Pengertian Wisata MICE Menurut Para Ahli
MICE adalah akronim dari meetings, incentives, conferences and exhibitions. Wisata MICE merupakan salah satu sektor dalam industri pariwisata yang berkembang sangat pesat (Dwyer dan Forsyth, 1997; Hing et al., 1998 dalam Seebaluck, Naidoo dan Ramseook-Munhurrun, 2013), dan wisata MICE juga telah berkembang pesat di Bali beberapa tahun terakhir ini. Yang menjadi dasar pemikiran di balik setiap wisata MICE adalah kegiatan yang diperuntukkan guna menyatukan para penyedia informasi dengan penerimanya (Whitfield dan Webber, 2010 dalam Whifield, Dioko, Webber dan Zhang, 2012). Kegiatan wisata MICE melibatkan berbagai sektor seperti sektor transportasi, perjalanan, rekreasi, akomodasi, makanan dan minuman, tempat penyelenggaraan acara, teknologi informasi, perdagangan dan keuangan sehingga wisata MICE dapat digambarkan sebagai industri multifaset. Di banyak daerah tujuan wisata, kegiatan MICE dikategorikan di bawah payung industri event (Dwyer dan Mistilis, 2000; Getz, 2008 dalam Seebaluck et al., 2013).
Setiap istilah dalam wisata MICE memiliki arti yang berbeda-beda walaupun kegiatan MICE itu sendiri merupakan kegiatan jangka pendek yang memiliki signifikansi ekonomi yang besar bagi pariwisata (Law, 1987; Pearson dan McKanna, 1988; Hiller, 1995; Wootton dan Stevens, 1995 dalam Hall, 2003). Istilah meeting dalam MICE dapat didefinisikan sebagai suatu acara terstruktur yang dapat menyatukan sekumpulan orang secara kolektif untuk mendiskusikan topik yang menjadi kepentingan bersama (Seebaluck et al., 2013). Menurut Mair (2009), meeting umumnya membahas masalah dengan substansi yang relatif kecil dengan jumlah delegasi yang kecil juga dan biasanya dapat diselenggarakan di lingkungan perusahaan, di hotel atau di ruangan pertemuan. Meeting juga dapat didefinisikan sebagai berikut:
It’s a gathering of 10 or more participants for a minimum of 4 hours in a hired venue. The term ‘meetings’ include conventions, conferences, congresses, trade shows and exhibitions, incentive events, corporate and business meetings, and other meetings and all exclude social activities (wedding receptions, holiday parties, etc.), permanently established formal educational activities (primary, secondary or university level education), purely recreational activities (such as concerts and shows of any kind), political campaign rallies, or gatherings of consumers or would-be customers by a company for the purpose of presenting specific goods or services for sale (consumer shows), which would rather fall under the scope of retail or wholesale trade.(UNWTO dalam Seebaluck et al., 2013, p.2).
Incentives travel dalam MICE adalah kegiatan perjalanan yang semua biaya perjalanannya ditanggung oleh organisasi sehingga dapat digunakan sebagai faktor yang memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja dalam memenuhi tujuan yang diinginkan organisasi, seperti target penjualan (Rogers, 2003; Campiranon dan Arcodia, 2008 dalam Seebaluck et al., 2013). Istilah incentive mengacu kepada jenis perjalanan di mana sebuah perusahaan membayar karyawannya untuk bepergian, untuk menghadiri konferensi atau pameran, untuk kesenangan, sebagai penghargaan atas kinerja yang berhubungan dengan pekerjaan (Mair, 2009). Dengan demikian incentives travel merupakan alat motivasi yang digunakan oleh perusahaan untuk mendorong dan meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan penghargaan untuk tiap peningkatan produktivitas atau tiap pencapaian tujuan perusahaan (Hall, 2003). Menurut SITE, (2013 dalam Seebaluck et al., 2013) incentive travel adalah alat manajemen yang menggunakan pengalaman perjalanan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada peserta untuk tiap peningkatan kinerja guna mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Conferences merupakan elemen ketiga dari wisata MICE yang dapat diartikan sebagai suatu pertemuan partisipatif yang dirancang terutama untuk tujuan diskusi, mencari dan berbagi informasi, memecahkan masalah dan konsultasi. Conferences biasanya memiliki keterbatasan waktu dan memiliki tujuan khusus (Seebaluck et al., 2013). Conference mirip dengan meeting di mana suatu acara conference melibatkan 10 orang atau lebih selama minimal empat jam dalam satu hari atau lebih dan kegiatan conference diadakan di luar perusahaan itu sendiri (CIC, 2011 dalam Seebaluck et al., 2013).Namun, Mair (2009) menyatakan bahwa conferences pada umumnya dapat dipahami sebagai suatu pertemuan besar yang dihadiri oleh sekelompok individu yang memiliki pemikiran yang sama yang datang bersama-sama dengan tujuan profesional atau pribadi, untuk keperluan membangun jaringan dan untuk tujuan pendidikan.Terdapat dua tujuan utama yang menjadi alasan bagi seseorang untuk menghadiri conference (konferensi) terutama jika konferensi tersebut diadakan di luar negeri. Yang pertama adalah menghadiri konferensi itu sendiri dan yang kedua adalah memanfaatkan semaksimal mungkin destinasi atau tempat di mana konferensi tersebut dilaksanakan.
