Peningkatan Daya Saing Koperasi Melalui Deferensiasi Yang Kompetitif, Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global : It’s not a question. Itulah kalimat pertama yang muncul ketika dalam suatu kesempatan saya bertanya pada seorang anggota koperasi dari suatu koperasi di Denmark. Bagi dia dan lainnya, menjadi anggota koperasi merupakan suatu hal yang sudah turun temurun, karena banyak manfaat atau kemudahan yang diperoleh. Mereka tidak mempersoalkan lagi berapa sisa hasil usaha (SHU) yang diperoleh, ataupun berapa SHU yang seharusnya diterima. Yang jadi pertimbangan adalah kepuasan yang mereka peroleh dari layanan yang diberikan koperasi baik dalam penyediaan barang konsumsi dan industri (seperti pakan ternak) maupun dalam penjualan hasil produksinya. Bahkan SHU pun tidak mereka ambil, karena menurut hemat mereka, akan lebih bermanfaat untuk menambah modal koperasi.
Bagaimana jika pertanyaan yang sama disampaikan pada anggota koperasi di kita (Indonesia) ? Kemungkinan kisaran jawabanya antara lain untuk memperoleh kredit, membeli dengan biaya murah, agar dapat SHU, mudah menjual produknya, terpaksa karena dipotong gajinya, dan ada juga yang mungkin menjawab agar dapat memperoleh manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung (ini mungkin jawaban dari anggota koperasi yang profesinya dosen/guru koperasi). Bervariasinya jawaban ini, dapat mengindikasikan bervariasinya pesan yang diterima anggota tentang perlunya berkoperasi. yang pada intinya bertujuan untuk mendapatkan efisiensi biaya melalui pemenuhan kebutuhan secara bersama.
Economies of scale, yaitu skala usaha yang masih menguntungkan untuk dikembangkan, merupakan salah satu alasan dari penggabungan beberapa usaha kecil sejenis menjadi satu usaha yang lebih besar. Melalui penggabungan itu dimaksudkan untuk memperkecil biaya total rata-rata, hingga keuntungan yang diperoleh bisa diperbesar. Keadaan inilah yang dijadikan alasan perlunya berkoperasi dengan melandaskan adanya manfaat ekonomi langsung melalui economies of scale disamping manfaat ekonomi tidak langsung berupa Sisa Hasil Usaha (SHU). Dengan demikian koperasi diharapkan mampu memberi harga yang rendah pada anggotanya, dibandingkan dengan pesaingnya (koperasi pembelian), atau memberikan marjin yang menguntungkan bagi penjualan produk anggotanya (koperasi penjualan).
Senada dengan itu, tujuan koperasi ditetapkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kesejahteraan biasanya diejawantahkan dengan peningkatan pendapatan anggota. Peningkatan pendapatan ini bisa berupa peningkatan pendapatan secara nominal yang ditunjukkan sesuai nilai mata uangnya maupun pendapatan secara riil yang ditunjukkan dengan kemampuan daya belinya. Semua itu pada dasarnya bermuara pada daya saing koperasi yang didasarkan pada efisiensi biaya yang memberikan baik manfaat ekonomi langsung maupun tidak langsung. Sehingga menjadi daya tarik pula bagi anggota dan calon anggota.
Seiring dengan perkembangan dinamika lingkungan koperasi yang semakin dinamis, daya tarik manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung yang mendasarkan pada efisiensi biaya saja sebagai faktor daya saing ternyata tidaklah mencukupi. Paradigma daya saing koperasi harus diperluas dengan mengembangkan diferensiasi-diferensiasi kompetitif yang dimiliki koperasi. Sebagai seperangkat sistem kelembagaan yang menjadi landasan perekonomian kita, koperasi diharapkan selalu berkembang dinamis mengikuti berbagai perubahan lingkungan. Dinamika itulah yang mengundang lahirnya beraneka pola pikir peningkatan daya saing koperasi.. Gejala seperti itu justru sangat posisitf bagi proses pendewasaan koperasi. Terlebih dengan telah ditanda tanganinya Asian-China Free Trade Aggrement (AC FTA).
Koperasi tidak dapat menghindar dari persaingan, baik yang bersifat lokal, maupun global yang disebabkan dampak dari AC FTA atau lainnya. Secara makro, Indonesia sebagai salah satu negara anggota ACFTA menunjukkan gejala keterpurukan dengan dampak dari AC FTA karena terganggunya pasar domestik, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi.
