Perakitan Varietas Sorgum (Potensi Hasil > 4 t/ha) Bahan Baku Bioetanol (Kadar Etanol 9 – 15%)
Ancaman krisis pangan mengintip Indonesia pada 2035. Dengan prediksi jumlah penduduk 400 juta pada saat itu, kebutuhan beras nasional diperkirakan menepis angka 36 juta ton. Sementara, produksi beras nasional saat ini masih di kisaran 25 juta ton sampai 29 juta ton. Upaya mendongkrak produksi beras, tampaknya bukan perkara gampang. Seperti kita tahu, dalam dua dekade terakhir, telah terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian secara massal. Menurut data Badan Pertanahan Nasional (BPN) sekitar 81.176 hektar lahan pertanian di Pulau Jawa telah disulap menjadi area pemukiman dan industri, belum lagi daerah lainnya. Fakta ini menunjukkan riskannya ketahanan pangan nasional jika hanya mengandalkan satu komoditi, yakni beras.
Pemilihan tanaman padi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia yang berjumlah besar tentu tidaklah salah mengingat kebiasaan makan orang Indonesia yang sangat bergantung pada beras sebagai sumber zat gizi dan karbohidrat. Namun, perlu dicari alternatif tanaman pangan lain selain beras untuk mencapai tujuan ketahanan pangan jangka panjang yang dapat dilakukan melalui penyediaan pangan lain sebagai sumber karbohidrat. Salah satu tanaman pangan sumber karbohidrat yang berpotensi besar menggantikan beras adalah sorgum. Karena itulah upaya pengembangan pangan alternatif yang berbasis umbi-umbian, tanaman pohon atau biji-bijian, menjadi amat penting. Sorgum adalah salah satu alternatif yang menjanjikan karena selain menghasilkan karbohidrat juga mengandung nutrisi tinggi yang diperlukan tubuh.
Di beberapa negara, sorghum dijadikan bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan, menurut FAO (Badan Pangan Dunia), sorgum menempati urutan ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley. Selain bisa diolah menjadi nasi dan bubur, juga mie, kue dan olahan lain. Di Indonesia, biji sorghum bisa dijadikan pangan alternatif di masa sulit, selain sebagai makanan unggas. Batang dan daunnya, merupakan HPT (hijauan pakan ternak) ruminansia. Dalam industri, sorghum merupakan bahan baku pembuatan etanol, bir, sirup, lem dan cat. Sorgum memiliki nilai ekonomi untuk dikembangkan di Indonesia khususnya untuk diarahkan pada produksi bioetanol.
Sorgum sebagai sumber energi mempunyai kelebihan dibanding tanaman lain seperti jarak, jagung dan tebu karena daya adaptasi tanaman sorgum luas, tanaman sesuai untuk dibudidayakan di daerah kering beriklim kering. Untuk kebutuhan industri bioetanol, pertanaman harus dilakukan sepanjang tahun dan sebaiknya tidak memanfaatkan lahan-lahan yang merupakan lahan pertanaman pangan. Untuk pemenuhan industri bioetanol diperlukan lahan yang sangat luas. Produktivitas sorgum dalam menghasilkan bioetanol adalah 2.000-3.500 liter/ha/musim atau 4000-7000 liter/ha/tahun. Untuk dapat menghasilkan 60 juta kilo liter/tahun sebagai pengganti BBM diperlukan lahan seluas 15 juta ha.
Indonesia memiliki areal lahan yang sangat luas, baik pada wilayah beriklim basah seperti: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua maupun wilayah beriklim kering (Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, sebagian Sumatera dan Jawa). Total lahan kering di Indonesia diperkirakan seluas 143.9 juta hektar. Dari luasan tersebut, 31.5 juta hektar berupa lahan kering dengan topografi yang datar berombak (kemiringan lereng < 8%) yang layak untuk dikembangkan perkebunan sorgum (Sihono, 2009).