Istilah exhibitions digunakan untuk menggambarkan event yang dirancang untuk mempertemukan pemasok produk, peralatan industri dan jasa di suatu tempat di mana para peserta dapat mendemonstrasikan dan mempromosikan produk dan jasa yang mereka tawarkan (Montgomery dan Strick, 1995 dalam Hall, 2003). Exhibitions dapat berkaitan dengan perdagangan dari industri tertentu saja di mana seluruh pengunjung bekerja dalam industri terkait yang sedang dipamerkan, atau exhibitions bisa terbuka untuk umum sehingga setiap orang dapat menghadiri exhibitions tersebut (Mair, 2009). Exhibitions juga dikenal sebagai exposition karena exposition memiliki tujuan untuk mempertemukan pemasok yang berbeda di dalam suatu lingkungan di mana para suplier tersebut dapat mempromosikan produk atau jasa mereka kepada peserta exhibitions (Seebaluck et al., 2013). Fokus utama dari kegiatan ini adalah menciptakan hubungan antar bisnis – business to business relationship - baik untuk mempromosikan produk baru maupun untuk mendapatkan klien baru (Fenich, 2005; Jurisevic, 2002 dalam Seebaluck et al., 2013).
Sarana dan Prasarana Wisata MICE
Sarana dan prasarana wisata MICE sangat penting bagi pengelola dan juga peserta MICE karena dapat mempengaruhi keinginan untuk menghadiri atau menyelenggarakan suatu event. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi MICE maka beberapa pertanyaan penelitian dapat digunakan, seperti: faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilihan lokasi, seberapa penting faktor-faktor tersebut dalam pemilihan lokasi, apakah terdapat pengaruh dari peserta dalam penentuan lokasi, bagaimana suatu destinasi dapat meningkatkan daya saing mereka dengan berusaha memenuhi setiap faktor dalam pemilihan lokasi, bagaimana pengaruh waktu dalam pemilihan lokasi (Crouch dan Ritchie, 1998 dalam Crouch dan Louviere, 2004). Berdasarkan penelaahan dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Crouch dan Ritchie (1998)dalam Crouch dan Louviere(2004) terdapat beberapa kategori dari faktor-faktor pemilihan lokasi MICE yang penting dalam menentukan kesiapan sarana dan prasarana yang dapat mendukung pelaksanaan MICE di suatu destinasi. Faktor-faktor tersebut diuraikanpada tabel di bawah ini.
Tabel Faktor-faktor Penting Dalam Pemilihan Lokasi MICE
Kategori
|
Dimensi
|
1. Aksesibilitas
|
- Biaya
:
biaya transportasi yang diperlukan
- Waktu
:waktu
tempuh atau jarak perjalanan ke lokasi serta biaya
-
Peluang :opportunity
cost dari waktu yang diperlukan
- Frekuensi
: frekuensi
koneksi menuju ke lokasi
- Kenyamanan
:
kenyamanan penjadwalan koneksi atau transportasi menuju ke destinasi
- Hambatan
:
faktor yang menjadi hambatan dalam melakukan perjalanan seperti visa dan bea
cukai
|
2. Dukungan lokal
|
- Dukungan
lokal :
tingkat dukungan yang ditawarkan oleh asosiasi lokal
- Convention
center :
tingkat perencanaan, dukungan logistik dan dukungan promosi yang ditawarkan
- Subsidi
:
tingkat subsidi yang ditawarkan oleh suatu destinasi untuk membiayai
penyelenggaraan event melalui pemberian potongan harga dan subsidi
|
3. Peluang kegiatan tambahan
|
- Pusat
hiburan :
ketersediaan restaurant, bars, teater, pusat hiburan malam, dll.