Sebenarnya banyak potensi yang menguntungkan dengan penerapan ACFTA, salah satunya berpotensi menciptakan 1,7 miliar konsumen. Namun Indonesia tidak bisa memanfaatkannya karena tidak mempersiapkan diri dan tidak memperkuat sektor riil agar bisa bersaing (Rully Indrawan, 2010). Sebagai salah satu pilar ekonomi yang keberadaannya di back up Undang-undang, koperasi dituntut mampu memberikan kontribusinya yang signifikan terhadap ketahanan ekonomi kerakyatan.
Mensikapi hal tersebut, secara mikro, sudah saatnya koperasi harus memikirkan upaya-upaya untuk meningkatkan daya saingnya, tidak hanya mendasarkan pada efisiensi biaya saja , tetapi menciptakan diferensiasi-diferensiasi lain yang kompetitif. Dalam bahasa ekonomi, permintaan pada koperasi tidak hanya didasarkan oleh harganya yang kompetitif saja (movements along the demand curve) tapi juga dengan mengelola faktor-faktor lain yang mula-mula dianggap tidak berubah (ceteris paribus) tapi sekarang berubah (shifts of the demand curve). Salah satunya adalah dengan melakukan diferensiasi yang kompetititif.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha tidak terbatas hanya dalam satu negara, tetapi persaingan sudah meluas dalam lingkup dunia. Koperasi dituntut dapat mengelaborasi dirinya untuk mengenali potensi dan kelemahannya, sehingga paling tidak dapat meningkatkan daya saingnya untuk dapat bertahan di tengah gempuran arus globalisasi yang tidak terbendung. Bahasan berikut adalah selayang pandang beberapa aspek terkait dengan koperasi, yang dengan kekhasannya, akan mampu mengelola persaingan, melalui peningkatan daya saingnya.
1. Amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Pasal 3 UU No.25/1992 mengamanatkan tujuan koperasi sebagai:
“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1995”
Pasal 3 tersebut menggambarkan misi yang agung dari koperasi, yaitu bukan hanya badan usaha yang dimiliki oleh anggota-anggota koperasi, namun merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan mulia tersebut akan dapat tercapai apabila setiap koperasi secara keseluruhan berhasil menjalankan peranannya masing-masing dalam mempromosikan para anggotanya. Oleh karena itu, dalam bahasan ini akan lebih difokuskan pada aspek mempromosikan anggota.
Promosi anggota adalah meningkatkan taraf hidup anggota sehingga menjadi lebih sejahtera. Dalam Undang-undang No 25/1992 di atas kata memajukan kesejahteraan anggota berarti meningkatkan. Dengan begitu, maka yang diukur dalam memajukan kesejahteraan anggota adalah peningkatan tingkat kesejahteraan anggota.
Konsep kesejahteraan tersebut demikian luas, selain juga bermakna relatif. Karena hal ini sebagai dasar yang dijadikan daya tarik koperasi, maka operasionalisasi konsep ini harus dapat dipahami dan dimengerti oleh anggota yang kebanyakan adalah masyarakat pada umumnya.
Menurut Ramudi Arifin (1997) dalam batasan ekonomi, tingkat kesejahteraan itu dapat diwakili oleh tinggi rendahnya pendapatan. Apabila pendapatan seseorang atau masyarakat meningkat, maka kesejahteraan (ekonomi) seseorang atau masyarakat tersebut akan meningkat pula. Berkaitan dengan jalan pemikikiran di atas, maka apabila tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka berarti pula bahwa tujuan koperasi itu dioperasionalkan dalam bentuk meningkatkan pendapatan para anggotanya.
Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua kategori pengertian pendapatan, yaitu pendapatan nominal dan pendapatan riil (Ramudi Arifin, 1997). Pendapatan nominal adalah pendapatan seseorang dalam satuan jumlah uang yang diperoleh. Sedangkan pendapatan riil adalah pendapatan seseorang dalam ukuran jumlah barang dan jasa pemenuh kebutuhan yang dapat dibeli dengan membelanjakan nominalnya (uangnya). Apabila pendapatan nominal seseorang meningkat dan dengan asumsi harga tetap, maka orang tersebut dapat membeli barang/atau jasa lebih banyak, yang berarti kesejahteraannya meningkat.
Peningkatan pendapatan nominal atau riil, tergantung siapa anggota koperasinya. Prinsipnya, landasan dari peningkatan pendapatan yang merupakan konsep economies of scale untuk mencapai skala ekonomi. Skala ekonomi dapat dianggap sebagai faktor-faktor yang memungkinkan bagi suatu perusahaan untuk memproduksi output lebih banyak dengan biaya rata-rata lebih rendah dari pada hanya menghasilkan output yang lebih sedikit (Ropke, 2000).