Luas area sorgum fluktuatif dari tahun 2000-2005 (Tabel 1), hal ini disebabkan oleh pemasaran dan iklim sehingga petani mengubah tanaman sorgum menjadi tanaman lain yang lebih menguntungkan
Tabel Realisasi tanam sorgum tahun 2000-2005
Sumber: Dirjen Tanaman Pangan (2007a)
Daerah penghasil sorgum di Indonesia antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (Baco et al, 1998). Sebagai komoditi pangan minor di Indonesia, data luas panen, produksi, produktivitas, permintaan, penawaran, ekspor, dan impor sorgum sangat terbatas.
Keunggulan sorgum batang manis antara lain gula yang terfermentasi tinggi, daya bakar tinggi, dan alkoholnya bermutu tinggi dan murni. Kualitas sorgum untuk produksi bioetanol terutama ditentukan oleh kandungan karbohidrat dalam biji atau nira pada batang dengan kandungan protein pada biji maupun serat lignoselulosa pada batang sebagai nilai tambahnya. Pada umumnya kandungan pati biji sorgum kering tidak kalah dari jagung. Rencana pengembangan sorgum untuk bahan baku bioetanol sudah mulai dirancang sejak tahun 2006 (Tabel).
Tabel Road map penyediaan dan pemanfaatan bioetanol
Sumber: Ariati (2006)
Untuk pemenuhan substitusi premium 10% diperlukan 3 kg biji sorgum yang dapat menghasilkan 1 liter etanol, maka pada tahun 2010 dibutuhkan areal tanam sorgum untuk bahan baku bioetanol seluas 3.377 ha dengan produksi 6.733 ton seperti yang tertera pada Tabel.
Tabel Rencana Aksi Pengembangan Sorgum Sebagai Bahan Baku Bioetanol
Sumber: Direktorat Tanaman Pangan, 2007b.
Sebagai bahan pangan dan pakan ternak alternatif sorgum memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi daripada beras. Kandungan nutrisi sorgum dibanding sumber pangan/pakan lain disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel Kandungan nutrisi sorgum dan bahan pangan lainnya
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992).
Namun demikian, sorgum juga dinilai bergizi rendah dengan adanya senyawa tanin. Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air, dengan berat molekul antara 500-3000, dapat mengendapkan protein dari larutan. Senyawa tersebut bisa menahan bekerjanya berbagai enzim dalam pencernaan, misal tripsin, amilase dan lipase. Diantara tanaman sereal yang paling tinggi kandungan tannin terlihat pada biji sorgum (Sorghum bicolor). Kandungan tannin pada varietas sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan 10,2 % catechin equivalent. Dari 24 varietas sorgum yang diuji kandungan tannin berkisar dari 0,05-3,67 % (catechin equivalent). Kandungan tannin sorgum sering dihubungkan dengan warna kulit luar yang gelap. Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca. Sorgum bertannin tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian leg abnormalitas (Wahyudi, 2007). Hal serupa jika sorgum akan dijadikan sebagai bahan pangan maka kadar tannin harus diturunkan di bawah 0,05%. Selama ini yang dilakukan untuk menurunkan konsentrasi tannin pada pasca panen yaitu melalui proses penyosohan dan perendaman biji sebelum di gunakan untuk konsumsi pangan.
Salah satu cara yang sederhana untuk mendapatkan varietas sorgum kadar tannin rendah adalah melalui seleksi sejumlah koleksi yang ada. Namun jika variabilitas genetik koleksi kecil maka kecil pula kemungkinan untuk mendapatkan materi dengan kadar tannin rendah. Balitsereal telah menyeleksi sejumlah koleksi galur/varietas sorgum dan terdapat 15 galur/varietas sorgum kadar tannin sekitar 0,045%–0,368%. Koleksi-koleksi ini sudah mulai diuji adaptasi pendahuluan pada tahun 2009. Tahun 2010 uji adaptasi tersebut akan dilanjutkan pada lokasi dan musim yang berbeda untuk mendapatkan varietas sorgum kadar tannin rendah dengan potensi hasil tinggi.