- Pusat
perbelanjaan : mal,
department store besar, harga yang rendah, dll.
- Wisata
:
arsitektur lokal, museum, monumen, objek wisata, taman, peninggalan
bersejarah, tour lokal, dll.
- Pusat
rekreasi :
pusat olahraga dan kegiatan baik sebagai penonton maupun sebagai peserta
- Peluang
profesional :mengunjungi
klien lokal, negosiasi, transaksi bisnis, membuat kesepakatan kontrak, dll.
|
4. Fasilitas
akomodasi
|
- Ketersediaan
:
apakah fasilitas akomodasi tersedia guna menunjang pelaksanaan MICE
- Kapasitas
:
jumlah kamar yang tersedia
- Biaya
:
biaya akomodasi yang sesuai
- Layanan
:
persepsi terhadap standar layanan
- Keamanan
:
sejauh mana keamanannya
|
5. Fasilitas rapat
|
- Kapasitas
:
kemampuan suatu lokasi dalam menyediakan fasilitas dengan ukuran yang sesuai
kebutuhan
- Layout
: kesesuaian
tata letak fasilitas dan denah lantai
- Biaya
rapat :
biaya ruang pertemuan yang diperlukan
- Fasilitas
ambience: kemampuan
suatu lokasi dalam menciptakan suasana dan lingkungan yang sesuai
- Layanan
: persepsi
terhadap standar layanan
- Keamanan
:
sejauh mana suatu lokasi dapat menyediakan ruang pertemuan yang aman
- Ketersediaan
:
apakah fasilitas rapat tersebut tersedia saat dibutuhkan
|
6. Informasi
|
- Pengalaman
:
apakah lokasi MICE tersebut telah mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan di
masa lalu
- Reputasi
:
bagaimana reputasi daerah tujuan tersebut diantara perencana pertemuan
lainnya
- Pemasaran
:
efektivitas kegiatan pemasaran destinasi
|
7. Keadaan lokasi
|
- Iklim
:
keadaan iklim di daerah tujuan
- Setting
:
daya tarik lingkungan destinasi
- Infrastruktur
:
kesesuaian dan standar infrastruktur lokal
- Keramahtamahan
:
sejauh mana daerah tuan rumah dan masyarakat lokal unggul dalam menjamu atau
menyambut pengunjung
|
8. Kriteria lainnya
|
- Risiko
:
kemungkinan terjadinya aksi unjuk rasa, bencana alam, boikot dan berbagai
keadaan merugikan lainnya yang dapat mengganggu kelancaran suatu kegiatan
- Profitabilitas
:
tingkat di mana suatu lokasi dapat menghasilkan keuntungan maupun kerugian
dalam penyelenggaraan MICE
- Promosi
asosiasi:
apakah lokasi yang telah ditentukan dapat meningkatkan kredibilitas
penyelenggara dan meningkatkan keanggotaan
- Novelty
:
sejauh mana suatu lokasi merepresentasikan lokasi yang baru untuk
penyelenggaraan MICE berikutnya
|
(Sumber: Crouch dan Ritchie, 1998 dalam Crouch dan Louviere, 2004)
Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang wisata MICE merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan mengenai lokasi diadakannya wisata MICE. Bahkan faktor keamanan di lokasi rapat dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peringkat suatu destinasi potensial untuk diselenggarakannya wisata MICE. Sebagai contoh destinasi seperti di Seoul, Korea Selatan mungkin dianggap negatif karena terjadi ketegangan antara Korea Selatan dan Korea Utara (Huo, 2013).
Trend Global Wisata MICE
Kegiatan MICE (meetings, incentives, conventions and exhibitions) merupakan salah satu pendorong utama pengembangan destinasi pariwisata dan juga merupakan penghasil pendapatan yang penting bagi masyarakat lokal, menciptakan lapangan pekerjaan dan pendorong berkembangnya investasi asing. Selain manfaat ekonomi, perkembangan kegiatan MICE memberikan peluang untuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing), pengembangan jaringan (networking), dan pengembangan kapasitas (capacity building), sehingga kegiatan MICE dianggap sebagai pendorong penting bagi pengembangan intelektual dan meningkatkan kerjasama regional (UNWTO, 2012).
