melakukan evaluasi jabatan, diharapkan keadilan penggajian di dalam suatu organisasi atau perusahaan dapat tercapai, sehingga jabatan yang memang memberikan sumbangan besar terhadap pencapaian tujuan perusahaan akan mendapatkan imbalan yang lebih besar daripada jabatan lainnya. Atau dengan kata lain, secara internal telah ada keseimbangan dan keadilan dalam sistem imbal jasa. Tetapi bagaimana halnya jika dibandingkan dengan perusahaan lain ?
Kita sering mendengar, atau bahkan pernah mengalami sendiri, karyawan yang pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya hanya untuk mendapatkan gaji yang lebih besar. Atau juga kita sering mendengar orang mengatakan bahwa kerja di bank itu enak karena gajinya besar. Atau juga orang mengatakan bahwa jadi salesman di perusahaan A lebih enak daripada di perusahaan B. Sukar memang untuk mengatakan bahwa dugaan-dugaan tersebut benar atau salah dan tentunya ada berbagai hal yang harus dilihat untuk membandingkan hal-hal tersebut. Misalnya, jika seseorang mendapatkan gaji Rp. 1.000.000,- sebulan dengan jam kerja rata-rata 40 jam seminggu, dibandingkan dengan orang lainnya yang mendapatkan gaji Rp. 1.250.000,- sebulan, tetapi harus bekerja nyaris 12 jam setiap harinya untuk jabatan yang sama, siapa yang sebenarnya mendapatkan imbalan lebih layak ? Si A atau si B ? Kalau dilihat dari total gaji bulanan memang B lebih besar, tetapi kalau kita hitung menurut jam kerja, A yang lebih tinggi imbalan jasanya. Ini kalau kita lihat baru dari perbandingan jam kerjanya saja, belum hal lainnya yang mungkin pada akhirnya menunjukkan bahwa sebenarnya A mendapatkan imbalan yang lebih layak.
Untuk memperbandingkan gaji di satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dikenal suatu kegiatan yang disebut dengan survey penggajian. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk keadilan eksternal serta berguna untuk menetapkan besaran imbalan agar tetap kompetitif dalam memberikan imbalan kepada karyawan. Memang kegiatan ini bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Kegiatan ini hanya dapat dilakukan spesialis SDM atau Konsultan SDM yang bekerja sama dengan berbagai perusahaan. Selain itu biasanya hanya perusahaan-perusahaan besar yang mau terlibat dalam kegiatan ini, selain karena biayanya mahal, mereka juga memang harus benar-benar memperhatikan imbalan bagi karyawannya, agar tidak “dibajak” oleh saingannya. Pada dasarnya kegiatan survey penggajian berusaha untuk membandingkan jabatan-jabatan yang ada dalam suatu perusahaan dengan jabatan-jabatan sejenis di berbagai perusahaan lainnya. Biasanya, perbandingan dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang sejenis pula, misalnya diantara sesama perusahaan minyak atau antara perusahaan perbankan. Hasil dari survey ini akan menunjukan apakah suatu perusahaan memberikan imbalan lebih baik, sama atau justru dibawah perusahaan lainnya.