Kegunaan sorgum sangat luas, dapat membantu meningkatkan gizi dan ekonomi rakyat sedangkan kenyataan menunjukkan bahwa sorgum di Indonesia masih belum berkembang, maka perlu dikaji lebih mendalam prospek pengembangan sorgum dalam mendukung ketahanan pangan dan energi. Dikaitkan dengan program diversifikasi pangan, sorgum merupakan komoditas alternatif yang dapat dikembangkan di lahan kering beriklim kering, terutama di kawasan timur Indonesia. Namun demikian, perlu pula dikembangkan di wilayah lahan kering beriklim basah. Pengembangan komoditas ini perlu didukung oleh ketersediaan sejumlah varietas yang masing-masing memiliki sifat yang spesifik mengingat ragamnya kondisi lahan.
Dasar Pertimbangan
Sorgum manis, batangnya dapat memproduksi etanol sebagai salah satu sumber energi bahan bakar yaitu bahan bakar rumah tangga sebagai pengganti minyak tanah (kadar etanol 40-50%), untuk kosmetik dan farmasi (kadar etanol 80-70%), untuk industri (kadar etanol 80-90%), dan untuk FGE (91-100%). Usaha produksi bioetanol dapat berskala UKM (Usaha Kecil Menengah) sehingga dapat membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat, baik di kota maupun d pedesaan. Hal ini dapat menstimulir pertumbuhan ekonomi rakyat di pedesaan dan memperkuat sistem ketahanan pangan bangsa Indonesia di masa depan.
Sebagai sumber bahan pangan alternatif, sorgum memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding beras dan jagung ataupun singkong yakni 11 gram dalam 100 gram bahan, demikian pula kandungan zat gizi mikro seperti kalsium, zat besi, fosfor dan vitamin B1 sorgum lebih tinggi dibandingkan beras. Peningkatan produksi biji sorgum dapat meningkatkan ketersediaan sumber pangan lokal, yang mendukung diversifikasi pangan.
Tujuan
Tujuan jangka pendek:
· Merakit materi hibrida sorgum manis kadar etanol tinggi, biomas tinggi dan seleksi kandidat varietas sorgum potensi hasil biji tinggi sebagai pangan fungsional kadar nutrisi tinggi.
Tujuan akhir :
· Mendapatkan varietas hibrida sorgum manis kadar etanol tinggi dengan potensi hasil 4-5 t/ha.
· Mendapatkan minimal satu varietas sorgum kadar tannin rendah sebagai pangan fungsional.
Keluaran
Keluaran 2010
· Diperoleh sejumlah materi hibrida sorgum manis kadar etanol tinggi dan biomas tinggi berbasis marka molekuler.
· Diperoleh kandidat varietas sorgum kadar tannin rendah sebagai pangan fungsional
Keluaran 2014:
· Tersedia minimal 1 varietas hibrida harapan sorgum manis hadar etano tinggi (kadar gula brix 15-20%), potensi hasil 4-5 t/ha.
· Dihasilkan minimal 1 galur/varietas sorgum dengan kadar tannin rendah dengan potensi hasil 4-5 t/ha.
Perkiraan Manfaat dan Dampak
Manfaat:
· Tersedianya sejumlah materi hibrida yang akan digunakan dalam uji adaptasi hibrida sorgum manis kadar etanol tinggi dan biomas tinggi dengan potensi hasil 4-5 t/ha.
Dampak:
· Menunjang program penganekaragaman industri bahan bakar yang terbarukan.
· Menunjang program pemerintah terhadap pengurangan polusi dengan mengurangi eksploitasi bahan bakar fosil yang tidak terbarukan.
