Pengertian Signaling Theory
Signaling berakar dalam gagasan informasi asimetris , yang mengatakan bahwa dalam beberapa transaksi ekonomi, ketidaksetaraan dalam akses ke informasi pasar normal untuk pertukaran barang dan jasa. Dalam artikelnya, seminalis Michael Spence, 1973, mengusulkan agar kedua pihak bisa mendapatkan sekitar masalah informasi asimetris dengan memiliki salah satu pihak mengirimkan sinyal yang akan mengungkapkan beberapa bagian informasi yang relevan kepada pihak lain.
Prinsip signaling ini mengajarkan bahwa setiap tindakan mengandung informasi. Hal ini disebabkan karena adanya asymetric information. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor di pasar modal. Tingkat asymetric information ini bervariasi dari sangat tinggi ke sangat rendah (Suluh Pramastuti, 2007). Oleh sebab itu, faktor keadaan dan posisi perusahaan harus dimasukkan ke dalam tahapan berupa siklus hidup perusahaan, sehingga dengan lebih memahami posisi tahap siklus hidup perusahaan, pengguna laporan keuangan dapat menentukan informasi akuntansi yang selayaknya dipakai.
Net Income
Net income atau laba yang diterjemahkan IAI dengan istilah penghasilan diartikan sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal (IAI,2007).
Net income atau laba merupakan bagian dari laporan keuangan yang dijadikan alat ukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode tertentu. Laba menyediakan informasi yang diperlukan oleh para investor dan kreditor untuk membantu mereka memprediksikan jumlah, penetapan waktu, dan ketidakpastian dari arus kas masa depan (Kieso,Weygant dan Warfield,2008). Selain itu informasi tentang laba juga digunakan untuk efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian, pengukur prestasi manajemen, dasar penentuan besarnya penentuan pengenaan pajak, dasar kompensasi dan pembagian bonus, alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan, dasar untuk kenaikan kemakmuran dan juga sebagai dasar deviden ( Imam Ghozali, 2007).
Menurut Belkoui (1993), keunggulan laba akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Laba akuntansi teruji dalam sejarah dimana pemakai laporan keuangan masih mempercayai bahwa laba akuntansi masih bermanfaat untuk mengambil keputusan ekonomi.
- Laba akuntansi diukur dan dilaporkan secara objektif dapat diuji kebenarannya karena didasarkan pada transaksi atau fakta aktual yang didukung oleh bukti obyektif.
- Atas dasar prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan, laba akuntansi memenuhi kriteria konservatisme. Artinya, akuntansi tidak mengakui perubahan nilai tetapi hanya mengakui untung yang direalisasi (current value).
- Laba akuntansi dipandang bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama pertanggungjawaban manajemen. Bukti obyektif yang melandasi cost histories merupakan sarana untuk mendukung pertanggungjawaban tersebut.
Belkoui (2006) menyebutkan bahwa laba akuntansi memiliki lima karakteristik sebagai berikut:
- Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan barang/jasa.
- Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja perusahaan selama satu periode tertentu.
- Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan.
- Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expense) dalam bentuk cost histories.
- Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.
Arus Kas ( cash flow)
Menurut PSAK No.2, arus kas adalah arus kas masuk dan arus kas keluar atau setara kas. Kegunaan informasi arus kas dalam kaitannya dengan laporan keuangan yang lain, laporan arus kas dapat memberi informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang.
Menurut Belkaoui (2006) pengertian dari laporan arus kas itu sendiri adalah: “ Laporan arus kas memberikan gambaran kas masuk dan kas keluar sebagai hasil dari aktivitas investing, financing dan operating serta memberikan gambaran tentang tentang net cash flow from operating activities , cash flow from investing activities dan cash flow from financing.”
Laporan arus kas mengklasifikasikan penerimaan kas dan pembayaran kas berdasarkan aktivitasnya, yaitu sebagai berikut:
- Operating cash flow (CFO), adalah arus kas yang berkaitan dengan laba yang dilaporkan dalam Laporan Laba/Rugi dan juga dari kegiatan operasional lainnya.
- Investing Cash Flow (CFI), adalah arus kas yang berhubungan dengan perolehan fasilitas investasi dan non kas lainnya yang digunakan oleh perusahaan.
- Financing Cash Flow (CFF), adalah arus kas yang berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan dana dari perusahaan dan pembayaran kembali kepada pemilik dan kreditur atas dana yang diberikan sebelumnya.