Skala ekonomi sering dilihat sebagai alasan yang penting bagi pembentukan dan keberlangsungan suatu koperasi. Sehingga harus dibuktikan kepada anggota bahwa koperasi mampu merealisasikan skala ekonomi secara lebih baik dibandingkan dengan non koperasi. Hal ini harus dapat dikomunikasikan dengan lugas dan sederhana, serta dibuktikan dengan bukti nyata, sehingga rangsangan dari sudut pandang ekonomi ini dapat disadari baik oleh anggota maupun calon anggota koperasi..
Koperasi Mina Jaya, Muara Angke, Jakarta Utara, adalah salah satu contoh koperasi perikanan yang berhasil dalam mempromosikan anggota.. Prestasi terakhir, sebagai Koperasi Berprestasi Nasional. mendapatkan penghargaan dari Kementerian Koperasi, dan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Penghargaan berupa Adi Mina Bakti Baruna , diberikan atas kesuksesannya mengelola TPI (tempat pelelangan ikan) di pelabuhan perikanan Muara Angke, yang memberikan manfaat ekonomi anggotanya. Dalam dalam RAT tahun 2005, koperasi mampu memberikan santunan kepada janda nelayan, beasiswa bagi anak berprestasi dan penghargaan bag yang rajin menabung serta mambayar hutang.
2. Masalah partisipasi anggota
Problem pengembangan koperasi di Indonesia masih terganjal sejumlah masalah klasik. Di antaranya sarana dan prasarana yang kurang memadai, lemahnya partisipasi anggota, kurangnya permodalan dan pemanfaatan layanan, dan masalah manajemen. Di antara masalah tersebut, partisipasi anggota mempunyai peran utama terkait dengan maju mundurnya koperasi.
Tujuan organisasi tidak akan tercapai tanpa adanya peran aktif dari anggota. Anggota merupakan salah satu aset yang berharga bagi organisasi koperasi. Tanpa anggota, tempat dan modal tidak akan berarti apa-apa jika hanya dibiarkan begitu saja. Ditangan anggotalah semua itu akan dapat berkembang Oleh karena itu. tuntutan akan motivasi dan partisipasi yang baik dari anggota sangatlah diperlukan.
Dalam kedudukannya Koperasi sebagai badan usaha yang bergerak dalam bidang ekonomi mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas itu dapat terletak pada kedudukan anggota yaitu dengan adanya identitas ganda. Ramudi Ariffin (1997) menyatakan:
“Prinsip identitas ganda anggota Koperasi akan membentuk hubungan khusus antara anggota Koperasi dengan perusahaan Koperasi. Dalam hal ini hubungan-hubungan ekonomi akan menyangkut tiga pihak, yaitu: Anggota Koperasi (sebagai unit ekonomi), perusahaan Koperasi dan pasar.”
Dengan adanya peran identitas ganda tersebut Hanel (1989) dapat membedakan berbagai dimensi partisipasi anggota sebagai berikut:
a. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, para anggota :
- Memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan Koperasinya dan bentuk kontribusi keuangan (penyertaan modal atau saham, pembentukan cadangan, simpanan) dan melalui usaha-usaha pribadinya, demikian pula
- Dengan mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan dalam proses pengawasan terhadap tata kehidupan Koperasinya.
b. Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota memenfaatkan berbagai potensi yang disediakan oleh perusahaan Koperasi dalam menunjang kepentingan-kepentingannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka koperasi harus mampu melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang dapat memotivasi anggota untuk meningkatkan partisipasinya, baik dalam kedudukannya sebagai pelanggan maupun sebagai pemilik.
3. Tantangan koperasi pada masa datang
Selama ini banyak orang, termasuk pengurus, pengawas maupun anggota koperasi, memiliki mainset bila koperasi merupakan organisasi sosial, lembaga penjamin stabilias harga, dan lainnya. Padahal dalam era ekonomi global sekarang, koperasi harus dapat berkembang modern dengan menerapkan kaidah ekonomi modern pula.