· Menunjang program penganekaragaman pangan fungsional nutrisi tinggi berbasis sorgum
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) yang diartikan dengan sorgum biji berbatang manis dan tanaman efisien air, mempunyai potensi yang sangat baik sebagai sumber bahan baku produksi etanol. Nira pada batang sebagai sumber utama produksi bahan bakar alkohol. Keuntungan komparatif sorgum manis antara lain:
· Periode pertumbuhan (sekitar 4 bulan) dan kebutuhan air (8000 m3 untuk dua kali pertanaman), empat kali lebih rendah dari tebu (berturut-turut 12 sampai 16 bulan dan 3600 m3 per tanaman)
· Biaya pemeliharaan sorgum tiga kali lebih rendah dari pada tebu
· Dikembangkan dengan biji
· Cocok untuk dikembangkan secara mekanisasi
· Proses produksi etanol dari sorgum lebih mudah dibandingkan dari molasses.
Selain itu, kualitas pembakaran etanol superior, kurang sulfur dibandingkan tebu, dan mempunyai rating octane tinggi.
Pemilihan sorgum batang manis sebagai bahan baku bioetanol karena seluruh komponen biomasanya dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol, pangan dan pakan seperti ilustrasi dibawah ini (Sumaryono, et al., 2007):
· Biji dengan potensi hasil 4-6 t/ha dapat diperoleh 3,6 ton tepung pati atau 1800 l bioetanol per ha.
· Batang dapat memproduksi nira 25,88 t/ha yang akan menghasilkan 2300 l bioetanol per ha. Produk lain dari batang adalah bagase sekitar 38,8 t/ha yang dapat menghasilkan 3880 l bioetanol per ha.
· Daun dapat menghasilkan biomas seberat 42,4 t/ha.
Potensi tersebut di atas akan lebih mudah dicapai jika menggunakan produk hibrida. Dalam program pembentukan hibrida, informasi keragaman genetik sangat penting diketahui karena berpengaruh langsung terhadap kemampuan perbaikan genetik. Hal tersebut yang mendorong para pemulia untuk mengelompokkan materi genetik ke dalam kelompok heterotik untuk memaksimalkan heterosis (Menz et al. 2004). Kelompok heterotik berbasis marka molekuler sangat efisien dalam membantu mengelompokan sejumlah besar materi genetik dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Hasil-hasil penelitian/pengkajian sebelumnya
Hasil penelitian di Balitsereal pada tahun 2006, produksi etanol per ha pada 10 galur/varietas sorgum berkisar dari 415,65 l/ha sampai 2576,62 l/ha. Hasil tersebut hampir sama dengan hasil yang diperoleh Sumaryono et al., 2007 sebesar 2300 l/ha bioetanol hanya dari batang sorgum. Secara umum data menunjukkan bahwa produksi etanol yang tinggi ditentukan oleh tingginya produksi biomas dan kandungan etanol per kg bahan. Galur 4-183A walaupun mempunyai kandungan etanol rendah per satuan bahan (154,76 ml/kg biomas) tetapi produksi biomasnya tinggi (8,95 t/ha) sehingga bisa diperoleh etanol dalam volume yang cukup tinggi per ha sebesar 1385,11 l/ha. Varietas Watar Hammu Putih menghasilkan etanol tertinggi, > 2000 l/ha karena didukung oleh kandungan etanol yang tinggi per satuan bahan dan produksi biomas yang tinggi. Empat galur lain dengan produksi etanol >1000 l/ha yaitu 4-183A, 1090A, 15105B, dan 15021A.
Hasil uji adaptasi terhadap 10 galur/varietas sorgum batang manis kadar etanol tinggi pada tiga lokasi di Sulawesi Selatan yaitu di Jeneponto, Bontobili dan di Maros. Secara umum dari data yang sudah diamati nampak ada perbedaan hasil di antara ketiga lokasi, dan daerah Jeneponto yang diketahui mempunyai kondisi iklim yang lebih kering menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan kedua lokasi lainnya. Jika melihat keunggulan masing-masing galur/varietas sorgum batang manis, varietas Watar Hammu Putih memperlihatkan volume nira yang lebih tinggi dibandingkan varietas Numbu (114,33 cc/kg batang) yang digunakan sebagai cek yaitu sebesar 126,20 cc/kg batang, disusul dengan galur 15011A sebesar 120,10 cc/kg batang. Persentase kadar gula brix tertinggi juga diperoleh dari varietas Watar Hammu putih yaitu sebesar 9% dan disusul oleh galur 15019 yaitu 8,77% dan hanya kedua galur/varietas tersebut yang lebih tinggi dibandingkan varietas Numbu yaitu 8,37%.
