Pengertian Dan Tujuan Asesmen
Asesmen merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan meng-interpretasikan data atau informasi tentang peserta didik dan lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai bahan dasar untuk memahami individu dan untuk pengembangan program layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan.
Melalui asesmen yang dilakukan kepada mahasiswa, akan diperoleh data-data yang berguna untuk lebih mengenal dan memahami kondisi mahasiswa. Data-data yang dikumpulkan adalah : identitas mahasiswa seperti nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat tempat tinggal, pendidikan; latar belakang keluarga; karakteristik mahasiswa, seperti aspek-aspek fisik terkait dengan kesehatan dan keberfungsiannya, kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya terkait dengan pilihan studi lanjutan, bidang pekerjaan, olah raga, seni, dan keagamaan, masalah-masalah yang dialami, kepribadian, atau tugas-tugas perkembangannya.
TUJUAN ASESMEN
Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan data- data tentang mahasiswa secara lebih luas, lengkap, dan mendalam sehingga diperoleh gambaran tentang mahasiswa tersebut secara komprehensif.
1. KEDUDUKAN ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Asesmen memiliki kedudukan yang strategis dalam kerangka kerja bimbingan dan konseling. Karena memiliki posisi sebagai dasar dalam perancangan program bimbingan dan konseling yang sesuai kebutuhan, dimana kesesuaian program dan gambaran komprehensif mahasiswa dapat mendorong pencapaian tujuan pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan. Melalui asesmen yang dilakukan kepada mahasiswa akan diperoleh gambaran permasalahan yang dihadapi mahasiswa yang mencerminkan adanya kebutuhan yang diperlukan, sehingga dapat dijadikan acuan untuk menyusun suatu program layanan bimbingan dan konseling yang berorientasi pada kebutuhan mahasiswa. Demikian pula dengan asesmen yang dilakukan terhadap lingkungan pendidikan mahasiswa diharapkan dapat memperoleh informasi tentang kebutuhan lingkungan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling. Data-data yang dapat dikumpulkan antara lain tentang: harapan lembaga pendidikan dan masyarakat (tenaga pengajar dan orang tua mahasiswa), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan dan konseling, kompetensi yang diharapkan dimiliki mahasiswa melalui layanan bimbingan dan konseling, kualifikasi tenaga bimbingan yang tersedia, dan kebijakan lembaga pendidikan.
2. BENTUK - BENTUK ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Asesmen dalam bimbingan dan konseling dibedakan menjadi asesmen teknik nontes dan asesmen teknik tes. Asesmen teknik nontes lebih sering digunakan oleh petugas bimbingan dan konseling karena prosedur perancangan, pengadministrasi-an, pengolahan, analisis dan penafsirannya relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan asesmen teknik tes. Bentuk-bentuk asesmen nontes adalah : Daftar Cek Masalah ( DCM ), Alat Ungkap Masalah ( AUM ), Alat Ungkap Masalah Belajar (AUM PTSDL), Sosiometri, Wawancara, Observasi, dan Inventori Tugas Perkembangan ( ITP ).
Sedangkan asesmen tenik tes digunakan oleh petugas bimbingan dan konseling yang telah memiliki sertifikat untuk menggunakan asesmen teknik tes. Kondisi ini bukan berarti petugas bimbingan dan konseling yang belum/tidak memiliki sertifikat tidak dapat menggunakannya, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerjasama atau melakukan referal kepada lembaga psikologi yang memiliki kewenangan tersebut. Lembaga psikologi akan melakukan tes psikologis sesuai dengan kebutuhan dan akan menyerahkan hasil analisisnya.
Bentuk-bentuk asesmen tes seperti tes kecerdasan, tes bakat, tes minat, tes kepribadian, tes kemampuan kerja dan tes kematangan sosial dan lain lain.
3. PERBEDAAN ASESMEN TEKNIK NONTES DAN TEKNIK TES
Asesmen teknik nontes tidak memerlukan prosedur penyusunan yang terstandar. Dapat dibuat atau dirancang oleh petugas bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan. Beberapa diantaranya dirancang dengan melalui tahap uji coba untuk mengetahui tingkat kesahihan dan tingkat keterandalannya atau validitas dan reliabilitasnya.
Berbeda dengan asesmen teknik non tes, asesmen teknik tes memiliki beberapa karakteristik antara lain:
a. Standardisasi, instrumen tersebut memiliki keseragaman cara penyelenggaraan dan penskorannya. Suatu tes yang terstandard memiliki buku dan manual tes yang berisi petunjuk rinci bagi penyelenggaraan setiap tes.
b. Bersifat obyektif, penyelenggaraan, penilaian, dan interpretasi skor berdasarkan hasil yang diperoleh dan tidak dipengaruhi oleh penilaian subyektif penguji.
c. Reliabel atau andal, artinya tes harus memiliki konsistensi terhadap hasilnya.
d. Valid, tes tersebut mampu mengukur apa yang memang hendak diukur, menggambarkan sejauh mana tes tersebut mampu memenuhi fungsinya.