Sebagaimana diketahui bahwa ACFTA yang mulai berlaku tahun 2010 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau KUKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk dan layanan yang sesuai dengan tuntutan pasar global. Untuk itu, KUKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
Penerapan kebijakan-kebijakan yang selama ini digulirkan seperti paket-paket kebijakan perbaikan iklim investasi dan pemberdayaan KUKM, kebijakan countercyclical untuk menghadapi dampak krisis keuangan global, dan kebijakan debottlenecking belum mampu menunjukan peningkatan daya saing hasil industri Indonesia. Sejak sepuluh tahun terakhir koperasi memang menunjukan kemunduran yang disebabkan oleh tatanan ekonimi baru dengan daya saing usaha masyarakat yang lemah dan tidak mampu bersaing alhasil menambah kemiskinan dan angka pengangguran (Rully Indrawan, 2010).
Untuk menghadapi iklim persaingan demikian, siapapun, termasuk koperasi, harus mampu menciptakan competitive advantage. Dengan keunggulan daya saing tersebut, perusahaan (produk) akan dapat bertahan dan mampu menangkap peluang masa depan. Jika pelaku bisnis hanya sekedar memperebutkan dan bersaing di masa kini, hal itu tidak akan memberi manfaat dan keuntungan yang optimal, karena persaingan tersebut hanya terbatas dalam memperebutkan satu pangsa pasar yang tetap. Menurut Rully Indrawan (2010), ACFTA sebenarnya sudah disepakati delapan tahun yang lalu, namun tidak ada pembenahan yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Untuk itu, Dekopin harus mengambil langkah-langkah pembinaan koperasi untuk peningkatan daya saing.
Usaha untuk meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan kualitas produk dan dihasilkan. Walaupun penilaian kualitas suatu produk adalah penilaian yang subyektif oleh konsumen. Penilaian ini ditentukan oleh persepsi pada apa yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh konsumen terhadap produk tersebut.
Untuk meningkatkan kualitas produk agar sesuai dengan persepsi konsumen, produsen harus senantiasa melakukan perbaikan dan inovasi terhadap produk mereka secara berkelanjutan. Idealnya, kekuataan potensial yang dimiliki perusahaan dapat berupa kekuatan yang berhubungan dengan adanya unsur-unsur : skala ekonomi, mempunyai posisi tawar yang baik, dapat memanfaatan keterkaitan pasar, dan biaya transaksi yang optimal. Skala ekonomi diperoleh dengan mengantisipasi tingkat penjualan yang cocok dengan meminimumkan skala efisien. Bargaining position positif di pasar ditempuh agar dalam persaingan pasar bisa dipertahankan harga jual barang dengan memperhatikan gerak para pesaingnya.
Agar perusahaan mampu bersaing perusahan harus melakukan orientasi pasar agar mampu unggul bersaing didalam persaingan pasar. Keunggulan tersebut dimiliki organisasi koperasi karena beberapa hal diantaranya :
- Untuk mencapai skala ekonomi dengan mengatur tingkat volume produksi bersama.
- Mengkoordinasi biaya transaksi
- Mengadakan kesepakatan harga jual produk demi menarik konsumen dalan hal posisi koperasi di pasar.
- Koperasi mempunyai dua pasar:, yaitu internal market dan external market
- Pada internal market, arah penyaluran barang koperasi ditunjukan kepada para anggotanya. Sedangkan pada external market, pasar yang dituju adalah di luar anggota atau untuk umum. Dengan melayani dua pasar tersebut, secara makro koperasi diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam perekonomian nasional.
Dalam tatanan perekonomian nasional, koperasi Indonesia pada dasarnya mempunyai fungsi yang sarat dengan misi pembangunan, terutama terwujudnya pemerataan. Koperasi Indonesia merupakan bagian integral dari sistem pembangunan nasional Indonesia. Dari kerangka pendekatan dan pemikiran yang bersifat integral ini, maka jelaslah bahwa koperasi Indonesia adalah suatu badan usaha yang seharusnya dapat bergerak di bidang usaha apa saja sepanjang orientasinya adalah untuk meningkatkan usaha golongan ekonomi lemah. Koperasi ini pada gilirannya akan memberikan dampak berupa peningkatan kesejahteraan mereka.
Orientasi usaha seperti itulah yang merupakan salah satu ciri sosial dari koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lainnya. Dalam hubungan ini perlu juga adanya kejelasan terhadap pendapat bahwa karena koperasi harus melayani yang lemah dan kecil, maka usaha koperasi tidak dapat menjadi besar. Pendapat demikian ini adalah keliru, karena justru untuk memperoleh kelayakan usahanya, setiap koperasi harus didorong dan dikembangkan menjadi besar dengan menghimpun kekuatan ekonomi dari mereka yang lemah dan kecil-kecil. Memang perlu ditegaskan bahwa besarnya usaha koperasi seperti di atas bukanlah tujuan, tetapi hanya merupakan dampak dari suatu upaya untuk dapat mengembangkan dirinya secara efektif dan efisien.