Hasil uji adaptasi pada enam lokasi yaitu di Enrekang (Sulawesi Selatan), NTT, Karangsari (Yogyakarta, lahan kering), Karanganyar (Yogyakarta, lahan sawah), Bogor (Jawa Barat), Kendari/Onembute (Sulawesi Tenggara) menunjukkan enam galur/varietas sorgum manis yang mampu menghasilkan etanol tinggi yaitu Watar Watar Hammu Putih, 4-183A, 5-193c, 15011A, 15011B, dan 15021A dengan produksi etanol masing-masing sebesar 4315,45 l/ha, 4531,91, 3868,42, 3756,15, 5758,32 l/ha, dan galur 3905,21 l/ha, lebih tinggi dan berbeda nyata dari varietas Numbu sebagai pembanding yaitu sebesar 3473,14 l/ha. Produksi etanol tinggi per ha mempunyai korelasi yang tinggi dengan produksi biomas batang. Berdasarkan hasil analisis spesifik lokasi, galur/varietas Watar Hammu Putih, 15011A, dan 15021A menghasilkan produksi biomas tinggi di NTT dan Enrekang (Sulawesi Selatan), galur 4-183A dan 5-193c menghasilkan produksi biomas tinggi di Karanganyar dan Karangsari (Yogyakarta) baik di lahan sawah maupun lahan kering, dan galur 15011B menghasilkan produksi biomas tinggi di Bogor (Jawa Barat).
METODOLOGI/PROSEDUR
Pendekatan (Kerangka Pemikiran)
Walaupun sorgum bukan tanaman asli di Indonesia tetapi dapat beradaptasi sangat baik di Indonesia khususnya pada daerah marginal kondisi kering. Jika pemanfaatan sorgum akan diarahkan ke produksi bioetanol maka produktivitasnya harus tinggi dan berkesinambungan. Dengan demikian selain membutuhkan lahan pertanaman yang luas, potensi hasil juga khususnya harus ditingkatkan. Salah satu alternatif yang memungkinkan adalah membentuk varietas hibrida.
Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan meliputi studi keragaman genetik, pembentukan materi hibrida, dan uji adaptasi yang terdiri atas empat kegiatan yaitu (1) potensi enam galur harapan sorgum manis menghasilkan etanol dengan kadar 9-15% melalui fermentasi nira, bagase, dan biji (2) seleksi galur/varietas sorgum manis produksi biomas tinggi termasuk ratun, (3) pembentukan materi hibrida sorgum manis kadar etanol tinggi berbasis marka SSR, dan (4) uji adaptasi galur/varietas sorgum kadar tannin rendah dan potensi hasil tinggi (4-5 t/ha).
Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
Potensi galur/varietas harapan sorgum manis menghasilkan etanol kadar 9-15% melalui fermentasi nira, bagase, dan biji
Hipotesis:
Terdapat galur/varietas harapan sorgum manis mampu menghasilkan etanol tinggi (9-15%) melalui fermentasi nira batang, bagase, dan biji
Tempat dan waktu penelitian:
Penelitian di laksanakan di Laboratorium Kimia, Universitas Kristen Indonesia pada bulan Maret sampai Juli 2009.
Alat dan Bahan:
Alat: seperangkat alat fermentasi batang sorgum.
Bahan: nira batang, bagase dan biji enam galur/varietas harapan sorgum manis yang baru dipanen dan kamir (ragi) Saccharomyces cereviceae.
Metode:
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium UKI-Paulus Makassar. Menggunakan materi genetik sejumlah galur/varietas harapan sorgum manis. Penelitian ini mengolah tanaman sorgum manis menjadi etanol dari tiga jenis bahan sorgum manis yaitu nira batang, bagase, dan biji masing-masing dengan metode yang berbeda yaitu:
1. Proses Pembuatan bioetanol dari biji sorgum manis
Dalam penelitian ini mengikuti tahapan Mathewson (1980) yaitu (1) penghancuran dan ekstraksi pati, (2) gelatinisasi dan pencairan (liquefaction) pati, (3) konversi pati menjadi glukosa (saccharification), menggunakan asam atau enzim, (4) fermentasi.
