Pengertian Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang
melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan tersebut
dapat berupa tujuan pribadi anggota organisasi dan tujuan global organisasi.
Melalui pendapat-pendapat para ahli dapat dipahami bahwa aktivitas
manusia dalam mencapai tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku individu, perilaku
kelompok, dan perilaku organisasi. Ketiga perilaku tersebut berdampak pada tinggi
rendahnya kinerja karyawan, tingkat kemangkiran, perputaran karyawan (turnover)
dan kepuasan kerja. Pemahaman kepuasan kerja (job satisfaction) dapat dilihat
dengan mengenal istilah dan pengertian kepuasan kerja tersebut. Beberapa referensi
berikut ini dapat memberikan kejelasan makna kepuasan kerja. Handoko (2000)
menyatakan : “Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.”
Davis dalam Mangkunegara (2000) mengatakan: “Kepuasan kerja adalah
perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja.”
Sedangkan menurut Hasibuan (2005) : “Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan dan kinerja.”
Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
merupakan rasa menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dirasakan oleh
karyawan, secara langsung berpengaruh pada emosional dan tingkah laku dalam
bekerja berupa kinerja, disiplin dan moral kerja.
Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati
dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan,
peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini akan lebih mengutamakan pekerjaanya
dari balas jasa, walaupun balas jasa itu penting. Adanya kepuasan kerja tentunya
mempengaruhi beberapa aspek yang melingkupi pada karyawan itu sendiri.
Kepuasan kerja karyawan terbentuk karena adanya faktor-faktor yang
melatarbelakanginya. Seperti kajian teori-teori kepuasan kerja sebelumnya, kepuasan
kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Menurut Harianja (2002) faktorfaktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja berkaitan dengan beberapa aspek,
yaitu: gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja
Menurut Hasibuan (2005) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah:
- Balas jasa yang adil dan layak,
- Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian,
- Berat ringannya pekerjaan,
- Suasana dan lingkungan pekerjaan,
- Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan,
- Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya,
- Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2000) ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu:
- Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin,
kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara
berpikir, persepsi dan sikap kerja.
- Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan),
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan,
interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut Robbins
(2001) yaitu:
1) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu
banyak menantang menciptkan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan
kepuasan.
2) Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan
mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan,
tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan
besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang.
Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam
lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan
jam-jam kerja. Tetapi kunci hubungan antara upah dengan kepuasan bukanlah
jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang
lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and
just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa
karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4) Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan
kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama
darikepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan
ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami,
menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan,
dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka
mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai
kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam
kerja mereka.
Pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis
tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan kinerja, tingkat kemangkiran, keinginan
pindah, usia, jabatan dan besar kecilnya organisasi. (Siagian, 2002). Kepuasan kerja
berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan dan ukuran organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam
Mangkunegara (2000).
Teori Kepuasan Kerja
Pada umumnya terdapat banyak teori yang membahas masalah
kepuasan seseorang dalam bekerja. Teori-teori kepuasan kerja menurut
Mangkunegara (2000) antara lain:
1) Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini
adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah
semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja.
Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam
kerja.
Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan.
Misalnya upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan kembali
(recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
Sedangkan comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang
sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri
dalam pekerjaan sebelumnya.
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan inputoutcome
karyawan lain (comparison person).
Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi
apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan,
yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan
dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (ketidakseimbangan yang
menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding atau comparison
person.
2) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Locke
mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan tergantung pada perbedaan
antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang
didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka
karyawan tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan
lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan karyawan tidak puas.
3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori A. H. Maslow. dikemukakan oleh A. H.
Maslow tahun 1943. Teori ini merupakan kelanjutan dari “Human Science
Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan
kepuasan seseorang itu jamak, yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa
kebutuhan meteriil dan non-materiil.
Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki kebutuhan pada
setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi, maka
kebutuhan yang kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya menurut
urutannya.
4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergatung pada
pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan.
Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk menilai
dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil
kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok
acuan.
5) Teori Pengharapan (Ecpentancy Theory).
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian
teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi
suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran
seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
Pernyataan ini
berhubungan dengan rumus dibawah ini:
Keterangan:
- Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu.
- Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu.
- Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan
tertentu.
6) Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory)
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1950). Ia
menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian
Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan
akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami
mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak
menyenangkan atau tidak memberi kepuasan.
Kemudian dianalisis dengan
analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
kepuasan atau ketidakpuasan.
Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas
menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor
pemotivasian (motivational factors).
Faktor pemeliharaan disebut pula
dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi
administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan sub ordinat, upah, keamanan kerja, kondisi kerja
dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan,
kemajuan (advancement), kesempatan berkembang dan tanggung jawab.