4. KODE ETIK PENGGUNAAN ASESMEN
Pelaksanaan kegiatan asesmen dalam BK hendaknya mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku dalam kode etik penggunaan asesmen dalam BK. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) merupakan kode etik testing, yaitu suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas bimbingan dan konseling yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
Kode etik tersebut adalah :
a. Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau cirri kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan.
b. Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada konseli dan orangtua mengenai alasan digunakannya tes di samping arti dan kegunaannya.
c. Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
d. Data hasiln testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari hasil konseli sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini data hasil testing wajib diperlakukan setara denga data dan informasi lain tentang konseli.
e. Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungan dengan usaha bantuan kepada konseli.
INSTRUMEN NONTES WAWANCARA
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN WAWANCARA
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui komunikasi langsung dengan individu yang diwawancara atau sumber data. Agar wawancara dapat dilaksanakan secara efektif maka perlu direncanakan dan disusun secara sistematis. Pewawancara atau interviewer (pembimbing akademik) mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung tanpa perantara kepada individu yang diwawancarai atau interviewee (mahasiswa) dan interwiewee memberikan jawaban langsung dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat tentang diri mahasiswa ataupun tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan mahasiswa.
Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan tentang diri mahasiswa atau hal lain yang berhubungan dengan mahasiswa.
Wawancara dalam Bimbingan dan Konseling dilakukan oleh petugas bimbingan dan konseling untuk mendapatkan dan mengumpulkan data tentang mahasiswa terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi sehingga dapat memahami berbagai potensi, sikap, pikiran, perasaan, pengalaman, harapan dan masalahnya serta memahami potensi dan kondisi lingkungannya baik lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerjanya secara mendalam sehingga diperoleh informasi yang menyeluruh tentang kondisi mahasiswa.
Wawancara yang dilakukan selain mengumpulkan informasi tentang mahasiswa secara mendalam, wawancara dapat pula dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kondisi lingkungan mahasiswa. Data atau informasi yang diperoleh dipergunakan untuk mengidentifikasi struktur program bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan. Data atau informasi tersebut seperti: siapa saja petugas yang melaksanakan program bimbingan dan konseling, fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, apa kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki mahasiswa setelah mendapat layanan bimbingan dan konseling, siapa saja target dari program, bagaimana pengaturan atau pengelolaan program bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan ini.
2. JENIS-JENIS WAWANCARA
Jenis-jenis wawancara dapat dikelompokkan menurut responden dan menurut prosedur.
a. Wawancara menurut responden
Dapat dibedakan menjadi wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Wawancara langsung dilakukan dengan berhadapan langsung dengan mahasiswa yang ingin diketahui data-datanya.
Wawancara tidak langsung dilakukan secara langsung tetapi dengan orang lain yang diharapkan dapat memberikan data atau informasi tentang mahasiswa yang ingin diketahui data-datanya. Misalkan: dapat mewawancarai orang tua, teman, tetangga, dan lain lain.
b. Wawancara menurut prosedur
Dapat dibedakan menjadi wawancara terstruktur, tidak terstruktur dan kombinasi keduanya.
Wawancara terstruktur : ketika melakukan wawancara, pewawancara telah menyusun pedoman wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan secara terinci.
Wawancara tidak terstruktur : ketika melakukan wawancara, pewawancara menggunakan pedoman wawancara yang berisi pokok-pokok pertanyaan saja, dan mengembangkan sendiri pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan data atau informasi yang diinginkan.
Wawancara kombinasi : pewawancara dapat menggunakan sekaligus kedua jenis wawancara dengan tujuan untuk mendapatkan data atau informasi yang maksimal dari individu.
3. PERAN PEWAWANCARA
Keberhasilan melakukan wawancara sangat ditentukan oleh peran dari pewawancara. Peran dimulai sejak awal, pertengahan hingga akhir dari wawancara yang dilakukan. Keberhasilan melakukan wawancara akan menghasilkan data atau informasi yang lengkap, mendalam, obyektif dan akurat. Pewawancara hendaknya dapat membawa suasana wawancara berjalan secara terbuka, akrab dan menyenangkan sehingga wawancara dapat berjalan lancar dan tujuan wawancara tercapai.
Di awal wawancara pewawancara hendaknya mampu membangun hubungan baik dengan individu dengan menjelaskan terlebih dahulu tujuan dari wawancara yang akan dilakukan, lama wawancara, dan menjelaskan adanya asas kerahasiaan terhadap seluruh informasi yang akan diberikan.