2. Proses Pembuatan bioetanol dari bagase sorgum manis.
Dalam penelitian ini mengikuti tahapan berikut (1) Hidrolisis, (2) fermentasi
3. Proses Pembuatan bioetanol dari nira sorgum manis
Dalam penelitian ini, proses fermentasi tersebut melalui 4 tahapan yaitu (1) persiapan medium fermentor, (2) sterilisasi, (3) pembuatan inokulum dan pengembangan starter, dan (4) pelaksanaan fermentasi
Analisis glukosa dan kadar bioetanol
Dalam percobaan fermentasi ini yang akan dianalisis antara lain:
1. Analisis substrat dilakukan dengan mengambil 10 ml larutan nira hasil ekstraksi batang sorgum manis. Analisis kadar glukosa menggunakan metode Luff-Schorfl.
2. Analisis kadar etanol berdasarkan indeks bias dengan menggunakan alat refraktometer. Sampel diperoleh setelah fermentasi selesai dilangsungkan.
Seleksi galur/varietas sorgum manis produksi biomas dan daya ratun tinggi
Hipotesis:
Terseleksi beberapa galur/varietas sorgum manis produksi biomas tinggi termasuk ratun.
Tempat dan waktu penelitian:
Penelitian di laksanakan di Kebun Percobaan Balitsereal, Maros pada bulan Februari sampai Desember 2009.
Alat dan Bahan:
Alat: pengukur kadar air (moisture tester), alat pengukur suhu, tali penanaman, gunting, mistar, caliper digital, timbangan, counter, terpal, kaleng benih.
Bahan: materi genetik (benih sorgum), pupuk urea, ponska, SP36, dan KCl, pestisida, herbisida, kantong benih, kantong panen, spidol, kertas, lem, plastik selling, cat, balok, tripleks.
Metode:
Empat puluh lima galur/varietas sorgum manis termasuk dua cek disusun dalam Rancangan Kelompok dengan 3 ulangan, masing-masing galur/varietas terdiri dua baris. Jarak tanam 75 x 25 cm (3 biji per lubang tanam) segera dilakukan penjarangan pada umur tanaman 14 hst dengan menyisakan dua tanaman per rumpun. Takaran pupuk yang digunakan adalah 150 kg Urea, 200 kg SP36, 100 kg KCl, /ha diberikan bersamaan saat tanam, pemupukan susulan diberikan saat tanaman berumur 30 hst dengan takaran Urea 150 kg/ha. Tanaman dipelihara secara optimal dengan menerapkan budidaya yang baik sesuai kebutuhan pertumbuhan optimal sorgum. Setelah panen pertama, tanaman dipangkas secara rapi, dibersihkan, untuk persiapan munculnya ratun atau tanaman sekunder pada musim berikutnya. Takaran pupuk untuk pertanaman ratu sama dengan takaran pemupukan tanaman primer untuk mendapatkan bobot biomas yang optimal.
Pengamatan
Karakter yang diamati meliputi : umur berbunga, umur panen, penampilan tanaman, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, kadar gula brix, jumlah ruas per tanaman, kadar etanol, bobot biomas, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot 1000 biji. Semua karakter yang diamati pada pertanaman primer dilakukan juga pada pertanaman ratun.
Pembentukan hibrida sorgum manis kadar etanol tinggi berbasis marka SSR
Hipotesis:
Terbentuk sejumlah materi hibrida sorgum manis kadar etanol tinggi yang siap untuk diuji adaptasi.
Tempat dan waktu penelitian:
Penelitian di laksanakan di Sulawesi Selatan pada bulan April sampai Oktober 2009.