Tolok ukur perkembangan koperasi Indonesia bukan saja besar atau kecilnya volume usaha atau sumbangannya dalam pertumbuhan ekonomi. Yang menjadi ukuran koperasi Indonesia adalah sejauh mana usaha koperasi itu terkait dengan usaha anggotanya terutama golongan ekonomi lemah, dan pada gilirannya dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya dalam proses peningkatan kesejahteraan mereka. Dengan perkataan lain yang diukur adalah sumbangannya secara langsung dalam proses melaksanakan fungsi pemerataan. Dengan cara pandang demikian koperasi yang memiliki usaha kecil, namun terkait dengan kegiatan usaha para anggotanya akan memiliki bobot kualitas yang lebih tinggi dibanding dengan koperasi yang memiliki usaha besar tetapi tidak terkait dengan kegiatan usaha atau kepentingan para anggotanya. Tugas utama koperasi adalah tetap berusaha meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya
4. Meningkatkan daya saing koperasi
Mengingat telah berlakukanya ACFTA, kelemahan kondisi internal koperasi pada umumnya, dan lingkungan persaingan yang makin dinamis, maka perlu perlu perubahan/ pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, diharapkan daya saing dan akan menjadi daya tarik bagi anggota maupun masyarakat. Pada akhirnya, tujuan koperasi dapat diwujudkan dan dipertahankan keberlangsungannya.
a. Dari pergerakan sepanjang kurva demand (movements along the demand curve) menuju pergeseran kurva demand (shifts of the demand curve)
Hukum permintaan mengatakan bahwa apabila harga suatu barang naik maka permintaan barang tersebut turun, sebaliknya apabila harga suatu barang turun permintaan naik, ceteris paribus. Ceteris paribus dimaknai sebagai asumsi yang mengatakan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi di luar harga barang yang bersangkutan dianggap tetap. Titik tolak pemahaman ini adalah karena yang mempengaruhi mengapa orang membeli suatu produk tidak hanya harga produk yang bersangkutan, tetapi faktor-faktor lain seperti harga barang lain yang berkaitan, selera konsumen, kualitas, pendapatan konsumen, ekspektasi konsumen dan sebagainya. Analog dengan pemahaman tersebut, maka daya tarik koperasi yang mendasarkan pada efisiensi biaya dengan memunculkan harga yang murah dalam koperasi pembelian, pada dasarnya baru menekankan pada konsep hukum permintaan tersebut.
Dalam konsep ekonomi mikro, dibedakan istilah movements along the demand curve dan shifts of the demand curve. Pemahaman yang pertama diartikan perubahan dalam jumlah yang diminta disebabkan oleh peningkatan atau penurunan harga. Sedangkan pemahaman yang kedua dimaksudkan dengan perubahan permintaan yang disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mula-mula dianggap tetap (ceteris paribus) sekarang berubah. Mengacu dari pemahaman ini, maka koperasi harus mampu mengekplorari faktor-faktor ceteris paribus- nya untuk menjadi daya saing koperasi. Kemampuan mendiferensiasi daya tarik di luar harga murah harus dikembangkan.
Kopwan Kencono Wungu, dengan sistem tanggung renteng yang diterapkan secara sungguh-sungguh, mampu membangun kesadaran dan kepercayaan masyarakat, sehingga tertarik menjadi anggota kopwan. Dua gedung koperasi dibangun melalui sumbangan anggotanya.
b. Dari cost efficency menuju cost effectiveness
Pertama kali yang dilakukan oleh Robby Johan saat masuk menjadi Dirut Garuda, adalah merubah mainset bisnis dari cost effisiensi menjadi cost effectiveness. Setelah membuka pintu bagi karyawan-karyawan mengambil kesempatan pension dini dengan sejumlah pesangon, Robby justru meningkatkan gaji dan tunjangan karyawan yang masih bertahan. Banyak di antara karyawan yang telah mengajukan pensiun dini kabarnya merasa menyesal.
Apa tuntutan dari cost effectiveness ? Kalau pada konsep yang pertama (cost efficiency), tekanan adalah pada penghematan-penghematan, sedangkan pada konsep yang kedua, biaya boleh meningkat, namun peningkatan biaya ini harus dibalas dengan peningkatan hasil yang berlipat ganda. Karyawan boleh meningkat gaji atau tunjangannya, tetapi di sisi lain, karyawan tersebut harus memberikan reward berlipat ganda pada perusahaan.