Value Relevance
Para pengguna laporan keuangan khususnya investor dan kreditor, berkepentingan untuk mengetahui informasi yang lebih bermanfaat dan lebih baik dalam membantu meramalkan prospek perusahaan pada masa datang dan mengevaluasi kinerja pada saat tertentu ( memiliki value relevance yang baik)
Penelitian mengenai relevansi nilai dirancang untuk menetapkan manfaat nilai-nilai akuntansi terhadap penilaian ekuitas perusahaan. Relevansi nilai merupakan pelaporan angka- angka akuntansi yang memiliki suatu model prediksi berkaitan dengan nilai - nilai pasar sekuritas. (Luciana Spica Almilia dan Dwi Sulistyowati, 2007).
Kriteria untuk mengakui transaksi atau peristiwa tertentu dalam laporan keuangan antara lain ( Imam Ghozali,2007):
1. Definisi
Suatu pos akan masuk dalam struktur akuntansi apabila memenuhi definisi memenuhi definisi elemen laporan keuangan.
2. Keterukuran
Suatu pos harus memiliki makna tertentu yang relevan dan dapat diukur jumlahnya dengan reabilitas yang tinggi.
3. Relevansi (Relevance)
Informasi yang terdapat (terkandung) dalam pos tersebut memiliki kemampuan untuk membuat suatu perbedaan dalam keputusan yang diambil pemakai laporan keuangan.
4. Reliabilitas (Reliability)
Informasi yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaaan yang digambarkan atau direpresentasikan, dapat diuji kebenarannya (Verifiable) dan netral.
Dari keterangan diatas, informasi dikatakan relevan apabila informasi tersebut memiliki manfaat, sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan oleh pemakai laporan keuangan. Atau dengan kata lain, relevan merupakan kemampuan dari suatu informasi untuk mempengaruhi keputusan manajer atau pemakai laporan keuangan lainnya sehingga keberadaan informasi tersebut mampu mengubah atau mendukung harapan mereka tentang hasil-hasil atau konsekuensi dari tindakan yang diambil. ( Imam Ghozali,2007 )
Menurut Belkoui (2006), relevansi mengacu pada kemampuan informasi untuk mempengaruhi keputusan manajer dengan mengubah atau mengonfirmasikan ekspektasi mereka atas hasil atau konsekuensi dari tindakan atau peristiwa. Informasi yang relevan akan membantu investor, kreditor dan para pengguna yang lain untuk mengevaluasi peristiwa-peristiwa di masa lalu, masa kini, dan masa depan (nilai prediktif) untuk mengonfirmasi atau memperbaiki ekspektasi sebelumnya dan sekaligus pada saat yang sama harus disampaikan pada waktu yang tepat. Agar relevan, informasi harus tersedia untuk para pengambil keputusan sebelum ia kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan.
Value-relevance juga mengandung pengertian mengenai isi yang terkandung di dalamnya ( information content ), yaitu yang memiliki daya muat informasi yang dapat lebih menjelaskan suatu kondisi perusahaan sebenarnya (Atmini,2002).
Siklus Hidup Organisasi / Perusahaan
Kreitner dan Kinicki (1998) dalam Juniarti dan Limanjaya (2005) mengungkapkan tentang teori siklus hidup perusahaan sebagai berikut: “ Seperti manusia yang merancang suatu organisasi, organisasi itu sendiri memiliki siklus hidupnya. Suatu perusahaan yang lahir, jika bisa bertahan dari segala ancaman dan tantangan di tahap awal ini maka akan mengalami pertumbuhan, kemudian masuk ke dalam tahap dewasa dan jika tidak bisa bertahan lagi perusahaan itu akan mati.”
Beberapa organisasi lenyap setelah mencapai kesuksesan yang gemilang, organisasi lainnya mungkin mengalami kebangkrutan yang prematur yaitu tidak lama setelah organisasi dibentuk, tetapi teori organisasi juga menyatakan bahwa organisasi dapat hidup kekal (immortal) seperti sebagian besar universitas dan gereja (Juniarti dan Limanjaya, 2005). Oleh sebab itu, hidup organisasi sulit untuk diprediksi namun kesulitan ini dapat teratasi dengan membentuk suatu tahap perkembangan organisasi, yang dikenal dengan sebutan life cycle ( siklus hidup).