Selanjutnya pada bagian inti wawancara, pewawancara mengajukan pertanyan-pertanyaan yang telah disiapkan melalui pedoman wawancara yang telah disiapkan dengan hati-hati, teliti dan menggunakan kalimat yang sederhana dan jelas. Agar individu dapat menangkap dan memahami serta memberikan informasi sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.
Selama proses wawancara berlangsung, dapat dilakukan pencatatan terhadap hasil wawancara melalui alat rekam yang telah disiapkan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada individu bahwa alat rekam hanya digunakan untuk kepentingan wawancara dan kepentingan individu agar seluruh informasi yang telah diberikan dapat secara lengkap diketahui dan dipahami secara menyeluruh. Namun apabila individu menolak maka pencatatan dapat segera dilakukan setelah wawancara selesai.
Pada tahap penutupan, pewawancara mengakhiri proses wawancara dengan membuat kesimpulan dari wawancara yang dilakukan, dan apabila masih diperlukan wawancara berikutnya dapat membuat kesepakatan bersama dengan individu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara dalam bidang Bimbingan dan Konseling, adalah bahwa proses wawancara yang dilakukan selain bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang individu atau mahasiswa secara mendalam sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi, sekaligus dapat digunakan untuk membangun hubungan baik atau rapport dengan individu, meningkatkan intensitas hubungan, mendorong kemampuan untuk membuka diri, meningkatkan pemahaman, dan mengembangkan kemampuan dalam menerima, dan mengembangkan kepercayaan antara pewawancara dengan mahasiswanya. Sehingga diharapkan adanya keterbukaan pada diri mahasiswa terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi dan memudahkan pembimbing akademik untuk mengetahui dan memahami dengan benar permasalahan yang sedang dihadapi mahasiswa yang dibimbingnya.
4. PROSEDUR PELAKSANAAN WAWANCARA
Pelaksanaan wawancara hendaknya memperhatikan prosedur sebagai berikut:
a. Penyusunan Pedoman Wawancara
b. Pelaksanaan Wawancara
c. Analisis Hasil Wawancara
1. Penyusunan Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara perlu disusun agar proses wawancara dapat terarah dan data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Langkah penyusunan pedoman wawancara yaitu:
a. Menetapkan tujuan wawancara.
b. Menetapkan pertanyaan.
c. Membuat butir pertanyaan yang jelas agar mudah dipahami individu.
d. Pertanyaan harus fokus pada informasi yang diinginkan.
e. Pertanyaan jangan memiliki makna ganda.
f. Pertanyaan hendaknya tidak mengandung unsur SARA, dan sugestif.
g. Apabila bentuk wawancara terstruktur maka pertanyaan-pertanyaan harus disusun secara rinci, dan bila tidak terstruktur dapat dituliskan pokok-pokok pertanyaannya saja.
2. Pelaksanaan Wawancara
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum wawancara dilakukan:
a. Menetapkan individu yang akan diwawancarai
b. Menetapkan jadwal dan tempat wawancara
c. Menghubungi individu yang akan diwawancarai
d. Melaksanakan wawancara
e. Melakukan verbal setting sebelum wawancara dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang tujuan wawancara, informasi apa yang dibutuhkan, lama wawancara dilakukan dan jaminan akan adanya kerahasiaan .
f. Selama proses wawancara, pewawancara hendaknya mampu melakukan attending skill, mampu bertanya dengan baik, mampu mendengar aktif dan mampu mencatat hasil wawancara dengan lengkap.
g. Menutup wawancara dengan membuat kesimpulan hasil wawancara.
3. Analisis Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang diperoleh segera dianalisis dengan mengikuti beberapa tahap di bawah ini:
a. Mengidentifikasi dan mengelompok-kan jawaban individu berdasarkan pokok pikiran pada pedoman wawancara dan pencapaian tujuan wawancara.
b. Menganalisis dan mensintesakan hasil jawaban individu sesuai dengan tujuan wawancara
c. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil sintesis dari berbagai jawaban individu.
5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN WAWANCARA
1. Kelebihan Wawancara
a. Pertanyaan-pertanyaan yang belum dipahami dapat segera diperjelas oleh pewawancara hingga individu dapat memahami maksud pertanyaan tersebut dan memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan.
b. Melalui tatap muka langsung, dapat memberikan peluang untuk terbinanya hubungan baik diantara pewawancara dengan individu yang akan besar pengaruhnya bagi kelancaran wawancara.
2. Kekurangan Wawancara
a. Membutuhkan waktu dan tenaga untuk memperoleh data/informasi
b. Diperlukan keahlian dan pengalaman untuk dapat menjadi pewawancara, khususnya pewawancara di bidang Bimbingan dan Konseling.
c. Hasil wawancara dapat bersifat subyektif apabila telah terbentuk prasangka.
d. Hasil wawancara sangat tergantung dengan keterampilan pewawancara dalam menggali, mencatat dan menganalisa setiap jawaban individu.