Terlepas dari bagaiman kondisi Garuda saat ini, namun wacana ini harus dijadikan pertimbangan bagi koperasi untuk tidak hanya berkutat pada penekanan efisiensi saja atau pada harga murah saja. Peningkatan kualitas produk layanan harus dilakukan walaupun diringi dengan peningkatan biaya. Koperasi harus mencobanya.
Cerita menarik juga diperoleh dari kisah sukses Kopwan Kencono Wungu, Kabupaten Mojokerto. Untuk mengintensifkan pembinaan kepada anggota maka pengurus, dengan mengeluarkan sedikit biaya sebagai balas jasa, dibantu oleh 5 orang PPL (Pembina Penyuluh Lapangan). PPL merupakan kader-kader pilihan yang diangkat oleh pengurus melalui surat keputusan dan bertugas serta bertanggung jawab dalam pertemuan kelompok,yang dilaksanakan sebulan sekali. Sehingga secara strategis PPL bertugas membantu pengurus memajukan koperasi dalam bidang organisasi.
c. Mengharmonisasikan 4P dengan 4C
Saat ini, perusahaan-perusahaan yang ingin bertahan hidup tidak dapat dilakukan semata-mata hanya dengan mengandalkan melakukan pekerjaan yang baik. Untuk dapat bertahan hidup, mereka, termasuk di dalamnya perusahaan koperasi, harus melakukan pekerjaan yang baik sekali, sehingga konsumenpun tidak hanya puas saja, namun puas sekali. Pertumbuhan pasar lambat, namun persaingannya sengit terjadi di dalam negeri dan di luar negeri. Konsumen, baik konsumen akhir maupun pembeli bisnis, berhadapan dengan banyak pemasok yang berusaha untuk memuaskan kebutuhan mereka ketika mereka memilih pemasok Penelitian telah menunjukkan, bahwa kunci bagi prestasi perusahaan yang menguntungkan adalah mengetahui dan memuaskan pelanggan sasaran dengan penawaran yang bersaing. Pemasaran adalah salah satu fungsi perusahaan yang dibebani tugas untuk mendefinisikan pelanggan sasaran dan cara terbaik untuk memuaskan kebutuhan dan keingginan kompetitif yang menguntungkan.
Instrumen-instrumen yang dapat digunanakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dikenal dengan istilah bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran (Kotler, 1997 )..Bauran pemasaran adalah salah satu konsep penting dalam pemasaran modern. Selanjutnya, McCarthy (dalam Kotler, 1997 ) mempopulerkan klasifikasi yang terdiri dari empat faktor yang disebut 4P yaitu : Produk (Product), Harga (Price), Distribusi (Place), dan Promosi (Promotion). Variabel-variabel tertentu setiap P harus dimplementasikan secara tepat.
Bauran pemasaran (4P) menunjukkan pandangan perusahaan tentang kiat pemasaran yang ada untuk mempengaruhi konsumennya, namun dari sudut pandang konsumen, setiap kiat pemasaran harus memberi manfaat bagi pembeli. Jadi 4P bagi perusahaan, harus dirancang dan dikelola secara tepat sebagai tanggapan dari variable 4C, yang bersumber dari konsumen. Gambaran hubungan antara variable-variabel 4P dan 4C secara singkat dapat digambarkan dalam hubungan sebagai berikut.:
Product -à pada dasarnya harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen (Customer Solution) Price à bagi anggota pada dasarnya merupakan biaya (Cost to the customer), sehingga harus dirancang tepat dan murah Promotion à bagi anggota pada dasarnya adalah bentuk komunikasi (Communication), sehingga harus sesuai dengan situasi dan kondisi anggota agar dicapai komunikasi yang efektif.
Place à bagi anggota,berkaitan dengan kemudahan untuk memperoleh pelayan koperasi (Convenience)
Sebetulnya dalam koperasi, yang pelanggannya dikenal dengan istilah captive market (bahasa sederhananya, pasarnya sudah pasti), semestinya sudah tidak menemui kesulitan lagi untuk mendefinisikan pelanggan sasaran dan cara terbaik memuaskan kebutuhan pelanggannya. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa koperasi kesulitan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan anggota. Artinya, koperasi kesulitan untuk mengharmonisasikan unsur 4P dan 4C. Rapat Anggota harus benar-benar efektif, sehingga dapat disusun program-progam pelayanan yang benar-benar berbasis pada keinginan anggota.