Alat dan Bahan:
Alat: alat perlengkapan untuk persilangan seperti pinset dan gunting dan alat perlengkapan lainnya.
Bahan: galur/varietas sorgum manis, pupuk urea, ponska, SP36, dan KCl, pestisida, herbisida, kantong benih, kantong panen, spidol, kertas, lem, plastik selling, cat, balok, tripleks.
Metode:
Pembentukan materi hibrida dilakukan pada semester kedua. Pemilihan materi genetik dan penentuan pasangan persilangan berdasarkan nilai jarak genetik > nilai jarak genetik rata-rata yaitu dari hasil kegiatan karakterisasi molekuler dan nilai ASI (Anthesis Silking Interval) yang kecil. Persilangan dilakukan secara resiprokal. Kegiatan persilangan dilakukan sesuai aturan persilangan tanaman sorgum. Penanaman dan pemupukan tanaman dilakukan sesuai dengan budidaya tanaman sorgum. Jarak tanam 75 x 25 cm, panjang baris lima meter, masing-masing galur/varietas terdiri atas dua dua baris. Ditanam 3 biji per lubang tanam, segera dilakukan penjarangan pada umur tanaman 14 hst dengan menyisakan dua tanaman per rumpun. Takaran pupuk yang digunakan adalah Urea 300 kg/ha, Ponska 400 kg/ha, dan KCl 100/ha. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu satu minggu setelah saat tanam dengan pemberian semua takaran Ponska dan KCl serta Urea setengah takaran. Pemberian urea yang kedua pada umur 30 hst. Tanaman dipelihara secara optimal dengan menerapkan budidaya yang baik sesuai kebutuhan pertumbuhan optimal sorgum. Hal yang perlu diperhatikan yaitu pada saat biji sudah mulai mengeras, tanaman harus ditutup dengan jaring untuk menghindari hama burung.
Pengamatan:
Pada kegiatan ini belum ada pengamatan secara khusus karena baru pada tahapan pembuatan benih hibrida melalui persilangan. Pengamatan secara detail akan dilakukan pada kegiatan uji daya hasil pendahuluan.
Uji adaptasi galur/varietas sorgum kadar tannin rendah dan potensi hasil tinggi (4-5 t/ha).
Hipotesis:
Terdapat 5 kandidat varietas sorgum kadar tannin rendah yang memiliki potensi hasil biji tinggi dan kadar etanol tinggi.
Tempat dan waktu penelitian:
Penelitian di laksanakan di tiga propinsi yaitu Sulawesi Selatan, NTT, dan Jawa Tengah. Masing-masing propinsi terdiri atas dua lokasi, dilaksdanakan pada bulan Februari sampai Nopember 2009.
Alat dan Bahan:
Alat: pengukur kadar air (moisture tester), alat pengukur suhu, tali penanaman, gunting, mistar, caliper digital, timbangan, counter, terpal, kaleng benih.
Bahan: pupuk urea, SP36, KCl, pestisida, herbisida, kantong benih, kantong panen, spidol, kertas, lem, plastik selling, cat, balok, tripleks.
Metode:
Ada 10 galur/varietas sorgum diuji menggunakan Rancangan Kelompok dengan 3 ulangan. Jarak tanam 75 cm x 25 cm (3 biji per lubang tanam). Pada umur tanaman 14 hst tanaman segera dijarangkan, dengan menyisahkan dua tanaman per rumpun, ukuran plot 3m x 5m (4 baris/plot). Pemupukan dilakukan dua kali, pertama bersamaan pada saat tanam dengan takaran pupuk yang digunakan adalah 150 kg Urea, 100 kg SP36, 100 kg KCl,/ha dan pemupukan kedua pada saat tanaman berumur 30 hst yaitu pemberian urea dengan takaran 150 kg/ha. Tanaman dipelihara secara optimal dengan menerapkan budidaya yang baik.
Analisis data:
Data yang dianalisis adalah tinggi tanaman saat panen, bobot biomas saat panen, hasil dan komponen hasil biji, skoring hama dan penyakit yang menyerang, dan kadar etanol dalam biji.