Trend global wisata MICE dapat dilihat dari laporan yang telah dikeluarkan oleh GBTA Foundation sebagai badan penelitian dari Global Business Travel Association yang telah menganalisa keadaan terkini mengenai pengeluaranselama melakukan perjalanan bisnis global dan proyeksi pertumbuhan selama lima tahun ke depan. Berdasarkan penelitian mengenai Global Business Spending Outlook 2011-2015, diketahui bahwa pengeluaranuntuk perjalanan bisnis di seluruh dunia meningkat sebesar 8,4% pada tahun 2010 setelah mengalami penurunan sebesar 7,8% pada tahun 2009. Pengeluaran perjalanan global diproyeksi meningkat sebesar 9,2% pada tahun 2011 menjadi lebih dari US$ 1 triliun (UNWTO, 2012). Berdasarkan GBTA (2013), pengeluaran perjalanan global diperkirakan akan meningkat sepanjang 2013 mencapai sekitar US$ 1,12 triliun yaitu meningkat sekitar 5,4% dibandingkan tahun 2012. Pengeluaran untuk perjalanan global pada tahun 2014 hingga tahun 2017 diprediksi akan mengalami peningkatan tiap tahunnya masing-masing sekitar 8,2%, 7,4%, 7,2% dan 7,1% (GBTA, 2013). Peningkatan pengeluaran untuk perjalanan bisnis global telah meningkatkan penciptaan lapangan kerja secara global sebesar 20% (UNWTO, 2012).
Peningkatan pengeluaran perjalanan bisnis global dapat direfleksikan pada peningkatan jumlah total peserta meeting yaitu sekitar 5,52 juta orang pada tahun 2011, dimana pada tahun 2010 hanya sekitar 5,37 juta orang. Trend peningkatan wisata MICE juga dapat dilihat dari jumlah acara pertemuan yang dilaksanakan per regional di mana pengalokasian pelaksanaan meeting secara regional cukup stabil dengan benua Eropa sebagai kawasan pertemuan tertinggi per benua yaitu sebesar 55% dari seluruh pertemuan pada tahun 2011 diadakan di kawasan benua Eropa (ICCA, 2012). Kawasan Amerika Utara dan Eropa telah berhasil meningkatkan popularitasnya sebagai penyelenggara meeting sehingga mengakhiri trend penurunan pangsa pasar kedua kawasan tersebut sejak tahun 2003. Meskipun telah terjadi pasang surut di kawasan Asia dan Timur Tengah, akan tetapi kedua kawasan ini telah dapat meningkatkan popularitasnya pada satu dekade terakhir sebagai tempat diselenggarakannya event pertemuan. Sedangkan kawasan Afrika dan Oseania telah lebih stabil selama beberapa tahun belakangan (ICCA, 2012).
Trend peningkatan wisata MICE juga dapat dilihat dari data ICCA mengenai jumlah meeting yang diadakan di seluruh dunia seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini.
Tabel Jumlah Meeting di Dunia Tahun 2002 - 2011
Tahun
|
Jumlah
Event (Meeting)
|
2002
|
6.155
|
2003
|
6.405
|
2004
|
7.642
|
2005
|
8.121
|
2006
|
8.745
|
2007
|
9.536
|
2008
|
10.149
|
2009
|
10.346
|
2010
|
10.406
|
2011
|
10.070
|
(Sumber: ICCA, 2012)
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah meeting yang cukup signifikan dari tahun 2002 dengan 6.155 events menjadi 10.070 events pada tahun 2011 (ICCA, 2012).
Secara global wisata MICE akan terus berkembang, hal ini dapat dilihat dari trend pertumbuhan tempat atau venue penyelenggaraan wisata MICE secara terus menerus. Berdasarkan laporan mengenai World Map of Exhibition Venue, telah terjadi peningkatan jumlah ruang pameran – exhibition hall sejak tahun 2006 dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya mencapai sebesar 2.3% (UFI, 2011). Telah terjadi peningkatan jumlah ruang pameran di seluruh dunia dari 1.062 ruang pameran pada tahun 2006 menjadi sekitar 1.197 ruang pameran yang dilengkapi dengan ruang pameran indoor dengan luas ruangan sekitar 5.000 m2 pada tahun 2011. Hal ini berarti bahwa terdapat kurang lebih 32,6 juta m2 ruang pameran indoor yang terutama terletak di kawasan Eropa, Amerika Utara dan Asia (UFI, 2011). Dari data ini maka dapat dilihat bahawa dewasa ini trend global wisata MICE sedang mengalami peningkatan, sehingga membuka peluang bagi destinasi untuk dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya wisata MICE.