Koperasi Wanita (Kopwan) Kartika Candra, Kabupaten Pasuruan, adalah salah satu contoh koperasi yang berhasil tumbuh dan berkembang dari bawah (bottom up). Segala kegiatannya selalu berorientasi kepada kepentingan dan pemenuhan kebutuhan anggota. Kopwan ini mampu mewujudkan berdirinya kantor yang hamper 90 % diperoleh dari partisipasi anggota.
d. Diferensiasi yang kompetitif
Dalam persaingan monopolistik, para penjual bersaing melalui diferensiasi produk (perbedaan diantara produk mengenai antara lain kualitas, harga, lokasi, kemasan, iklan dan sebagainya) agar produk dapat di bedakan dengan produk yang di jual produsen lain lain. Persaingan monopolistik merujuk kepada organisasi pasar dimana terdapat banyak perusahaan yang menjual barang-barang yang hampir serupa tapi tidak sama (Salvatore, 1985).
Koperasi harus mampu mengembangkan diferensiasi-diferensiasi kompetitif yang lain, tidak hanya mendasarkan pada efisiensi biaya (harga murah) saja. Jadi yang harus dipikirkan adalah, dengan cara apa koperasi bisa membedakan penawarannya dari para pesaing. Saatnya bagi koperasi untuk membentuk team kreatif yang mampu melahirkan diferensiasi-diferensiasi kompetitif.,
Kotler (1997 ) mengkategorikan peralatan-peralatan untuk diferensiasi yang kompetitif, yaitu : diferensiasi produk, diferensiasi ciri-ciri, diferensiasi pelayanan, diferensiasi personalia, dan diferensiasi citra. Berikut adalah penjelasan dari diferensiasi-diferensiasi tersebut.
a. Diferensiasi produk
Pada suatu keadaan tertentu, kita dihadapkan pada suatu produk yang sangat terstandarisasi sehingga memungkinkan sedikit variasi, seperti daging ayam, garam. Tetapi dalam beberapa hal, beberapa variasi alamiah (asli) masih memungkinkan. Misalnya garam, dikemas dengan kemasan yang menarik serta mengandung Iodium sebagaimana yang dibutuhkan oleh tubuh pemakainya.
b. Diferensiasi ciri-ciri
Ciri-ciri adalah karakteristik yang mendukung fungsi dasar suatu produk. Sebagian produk dapat ditawarkan dengan beberapa cirri-ciri. Perusahaan harus mempertimbangkan berapa banyak orang yang membutuhkan setiap cirri-ciri tertentu, berapa lama waktu yang diperlukan untuk setiap cirri itu diperkenalkan, apakah mudah bagi pesaing untuk meniru cirri tersebut, dan sebagainya. Beberapa karakteristik yang mendukung fungsi dasar suatu produk yang dapat dikelola oleh koperasi adalah: kinerja, peyesuaian (konformansi), tahan lam (durability), tahan uji (realibility), kemudahan perbaikan (repairability), model (style), dan desain (kekuatan yang mengintegrasi).
c. Diferensiasi pelayanan (service differentiation)
Selain pembedaan dari produk fisiknya, koperasi dapat juga membedakan dari pelayanan lanjutannya. Kunci sukses persaingan sering terletak pada tambahan pelayan dan mutu. Variavel-variabel pelayanan termasuk di dalamnya adalah: pengiriman, pemasangan, pelatihan bagi pelanggan, pelayanan konsultasi, perbaikan dan pelayanan rupa-rupa.
Kopwan Setia Bhakti Wanita, Surabaya, dengan 10.020 anggota (data 2009), asset Rp. 81,2 milyar dan volume usaha Rp. 101 ilyar (data tahun 2002), berhasil mengembangankan pola simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng. Dampakanya bagi anggota adalah, koperasi mampu memenuhi kebutuhan anggota melalui KSP, interaksi antar anggota dan berkembangnya solidaritas antar anggota. Keberhasilan ini dilakukan salah satunya melalui kegiatan pelatihan bagi anggota antara lain, pelatihan dalam pengambilan keputusan, pelatihan tentang sistem tanggung renteng yang dilakukan secara periodik dan pelatihan-pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan potensi.
