Telaah Penelitian Terdahulu Dan Pengembangan Hipotesis
Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan versi game theory yang memodelkan proses kontrak antara dua orang atau lebih dan masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak mencoba mendapatkan yang terbaik bagi dirinya (Scott, 2000:280). Inti teori keagenan adalah konflik kepentingan antara agen dan prinsipal. Biaya keagenan yang timbul akibat adanya konflik kepentingan ini adalah biaya pengawasan (monitoring costs), biaya penjaminan (bonding costs), dan rugi residual (residual loss).
Konflik keagenan yang berhubungan dengan penerbitan obligasi dapat terjadi antara manajemen dengan kreditor. Manajemen yang perusahaannya menerbitkan obligasi berkepentingan agar obligasi yang diterbitkan dapat terjual seluruhnya. Para kreditor berkepentingan terhadap penjaminan kondisi perusahaan penerbit obligasi dalam keadaan baik sehingga nantinya tidak mendatangkan kerugian. Untuk mengurangi konflik tersebut maka manajemen menggunakan jasa lembaga pemeringkat obligasi sehingga dalam hal ini dapat mengurangi biaya penjaminan (bonding cost). Peringkat obligasi yang merupakan hasil pemeringkatan lembaga pemeringkat ini merupakan sinyal tentang probabilitas kegagalan pembayaran utang sebuah perusahaan sehingga menyatakan skala risiko atau tingkat keamanan suatu obligasi yang diterbitkan.
Teori Pensinyalan
Teori pensiyalan menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan informasi tertentu. Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai inisiatif dan dorongan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal (Tearney, 2000). Teori pensinyalan menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi kepada publik (Wolk et al., 2001:308). Informasi tersebut bisa berupa laporan keuangan, informasi kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara sukarela oleh manajemen perusahaan.
Teori pensinyalan dalam penelitian ini menjelaskan bahwa manajemen perusahaan sebagai pihak yang memberikan sinyal berupa laporan keuangan perusahaan dan informasi non keuangan kepada lembaga pemeringkat. Lembaga pemeringkat obligasi ini melakukan proses pemeringkatan sehingga dapat menerbitkan peringkat obligasi bagi perusahaan penerbit obligasi ini. Peringkat obligasi ini memberikan sinyal tentang probabilitas kegagalan pembayaran utang sebuah perusahaan.
1. Hubungan Laba Operasi dengan Peringkat Obligasi
Subramanyam (2010: 9) menyatakan bahwa laba operasi (operating income) merupakan suatu pengukuran laba perusahaan yang berasal dari aktivitas operasi yang masih berlangsung. Tingkat profitabilitas yang tinggi dari suatu perusahaan berdasarkan hasil penelitian empiris (Horrigan, 1966; Burton et al., 1998) akan meningkatkan peringkat obligasi perusahaan. Semakin tinggi tingkat profitabilitas, semakin rendah risiko ketidakmampuan membayar (default risk), sehingga semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan tersebut. Yasa (2007) menemukan bahwa variabel log natural laba operasi berpengaruh positif pada peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H1: Laba operasi berpengaruh positif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia.
2. Hubungan Laba Ditahan dengan Peringkat Obligasi
Siegel dan Shim dalam Fahmi (2011) menyatakan bahwa laba ditahan (retained earnings) merupakan akumulasi penghasilan sebuah perusahaan setelah dikurangi dengan dividen. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan (Riyanto, 2011). Yasa (2007) menemukan bahwa laba ditahan berpengaruh positif pada peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H2: Laba ditahan berpengaruh positif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia.
3 Hubungan Aliran Kas Operasi dengan Peringkat Obligasi
Aliran kas operasi merupakan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi perusahaan. Aktivitas operasi (operating activities) merupakan aktivitas perusahaan yang terkait dengan laba (Subramanyan, 2010).
Burton et al. (2000) menyatakan bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan sehingga secara finansial akan mempengaruhi prediksi peringkat obligasi. Penelitian Nurhasanah (2003), Adrian (2011) dan Manurung (2008) menyimpulkan bahwa likuiditas berpengaruh positif pada peringkat obligasi. Penelitian Yasa (2007) menyimpulkan bahwa aliran kas operasi berpengaruh positif pada peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H3: Aliran kas operasi berpengaruh positif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia. Hubungan Likuiditas dengan Peringkat Obligasi
Rasio likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu (Fahmi, 2011). Burton et al. (2000) menyatakan bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan sehingga secara finansial akan mempengaruhi prediksi peringkat obligasi. Penelitian Nurhasanah (2003), Yasa (2007), Adrian (2011) dan Manurung (2008) menyimpulkan bahwa likuiditas berpengaruh positif pada peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H4: Likuiditas berpengaruh positif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia.
5. Hubungan Total Assets dengan Peringkat Obligasi
Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba (Subramanyam, 2010). Variabel total assets dipergunakan dalam penelitian Horrigan (1966), Kaplan dan Urwitz (1979). Semakin tinggi total assets yang dimiliki menunjukkan kemampuan menguasai pasar dan kredibilitas yang lebih baik sehingga meningkatkan peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H5: Total assets berpengaruh positif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia.
6. Hubungan Leverage dengan Peringkat Obligasi
Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang (Fahmi, 2011). Jika rasio ini cukup tinggi, maka hal tersebut menunjukkan tingginya penggunaan utang, sehingga hal ini dapat membuat perusahaan mengalami kesulitan keuangan, dan biasanya memiliki risiko kebangkrutan yang cukup besar. Burton et al., (1998), menemukan bahwa semakin rendah leverage perusahaan semakin tinggi peringkat obligasi yang diberikan pada perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H6: Leverage berpengaruh negatif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia.
7. Hubungan Umur Obligasi (Maturity) dengan Peringkat Obligasi
Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa umur obligasi berpengaruh pada peringkat obligasi. Umur obligasi (maturity) adalah jangka waktu sejak diterbitkannya obligasi sampai dengan tanggal jatuh tempo obligasi. Penelitian Adrian (2011), umur obligasi berpengaruh pada peringkat obligasi. Mark and David (1996) dalam Adrian (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang peringkat obligasinya tinggi, menggunakan umur obligasi yang pendek.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H7: Umur obligasi (maturity) berpengaruh negatif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia.
8. Hubungan Jaminan (Secure) dengan Peringkat Obligasi
Tingkat risiko yang terkandung dalam sebuah obligasi salah satunya dipengaruhi oleh jaminan. Brister et al. (1994) menyatakan bahwa investor akan menyukai obligasi yang dijamin dibanding obligasi yang tidak dijamin. Sedangkan Joseph (2002) dalam Andry (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi aset yang dijaminkan untuk obligasi maka peringkatpun akan membaik sehingga obligasi tersebut aman untuk diinvestasikan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
H8: Jaminan (secure) berpengaruh positif pada peringkat obligasi di Bursa Efek Indonesia.