Perkembangan Wisata MICEdi Indonesia
Dewasa ini Indonesia telah mulai diperhitungkan oleh pasar wisata MICE sebagai salah satu tempat diselenggarakannya event MICE. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kegiatan besar bertaraf internasional yang mulai diselenggarakan di Indonesia sebagai bentuk kepercayaan masyarakat dunia terhadap Indonesia. Wisata MICE di Indonesia semakin berkembang karena keadaan pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan yang kian membaik. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya ketertarikan investor asing maupun lokal untuk berinvestasi dalam menyelenggarakan event maupun hanya sekedar berpartisipasi sebagai peserta dalam suatu event MICE (DitjenPen, 2011).
Industri MICE merupakan salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu negara di mana pada tiap penyelenggaraan sebuah event baik yang bertaraf nasional maupun bertaraf internasional memerlukan dukungan perangkat keras berupa infrastruktur fisik, dan perangkat lunak yang meliputi dukungan sumber daya manusia yang ahli yang memiliki mentalitas pelayanan kelas utama. Agar Indonesia dapat lebih diperhitungkan oleh pasar wisata MICE maka dukungan infrastruktur seperti akses udara, jalan atau rel kereta api, convention center serata sarana akomodasi yang berkualitas sangatlah penting. Selain dukungan infrastruktur yang memadai faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan karena dapat meningkatkan nilai tambah suatu destinasi adalah keatraktifan destinasi itu sendiri, adanya jaringan pemasaran yang baik serta terdapat professional conference organizer (PCO) nasional/lokal yang ahli dan berkualitas (DitjenPen, 2011).
Pemerintah Indonesia juga merumuskan kebijakan untuk mendukung perkembangan wisata MICE di Indonesia. Dalam kebijakan tersebut pemerintah telah menetapkan 10 kota utama dan 3 kota yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan MICE di Indonesia. Sepuluh kota utama tujuan wisata MICE di Indonesia,yaitu: Medan, Padang/Bukit Tinggi, Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Makasar dan Manado. Sedangkan 3 daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata MICE adalah Palembang, Lombok dan Balikpapan. Selain kota-kota yang telah disebutkan tersebut, tidak menutup kemungkinan bagi kota-kota lain di Indonesia untuk dapat menjadi daerah tujuan wisata MICE di mana Pemerintah Daerah memiliki peran yang sangat penting dalam upaya untuk mengembangkan wisata MICE di daerah masing-masing. Perkembangan wisata MICE di Indonesia juga didukung oleh perkembangan agresif industri perhotelan yang memungkinkan adanya hotel disetiap ibukota provinsi sehingga kegiatan MICE berskala nasional bahkan internasional dapat diselenggarakan di ibukota-ibukota provinsi (DitjenPen, 2011).
Trend perkembangan wisata MICE di Indonesia kedepannya akan semakin membaik mengingat trend meeting internasional yang cenderung terus meningkat,dimana kegiatan meeting masih didominasi oleh bidang medis (ICCA, 2012). Peningkatan trend MICE di Indonesia juga dipengaruhi oleh kegiatan MICE nasional yang telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Keadaan ini dikarenakan tidak hanya pelaku bisnis, asosiasi dan dunia pendidikan yang meramaikan kegiatan MICE nasional akan tetapi juga pemerintah serta partai politik (DitjenPen, 2011). Berdasarkan data ICCA Statistics Report bahwa terlihat ada peningkatan trend MICE yang terjadi diberbagai negara dari tahun 2001 sampai dengan 2010 (lihat Tabel 1.3).
Tabel Jumlah Meeting per Negara di Dunia Tahun 2001 - 2010
(Sumber: DitjenPen, 2011)
Dalam kurun waktu 2001 – 2010 tersebut Indonesia telah mengalami pertumbuhan jumlah pertemuan (meeting) sebesar 10,57%, yaitu dari 24 meeting pada tahun 2001 menjadi 64 meeting pada tahun 2010. Dari tabel tersebut juga terlihat bawah trend pertumbuhan meeting di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan jika dibandingkan dengan negara-negara yang sudah berkembang seperti Amerika Serikat (DitjenPen, 2011).