Gup dan Aggrawal (1996) dalam Tatang Ary Gumanti dan Novi Puspitasari, menyatakan bahwa setiap perusahaan pasti mengalami siklus kehidupan dimana siklus ini identik dengan siklus hidup perusahaan dan dijelaskan bahwa tahap siklus hidup perusahaan terdiri dari tahap pendirian (establishment or start-up), tahap ekspansi (expansion), tahap kedewasaan (maturity) dan penurunan (declining). Black (1998) menyebut tahap expansion sebagai tahap growth dan tahap pioneering sebagai tahap start-up.
Untuk menilai pada tingkat dan tahap apakah kondisi perusahaan, setiap tahapan siklus hidup memiliki karakter tersendiri. Dalam tahap start-up, dimana volume pendapatan rendah, menderita kerugian akibat adanya start-up costs dan tingkat likuiditasnya rendah. Sebagian besar dana adalah dana pinjaman dan tidak membagikan deviden. Pada tahap growth, perusahaan mengalami peningkatan pendapatan, keuntungan, likuiditas dan peningkatan rasio ekuitas terhadap utang, serta mulai membayar deviden. Pada tahap maturity, perusahaan mengalami puncak tingkat pendapatan namun mengalami penurunan laba akibat kompetisi, tetapi tingkat likuiditas tinggi. Untuk tahap decline, pendapatan akan mengalami penurunan yang paling drastis pada tahap ini (Pashley dan Philippatos, 1990,dalam Bagus Sutarno).
Kaitan Siklus Hidup Perusahaan dengan Informasi Laba dan Arus Kas
Investor dan kreditor dapat memanfaatkan suatu pola dari siklus hidup organisasi atau perusahaan dalam hal melakukan penilaian terhadap nilai perusahaan. Myers (1997) seperti yang dikutip Black (1998) menyatakan bahwa kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari nilai perusahaan tersebut ( value of firm) dimana konsep nilai perusahaan ( value of firm ) menjelaskan bahwa masing-masing tahap siklus hidup perusahaan berhubungan dengan besarnya laba dan arus kas yang dihasilkan perusahaan. Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Nilai perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu assets in place dan kesempatan tumbuh (growth opportunities), dengan proporsi yang berbeda tergantung pada tahap siklus hidup perusahaan. Menurut Burgstahler dan Dicher (1997), nilai perusahaan berkaitan dengan model yang secara umum menyatakan bahwa nilai pasar ekuitas ( market value equity ) suatu perusahaan pada satu tahun tertentu merupakan fungsi linear dari recognize net assets, yang merupakan nilai buku ekuitas (book value of equity ) dan unrecognize net assets perusahaan pada tahun tersebut. Dalam suatu perusahaan, assets in place adalah recognize net assets dan kesempatan tumbuh ( growth opportunity) adalah unrecognized net assets. Selanjutnya net income (NI) merupakan proxy untuk unrecognized net assets (Barth dan Landsman,1996). Selain net income (NI) wakil potensial unrecognized net assets lainnya yaitu cash flow yang terdiri dari operating cash flow (CFO) , investing cash flow (CFI), dan financing cash flow (CFF) ( Juniarti dan Limanjaya, 2005), maka value of firm dinyatakan sebagai berikut:
MVEit= a + β1. BVEit + β2.UNA
Keterangan :
BVE = Book Value of Equity / Recognized Net Assets
UNA = Unrecognized Net Assets ( terdiri dari laba dan komponen arus kas)
Proporsi kedua komponen tersebut berbeda antar tahap siklus hidup perusahaan. Dalam tahap awal, kesempatan tumbuh merupakan komponen yang lebih besar, sedangkan pada tahap akhir siklus, assets in place menjadi komponen yang lebih besar. Karena proporsi kedua komponen tersebut berbeda antar tahap siklus hidup perusahaan, informasi ukuran kinerja akuntansi yang disediakan pada masing-masing tahap siklus hidup untuk masing-masing komponen juga berbeda, demikian pula value-relevance ukuran kinerja akuntansi tersebut. Black(1998) memperoleh bukti empiris bahwa siklus hidup perusahaan mempengaruhi value relevance ukuran laba dan arus kas.
Menurut National Association of Accountants (NAA) dalam Bagus Sutarno, menyatakan bahwa pada masing-masing tahap pertumbuhan siklus hidup perusahaan, ukuran kinerja keuangan yang berbeda mempunyai arti yang berbeda pula (NAA 1986).