Sejarah Dan Perkembangan Pelayanan Kebidanan Dalam Negeri : Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.
Pada tahun 1907 (Zaman Gubernur Jendaral Hendrik William Deandels)
Pada zaman pemerintah Hindia Belanda. AKI dan AKB sangat tinggi, Tenaga penolong persalinan adalah dukun . Para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan tapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan. Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukan bagi orang Belanda yang ada di Indonesia.
Tahun 1849
Dibuka pendidikan dokter Jawa di Batavia (di RS Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto), seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut pada tahun 1851 dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan ini kemudian bekerja di RS dan di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Tahun 1952
Mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Kursus untuk dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang yang memberikan kursus adalah bidan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di msyarakat dilakukan dengan kursus tambahan yang dikenal dengan istilah kursus tambahan bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lain. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dimana bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan mencakup palayanan antenatal. Postnatal dan pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi. Sedangkan diluar BKIA, bidan memberikan portolongan persalinan di rumah keluarga dan pergi melakukan kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan yang terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Puskesmas pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di puskesmas barfungsi memberikan pelayan KIA termasuk pelayanan KB baik diluar gedung maupun didalam gedung.Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup empat kegiatan yaitu : pemeriksaan kehamilan, pelayanan KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
Mulai tahun 1990
Mulai tahun 1990 Pelayanan kebidanan diberikan secra merata dan dekat masyarakat. Kebijakan ini melalui Inpres secara lisan pada sidang Kabinet tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana KIA kususnya dalam palayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas serta pelayanan kesehatan BBL, termasuk pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan didesa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan pondok bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda dengan halnya bidan yang bekerja di RS dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di RS memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di klinik KB, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Bertitik tolak dari konferensi kependudukan dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada kespro, memerlukan area garapan pelayanan bidan. Area tersebut melipuiti :
· Family Planning
· PMS termasuk infeksi saluran reproduksi
· Safe Motherhood termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
· Kesehatan Reproduksi pada remaja
· Kesehatan Reproduksi pada orang tua
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Permenkes. Permenkes yang menyangkut wewanang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari ;
Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas hanya pada pertolongan persalinan normal secara mandiri didampingi tugas lain
Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989.
Wewenang bidan dibagi dua yaitu wewenang umum dan wewenang khusus. Dalam wewenang khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan dokter. Hai ini berarti bahwa bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas tidakan yang dilakukan. Pelaksanaan dari Permenkes ini , bidan dalam melaksanakan praktek perorangan dibawah pengawasan dokter.
Permenkes No. 572/VI/1996
Wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup : pelayanan kebidananan yang meliputi :pelayanan ibu dana anak, pelayanan KB, pelayanan kesehatan masyarakat.
Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes 572/VI/1996
Dalam melakukan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalamam berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah karena kewenangan yang diberikan oleh Depkes ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.