Untuk mendukung perkembangan wisata MICE Indonesia, berbagai langkah strategis telah dilakukan, antara lain: melakukan pendekatan Co-Marketing dengan para pelaku industri, dan pendekatan komunitas yaitu dengan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh kominitas tersebut serta memanfaatkan public figures sebagai ambasador untuk mempromosikan MICE dan pariwisata Indonesia (DitjenPen, 2011). Pada Rencana Pemasaran Pariwisata (Tourism Marketing Plan) 2011 yang diluncurkan oleh Menteri Pariwisata pada akhir tahun 2010, wisata MICE diharapkan dapat menyumbang setengah dari penerimaan pariwisata yang diharapkan tahun 2011 yaitu sekitar 8,3 miliar dolar. Setengah dari penerimaan pariwisata ini dapat dicapai karena berdasarkan informasi di Jakarta Post, bahwa sekitar 600 event MICE diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2011 yang menunjukkan perkembangan dan kontribusi penting wisata MICE terhadap pendapatan pariwisata di Indonesia (Business Monitor International, 2012).
Akan tetapi trend pertumbuhan wisata MICE di Indonesia bukanlah tanpa halangan karena terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat laju pertumbuhan Industri MICE di Indonesia, seperti: (DitjenPen, 2011)
- Masih rendahnya kesadaran suatu destinasi wisata akan pentingnya kegiatan MICE dan kurangnya promosi MICE.
- Belum adanya database MICE yang dirangkum secara online dan komprehensif.
- Aksesibilitas seperti penerbangan langsung yang masih terbatas ke daerah yang menjadi tujuan kegiatan MICE serta kurangnya kemudahan dan insentif bagi penyelenggara kegiatan MICE seperti mengkategorikan barang pameran dan souvernir bagi para peserta insentif tour ke dalam kategori impor sehingga mengurangi keinginan untuk berkunjung ke Indonesia.
Kendala-kendala di atas perlu segera ditangani dengan baik guna memastikan keberlanjutan pertumbuhan wisata MICE di Indonesia.
Dari segi kota penyelenggaraan event MICE, Indonesia memiliki tiga kota utama yang meliputi Bali, Jakarta dan Bandung. Akan tetapi berdasarkan tabel data yang dikeluarkan oleh ICCA (dalam DitjenPen, 2011), kota-kota di Indonesia masih tertinggal dari kota-kota lain yang berada di dalam satu kawasan Asia Tenggara yaitu kota Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok yang berada pada posisi 5, 23 dan 39 secara berurutan, sedangkan tiga destinasi MICE utama di Indonesia seperti Bali, Jakarta dan Bandung hanya berada pada posisi 67, 113 dan 311.
Tabel Jumlah Meeting per Kota-kota di Dunia Tahun 2001 - 2010
(Sumber: DitjenPen, 2011)
Walaupun ketiga kota utama di Indonesia masih terpaut jauh dari beberapa kota lain di kawasan Asia Tenggara, akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bagi ketiga kota tersebut dan kota-kota lainnya di Indonesia untuk mengembangkan wisata MICE karena Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri MICE.
Wisata MICEdi Bali
Bali telah menjadi salah satu daerah tujuan utama wisata MICE di Indonesia karena Bali memiliki keunikan tersendiri seperti kombinasi antara budaya, keindahan alam, keadaan cuaca yang mendukung, terdapatnya fasilitas pendukung kegiatan MICE yang sangat baik serta keramahtamahan masyarakat Bali. Hal ini terbukti dengan dipercayainya Indonesia khususnya Bali sebagai tuan rumah diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific Economic Cooperation (KTT APEC) dan pemilihan Miss World Peagent yang diselenggarakan pada tahun 2013.Selama periode tahun 2006 sampai 2010 terdapat ratusan event MICE di Bali yang tercatat oleh SIPCO Bali seperti diperlihatkan pada Tabel 1.5. berikut.