Dampak koperasi terhadap lingkungannya antara lain menjadi wadah belajar bagi koperasi lain dan menumbuhkan unit usaha baru. Hampir setiap bulan selalu ada saja institusi yang berkunjung ke Kopwan ini, baik untuk meminta pelatihan atau untuk studi banding. Sepert pada bulan Januari 2010, Kopwan mendapat kunjungan 200 siswa dan 18 guru dari SMKN I Bangkalan. Dalam waktu yang sama Kopwan juga mendapat kunjungan dari siswa SD.
d. Diferensiasi personalia
Keunggulan kompetitif bisa diperoleh koperasi karena memperkerjakan dan melatih orang-orangnya dengan lebih baik dibandingkan pesaingnya. Tenaga terdidik memiliki enam cirri yaitu: kompeten, sopan santun, kredibel, dapat diandalkan, cepat bereaksi terhadap keinginan pelanggan dan punya kemampuan berkomunikasi yang baik. Dadang Hawari mengkategorikan SDM yang unggul adalah SDM yang punya IQ, CQ, EQ dan SQ.
Kopwan Kopinkra Sutra Ayu Kabupaten Pekalongan, sebagai koperasi sukses membangun silaturahmi yang sehat antara pengurus dengan anggotanya. Melalui silaturahmi yang baik ini, masalah yang berkaitan dengan partisipasi anggota dapat diminimalisir.
e. Diferensiasi citra (Image differentiatioan)
Citra adalah persepsi yang bertahan lama. Untuk mengembangkan citra yang kuat terhadap suatu produk, merek atau perusahaan menuntut kreatifitas dan kerja keras.. Citra tidak dapat ditanamkan dalam pikiran masyarakat hanya dalam satu malam, atau dengan satu media saja. Apalagi untuk koperasi, dimana masih mempunyai citra yang tidak menguntungkan di masyarakat, seperti contohnya KUD, yang sering dipeleskan menjadi Ketua Untung Duluan. Walaupun tidak benar adanya, dibutuhkan kerja keras untuk memperbaiki dan membangun citranya.
Citra harus ditanamkan dalam setiap alat komunikasi pada perusahaan dan dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya, pesan: comitted to you selain ditulis dengan bahasa gaul committed 2 u agar selalu diingat, pesan ini harus digambarkan dalam simbol, media tertulis atau audio visual, suasana fisik perusahaannya, peristiwa-peristiwa dan para orang perorang . Koperasi harus percaya diri dengan mengunakan nama atau istilah yang atraktif.. Walaupun hanya merubah nama tokonya dari Tunas Dinamika menjadi TD Mart , paling tidak KKBM Ikopin sudah berusaha melakukan perubahan, terlepas besar atau kecil signifikansinya pada volume transaksi. Membangun citra memang tidak cukup hanya berganti nama saja.
Kopwan Kopinkra Sutra Ayu Pekalongan, mempunyai motto Kepercayaan adalah Nyawa . Setiap bantuan modal yang diterima, dikembalikan tepat pada waktunya. Kopwan Kencono Wungu, Mojokerto dengan slogan kunci suksenya,
Sediakanlah waktu tertawa, karena tertawa itu musiknya jiwa. Kopwan Kartika Candra Pasuruan, dengan mottonya, Berjuang bersama meraih sukses. Sedangkan Kopwan Setia Bhakti Wanita Surabaya, mempunyai misi, Meningkatkan pelayanan koerasi dan kualitas sumber daya manusia untuk menumbuh kembangkan kehidupan yang lebih bertanggung jawab (mandiri) dan berkesinambungan. Dengan prestasinya, kopwan-kopwan tersebut mempunyai citra positif di mata anggota dan masyarakat serta instansi terkait.
Banyaknya cerita sukses kopwan yang diangkat, karena faktanya menunjukkan bahwa dengan keunikannya, banyak kopwan yang mampu mengelola organisasi dan perusahaan koperasi dengan baik. Di Subang, pimpinan kepala daerahnya bertekad menjadikan daerah Subang sebagai kabupaten koperasi wanita terbesar di Jawa Barat atau bahkan di Indonesia (data 2010). Hal ini mengacu kepada banyaknya kaum perempuan di Kabupaten Subang yang menjadi anggota koperasi aktif. Ada sedikitnya 150 Kopwan Lumbung ekonomi Desa (LED) dengan anggota mencapai 60.000 orang.
Idealnya, perusahaan (dalam hal ini koperasi) mendiferensiasikan dirinya dalam beberapa dimensi. Perlu ditegaskan bahwa, strategi diferensiasi tidak berarti memungkinkan perusahaan untuk mengabaikan biaya, tetapi biaya bukanlah target strategis yang utama (Porter, 1990). Paling tidak, aktifitas menggali dan menciptakan diferensiasi harus tetap diupayakan secara kontinyu. Seperti judul buku yang ditulis oleh seorang pemilik perusahaan computer: The same is not my style.