Tabel Jumlah event MICE di Bali Tahun 2006 - 2010
Tahun
|
Jenis Konvensi
|
JumlahPeserta
|
Uraian Kegiatan
|
Nasional
|
Internasional
|
Meeting
|
Incentive
|
Conference
|
Exhibition
|
2006
|
41
|
73
|
15.755
|
60
|
30
|
20
|
4
|
2007
|
60
|
148
|
36.046
|
104
|
63
|
31
|
10
|
2006
|
42
|
124
|
26.142
|
69
|
56
|
35
|
6
|
2009
|
48
|
176
|
21.500
|
125
|
47
|
31
|
21
|
2010
|
52
|
144
|
19.000
|
106
|
38
|
38
|
14
|
Sumber: SIPCO Bali (2013)
Realitas jumlah event MICE di Bali pasti lebih banyak dari jumlah yang tercatat oleh SIPCO Bali, karena ada kemungkinan beberapa event yang tidak masuk dalam kalender event SIPCO Bali atau dilaksanakan oleh PCO yang tidak tergabung dalam SIPCO Bali.
Pariwisata merupakan industri utama yang ada di Bali, oleh karena itu di Bali terdapat banyak sarana akomodasi mulai dari jaringan hotel mewah internasional hingga hotel butik (boutique hotel) kecil. Di mana banyak hotel besar biasanya menyediakan fasilitas konferensi yang sangat baik, beberapa restoran dan fasilitas rekreasi seperti kolam renang, spa, gym, sarana olahraga air hingga lapangan tenis. Sarana akomodasi dan lokasi kegiatan MICE tersebar dibeberapa kawasan pariwisata di Bali. Kawasan Pariwisata tersebut meliputi Kawasan Pariwisata Nusa Dua (termasuk Tanjung Benoa, Nusa Dua dan Jimbaran), Kawasan Pariwisata Sanur, Kawasan Pariwisata Kuta (termasuk Kuta, Legian dan Seminyak) dan Kawasan Pariwisata Ubud.
Masing-masing kawasan pariwisata tersebut memiliki keunikan yang berbeda-beda. Sebagai contoh Kawasan BTDC Nusa Dua merupakan kawasan terintegrasi yang memiliki fasilitas penunjang kegiatan MICE yang sangat baik yang berada di Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Di kawasan BTDC Nusa Dua tersebut terdapat sekitar 4.500 kamar hotel serta dua convention center terbesar di Bali, yaitu Bali International Convention Center (BICC) dan Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC). BICC memiliki convention hall dengan kapasitas sekitar 2.500 orang, dan satu hall lainnya dengan kapasitas 1.800 orang, serta 14 meeting rooms yang kapasitasnya bervariasi dari 20 orang sampai 580 orang. BICC juga memiliki auditorium dengan luas 588 m2, dan fasilitas untuk exhibition yaitu: exhibition hall seluas 1.363 m2 dan exhibition gallery seluas 1.305 m2. Sedangkan BNDCC memiliki convention hall dengan kapasitas 4.400 orang, dan satu hall lainnya dengan kapasitas 1.750 orang, serta 17 meeting rooms yang kapasitasnya bervariasi dari 50 orang sampai 250 orang. Kawasan BTDC Nusa Dua ini didukung oleh sarana/prasana lainnya seperti restoran bertaraf internasional, fasilitas perbelanjaan, lapangan golf dan outdoor venues yang semuanya berada di dalam lokasi yang sama sehingga hanya sedikit destinasi yang dapat menandingi berbagai fasilitas pendukung MICE di kawasan tersebut.
Selain di Kawasan BTDC Nusa Dua, berbagai fasilitas MICE dengan kapasitas yang lebih kecil tersedia dan keberadaannya tersebar di berbagai hotel di seluruh Bali. Rincian fasilitas MICE yang ada di hotel-hotel di Bali diperlihatkan pada Lampiran.
Metode Kajian Wisatawan MICEdi Bali
Kajian wisatawan mancanegara (wisman) yang melakukan kegiatan MICE di Bali ini didasarkan atas hasil passanger exit survey (PES) wisatawan mancanegara yang dilaksanakan pada tahun 2012 di pintu keberangkatan internasional Bandara Ngurah Rai. Survei ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu bulan Agustus dan Oktober 2012 dengan total jumlah responden wisman sebanyak 1.000 orang. Dengan mempertimbangkan negara-negara yang menjadi pasar utama pariwisata Bali, survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan empat bahasa internasional, yaitu: bahasa Inggris, Jepang, Mandarin dan Perancis dengan harapan dapat memudahkan
pelaksanaan survei. Hasil survei tersebut kemudian dianalisis dan hal-hal yang terkait dengan wisata MICE diuraikan dalam bab-bab berikutnya.